Mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Jawaban: agar semangat kemerdekaan dan nasionalisme terhadap negeri sendiri, setiap tahun ke tahun semakin ada bukan menghilang Penjelasan: zaman muda sekarang kurang menyadari pentingnya kemerdekaan Indonesia, maka dari itu penting agar anak muda tetap berkarya, menghargai jasa para pahlawan yang gugur, demi memajukan bangsa.

SOAL 1 Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia. … Jelaskan mengapa Pancasila disebut sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesie: SOAL 2 Jelaskan sikap sikap yang harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia agar dapat mempertahankan persatuan dalam keberagaman Peringatan Harkitnas dilakukan pertamakali di masa Presiden Soekarno pada 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan, Yogyakarta.

Saat itu Soekarno malakukan orasi mengenai kebangkitan nasional guna menyemangati rakyat, karena Belanda masih punya niat menduduki Indonesia meskipun sudah kita sudah memproklamirkan diri sebagai bangsa merdeka.

Terlepas dari semua perdebatan tersebut, ada yang berbeda dengan cara kita memaknai Harkitnas kali ini. Momentum ini jatuh di saat Covid-19 masih mewabah di hampir seluruh pelosok negeri; Harkitnas tiba saat curva pandemik Covid-19 masih saja meningkat bahkan menembus rekor jumlah pasien baru tertinggi ( 693 orang pada 20 Mei) dan secara akumulatif nasional sudah mencapai 18.496 orang terinfeksi, dengan jumlah yang meningal dunia sebanyak 1.221 dan yang sembuh 4.467.

Harkitnas 2020 juga ditandai dengan beragam sengkarut program Jaring Pengaman Sosial senilai 110 Triliyun, program Kartu Pra Kerja yang menimbulkan banyak kontroversial senilai 20 Triliyun dan juga skema stimulus ekonomi yang dianggap tidak memberi daya ungkit terhadap penurunan grafik perekonomian kita. Esensi kebangkitan nasional adalah narasi tentang kegelisahan, ketertekanan dan perlawanan rakyat atas adanya ketidakadilan, ketimpangan dan kesenjangan sosial dalam kehidupan.

Ketidakadilan yang dirasakan rakyat akibat terkendala untuk hidup, berdaulat, berdikari, mandiri, aman dan sejahtera di tanah airnya sendiri. Pikiran inilah yang membuat rakyat bangkit melakukan konsolidasi untuk melawan ketidakadilan. 1908 rakyat bangkit melawan penjajah culas yang telah menguras hampir semua sumber daya bumi pertiwi dan tidak menyisakan untuk pemilik sah-nya kecuali kesengsaraan dan kerusakan.

Saat ini pun spirit kebangkitan nasional harus dihidupkan kembali. Rakyat perlu dibangkitkan untuk melakukan gerakan perlawanan secara masif terhadap 'penjajah' kehidupan bernama pandemi Covid-19. Nilai yang diwariskan Budi Utomo, Sarekat Islam dan gerakan perjuangan kemerdekaan lainnya tentang “sesama dan serasa” tersebut harus terus ditumbuhsuburkan dalam hati dan kehidupan masyarakat Indonesia. Semangat bangkit melawan hal-hal yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan tatanan sosial kehidupan telah ada dalam jiwa bangsa Indonesia.

Jiwa menolak ketidakadilan dan kesewenangan sudah bersemayam di dalam dada. Dan ruh membangun semangat gotong royong, solidaritas sosial dan guyub saling menolong sudah terpatri di dalam lubuk hati. Lihatlah, sejak awal pandemi terjadi, masyarakat di seluruh Indonesia, biar pun dalam keadaan sempit, masih bisa saling membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka tidak rela jika ada saudaranya sesama anak bangsa yang mati karena virus atau mati karena kelaparan.

Kisah kepahlawanan rakyat, tokoh publik, relawan dan tentu saja tenaga kesehatan dalam bahu membahu melakukan yang mereka bisa dan mampu menjadi cerita bak di negeri dongeng. Miliaran rupiah bahkan mungkin bernilai Triliyun, dana tidak tercatat, terkumpul dan tersalurkan dari kocek rakyat tanpa nama dan sebutan. Jadi, jika belakangan ini ramai beredar video dan tagar 'Indonesia Terserah' yang menyindir aktivitas masyarakat yang nekat berkerumun di sejumlah tempat publik, maka ini adalah ekspressi rakyat yang bingung, rakyat yang tidak tahu harus berbuat apa, rakyat yang kehilangan arah.

Kenapa? Oleh sebab kebijakan pemerintah yang saya nilai plin-plan alias tidak tegas. Maju mundur tidak jelas. Kebijakan yang lahir akibat pemimpin yang tidak tahu bagaimana caranya mengelola energi rakyat yang luar biasa. Sebagai contoh, dulu waktu PSBB, dibuat aturan bahwa layanan bandara Soekarno Hatta ditutup, bus keluar-masuk Jakarta tidak boleh, dan orang bekerja di luar dibatasi. Tapi sekarang justru oleh pemerintah dibolehkan, meski dengan persyaratan.

Tetap saja, menurut saya, syarat-syarat seperti surat untuk melakukan pekerjaan dan menjenguk keluarga yang sakit keras itu mudah dimanipulasi. Terbukti dengan mengularnya antrean penumpang di bandara Soekarno Hatta. Sikap tidak tegas pemerintah pusat juga mulai diikuti pemerintah daerah. Kota Bekasi, misalnya, mulai merancang wilayah zona hijau dimana mesjid dibolehkan menyelenggarakan shalat Ied.

Kebijakan ini tentu tidak mampu melarang masyarakat dari zona merah untuk berbondong-bondong mendatangi mesjid di zona hijau. Masyarakat memang sudah rindu dengan mesjid. Nah, dengan banyaknya warga yang berkerumun, dan pergi ke keluar kota, kita sekarang justru mundur sepuluh langkah ke belakang, alih-alih maju kedepan untuk menangani Covid-19. Oleh karena itu, saya berharap pada momentum kebangkitan nasional ini pemerintah memiliki cara untuk mengorkestrasikan semua potensi yang ada.

Ini saatnya presiden sebagai pemegang otoritas tertinggi pemerintahan turun menyatukan semua energi. Pimpin, bimbing dan komandoi rakyat untuk bergerak bersama dengan teratur dan satu tujuan, jangan hanya terpana dengan respon masyarakat. Jangan sia-siakan energi kebangkitan nasional menjadi sekedar seremonial peringatan melalui ucapan dan webinar.

Saya menunggu aksi the true leader!
1. menurut anda, bagaimana ferdinand dalam memilih bentuk organisasi? apakah dalam bentuk usaha perorangan, firma atau partnership, atau perseroan? be … rikan analisa dan kaitkan jawaban anda dengan teori. 30 2. berikan analisa anda mengenai transformasi bisnis dari groovy. 35 3. berikan analisa anda terkait dengan manajemen konflik di groovy. kaitkan jawaban anda dengan teori.

35 • Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik • Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Surabaya • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • TERBARU • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT Konten Terkait • Bagaimana Kabar Hati Kita Hari Ini?

• Kegagalan Anak dan Bagaimana Orangtua Harus Bersikap • Kenapa Kita Harus Waspada terhadap Hepatitis Akut? • Bagaimana Seharusnya Guru di Indonesia? (Refleksi Hari Pendidikan Nasional) • Aku Harus Bagaimana, Mas dan Puisi Lainnya • Bagaimana Kita Memaknai Toleransi? KEBANGKITAN NASIONAL INDONESIA; KITA HARUS BAGAIMANA? Hari ini tepatnya tanggal 20 Mei 2020 merupakan hari Kebangkitan Nasional, hari bersejarah bagi bangsa Indoensia yang patut dikenang oleh masyarakat Indonesia termasuk saya dan generasi selanjutnya.

Hal tersebut tentu momen penting, dan tidak lahir begitu saja. Hari kebangkitan Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah dan tokoh tokoh nasional pada era pra kemerdekaan RI. Mungkin kita paham bersama bahwa, kini Negara Indonesia sudah merdeka secara fisik dan merdeka secara simbolik serta telah mendapat pengakuan dunia termasuk Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berkat perjuangan pendahulu kita. Yah orang Indonesia yang seutuhnya orang Indonesia, secara kontekstual tentu dimaknakan oleh beberapa tokoh tokoh nasional kita agar terlepas dari penjajahan.

Sehingga upaya tersebut ditandai dengan transformasi gagasan yang teroganisiri terlihat pada dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Situasi pendirian organisasi tentu tidak semudah yang kita bayangkan di era kita saat ini (2020), mereka tentu berkejar kejaran dengan aparat penajajah pada saat itu yang paling sulit adalah membangun kesepahaman kepada sesama nasionalis muda.

Sehingga kita bisa menafsirkannya sebagai salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli. Hari kebangkitan nasional disahkan dan disetujui serta ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia pada tanggal 20 Mei 1959. Dengan hadirnya peringatan hari kebangkitan nasional ini seharusnya memacu semangat kita sebagai generasi muda bangsa Indonesia, Mengencangkan semangat untuk tetap berjuang memajukan harkat dan martabat bangsa yang sebenarnya yang telah merdeka sejak 1945 silam. Dengan jalan pada profesi kita masing masing tanpa harus berpecah belah, salah menyalahkan, nyinyir-sindir yang tanpa ujung.

Politik seakan menghantui para masyarakat umum yang tidak tergabung dalam ranah politik namun telah terjebak dalam korban politik yang teroganisir. Saya sendiri rela dalam jebakan tersebut sepanjang sifatnya positif dan terarah, namun pasti lebih banyak yang tidak akan jadi korban politik. Sehingga tak sedikit diantara kita masih menyimpan dendam atas kekalahan kecil dari pertarungan besar. Sebut misalnya pilpres kemarin masih tersimpan rapi, dendam kesumat beberapa oknum dan bahkan berhasil meprovokasi.

Saya sendiri tidak pro keduanya, namun sebagai masyarakat biasa merasa sedih melihat berita, hoaks, serta sindiran dimana mana terlebih di layar medsos.
Setiap tanggal 20 Mei, kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Harapan yang diletakkan pada peringatan tersebut adalah munculnya kembali rasa nasionalisme seluruh anak bangsa yang dirasa semakin hari semakin pupus.

