Kesultanan Banjar merupakan kerajaan bercorak Islam yang berdiri antara 1526 hingga 1905 Masehi di Banjarmasin. Mulanya, kesultanan ini terletak di wilayah Banjarmasin meski pada perkembangannya sempat berpindah-pindah ibukota hingga ke Martapura. Pada masa lalu Kesultanan Banjar sangat berpengaruh meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, hingga sebagian Kalimantan Timur. Keberadaan kesultanan ini juga memiliki pengaruh kultural yang mendalam terhadap sendi-sendi kehidupan Masyarakat Banjar pangeran samudra hari ini.
Mulai dari religi, bahasa, seni, hingga sistem kemasyarakatan. Yuk, kita simak sejarah singkat tentang Kesultanan Banjar. kabarsatui.blogspot.com Pada akhir abad ke-15, Kalimantan Selatan masih di bawah pimpinan Kerajaan Daha. Pada masa pemerintahan Raja Sukarama (raja keempat), terjadi konflik perebutan tahta Nagara Daha antara dua orang anaknya yaitu Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung.
namun, Raja Sukarama pangeran samudra berwasiat agar kelak pengganti tahtanya ialah Pangeran Samudera, anak dari Putri Galuh. Terlanjur berambisi menjadi penguasa, Pangeran Tumenggung tidak terima dengan wasiat tersebut. Ia sangat memusuhi Pangeran Samudera. Merasa keselamatannya terancam, Pangeran Samudera kemudian memilih meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di pesisir Pantai Serapat, Kuin, Belandian dan Banjar.
Ketika Pangeran Samudera telah dewasa, ia bertemu dengan Patih Masih. Seorang penguasa Bandar yang telah memeluk Islam. Setelah berunding dengan Patih Balit, Patih Balitung, dan Patih Kuin mereka bersepakat mengangkat Pangeran Samudera menjadi Raja Banjar pada tahun 1526 di Banjarmasin.
Pengangkatan menjadi Raja Banjar menjadi titik balik perjuangan Pangeran Samudera. Ia berhasil membangun kekuatan politik baru sebagai tandingan untuk memperoleh kembali haknya sebagai Raja di Nagara Daha. atatan-sijacky.blogspot.com Sementara itu, Pangeran Tumenggung yang mendengar kabar ada kerajaan baru yang berdiri itu, menjadi marah dan tak mau tinggal diam.
Ia segera berencana mengirim armada perang ke Sungai Barito dan ujung Pulau Alalak untuk menyerang Pangeran Samudera. Menghadapi kenyataan seperti itu, Pangeran Samudera sadar kekuatan armadanya masih belum mampu melawan pamannya.
Atas saran Patih Masih, Ia kemudian memutuskan untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana. Kerajaan Demak mau membantu, dengan syarat Raja Banjar beserta rakyatnya bersedia memeluk agama Islam. Pangeran Samudera pun menerima syarat tersebut dan Kerajaan Demak mengirimkan seribu pasukan bersenjata beserta penghulu bernama Khatib Dayyan untuk mengislamkan Kerajaan Banjar.
Dengan bantuan tersebut, Kerajaan Daha dapat dikalahkan dan Pangeran Tumenggung mengakui Pangeran Samudera sebagai Raja Banjar. Sejak saat itu, Kesultanan Banjar berdiri dan daerah-daerah lain mulai tunduk. Pangeran Samudera pun kemudian bergelar menjadi Sultan Suriansyah. asikbelajar.com Banjarmasin yang saat itu merupakan Ibukota kerajaan berkembang menjadi bandar perdagangan yang besar. Didukung letaknya yang strategis serta sumber daya alam yang sangat kaya, membuat para pedagang dari berbagai suku datang untuk mencari barang dagangan.
Mulai dari lada hitam, rotan, dammar, emas, intan, madu dan kulit binatang. Khususnya lada hitam, yang saat itu memiliki nilai tinggi di pasaran internasional. hukamnas.com Nama Banjarmasin mulai mahsyur. Belanda pun mulai mengirimkan ekspedisi untuk menjali hubungan dagang dengan Kesultanan Banjar pada tahun 1603 Masehi. Sayang, kesan buruk yang diterima pedagang Banjar membuat usaha Belanda itu gagal.
Belanda menjadi sangat berambisi untuk menjalin hubungan dagang dan menguasai Kesultanan Banjar. Berkali-kali ekspedisi yang dikirimkan Belanda pada tahun 1606 dan 1612 selalu gagal menjalin hubungan dagang. Meski Belanda sempat berhasil meluluhlantakkan pusat pemerintahan Kesultanan Banjar hingga harus memindahkan ibukotanya ke Martapura.