Dari tahun ke tahun Kebangkitan Nasional hanya diperingati secara seremonial saja. Itupun greget nasionalismenya mulai hilang, hanya hiburan semata. Tak memiliki makna mendalam tentang arti kebangkitan itu sendiri.

Slogan-slogan kebangkitan pun seakan menjadi nyanyian kosong yang kehilangan irama. Terbukti dengan semakin memburuknya krisis yang terjadi di negeri ini. Lalu, harapan munculnya kembali rasa nasionalisme itu kapan akan terjadi? Dari sini jelas bahwa bangkitnya kesadaran nasionalisme sebuah bangsa tidak bisa dengan melalui perayaan peringatan se-gebyar apa pun.

Ia tidak bisa dibangkitkan dengan cara-cara instant semacam itu. Persoalannya, jika dengan cara-cara peringatan hari besar nasional seperti itu tidak bisa membangkitkan rasa nasionalisme warga bangsa ini, lalu dengan cara apa? Dari mana memulainya? Atau, memang di era mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka borderless ini tidak lagi dibutuhkan nasionalisme bagi sebuah bangsa? Sementara, beberapa kalangan berasumsi bahwa lunturnya nasionalisme dari sebagian besar bangsa kita adalah karena pengaruh globalisasi.

Globalisasi tidak lebih dari sebuah mega proyek milik negara-negara super power. Baca Juga • Pilpres 2019: Dukung Mendukung Ala Alumni Perguruan Tinggi • Kritik JK, 'Api dalam Sekam'.? • Pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, Siapa Bermain? Negara-negara yang kuat dan kaya mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya bersaing dengan mereka di bidang teknologi maupun ekonomi.

Kekalahan dalam persaingan ini, menyebabkan negara-negara miskin, secara de facto terjajah oleh negara-negara kuat dan kaya tersebut. Dan pada akhirnya, negara-negara miskin terkooptasi dari sisi budaya, politik, pandangan hidup, bahkan agama. Pertanyaannya adalah apakah memang globalisasi menjadikan nasionalisme kita harus tergerus hingga luluh lantak? Indonesia adalah bangsa besar. Bangsa yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang tak terkira.

Negara yang terbentuk dari banyak suku bangsa dan budaya, yang menjadi ciri khas dan karakter bangsa. Haruskah kita menyerah pada propaganda globalisasi, sementara kita memiliki segalanya di negeri ini?

Sampai kapan anak bangsa ini menyadari kebesaran negaranya dan kekayaan negerinya, hingga memiliki kesadaran untuk mempertahankan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dengan semangat nasionalisme dan jiwa patriotisme seperti Budi Oetomo dan para penggerak Kebangkitan Nasional dahulu? Atau, semangat Kebangkitan Nasional ini hanya akan menjadi cerita masa lalu dan dongeng sebelum tidur anak-anak Indonesia di masa depan? Apa pendapat anda? Watyutink (cmk) Salah satu pendapat pakar, menyatakan bahwa nasionalisme mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka tumbuh dan berkembang karena perasaan senasib yang mendorong kelompok manusia bersatu dan berjuang membebaskan diri mereka dari tekanan atau belenggu mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka.

Dengan lain perkataan nasionalisme itu merupakan tanggapan sekelompok manusia yang merasa senasib untuk mempersatukan diri, memperjuangkan cita-cita bersama sebagai pengikat sosial atau social integrative force. Perasaan senasib itu bisa dirasakan oleh sekelompok sosial yang homogin tetapi kebanyakan beragam karena mobilitas penduduk sejak awal kehadirannya di muka bumi. Karena itu sulit mencari suatu bangsa yang warganya homogin satu sukubangsa yang mendukung satu kebudayaan dalam arti luas.

Bangsa Indonesia merupakan cotoh betapa ia tumbuh dan bersatu melahirkan satu nation di kepulauan Nusantara. Kebetulan kepulauan Nusantara pernah dijajah Hindia Belanda yang menguras kekayaan alam dan menindas penduduknya. Penjajahan itu merupakan blessing in disguise bagi penduduk Nusantara yang merasakan kejamnya penjajah sehingga membangkitkan semangat perlawanan mereka yang sama sama tertindas.

Semangat kebangsaan itulah yang kemudian dipupuk dan melahirkan satu nation Indonesia. Untuk merawat semangat kebangsaan itu para pemimpin bangsa harus senantiasa menciptakan “musuh” bersama atau sekurang kurangnya “tantangan” bersama, seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kesehatan serta keterpurukan ekonomi. Dengan ketajaman visinya Bung Karno mengobarkan semangat kebangsaan dengan menciptakan berbagai tantangan seperti kekuasaan “nekolim” menggantikan atau meneruskan penjajahan Belanda.

Semangat kebangsaan untuk melawan segala bentuk penindasan itu telah menjalar ke Asia dan Afrika sebagaimana tercermin dalam Konferensi Asia Afrika. Selama 25 tahun sejak kemerdekaan perjuangan Bung Karno tercurah untuk membangun dan memperkuat semangat kebangsaan dan terkenal perjuangannya itu sebagai “ Integrative Revolution”.

Di zaman Orde Baru pak Harto memformulasikan tantangan bersama, yaitu kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kesehatan sebagai sarana untuk mengikat dan memperkuat semangat kebangsaan. Karena itu, kalau Bung Karno merawat kebangsaan dengan revolusi integrative, pak Harto dengan pembangunan nasional.

Keduanya sebenarnya sama maksud dan tujuan, karena pembangunan itu pada hakekatnya usaha terencana untuk membebaskan rakyat dari berbagai tekanan dan kendala dalam mewujdkan kesejahteraan umum. Bung Karno, sesuai dengan kondisi pada masanya, menekankan pada upaya pembebasan dari belenggu penjajahan lama dan baru atau neokolonialism, sedang pak Harto berusaha membebaskan rakyat dari belenggu kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kesehatan agar meraka dapat berperan aktif dalam pembangunan bangsa yang merdeka dari segala bentuk penindasan.

Di era reformasi, para pemimpin bangsa harus memformulasikan tantangan baru untuk merawat persatuan dan kesatuan bangsa. Sayangnya, setelah menikmati hasil pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat itu kurang disadari oleh para pemimpin bangsa, yaitu meningkatnya berbagai kebutuhan hidup dalam ragam, besaran dan mutunya. Salah satu kebutuhan hidup yang tidak nampak peningkatannya adalah persamaan hak dan kebebasan alam demokrasi yang notabene menimbulkan kebutuhan alan nilai nilai budaya yang mendukungnya serta pranata sosial baru yang dapat berfungsi sebagai pedoman dalam menegakan tatanan sosial ketertiban hidup bersama.

Banyak pemimpin yang baru muncul menikmati kebebasan individu dan suasana demokrasi bersikap dan bertindak tanpa menghiraukan unggah-ungguh dan sopan santun atau beretika.

Seolah-olah mereka hidup di hutan belantara tanpa tatanan sosial. Sikap menang-menang dan mengandalkan banyaknya pengikut spontan maupun bayaran dengan cara-cara pembodohan atau tidak mendidik. Kita sekarang ngeri menonton sirkus politik demokrasi dengan hukum rimba penuh euforia. Para pemimpin lupa mengembangkan tantangan bersama untuk mengikat dan menyatukan arah perjuangan nasional demi hari depan bangsa yang maju.

Saling sikat dan sikut dengan slogan usang tidak perduli apakah slogan slogan perjuangan itu sudah diatasi atau perlu diteruskan. Kesannya wts atau “ waton suloyo”. (cmk) Kebangkitan Nasional merupakan hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia karena Hari Kebangkitan Mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka merupakan titik awal dari semangat persatuan bangsa.

Awalnya bangsa Indonesia berjuang dengan kepentingan daerah dan golongan masing-masing, namun hari Kebangkitan Nasional inilah yang membuat perubahan tersebut. Bahwa kebangkitan nasionalisme Indonesia yang lahir pada awal abad ke-20, telah berhasil menumbangkan kolonialisme dan melahirkan bangsa dan negara baru, yaitu Indonesia.

Seiring waktu berjalan proses pembentukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang secara dinamis mulai tertata secara harmonis dan mantap menuju arah proses integrasi kebangsaan dan keindonesiaan. Tetapi tidaklah selesai sampai pada tahap tersebut karena semakin majemuknya persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara terasa dalam beberapa hal telah mengalami kemunduran dan kehilangan arah dan itu tidaklah bisa di pungkiri sebagai sebuah fenomena dan fakta nyata.

Dengan demikian mau tidak mau bangsa Indonesia kini dituntut untuk mengkaji ulang nilai-nilai dan paradigma semangat nasilonalisme yang selama ini telah dianggap benar dan tepat. Maka perlu adanya redefinisi atau reinterpretasi nasionalisme yang cocok dengan tuntutan perkembangan zaman yang semakin terbuka.

Mengingat medan dan dimensi perjuangan sudah bergeser jauh dari masa perebutan kemerdekaan fisik, maka nasionalisme tersebut perlu dipertegas dimensi keindonesiannya, yaitu dimensi keindonesiaan yang baru, dengan intsrumen pendidikan dalam mencetak generasi yang unggul. Salah satu di antaranya ialah memantapkan paradigma wawasan kebangsaan yang lebih mempertajam wawasan, kewaspadaan dan sikap siap-siaga dalam mewujudkan keinginan bersama untuk membangun Indonesia baru, yang memiliki kewaspadaan dan ketangguhan dalam menghadapi ancaman dan tantangan terhadap proses integrasi nasional dan penyelanggaraan tata pemerintahan negara yang baik dan bersih, serta menjamin terselenggaranya keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kewaspadaan nasional perlu dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari semangat nasionalisme Indonesia modern, yang antara lain dapat dirumuskan dalam tanggung jawab negara, bangsa, dan warga negara yang demokratis untuk menjaga keberlangsungan dan keselamatan kedaulatan, negara dan bangsa dalam NKRI yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. (cmk) Momen merayakan Hari Kebangkitan Nasional harus kita lakukan untuk mengenang perjuangan para pahlawan saat itu.

Tapi perayaan tersebut bukan sekadar seremoni belaka. Hari Kebangkitan Nasional harus dimaknai secara serius oleh kita semua. Esensi semangat kebangkitan nasional harus terefleksikan dalam tutur kata, perilaku dan tindakan kita. Kita harus bangkit dari keterpurukan karena telah menafikan nilai-nilai luhur Pancasila.

Indonesia harus bangkit dari ketidakjujuran, ketamakan/keserakahan yang menggerus integritas para elite dan aktor di legislatif, eksekutif dan yudikatif.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Semangat hari kebangkitan harus tetap dikobarkan di tengah menurunnya idealisme dan nasionalisme yang terasakan akhir-akhir ini. Karena itu kesadaran berbangsa dan bernegara harus ditingkatkan secara berkesinambungan melalui berbagai hal. Komitmen para pemimpin sangat diperlukan untuk menunjukkan keberpihakannya pada esensi atau makna hakiki Hari Kebangkitan Nasional.

Esensinya jelas bukan hanya pada besarnya jumlah pembangunan fisik semata (meskipun ini perlu), tapi lebih dari itu adalah pembangunan SDM, warga negara secara substantif. Masalahnya bagaimana membangun nilai-nilai yang menjadi karakter bangsa secara berkesinambungan.

Bagaimana membangun nilai-nilai kemanusiaan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka berbangsa dan bernegara), kemajemukan dan kebersamaan yang hakiki diantara warga. Bagaimana menciptakan dan menumbuhkembangkan rasa damai yang sarat dengan kebersamaan untuk mewujudkan daya saing dan kesejahteraan rakyat. Untuk newujudkan hal tersebut tak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur yang sifatnya fisik saja.

Tapi perlu pembenahan moral dan mental bangsa. Kasus korupsi, OTT para kepala daerah, politisi, birokrat, oknum penegak hukum menunjukkan rendahnya moral dan mental para penyelenggara negara. Mereka telah menggunakan APBN sebagai bancaan. Momen Hari Kebangkitan Nasional saat ini harus menyentuh nurani dan empati suprastruktur politik maupun infrastruktur politik. Semua elemen bangsa harus turut serta merasakan pentingnya bangkit dari keterpurukan dan bergegas melakukan perbaikan-perbaikan signifikan untuk memajukan negeri.

Inilah saatnya bangsa Indonesia bersatu padu, menjunjukkan soliditasnya untuk maju bersama melawan kemiskinan dan pengangguran.

Bangsa yang bersepakat untuk menghapuskan indeks kesengsaraan rakyat dan mengubahnya menjadi indeks kebahagiaan yang konkrit. Hari Kebangkitan Nasional merupakan tiang pancang mengeliminasi sifat-sifat buruk manusia Indonesia terkait masalah mental.

Sikap-sikap seperti malas, resisten terhadap perubahan, mindset yang mengalami disorientasi, tidak disiplin dan kurang serius/enggan menjadi inovator, kurang percaya diri dan jelousy. Hari Kebangkitan Nasional adalah sarana untuk memperkuat fondasi bernegara dan berbangsa. Praktik demokrasi yang berlangsung sejak 1998 seharusnya mampu mengeliminasi dan atau mengurangi praktik KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme).

Sejauh ini pemerintahan yang demokratis ( good governance) belum seluruhnya terbangun. Secara umum, pemimpin dan atau penguasa di semua jenjang pemerintahan belum mengambil peran penting untuk mendorong kemajuan. Sebaliknya, mereka yang melanggar hukum, etika dan moral justru malah enggan mengundurkan diri dari jabatannya meskipun rakyat memintanya mundur. Karena itu sudah saatnya menyosialisasikan dan mendorong agar pejabat negara/publik yang melanggar hukum merasa malu dan dengan suka rela mundur.

Nilai-nilai budaya baru ini perlu menjadi bagian tak terpisahkan dari peringatan hari Kebangkitan Nasional kali ini. Setelah 73 tahun merdeka, inilah titik kulminasi bagi bangsa Indonesia untuk bangkit memperbaiki mental dan menghadirkan mentalitas baru yang mununjukkan empati tinggi dalam mewujudkan Indonesia baru yang sarat dengan nuansa nilai-nilai positif: beretika, bermoral, berkeadaban, santun dan berkontribusi konkrit via karya-karya nyata untuk kemajuan negeri.

(cmk) Dokter Soetomo bersama perkumpulan dokter muda di STOVIA yang notabene sekolah Barat, Soekarno, Hatta, dan beberapa tokoh nasionalis lain yang juga memperoleh pendidikan ala Barat tidak sedikitpun terpengaruh budaya Barat. Tradisi minum alkohol, sikap individual dan yang lain tidak mereka bawa, termasuk mental inlander juga tidak menular pada mereka.

Sebaliknya justru membuat mereka berpikir bahwa kemajuan dan kebebasan yang serasa lezat diperoleh Barat sudah semestinya juga diperoleh bangsa Indonesia. Demikian juga dengan KH Hasyim Asy'ari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Wahab Chasbullah dan lain-lain yang notabene-nya mendapat pendidikan di Timur Tengah tatapi tidak sedikit pun budaya Timur Tengah mereka bawa, kecuali ilmu agama yang mereka dapatkan kemudian diajarkan dan dikembangkan di tanah air.

Semua itu bisa terjadi semata-mata karena Cinta Tanah Air (nasionalisme) Semangat para founding fathers untuk menuntut ilmu pengetahuan diberbagai bidang dan belahan dunia adalah cermin dari Kebangkitan Nasional yang ditunjukan para pemuda saat itu untuk mengkonsolidasikan semangat rakyat Indonesia mengusir para penjajah.

Gambaran di atas memberikan justifikasi bahwa Kebangkitan Nasional sangat korelatif dengan cinta tanah ari (nasionalisme), tidak akan pernah ada Kebangkitan Nasional jika tidak memiliki rasa cinta terhadap tanah airnya.

Nasionalisme adalah pemicu Kebangkitan Nasional. Saat ini dunia sudah bergerak dan berubah jauh dengan kemajuan diberbagai bidang tak terkecuali bidang IT, yang menjadikan dunia sudah tak terbatas lagi oleh sekat ruang dan waktu. Informasi bisa diperoleh secara real time baik yang positif maupun negatif semuanya bisa diakses cepat.

Seperti terkoreksinya kurs rupiah terhadap dollar US, ketimpangan pembangunan antara Jawa-luar Jawa yang masih tersisa, daya beli masyarakat yang belum menguat, sikap intoleransi di masyarakat, termasuk peristiwa-peristiwa hukum baik terkait terorisme maupun korupsi. Semua telanjang untuk diketahui masyarakat dengan cepat. Demikian juga pembangunan infrastruktur yang semakin bisa dirasakan hasilnya. Semua itu menjadi tantangan generasi muda sekarang untuk bisa menyikapi secara bijak dan cerdas.

Jangan sampai mesra dengan ketertinggalan, jangan biarkan budaya luar menggerus budaya Indonesia yang lebih beradab dan lain sebagainya. Semangat generasi muda untuk mengatasi semua tantangan di depan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka, itulah yang disebut dengan Kebangkitan Nasional saat ini.

Setiap zaman memiliki tantangan dan generasinya dan setiap generasi memiliki zaman dan tantanganya sendiri. Kemajuan dan keadilan yang diharapkan oleh generasi sekarang tidak bisa dibiarkan secara alami, semua itu butuh sentuhan pemerintah sebagai pemilik kekuasaan untuk membuat kebijakan yang tepat dan adil. Demikian juga organisasi-organisasi nir-laba seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, KWI dan lain-lain dituntut peran dan partisipasinya dalam menjaga ritme Kebangkitan Nasional pada setiap momen yang ada.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2018. (cmk) Mengenang Kebangkitan Nasional adalah upaya menelusuri catatan sejarah penting tentang identitas karakter bangsa ini, yaitu bersatu dalam suka dan duka. Rasa persatuan yang mendalam bukan tanpa bukti nyata. Berabad-abad rakyat Indonesia dijajah oleh bangsa Barat, yang telah menyadarkan diri bahwa sikap nasionalisme sangat penting. Perbedaan yang melekat pada diri ditanggalkan dan dicari persamaan sebagai pengikat: sama-sama satu Bangsa, Bahasa dan Tanah air, Indonesia.

Sikap nasionalisme ini sebenarnya karakter terindah yang dipunyai bangsa ini. Sehingga diabadikan dengan sebuah kalimat indah: Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Dalam perjalanan sejarah slogan tersebut sebenarnya masih belum diterima secara kaffah oleh sebagian elit politik.

Peristiwa Piagam Jakarta adalah peristiwa yang mempertontonkan makna nasionalisme setengah hati. Sikap egois kelompok islam formalistik ingin mendominasi kepentingan politiknya.

Tapi ini ditentang oleh kelompok minoritas dari Indonesia Timur. Akhirnya terjadi penyelesaian politik dengan dirubah sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari fakta sejarah ini sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa kebangkitan nasional bangsa ini belum sepenuhnya menyatu dalam jiwa bangsa ini. Hal ini terbukti saat ini, simbol-simbol agama, etnis, suku dan budaya menguat dan membahayakan nasionalisme.

Gerakan mengatasnamakan jihad dan sikap arogansi kelompok ekstrim terhadap politisasi agama semakin hari semakin menguat. Dan diperparah lagi, dengan tampil para elite politik yang lebih berfikir pada kepentingan politik kekuasaan daripada politik kebangsaan. Situasi seperti ini sebenarnya bangsa ini sedang diuji kedewasaan dalam memandang kenikmatan yang agung sebagai bangsa yang merdeka.

Jika bangsa ini masih komitmen terhadap kesepakatan awal terhadap nasionalisme, maka konflik saat ini sebagai pendewasaan menuju Indonesia yang hebat di kancah global. Tapi jika ini mencerminkan kemerosotan nilai-nilai nasionalisme, maka bangsa ini berarti dihadapkan pada kemunduran politik dan kembali lagi seperti masa seperti pada masa sebelum kemerdekaan. Dan Indonesia saat ini bisa jadi tinggal kenangan. Semua ini tergantung komitmen dan kedewasaan berpolitik bangsa dan para elite politik dalam memandang bangsa dan negara ini.

(cmk) Ada kondisi yang memprihatinkan terkait dengan semangat nasionalisme bangsa Indonesia saat ini. Maraknya gerakan internasionalisme dalam bentuk liberalisme-kapitalisme di satu sisi dan fundamentalisme-puritanisme agama di sisi lain. telah menggerus kesadaran nasionalisme warga bangsa Indonesia. Akibat faham internsionalisme yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi, hari ini kita melihat terjadinya transformasi kesadaran dari citizenship menjadi nitizenship.