Ambisi Belanda mulai menemukan titik temu ketika terjadi konflik perebutan tahta antara Pangeran Aminullah dengan Hamidullah. Melihat peluang untuk menanamkan pengaruh, Belanda mendekati Sultan Tamjidillah I untuk memberikan bantuan.
Berkatnya, Sultan Tamjidillah I berhasil membuat Pangeran Aminullah keluar dari Istana Banjar. Atas bantuan dan jasanya, Belanda membuat Sultan Tamjidillah I menandatangani perjanjian perdagangan lada hitam pada tahun 1747 Masehi dan mendirikan kota di Tabanio. bubuhanbanjar.wordpress.com Seiring dengan semakin kuatnya cengkeraman kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Istana Banjar.
Serta konflik perebutan kekuasaan antara Pangeran Hidayatullah, dan Pangeran Pangeran samudra, membuat Belanda memiliki celah untuk menghapuskan kesultanan ini secara sepihak pada 11 Juni 1980. Namun, karena ditopang semangat perlawanan dari Pangeran Antasari dan Sultan Muhammad Seman kesultanan ini mampu bertahan hingga 1905 Masehi.
Baca Juga: 5 Masjid Bersejarah di Pulau Jawa, Yuk Wisata Religi! Berita Terpopuler • Daftar Tanggal Merah Desember 2022: Libur Natal • 10 Potret Liburan Ayu Ting Ting dan Keluarga pangeran samudra Jogja, Ayah Rozak Hits • 10 Potret Baby Ameena dalam Berbagai Ekspresi, Gemasnya Kebangetan • Kamu Workaholic?
Waspadai 7 Tanda Kamu Terlalu Keras ke Diri Sendiri • Hamas Mulai Bangkit, Menkeu Israel: Ini Semua Kesalahan Netanyahu • 10 Fakta Elon Musk, Orang Terkaya di Dunia yang Baru Membeli Twitter • Pangeran samudra Muhadjir: Biaya Pasien Hepatitis Akut Ditanggung BPJS Kesehatan • 9 Potret Atta Halilintar di Pangeran samudra, Berlibur sambil Momong Anak!
pangeran samudra 10 Momen Nagita Slavina Masak Makan Malam buat Teman-teman Artisnya • Hari Keberuntungan Tiap Zodiak di Bulan Mei 2022, Mohon Dicatat ya! Komplek Makam Sultan Suriansyah Wangsa Dinasti Banjarmasin Nama lengkap Pangeran samudra Raja Mata Habang Belanda: Sulthan Soerian Sjah (Soeria Angsa) [4] [2] Sunan 1.
Pangeran samudra Batu Abang [5] 2. Sulthan Soerian Shah [6] 3. Sulthan Soerian Sjach [7] 4. Sultan Suryanullah 5. Surian Allah [8] 6. Panembahan Batoe Abang [5] 7. Panembahan Batu Habang [8] 8. Raja Mata Habang 9. Soeria Angsa [5] [9] [10] 10. Pangeran Surya Angsa [11] 11. Pangeran Samudera [1] 12.
Raden Samudera [1] 13. Pangeran Djaija Samoedra [12] 14. Raga Samudera [13] Ayah Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan [1] Ibu Putri Galuh Baranakan binti Maharaja Sukarama [1] Permaisuri 1. Ratu Suriansyah 2. Noorhayati binti Labai Lamiah Anak 1. ♂ Pangeran Tuha/ Sultan Rahmatullah 2. ♂ Pangeran Anom/Pangeran Di Hangsana Agama Islam Sunni Balai Pertemuan yang dinamakan Gedung Sultan Suriansyah di Banjarmasin.
Soeltan Soeriân Allâh atau Sultan Suryanullah [1] [14] [15] [16] [17] atau Sulthan Soerian Sjach atau Sultan Suriansyah (Panembahan Batu Habang) [18] [19] atau Sultan Suria Angsa [20] [21] [22] adalah Raja Banjarmasin pertama yang memeluk Islam.