Kewargaan yang dibatasi oleh identitas kenegaraan (geografis dan politis) menjadi kewargaan lintas negara dan lintas geografis. Ada anomali sosial yang terjadi hari ini.

Dulu tekanan bangsa lain menciptakan kesadaran kebersamaan dalam perbedaan sehingga tumbuh harga diri sebagai bangsa. Bangsa Nusantara yang beragam mampu menggali dan menyatukan potensi sosial dan kultural yang ada untuk menghadapi tekanan dari luar.

Kini tekanan dari bangsa lain justru mengancam kebersamaan dan persatuan. Ikrar sebagai bangsa dicampakkan, martabat bangsa diabaikan. Dengan kata lain orang-orang dulu memiliki kesadaran kreatif menggali potensi diri untuk membangun kekuatan dari dalam melawan kekuatan luar. Orang sekarang justru hanyut dan larut dalam gerakan transnasional dengan mencampakkan potensi diri sebagai bangsa.

Mereka bangga menjadi pemulung ide dan pengais sampah peradaban bangsa lain sambil mencaci maki peradaban bangsa sendiri. Sikap ini muncul karena minimnya pemahaman terhadap sejarah bangsa sendiri dan miskinnya kesadaran terhadap tradisi dan budaya sendiri. Sejarah adalah referensi hidup bagi setiap bangsa. Suatu generasi yang tidak memiliki pemahaman terhadap sejarahnya sendiri seperti buih di atas gelombang lautan.

Mudah diombang ambingkan keadaan dan dibohongi bangsa lain. Mereka menelan mentah-mentah setiap informasi dan pemikiran yang diberikan, tanpa reserve dan sikap kritis karena mereka tidak memiliki pemahaman sejarah yang bisa dijadikan referensi hidup untuk mengkritisi setiap informasi dan pemikiran yang diterima dari bangsa lain.

Tradisi adalah jangkar yang membuat suatu bangsa memiliki karakter yang kokoh dan kuat sehingga tidak mudah hanyut dalam pusaran arus gelombang bangsa lain. Setiap bangsa yang tidak memiliki tradisi atau tidak faham terhadap budaya masyarakatnya akan mudah hanyut dalam arus kebudayaan bangsa lain. Jika sudah demikian maka bangsa tersebut akan keropos karena tidak memiliki kekuatan secara kultural dan sumber inspirasi dalam menghadapi gempuran budaya. Inilah yang menyebabkan bangsa-bangsa lain, terutama bangsa Eropa, Amerika, Jepang, China tetap kokoh dan tegak spirit kebangsaannya sekalipun berada dalam pusaran arus modernisme dan globalisasi.

Mereka tetap bangga dan menjaga martabat bangsanya meski telah menjadi bagian dari warga bangsa dunia maya ( Nitizen). Ini karena mereka memiliki pamehaman yang baik terhadap sejarahnya sendiri dan tradisi yang mereka miliki. Karena vitalnya peran dan posisi sejarah dan tradisi suatu bangsa inilah maka strategi utama untuk bisa menguasai bangsa tersebut adalah dengan menghancurkan tradisi dan sejarahnya agar bangsa tersebut kehilangan jejak dan akar-akar sosialnya.

Jika sudah demikian bangsa tersebut akan mudah dikuasai atau dihancurkan. Inilah yang sedang terjadi di negeri ini, hingga semangat kebangsaan bangsa ini rapuh dan luluh. Di tengah kepungan arus ideologi dunia dan pusaran arus budaya global yang telah menggerogoti semangat kebangsaan sehingga melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka perlu adanya penguatan pemahaman sejarah dan akar-akar tradisi bangsa Indonesia. Hal ini bukan dimaksudkan untuk membanggakan diri yang bisa membuat bangsa ini terjebak dalam sikap narsis.

Pemahaman sejarah dimaksudkan untuk.menggali nilai dalam setiap penggalan sejarah bangsa untuk dijadikan referensi hidup agar bisa bersikap kritis terhadap keadaan dan pemikiran dari bangsa lain. Sedangkan pemahaman tradisi dimaksudkan sebagai jangkar untuk membentuk karakter diri sekaligus sebagai sumber kreatifitas membangun budaya alternatif di era global. Dengan cara ini rasa bangga sebagai bangsa akan tumbuh sehingga martabat bangsa akan dapat dikembalikan. ( cmk) Kebangkitan Nasional harus dimaknai berbeda pasca kemerdekaan dan era milenial ini.

Dulu rasa nasionalisme dibangkitkan, dengan semangat satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa untuk merdeka. Kemerdekaan secara politik pun kita peroleh. Setelah merdeka semangat Kebangkitan Nasional seharusnya diarahkan untuk bersama mewujudkan tujuan kemerdekaan Indonesia, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menjadi bangsa yang berperan dalam percaturan dunia.

Namun tujuan itu belum mewujud dalam realitas. Masih puluhan juta penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan yang tinggi. Sumber daya alam yang kaya kian tergerus dan kemanfaatannya masih jauh dirasakan oleh masyarakatnya. Kekayaan alam di Papua, Riau, atau pun Kalimantan, belum dirasakan spenuhnya oleh masyarakatnya yang masih bergelimang dengan kemiskinan dan keterbelakangan.

Kekayaan SDM dengan angkatan kerja lebih 110 juta, di mana masih jutaan yang menganggur penuh dan puluhan juta setengah menganggur. Sementara, yang bekerja pun produktivitasnya masih rendah. Hal ini memposisikan kita menjadi lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Singapura, Malaysia atau pun Thailand.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Semangat Kebangkitan Nasional harus diarahkan untuk memecahkan masalah riil untuk melepaskan bangsa dari ketertinggalan ini.

Dalam percaturan dunia kita semakin kurang diperhitungkan. Peran ini menjadi lemah karena secara ekonomi politik kita juga rendah daya saingnya, sehingga bangsa kita dieksploitasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa lain. Tentu bangsa Indonsesia sudah mengalami banyak kemajuan. Namun masih jauh dari potensi yang dimiliki yang perlu dibangkitkan dengan revitalisasi semangat Kebangkitan Nasional jilid 3 di era mileneal. (cmk) Bergesernya makna Hari Kebangkitan Nasional saat ini sangat terasa dengan adanya beberapa peristiwa yang begitu menyakitkan seperti terorisme.

Hujat menghujat, menghina dan lain-lain apalagi di tahun politik seperti saat ini. Di mana etika moral budaya kita sedikit demi sedikit mengalami degradasi.

Hal ini disebabkan oleh perilaku beberapa anak bangsa yang tidak memaknai betapa pentingnya Kebangkitan Nasional ini yang kita rayakan setiap tanggal 20 Mei ini. Yaitu, untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme bangsa ini yang selama ini sudah sangat memprihatinkan.

Kita bisa lihat beberapa tokoh yang melakukan provokasi-provokasi dengan membuat statemen yang mengarah kepada perpecahan di antara kita. Hari Kebangkitan Nasional ini yang seharusnya dimaknai sebagai hari bangkitnya rasa nasiinalisme anak bangsa ini, ternyata hanya menjadi sebuah jargon dan seremonial belaka. Sehingga tugas berat dari seluruh komponen bangsa ini dan tokoh-tokoh nasional kita sudah harus membangkitkan kembali makna dari Kebangkitan Nasional ini, jika tidak ingin bangsa ini mengalami kemunduran di segala hal.

Momentum Hari Kebangkitan Nasional inilah momen yang sangat tepat untuk merekatkan kembali perbedaan-perbedaan pandangan yang semakin tajam. Saling menghujat, saling menghina, saling memojokan sudah sepatutnya dihentikan. Karena pada dasarnya hari Kebangkitan Nasional yang digagas oleh pendiri-pendiri negara ini bertujuan untuk membangkitkan rasa nasionalisme bangsa ini, untuk menjadi bangsa yang berdaulat dan bermartabat.

Sehingga Hari Kebangkitan Nasional ini tidak hanya menjadi sebuah jargon saja, tapi lebih dapat dimaknai sebagai hari bersejarah bagi bangsa ini yang mempunyai nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme. (cmk) Terkesan peringatan 110 tahun Kebangkitan Nasional saat ini tanggal 20 Mei 2018 menjadi monoton untuk tidak menyebutkan "semu".

Kenapa? Ironisnya kita "bangkit" dalam segi-segi yang tidak terduga yaitu: terorisme yang baru saja marak dalam dua dekade, dan mental konsumtif yang seharusnya produktif. Bukan bermaksud kita menjadi pesimistik, tapi begitulah indikasinya dan menjadi perhatian kita agar yang pesimistik dapat membuka mata para pemimpin agar menjadi optimistik bagi generasi berikutnya. Ini terlihat dari kenyataan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka tahun banyak diperingati kegiatan berupa seremonial dan dorongan mental sesaat atau reaktif.

Begitu peliknya persoalan di atas dapat mempengaruhi perkembangan karakter bangsa kita yang sedang mendengungkan Revolusi Mental yang lebih pada psikomotorik ketimbang pengubahan sikap mendasar. Kita perlu prihatin ketika mendengar beberapa ucapan Kemendikbud Muhajir Effendi beberapa waktu lalu soal cara dan lemahnya membaca di sekolah karena pengaruh medsos dan kemampuan menseleksinya dengan berfikir kritis.

Ini perlu ada penguatan berfikir serta literasi kritis siswa dan kurikulum maupun dalam bentuk kualitas berfikir. Kita mengingat sebuah buku yang amat populer yang mempengaruhi para intelektual muda dekade 60an berjudul: "Sejarah Kemerdekaan Berfikir", dari Pustaka Sarjana terjemahan L.M Sitorus, yang mengulas begitu dalamnya peranan berfikir terhadap kebangkitan sebuah bangsa maju dan peradabannya.

Dalam konteks Kebangkitan Nasional kita anehnya banyak bertitik berat pada hal yang fisik dan sedikit yang non fisik seperti kebudayaan dan penulisan kreatif yang mendapat perhatian pada seremoni HarKitNas setiap tahunnya.

Kita semangat dalam mengadakan Asian Games toh itu juga fisik dengan sedikit konsep slogan Indonesia Kuat. Padahal di SEA Games, Indonesia sebagai negara besar amatlah tidak proporsional capaiannya dengan kebangkitan Vietnam dan seharusnya tidak boleh kalah capaian dengan Asian Games tahun 60an yang bercita-cita bukan hanya fisik, tapi Kebangkitan Nasional bangsa-bangsa Asia.

Oleh karena itu di sini harus ditinjau Kebangkitan Nasional kita sudah semestinya bersifat sustainable dan endurance, bukan sesaat-sesaat, reaktif atas nafsu yang semu untuk diakui sebagai bangsa besar, tetapi kenyataannya berfikir lemot (lemah otak) dan tidak disiplin untuk berfikir kritis, kreatif dan karya.

Kebangkitan Nasional jangan diwujudkan parsial antara gerak atau kerja tanpa berfikir dan berkarya. Banyak kekurangan yang harus kita isi dan koreksi pada generasi tua untuk generasi kemudian. Generasi kedepan perlu memahami pemikiran bapak-bapak bangsa kita yang pra proklamasi dan proklamasi (belum yang pasca proklamasi karena kurang memberi contoh berfikir konseptual tetapi lebih pada Kebangkitan Politik Identitas mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka status quo).

Kebangkitan Nasional kita di masa lalu itu bisa menjadi Epos Perjuangan di kemudian hari (yang menyatukan antara berfikir dan gerakan) bagi generasi muda sebagai bentuk Harapan Baru. Memberikan harapan pencerahan serta orientasi pada generasi berikutnya untuk menghadapi masalah kedepan (globalisasi) yang lebih pelik dan berat fenomenanya, tetapi substansinya sama yaitu Nekolim dalam teori dan praktek. Pertajam berfikir dan beradvokasi kritis dan kreatif dalam menyaring "penyakit" generasi tua Orde Baru yang masih hinggap pada orang politik di Orde Reformasi yang berpegang dengan kekuasaannya bukan advokasi ideologi Kebangkitan Nasionalnya.

Berkaitan contoh di atas adalah sikap dan orientasi kita masih berpihak bukan pada "wong cilik" melainkan pada kebijakan impor peratanian yang tidak mengembangkan produktivitas tani bangsa sendiri atau pada kebangkitan pertanian dan kebangkitan nasionalnya. Dan tugas generasi baru dalam pilkada nasional agar memilih pemimpin yang mampu berfikir kritis, kreatif dan empati membangun harapan para warga bangsanya.

Kebangkitan kita ke depannya adalah Kebangkitan Berfikir Nasional. Berfikir yang komprehensif untuk senantiasa membangun Harapan Bangsa kita yang bukan dengan slogan, tapi kenyataan. ( cmk) Di tengah berbagai masalah bangsa yang menerpa beberapa hari terakhir ini akibat ancaman terorisme, maka pada hari ini tanggal 20 Mei 2018 kita bangsa Indonesia memperingati kembali hari kebangkitan nasional.

Momentum hari kebangkitan nasional hari ini yang bertepatan dalam suasana bulan Ramadhan sangat tepat untuk kita melakukan repleksi terhadap nilai-niali kebangsaan kita selama ini, yang mulai memudar dan sudah dikalahkan oleh indentitas lain yang bernuansa suku, agama dan etnik. Selama ini kita menyaksikan Hari Kebangkitan Nasional hanya diperingati secara seremonial di berbagai tempat seakan menjadi nyanyian kosong yang kehilangan irama. Bangkitnya kesadaran nasionalisme tidak bisa dilakukan secara instan dan harus melalui proses yang panjang melalui keteladanan oleh para pemimpin baik lokal maupun nasional.

Sudah dua puluh tahun kita berada di era reformasi namun sampai sekarang kita belum sepenuhnya berhasil mengatasi dampak krisis multi dimensi yang menerjang di hampir semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang politik kita melihat partai politik sebagai pilar demokrasi tidak menjalankan fungsinya yang sesungguhnya dan sudah kehilangan ideologinya dan lebih cenderung melakukan praktek kartelisasi. Perilaku pejabat publik, anggota DPR dan kepala daerah tidak menunjukkan sifat-sat keteladanan.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Maraknya agitasi, hasutan dan hoax sekarang ini karena kurangnya masyarakat menjiwai aturan bermain demokratis dan terlalu mendahului "akunya" dari pada kepentingan "kita". Demokrasi selama ini hanya sebatas kebebasan mengeluarkan isi dan rasa hati tanpa rasionalitas. Mengapa keberingasan dan aksi teror terus berlangsung pada bangsa yang memiliki kesopanan dan beradab. Pancasila adalah landasan hidup universal dalam kebersamaan harmonis bertahtakan keanekaragaman suku, kemajemukan etnis dan budaya serta dijiwai oleh aneka keyakinan.

Dua dasawarsa sejak tumbangnya Orde Baru, tumbuh kembali pertanyaan mendasar akan manfaat, arti, dan makna demokrasi. Otonomi daerah, penegakan HAM adalah parameter demokrasi yang dapat menimbulkan kemaslahatan bangsa bukan meluluhlantakan integrasi bangsa. Dalam tahun politik 2018 dan 2019 dengan segala dinamikanya harus menjadikan Hari Kebangkitan Nasional sebagai intropeksi bagi segenap komponen bangsa apakah kita bisa menjadi bangsa yang maju dan disegani dalam tatanan peradaban dunia, ataukah sebaliknya hanya menjadi paria dalam tatanan bangsa besar lainnya.

Kita serahkan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin publik untuk menjalankan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka ini.

Mudah-mudahan para kepala daerah yang akan dipilih pada tahun 2018 atau DPR,D, DPR atau presiden dan wakil presiden yang akan dipilih pada tahun 2019 akan menjadi pemimpin publik yang memiliki integritas demi kemajuan bangsa dan negara. (cmk) Terciptanya berbagai kelompok orang menjadi sebuah bangsa didasari oleh perasaan persamaan nasib, bukan karena persamaan etnis, agama atau golongan tertentu. Kelompok-kelompok orang Indonesia menjadi sebuah bangsa karena adanya persamaan nasib, sama-sama dijajah.

Berjuang bersama-sama, bersatu, sampai meraih kemerdekaan. Pasca kemerdekaan, secara teoretik sebuah negara akan membangun melalui tiga tahapan: unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan.

Meskipun Indonesia sudah merdeka, bukan berarti masalah kebangsaan selesai. Justru setelah merdeka, identitas kelompok-kelompok menguat kembali. Untuk itu Indonesia di awal kemerdekaan harus berjuang menyatukan seluruh komponen bangsa. Pada tahapan unifikasi ini Indonesia menghadapi masalah yang lebih berat dibanding dengan negara-negara lain mengingat sangat heterogennya masyarakat Indonesia, sedangkan negara-negara lain relatif homogen. Saat ini Indonesia juga sudah dan sedang melakukan industrialisasi serta berusaha menggapai negara kesejahteraan.

Sementara itu tahapan unifikasi masih belum sekesai. Oleh karena itu Indonesia harus meraih ketiga tahapan dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan negara-negara yang sekarang disebut sebagai negara maju, membangun negaranya secara bertahap, yang setiap tahapannya memakan waktu yang lama.

Oleh karena itu maraknya peristiwa-peristiwa yang berpotensi merusak kebangsaan hendaknya dibaca sebagai dinamika, semata-mata masalah waktu. Pada akhirnya seluruh komponen bangsa akan bersatu kembali.

Kebangsaan akan menguat kembali. Tetapi kalau tidak dikelola dengan baik, maka perpecahan bangsa akan sungguh-sungguh terjadi.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Diperlukan figur pemersatu dan adanya musuh bersama yang akan menggerakan seluruh komponen. Salam kebangsaan. (cmk) Dari tahun ke tahun Kebangkitan Nasional hanya diperingati secara seremonial saja. Itupun greget nasionalismenya mulai hilang, hanya hiburan semata. Tak memiliki makna mendalam tentang arti kebangkitan itu sendiri. Slogan-slogan kebangkitan pun seakan menjadi nyanyian kosong yang kehilangan irama.

Terbukti dengan semakin memburuknya krisis yang terjadi di negeri ini. Lalu, harapan munculnya kembali rasa nasionalisme itu kapan akan terjadi? Peringatan-peringatan Hari Besar Nasional, kalah tanding dibanding peringatan hari besar keagamaan yang penuh dengan beragam prosesi. Itu karena, DISCOURSE – nya mati. Pemerintah dan masyarakat tak mampu membuat: ruang diskusi yang komprehensif, entah melalui perangkat perlombaan atau penulisan ulang sejarah.

Berbeda dengan perayaan hari besar keagamaan; prosesi menuju perayaan muncul dalam gebyar kekinian yang luar biasa gegap gempita. Kuliah-kuliah subuh di stasiun televisi penuh dengan iklan komersil. Pemerintah dan masyarakat kehilangan cara untuk membicarakan Hari Kebangkitan Nasional tanpa berkesan propaganda.

Atau kehilangan metode untuk mengupas krisis identitas negara, melalui berbagai perangkat seni dan pendidikan.

Identitas, merupakan pembicaraan politik dan politik itu adalah power. Pasti ada suasana ‘paksa’ acap kali membicarakan identitas karena pada dasarnya manusia ini pengen bebas. Sehingga jika, tak menemukan caranya maka, habislah Identitas ke-Indonesiaan ini tertimpa identitas yang lain.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Ruang-ruang diskusi untuk membahas perayaan Hari Kebangkitan Nasional perlu dibikin semarak, melalui perlombaan cerdas cermat atau pembuatan film. Dan pekerjaan ini merupakan: pekerjaan budaya ( culture).

Bukan tanggal 20 Mei yang penting, melainkan apa diskusi-nya? Mari kita pikirkan bersama. (cmk)
Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Partai Demokrat SETIAP 20 Mei, kita biasanya menyelenggarakan upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Namun, akibat Coronavirus disease (Covid-19), upacara peringatan tersebut sementara kita tiadakan untuk menghindari penyebaran pandemi. Meskipun demikian, semangat kebangkitan nasional tetap harus kita jaga untuk merawat persatuan bangsa.

Sebab, semangat persatuan dan kebersamaan itulah yang menjadi kunci kebangkitan kita untuk terbebas dari korona. Ditelisik dari aspek kesejarahannya, tanggal 20 Mei sebenarnya merupakan tonggak berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional pertama kali dilaksanakan di masa awal mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka tahun 1948 saat bangsa Indonesia tengah menghadapi krisis politik, ancaman keamanan akibat agresi militer Inggris dan Belanda, serta potensi perpecahan akibat perbedaan tafsir konsep dasar negara.

Karena itu, Presiden Soekarno dan Ki Hajar Dewantara kembali mengingatkan tentang keberadaan Boedi Oetomo yang merepresentasikan organisasi moderat, nasionalis, dan jalan tengah, yang menjadi simbol pemersatu serta kebangkitan pergerakan nasional.

Boedi Oetomo juga diposisikan sebagai titik temu atas semua perbedaan ideologi, identitas, dan cara pandang kebangsaan yang berkembang di masa awal kelahiran Indonesia. Saat ini Bangsa Indonesia juga sedang menghadapi tantangan besar berupa ancaman pandemi yang mulai berdampak serius pada sendi-sendi sosial-ekonomi negara dan rakyat Indonesia. Gelombang pengangguran makin besar, angka kemiskinan terus meningkat dan tentu beban negara untuk menanggung tekanan ekonomi semakin berat.

Kondisi ini diperburuk oleh tidak sehatnya tata kelola BPJS Kesehatan yang berdampak pada kenaikan iuran premi masyarakat di tengah pandemi sehingga menambah beban rakyat yang saat ini sangat membutuhkan layanan kesehatan. Menghadapi situasi tersebut, kebersamaan seluruh elemen bangsa menjadi kunci bagi kita untuk keluar dari krisis ini.

Kita semua tahu, negara memiliki keterbatasan sumber daya untuk menangani krisis pandemi ini. Kita juga tahu betul, jika krisis kesehatan ini semakin berkepanjangan, negara tidak memiliki kapasitas memadai untuk menanggung beban ekonomi dalam jangka panjang. Karena itu, berbagai inisiatif warga dan kelompok di luar kekuatan negara (non-state actors ) melalui gerakan filantropi, kegiatan peduli dan berbagi, menjadi hal patut diapresiasi. Hal itu tidak hanya dilakukan oleh para tokoh berkapasitas finansial besar, tetapi juga oleh setiap warga negara yang merasa terpanggil nuraninya untuk ikut turun tangan meringankan beban sesama.

Bahkan, salah seorang sahabat saya asal Papua tetap berjuang mencurahkan berbagai sumber daya dan perhatiannya kepada masyarakat Papua yang terdampak pandemi, meskipun dirinya sendiri tengah dirundung duka akibat wafatnya anak tercinta.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Tindakan tersebut merupakan inspirasi nyata yang bisa membangkitkan semangat kebersamaan kita untuk saling membantu, meringankan beban sesama, hingga negara mampu menuntun kita semua keluar dari ancaman kesehatan dan tekanan sosial-ekonomi ini.

Inspirasi Kebangkitan dari Masyarakat Global Krisis pandemi ini memberikan pelajaran penting bahwa sumber daya yang besar tidak menjamin sebuah negara mampu secara efektif menangani wabah ini. Berkaca dari konteks global, negara-negara demokrasi Barat kini tidak melihat Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump sebagai model yang baik dalam penanganan wabah Covid-19 ini.

Setelah hampir delapan dekade menunjukkan kepemimpinan globalnya dalam berbagai bidang sejak Perang Dunia II, kini Amerika Serikat justru menjadi episenter pandemi di dunia. Dari sisi tingkat pengetesan virus di masyarakat, Amerika Serikat juga dianggap tertinggal dari negara-negara maju lainnya, seperti Jerman, Kanada, Swiss, dan Spanyol. Melihat negara-negara yang dianggap berhasil bangkit dari ancaman Covid-19 ini, ternyata mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka faktor penting berupa kepemimpinan politik efektif di tengah krisis.

Jerman di bawah kepemimpinan Kanselir Angela Merkel kini banyak mendapatkan apresiasi dunia dalam merespon pandemi ini. Dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, Jerman berhasil menekan tingkat kematian di angka 8 orang per 100 ribu penduduk. Angka ini jauh lebih kecil daripada Perancis dan Inggris yang masing-masing mencapai 37 dan 42 orang. Bahkan sejak 20 April, pemerintah Jerman sudah mulai melonggarkan kebijakan penutupan wilayah (lockdown ) secara bertahap, dengan memperbolehkan toko-toko kecil usaha non-esensial mulai buka lagi dengan tetap menerapkan prosedur kehatian-hatian.

Keberhasilan Jerman ini tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan Kanselir Merkel yang sejak awal bersikap jujur, empati, dan terbuka terhadap publik mengenai berbagai informasi dan risiko pandemi.

Sikap ini penting untuk memupuk dan membangkitkan kepercayaan publik. Keterbukaan ini kemudian ditindaklanjuti dengan berbagai kebijakan responsif dan antisipatif yang dipandu bersama pendekatan sains. Kanselir Merkel adalah orang yang mau mendengar berbagai masukan dan rekomendasi dari para panel ahli dalam berbagai pengambilan keputusan penting.

Bukan itu saja, dia juga melakukan pendekatan kepada gubernur 16 negara bagian untuk membangun kesatuan dan keselarasan langkah kebijakan penanganan pandemi. Kanselir Merkel kalau boleh saya sebut telah menunjukkan kepemimpinan krisis, bukan sebaliknya krisis kepemimpinan. Nancy Koehn, profesor dari Harvard Business School, menyatakan pemimpin sejati itu ditempa dalam masa krisis. Menurutnya, seorang pemimpin menjadi real atau "nyata" ketika dia mempraktikkan berbagai tindakan penting yang menginspirasi serta mengawal rakyatnya dengan baik pada masa-masa sulit.

Mereka bukan saja mampu memberikan arahan dan menujukkan tujuan yang jelas bagi rakyatnya, tapi juga mampu belajar cepat untuk melakukan penyesuaian, improvisasi tindakan, dan menciptakan beragam alternatif kebijakan seiring dengan cepatnya perubahan situasi serta munculnya tantangan baru di tengah masyarakat.

Tentu kita berharap dan optimistis bahwa semua pemimpin di berbagai tingkatan di negeri ini mampu menunjukkan kepemimpinan politik efektif untuk keluar dari krisis ini. Dengan semangat Boedi Oetomo yang moderat, nasionalis, dan jalan tengah, ditambah sumber daya yang kita miliki, semangat kegotongroyongan seluruh komponen bangsa dan kepemimpinan krisis yang andal, saya yakin Indonesia mampu bangkit serta keluar dari krisis pandemi Covid-19 ini.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional! ***Semangat Kebangkitan Nasional: Persatuan, Kebanggaan & Pergerakan - serupa.id Tutup • Donasi Pencarian untuk: Cari • Beranda • Seni • Fundamental Seni • Teori Seni • Praktik Seni • Desain • Sejarah • Aliran Seni Rupa • Sejarah Seni • Pendidikan • Filsafat • Informatika • Semua Kategori • Semua Artikel • Tentang • Kebijakan Privasi • Kontak Tutup 5.1 Artikel Terkait Bangsa Indonesia tidak mungkin dapat menjadi bangsa yang merdeka dan bebas seperti seperti saat ini apabila tidak ada usaha untuk bangkit dan melepaskan diri dari penjajahan.

Kesadaran bangsa Indonesia untuk bangkit tumbuh seiring lahirnya generasi muda yang terdidik dan peduli terhadap kemerdekaan Indonesia. Karenanya penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana kebangkitan akan kesadaran persatuan, perasaan senasib, kebanggaan, dan rasa ingin merdeka mulai tumbuh dari generasi pelajar di Indonesia. Mulai dari bagaimana sebuah semangat dapat membawa negara kita tercinta pada kemerdekannya. Indonesia Sebelum Tahun 1908 Perlu diketahui bahwa Indonesia sebelum tahun 1908 tengah menghadapi kekejaman penjajahan kolonial Belanda dan belum memiliki pergerakan yang signifikan dalam menumbuhkan rasa untuk bangkit dari penjajahan secara bersama-sama (nasional).

Penjajahan Belanda di Indonesia telah dimulai semenjak didirikannya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602. Sejak VOC berdiri, penderitaan rakyat Indonesia terjadi dalam berbagai segi kehidupan. Penderitaan rakyat Indonesia Penderitaan bangsa Indonesia menumbuhkan benih perlawanan di berbagai daerah.

Perjuangan melawan penjajah dipimpin ulama atau kaum bangsawan. Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, memimpin perjuangan rakyat melawan penjajah (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 78). Namun perjuangan rakyat untuk mengusir penjajah masih belum berhasil. Baru pada tahun 1908, muncul organisasi penggerak dari para pelajar yang menumbuhkan rasa nasionalisme di nusantara.

Pergerakan inilah salah satu pemicu terbesar dari keberhasilan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Budi Utomo (Perintis Kebangkitan Nasional 1908) Budi Utomo, dieja Boedi Oetomo adalah organisasi pertama di Indonesia yang bersifat nasional berbentuk modern, yaitu organisasi dengan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka yang tetap, ada anggota, tujuan, dan program kerja bersifat sosial untuk kepentingan bangsa (Tim Kemdikbud, 2017, hlm.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

79). Boedi Oetomo didirikan oleh dr. Soetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Pendirian Boedi Oetomo, tidak terlepas dari penggagas atau pendorong lahirnya Boedi Oetomo yaitu dr.

Wahidin Soedirohusodo. Dokter Wahidin Soedirohusodo menggagas tentang perlunya mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa.

Budi Utomo berasal dari kata Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi berarti ”keterbukaan jiwa”, ”pikiran”, ”kesadaran”, ”akal”, atau ”pengadilan”, yang juga bisa berarti ”daya untuk membentuk dan menjunjung konsepsi dan ide-ide umum”. Adapun perkataan utomo berasal dari utama, yang dalam bahasa Sanskerta berarti ”tingkat pertama” atau ”sangat baik”. Program Kerja Budi Utomo Program Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran.

Akan tetapi, programnya lebih bersifat sosial karena saat itu belum dimungkinkan melaksanakan gerakan yang bersifat politik. Sebagai organisasi pelajar yang berintikan pelajar STOVIA, gerakan Budi Utomo pada awalnya terbatas pada Jawa dan Madura.

Pada tanggal 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan Kongres Pertama di Yogyakarta. Kongres tersebut berhasil menetapkan tujuan organisasi, yaitu: kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, dagang, teknik, industri, dan kebudayaan.

Hari Kebangkitan Nasional Budi Utomo merupakan organisasi pertama yang memperjuangkan cita-cita nasional. Dalam perjalanannya, Budi Utomo diwarnai berbagai kepentingan baik dari birokrat priyayi (bangsawan) maupun pemerintah Belanda. Namun, pidato dr. Sutomo yang dalam di awal pendirian Budi Utomo, yaitu ”saya yakin nasib tanah air di kemudian hari akan ada di tangan kita” (Fajriudin M, 2015: 28).

berbekas kepada seluruh anggota Budi Utomo untuk memperjuangkan kehormatan bangsa Indonesia. Besarnya pengaruh pergerakan Budi Utomo dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Pada tahun 1948 presiden Soekarno menetapkan hari kebangkitan nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei, berbarengan dengan hari kelahiran Budi Utomo.

Mewujudkan Persatuan Indonesia Berdasarkan istilah, persatuan dan kesatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah-belah.

Persatuan dapat diartikan sebagai perkumpulan dari berbagai komponen yang membentuk menjadi satu. Kesatuan merupakan hasil perkumpulan tersebut yang telah menjadi satu dan utuh dengan demikian, kesatuan erat hubungannya dengan keutuhan. Persatuan dan kesatuan mengandung arti bersatunya macam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi. Untuk mewujudkan persatuan dalam keberagaman masyarakat indonesia perlu menumbuhkan 1) perasaan senasib; 2) toleransi antar suku, ras, agama, dan golongan; 3) menyadari kekayaan yang dihasilkan dari keberagaman; dan 4) menumbuhkan kecintaan terhadap bangsa dan Negara.

Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 82) Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka menonjol ialah sebagai berikut.

• Perasaan Senasib Maksudnya perasaan senasib sebagai bangsa akan meningkatkan rasa persatuan dalam seluruh rakyat Indonesia. Perasaan senasib dapat muncul karena faktor keterikatan terhadap tempat kelahiran atau menghadapi suatu masalah tertentu.

Dalam kurun sejarah, bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa terjajah.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Kondisi ini mendorong perasaan senasib bagi bangsa Indonesia. • Kebangkitan Nasional Merupakan pergerakan perjuangan bangsa Indonesia yang mulai menyadari kondisi dan potensi sebagai suatu bangsa.

Kebangkitan nasional Indonesia dipelopori dengan kelahiran Budi Utomo pada tahun 1908. Ciri dari kebangkitan nasional adalah perjuangan bangsa Indonesia lebih diwarnai perjuangan untuk kepentingan nasional bukan hanya kepentingan daerah. • Sumpah Pemuda Adalah penegas bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan sebuah negara yang memiliki identitas dan dicintai rakyatnya. • Proklamasi Kemerdekaan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak perjuangan rakyat Indonesia.

Kemunduran Semangat Kebangsaan Berdasarkan sejarah, kita dapat mengetahui bahwa pemuda dan khususnya pelajar adalah tonggak utama dari semangat kebangsaan. Namun sayangnya, di sisi lain, kita juga dapat menyaksikan mulai lemahnya semangat pemuda dalam melaksanakan Pancasila dan UUD 1945. Kemunduran jiwa dan semangat kebangsaan pada diri pemuda menurut laporan dari Kemenpora RI, ada 10 (sepuluh) masalah pada generasi muda/pemuda, yakni sebagai berikut. • Masih maraknya tingkat kekerasan di kalangan pemuda, • Adanya kecenderungan sikap ketidakjujuran yang makin membudaya, • Berkembangnya rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan pemimpin, • Sikap rasa curiga dan kebencian satu sama lain, • Penggunaan bahasa Indonesia makin memburuk, • Berkembangnya perilaku menyimpang di kalangan pemuda (narkoba, pornografi, pornoaksi, dan lain-lain), • Kecenderungan mengadopsi nilai-nilai budaya asing, • Melemahnya idealisme, patriotisme, serta mengendapnya semangat kebangsaan, • Meningkatnya sikap pragmatisme dan hedonisme, • Makin kabur pedoman yang berlaku dan sikap acuh tak acuh terhadap pedoman ajaran agama.

Keunggulan Bangsa Indonesia Lalu apa yang menjadi dasar mengapa kita harus bangga dan cinta terhadap tanah air? Menurut Tim Kemdikbud (2017, hlm. 86) keunggulan negara kesatuan republik Indonesia meliputi: • Jumlah dan potensi penduduknya yang cukup besar, yaitu menempati urutan keempat di dunia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat.

• Semangat Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda mendorong bangsa Indonesia menjadi salah satu negara pertama mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka lepas dari penjajahan. • Memiliki keanekaragaman dalam berbagai aspek kehidupan sosial budaya, seperti adat istiadat, bahasa, agama, kesenian. • Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menyatukan bangsa Indonesia sehingga sekalipun terdapat berbagai keanekaragaman namun prinsipnya kita tetap satu pandangan.

• Memiliki tata krama atau keramahan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain sehingga sangat menarik bangsa-bangsa lain di dunia untuk datang ke Indonesia. • Letak wilayahnya yang amat strategis, yaitu di antara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik) menyebabkan Indonesia berada pada posisi silang dunia sehingga Indonesia menjadi wilayah yang amat ramai dan mudah disinggahi oleh bangsa-bangsa lain.

• Keindahan alam Indonesia tidak disangsikan lagi. Keanekaragaman flora dan faunanya membuat bangsa Indonesia juga sering dikunjungi oleh bangsa-bangsa lain. • Wilayah darat dan laut Indonesia sangat luas. Hal ini menjadi modal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. • Tanahnya amat subur dan kaya akan sumber alam dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun. Bangsa Indonesia merupakan bangsa besar dan kita banggakan. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan membanggakannya. Apabila sesuatu yang negatif terjadi di Indonesia, kita semua berusaha mencari solusinya tanpa menjelek-jelekan bangsa sendiri.

Apabila prestasi yang diraih, sepatutnya kita bangga dan mensyukurinya sebagai perwujudan rasa cinta tanah air (nasionalisme). Rasa nasionalisme yang tinggi akan membawa kita menjadi bangsa yang lebih baik dengan terus berkarya dan membangun kebanggaan untuk bangsa dan negeri tercinta Indonesia. Referensi • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

(2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artikel Terkait Batalkan balasan Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai * Komentar * Nama * Email * Simpan nama, email, dan situs web saya pada peramban ini untuk komentar saya berikutnya. Beritahu saya akan tindak lanjut komentar melalui surel. Beritahu saya akan tulisan baru melalui surel. • Motivasi/Motivation dalam Manajemen (Teori-Praktik) • Directing (Pengarahan) – Pengertian, Prinsip-Prinsip & Jenis • Controlling, Pengendalian, atau Pengawasan & Evaluasi • Kepemimpinan: Pengertian, Unsur, Prinsip, Tingkat & Gaya • Staffing dan Actuating dalam Manajemen • Perilaku Organisasi: Pengertian, Sifat, Karakteristik & Pengembangan Trending • Model Pembelajaran Inquiry Learning (Penjelasan Lengkap) Semua Kategori • Aliran Seni Rupa (13) • Bahasa Indonesia (75) • Biografi (8) • Budaya (4) • Desain (20) • Filsafat (8) • Fundamental Seni (15) • Ilmu Pengetahuan Alam (33) • Ilmu Pengetahuan Sosial (37) • Informatika (29) • Mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka (21) • Linguistik (10) • Manajemen (10) • Metode Penelitian (11) • Pendidikan (73) • Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (37) • Prakarya dan Kewirausahaan (19) • Praktik Seni (10) • Sastra (33) • Sejarah (16) • Sejarah Seni (25) • Seniman Indonesia (5) • Seniman Mancanegara (3) • Teori Seni (86) Langganan
• Beranda • Opini • Alam • Lingkungan • Flora • Fauna • Laut • Budaya • Masyarakat • Tradisi • Religi • Politik • Ekonomi • Seni • Sastra • Bahasa • Arsitektur • Kuliner • Sejarah • Nusantara • Indonesia Modern • Tokoh • Kegiatan • Publikasi • Diskusi • Resensi • Media • Infografis • Kartun • Video • Tentang Kami • Index • Beranda • Opini • Alam • Lingkungan • Flora • Fauna • Laut • Budaya • Masyarakat • Tradisi • Religi • Politik • Ekonomi • Seni • Sastra • Bahasa • Arsitektur • Kuliner • Sejarah • Nusantara • Indonesia Modern • Tokoh • Kegiatan • Publikasi • Diskusi • Resensi • Media • Infografis • Kartun • Video • Tentang Kami • Index 1001indonesia.net – Peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini terasa istimewa.

Hampir di setiap pelosok Nusantara digelar aksi bersama. Bahkan di beberapa tempat, peringatan hari lahirnya Budi Utomo itu dirayakan nyaris seharian penuh ( Kompas, Minggu 21 Mei 2017). Namun, di balik semangatnya bangsa ini memperingati Hari Kebangkitan Nasional terdapat keprihatinan mendalam dengan kondisi bangsa saat ini. Mungkin adanya keprihatinan itu pula yang membuat peringatan tahun ini terasa beda.

Hari lahir Budi Utomo yang dinilai sebagai momentum lahirnya semangat kebangsaan Indonesia terjadi 109 tahun yang lalu. Setelah sekian lama semangat kebangkitan nasional digaungkan, idealnya bangsa yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang sangat kaya ini sudah menjadi bangsa yang besar, kuat, mandiri, dan disegani bangsa-bangsa lain.

Yang terjadi saat ini, Indonesia seperti berada dalam sebuah kegamangan dan disorientasi. Setelah lebih dari 70 tahun merdeka dan perdebatan mengenai Pancasila sebagai dasar negara kita sudah selesai, kita masih disibukkan dengan isu SARA dan persoalan-persoalan sosial lainnya.

Saat bangsa lain mampu menyatukan kekuatan mereka dan melesat maju, kita masih berkutat pada persoalan mendasar seperti perbedaan pandangan politik dan agama yang berpotensi memecah bangsa dan mengancam kebinekaan. Padahal, kebangsaan Indonesia yang tidak didasarkan hanya pada satu suku, agama, ras, atau golongan tertentu sudah kita pupuk sejak dulu. Bangsa kita telah mencetuskan semangat untuk bersatu membangun kebangsaan Indonesia yang melampaui akar primordial dan kepentingan golongan terutama dengan Sumpah Pemuda tahun 1928.

Namun, kini perbedaan malah dijadikan alat untuk memuaskan keserakahan sekelompok orang yang membuat bangsa ini terpecah belah. Untuk itu, kita memang harus mengapresiasi kegairahan sebagian masyarakat Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan nasional harus terus ditumbuhkan dan dipupuk dalam setiap sanubari masyarakat untuk terus optimis membangun Indonesia dan melawan segala persoalan yang menghambat kemajuan bangsa. Berbagai permasalahan akut, seperti korupsi, kesenjangan ekonomi, radikalisme, dan merebaknya sikap intoleransi perlu mendapat perhatian serius dan segera ditangani.

Jika tidak, kebangkitan nasional yang kita rayakan setiap tahun ini bisa jadi tidak lagi memiliki makna. Kita memang pernah bangkit [baca: bersatu untuk menghadapi penjajahan], tapi kemudian tidur kembali dan bermimpi mengenai kebangkitan nasional. Ayo bangkit!!! 1001 Indonesia adalah cerita tentang keragaman Indonesia dan sekaligus sebuah projek.

Kita tidak pernah sanggup meringkus hakikat Indonesia karena akan selalu ada yang luput. Keragaman Indonesia adalah kekayaan dan keindahan yang harus kita syukuri. Di tanah nusantara, berbagai budaya diterima namun tumbuh dan berkembang dalam cita rasa nusantara.

Kita menerima dan mengolahnya menjadi lebih indah. Alamat: Graha STR, Jl. Ampera Raya No. 11, Jakarta Selatan 12550 [email protected] (021) 781 3911 Kirim Tulisan Kami mengundang para pembaca untuk menulis di 1001indonesia.net.

Tulisan disajikan dengan ringan dan diharapkan dapat memberikan inspirasi positif bagi pembaca tentang kekayaan dan keberagaman Indonesia. Meski ringan, isi tulisan tetap harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Tulisan dikirim ke [email protected]
• Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik • Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Surabaya • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • TERBARU • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT OLEH: SOLEMAN MONTORI.

Sejarah panjang keberanian dan ketulusan perjuangan bangsa Indonesia telah tertulis dengan tinta emas. Senjata konvensional bambu runcing sebagai simbol keberanian tercatat bisa mengimbangi kekuatan penjajah. Keberhasilan yang diraih melalui bambu runcing itu mendapatkan jutaan pujian yang menakjubkan. Para pejuang dari berbagai anak suku bangsa yang heterogen itu memberi pesan kuat kepada kita tentang harapan masa depan bangsa. Harapan mereka dalam perjuangan melampaui pengelompokan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka yang bersifat sukuisme, ras, golongan dan agama yang berbeda.

Pada saat kebangkitan nasional dicetuskan sampai awal kemerdekaan, bangsa Indonesia belum memiliki apa-apa. Semuanya serba terbatas. Satu-satunya yang dimiliki dan menjadi kekuatan mereka hanyalah hasrat untuk bersatu dan menjaga kehormatan bangsa. Saat itu semangat nasionalisme sangat kuat dan menyadarkan sebagian besar masyarakat untuk mencintai negerinya sendiri. Mungkin kita tidak akan menikmati arti sebuah kemerdekan tanpa adanya perjuangan para tokoh bangsa yang tergabung dalam Boedi Oetomo, yang mengobarkan semangat kebangkitan nasional untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.

Para generasi muda pejuang yang menggelorakan semangat kebangkitan nasional adalah orang-orang yang tidak kaya. Mereka hanya memiliki potensi, semangat dan keberanianmenantang kecilnya kemungkinan. Bagi mereka, kekuatan sejati bangsa Indonesia bukanlah semata-mata dari lengan atau kekayaan, tetapi dari kekuatan cita-cita, yaitu: demokrasi, kebebasan, kesempatan dan harapan yang pantang menyerah. Mereka adalah contoh orang-orang yang memiliki harapan saat menghadapi ketidakpastian, dan merupakan contoh orang-orang yang memiliki keberanian menggapai harapan.

Perjuangan mereka tidak berkiblat ke arah suku, ras, golongan atau agama tertentu. Mereka adalah pejuang murni yang bangga atas perbedaan yang telah mereka warisi, dan menolak mitos dari generasi mereka yang apatis. Mereka meninggalkan rumah dan keluarga demi Indonesia tetap jaya. Sebagai generasi penerus, kebangkitan nasional adalah kesempatan untuk mewujudkan mimpi bersama di bumi Indonesia yang toleran, yang tidak ada hambatan bagi siapa pun untuk sukses.

Pada tahun 2015 ini sudah 107 tahun peristiwa kebangkitan nasional yang bersejarah itu berlalu. Hasilnya telah melahirkan kebangkitan stabilitas politik dan ekonomi di era orde baru pada tahun 1980-an sampai awal 1990-an. Pada tahun 1986 telah terjadi swa sembada beras. TNI disegani, DPRD dan DPR dihormati, dan telah terjadi kemajuan teknologi. Namun pada tahun 1996, pertumbuhan ekonomi yang kuat menjadi rapuh.

Nilai tukar rupiah terus berfluktuasi hingga saat ini. Kebangkitan nasional adalah fakta sejarah, yang membangunkan kesadaran bangsa Indonesia untuk bersatu melawan dan mengusir penjajah. Tanpa kebangkitan nasional, mungkin bangsa Indonesia tidak ada, dan perjuangan para patriot bangsa hanyalah cerita tentang kekalahan dan kehancuran.

Tanpa kebangkitan nasional, harapan dan cita-cita untuk merdeka mungkin tidak terwujud, dan cerita kepahlawanan para patriot bangsa hanyalah cerita yang menyedihkan dan memalukan. Kebangkitan nasional intinya adalah menggelorakan semangat perjuangan, yaitu semangat anak bangsa Indonesia yang tidak ingin dijajah, tetapi hidup bebas dalam tatanan dunia yang lebih adil dan damai.

Bila nilai-nilai kebangkitan nasional tidak dihargai dan tidak dimaknai oleh generasi penerus, akan melahirkan kebangkitan baru yang kacau, yang menghancurleburkan bangsa Indonesia, karena masing-masing bangkit dengan caranya sendiri-sendiri.

mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka

Sebagai bangsa, kita tidak bisa berjalan sendirian. Kita harus sama-sama. Dalam kehidupan bersama sebagai bangsa, mungkin sebagian dari kita telah mengalami banyak hal seperti mendengar kata-kata kemarahan, atau dipaksa untuk menyerah pada ketakutan, atau frustasi karena harapan tidak terwujud dan impian tertunda.

Namun, kita jangan menyerah dan meragukan bangsa sendiri sebagai tempat untuk semua hal yang baik terjadi. Bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, tapi bukan itu yang membuat kita kaya. Kita memiliki TNI dan Polri, tapi bukan mereka yang membuat kita aman. Keberagaman etnis, budaya dan agama membuat banyak dunia mengagumi kita, tapi bukan itu mendorong mereka memuji-muji negara kita. Tetapi karena janji dan semangat untuk tetap bersatu yang membuat kita dihargai, dan mendorong kita terus maju serta terlepas dari semua perbedaan-perbedaan.

Namun di era tanpa batas ini, nampaknya sebagian dari kita lebih senang berbicara tentang penilaian yang subyektif. Pancasila, UUD 1945 dan kehidupan demokrasi, semuanya dinilai secara subjektif untuk alasan kehidupan berbangsa dan benegara yang lebih baik. Demi memenuhi ekspektasi yang tinggi untuk bangkit, UDD 1945 diamandemen empat kali secara berturut-turut. Pada tahun 2006, Pancasila sebagai dasar negara dikeluarkan dari kurikulum pendidikan. Pada awal reformasi, sejumlah partai politik tidak lagi menggunakan Pancasila sebagai azasnya.

Namun hasil penilaian dan perubahan yang katanya baik itu tetap dikeluhkan. Ketidakadilan tetap terjadi. Politik jadi gadu. Ekonomi bergejolak. Oknum penegak hukum bermain-main dengan keadilan. Rakyat menjerit. Keluh dan derita ditahan sendiri.

Walaupun telah ada hukuman mati, tapi kadang hukum tidak lagi dianggap, karena masing-masing cenderung mencari caranya sendiri. Hukum sebagai panglima di era tanpa batas yang sepertinya sulit ditegakkan telah memperkuat sikap primordialisme dan memperlemah semangat kebhinnekaan. Akibatnya, bangsa kita di era tanpa batas ini cenderung tidak dewasa sosial.

Ikatan kesetiakawanan sosial melemah, cohesiveness dalam kelompok makin menguat, dan cohesiveness antarkelompok melemah. Sejarah manusia merekam berbagai bangsa dan suku yang mencoba menaklukkan satu sama lain demi kepentingan sendiri. Tapi di era tanpa batas ini, sikap seperti itu justru mengalahkan diri sendiri. Di era tanpa batas ini, kita harus bangkit menghentikan penghancuran yang tidak berasal dari penyakit.

Harapan patriot bangsa agar kita bersatu sebagaimana mereka telah teladankan, harus kita wujudnyatakan, bukan kita menggantinya dengan sinisme dan putus asa; atau menuding dan menyematkan kesalahan diri sendiri atau setiap masalah yang terjadi kepada orang lain atau pemerintah yang berkuasa.

Kita tidak mungkin bangkit bila selalu menunda kesempatan, tidak mau melihat ke depan dan tidak mampu mengimbangi perkembangan kemajuan, serta mengeksploitasi keluhan dan menebar rasa takut.

Karena masa depan bangsa bukan milik ketakutan, tetapi milik pewaris ketabahan yang ditempa oleh perbuatan baik, bukan dengan kata-kata hampa tanpa makna.

Hal ini terjadi karena kita mendefinisikan diri sebagai apa yang kita lawan, bukan apa yang menjadi tujuan bersama. Di era tanpa batas ini, bangsa kita memiliki banyak identitas.

Mulai dari suku, etnis, agama,bahasa, dan sejumlah identitas lainnya. Semuanya adalah sumber kekuatan untuk bangkit, bukan menjadi alasan mengapa semangat kebangkitan nasional harus terus dikobarkan meskipun indonesia sudah merdeka memisahkan diri.

Kekuatan kebaikan yang dimiliki dua ratus juta lebih penduduk Indonesia jauh lebih besar daripada kebencian sempit sekelompok orang yang menghambat bangsa Indonesia bangkit. Untuk bangkit tidak hanya menjadi karya satu orang, satu kelompok, satu pihak, atau salah satu golongan, tetapi karya bersama.***

Pembelajaran PPKn Kelas VIII "Semangat Kebangkitan Nasional 1908" (Bagian Ke-I)




2022 www.videocon.com