Ia memerintah tahun 1500-1540. [4] [23] Pangeran Jaya Sutera atau Jaya Samudera merupakan raja Banjar pertama sekaligus raja Pangeran samudra pertama yang bergelar Sultan yaitu Sultan Suryanullah. Gelar Sultan Suryanullah tersebut diberikan oleh seorang Arab yang pertama datang di Banjarmasin, beberapa waktu setelah Pangeran Samudera diislamkan oleh utusan Kesultanan Demak. [1] Setelah mangkat Sultan ini mendapat gelar anumerta Panembahan Batu Habang atau Susuhunan Batu Habang, yang dinamakan berdasarkan warna merah ( habang) pada batu bata yang menutupi makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah di kecamatan Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Nama lahirnya adalah Raden Samudera kemudian ketika diangkat menjadi raja di Banjarmasin oleh para patih (kepala kampung) di hilir sungai Barito, kemudian ia memakai gelar yang lebih tinggi yaitu Pangeran Samudera atau Pangeran Jaya Samudera. Ia lebih terkenal dengan gelar Sultan Suriansyah, dari kata surya (matahari) dan syah (raja) yang disesuaikan dengan gelar dari Raden Putra ( Rahadyan Putra) yaitu Suryanata (nata = raja) seorang pendiri dinasti pada zaman kerajaan Hindu sebelumnya.
Menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin alias Hikayat Banjar resensi I, Sultan Suryanullah merupakan keturunan ke-6 dari Lambung Mangkurat dan juga keturunan ke-6 dari pasangan Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryanata.
Maharaja Suryanata dijemput dari Majapahit sebagai jodoh Puteri Junjung Buih (saudara angkat Lambung Mangkurat). Sultan Suryanullah juga merupakan keturunan ke-3 dari Raden Sekar Sungsang. Selain itu gelar lainnya yang dipakai adalah Suryanullah (= matahari Allah), selanjutnya sultan-sultan Banjar berikutnya memakai kata Allah pada nama belakangnya, sedangkan nama belakang syah tidak pernah digunakan lagi oleh penerusnya.
Pada 24 September 1526 bertepatan 6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk Islam dan bergelar Sultan Suriansyah. Tanggal ini dijadikan Hari Jadi Kota Banjarmasin, sekarang 483 tahun. Raden Samudera adalah putera dari Puteri Galuh Beranakan (Ratu Intan Sari) yaitu puteri dari Maharaja Sukarama dari Kerajaan Negara Daha.
Dan nama bapaknya adalah Raden Mantri Alu, keponakan Maharaja Sukarama. [1] Nama "Suriansyah" sering dipakai sebagai nama anak laki-laki suku Banjar. Legitimasi politik yang muncul bagi masyarakat Banjar bahwa seorang raja atau calon pengganti raja mestilah putra tertua raja yang pangeran samudra dari ibu yang juga berdarah raja (putera gahara).
Hal ini mengacu pada pasangan Suryanata dan Junjung Buih sebagai idealisasinya. Para tutus raja atau garis lurus keturunan raja-raja (dalam konsepsi Hinduistik) yang juga berarti tutus naga (dalam konsepsi religi asli), diyakini sebagai wakil dewa di dunia.
Tradisi ini dengan sendirinya menjadi sumber legitimasi politik bagi setiap penguasa yang silih berganti bertahta. Meskipun Kesultanan Banjar yang muncul pada abad ke-16 adalah Kerajaan Islam, namun tradisi politik yang diwariskan dari masa Negara Dipa itu ternyata tetap kuat mewarnai proses suksesinya. Aturan ini rupanya sangat dipahami oleh Maharaja Sukarama, raja kedua Negara Daha (kelanjutan Negara Dipa).
Diceritakan dalam Hikayat Banjar, raja ini mempunyai empat orang istri dan empat orang putra dan satu orang putri. Mereka masing-masing adalah Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumanggung, Pangeran Bagalung, Pangeran Jayadewa, dan si bungsu perempuan bernama Putri Galuh Baranakan. Keempat istri raja tersebut rupanya tidak berdarah bangsawan, sehingga sang raja mengawinkan Putri Galuh Baranakan dengan putra saudaranya sendiri, Raden Bagawan, yang bernama Raden Mantri.
Pasangan ini (Galuh dan Mantri) kemudian mempunyai seorang anak bernama Raden Samudera. Maharaja Sukarama menganggap cucunya ini memiliki keturunan bergaris lurus (lahir dari kedua orang tua yang sama-sama berdarah raja), sehingga diputuskan sebagai penggantinya kelak. Meski anak-anaknya keberatan pangeran samudra keputusan itu, tapi sang ayah bersikukuh: “Maski bagaimana kata angkau karna sudah ia si Samudera itu ringan bibirku” (Hikayat Banjar).
Pengingkaran terhadap wasiat raja ini, oleh Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumanggung karena ambisi tahta, membawa Kerajaan Negara Daha pada keruntuhannya. [24] [25] Daftar isi • 1 Kekerabatan raja-raja Nusantara menurut mitologi Hikayat Sang Bima • 2 Sistem Pemerintahan • 2.1 Surat Kepada Sultan Demak (Sultan Trenggono) • 2.2 Daerah yang Takluk • 3 Silsilah • 4 Rujukan • 5 Referensi • 6 Pranala luar Kekerabatan raja-raja Nusantara menurut mitologi Hikayat Sang Bima [ sunting - sunting sumber ] Salah satu versi mitologi Hikayat Sang Bima dari Kerajaan Bima.
Wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar & Sumbawa adalah Sang Dewa. Wangsa yang menurunkan raja-raja Bima adalah Sang Bima. Wangsa yang menurunkan raja-raja Bali adalah Sang Kula/Sang Kangkula/Sang Kilat. Wangsa yang menurunkan raja-raja Gowa adalah Sang Rajuna. Wangsa yang menurunkan raja-raja Dompu adalah Sang Darmawangsa/Sang Aji/Indra Jaya.
Lima bersaudara putera-putera dari Maharaja Pandu Dewata. [26] [27] [28] Lihat: Hikayat Sang Bima ♂ Maharaja Pandu Dewata (Dewa Noto) ♂ Sang Darmawangsa (Sang Aji) Wangsa yang menurunkan raja-raja Dompu ♂ Sang Bima Wangsa yang menurunkan raja-raja Bima ♂ Sang Rajuna Wangsa yang menurunkan raja-raja Gowa ♂ Sang Kula (Kangkula) Wangsa yang menurunkan raja-raja Bali ♂ Sang Dewa Wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar Sistem Pemerintahan [ sunting - sunting sumber ] Ketika Pangeran Samudera pertama kali mengatur kerajaan terpilih Patih Masih menjabat sebagai mangkubumi yang lebih tinggi tarafnya daripada Menteri Berempat atau dalam bahasa Banjar disebut Mantri Ampat yaitu 4 orang deputi yaitu: • Pangiwa dijabat Patih Balit • Panganan dijabat Patih Balitung • Gampiran (Gumpiran) dijabat Patih Kuin • Panumping dijabat Patih Muhur Dibawah Gampiran dan Panumping terdapat 30 wilayah Mantri (captain).
Pangeran samudra deputi ini juga berwenang sebagai hakim. Sesudah lenyapnya Negara Daha, patih tertua, Aria Taranggana dari Negera Daha diangkat sebagai Mangkubumi dengan wewenang: • menangani masalah administrasi negara dari seluruh wilayah negara • menentukan keputusan terakhir terhadap seseorang yang dijatuhi hukuman mati.
• menentukan perihal hak penyitaan segala harta benda yang dijatuhi pangeran samudra. Keempat deputi berwenang juga sebagai jaksa dan hakim, tetapi segala keputusan mereka berdasarkan sebuah kodifikasi hukum yang disebut Kutara (Kutara Manawa?), yang disusun oleh Aria Taranggana ketika menjabat Mangkubumi Kerajaan Negara Daha.
Kementerian: • Mantri Bandar (Kiai Palabuhan) mempunyai anak buah 100 (seratus) orang untuk menjalankan kegiatan pemungutan bea cukai pelabuhan. • Mantri Tuhabun, dengan gelar pangkatnya: Andakawan (The Captain of The Tuhabun corps) mempunyai anggota 40 orang. Tugasnya untuk melayani raja, para famili raja seperti antara lain sebagai regu pengayuh perahu ketangkasan raja. • Singabana, untuk menjaga keamanan terdapat dua orang kepala: • Singantaka • Singapati.
• Mantri Besar bertugas sebagai duta kerajaan di daerah ataupun ke luar daerah kerajaan. Surat Kepada Sultan Demak ( Sultan Trenggono) [ sunting - sunting sumber ] Sultan Trenggana pernah mengirim pasukan ke Barunadwipa.
[29] Datang Patih Balit itu membawa surat Sultan Demak, maka disuruh baca oleh Mangkubumi. Bunyinya: Salam sembah putra andika pangeran di Banjarmasih sampai kepada Sultan Demak. Putra andika mencatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan, karena putra andika barabut karajaan lawan patuha itu namanya Pangeran Tumenggung.
Tiada dua-dua putra andika mancatu nugraha tatulung bantu tatayang sampiyan. Adapun lamun manang putra andika mangawula kepada andika. Maka persembahan putra andika: intan sapuluh, pekat saribu gulung, tatudung saribu buah, damar batu saribu kindai, jaranang sapuluh pikul, lilin sapuluh pikul.
Demikianlah bunyinya surat itu. Maka sembah Patih Balit: Tiada dua-dua yang diharap putra andika nugraha sampiyan itu. Banyak tiada tersebut. Maka kata Sultan Demak: Mau aku itu membantu lamun anakku Raja Banjarmasih itu masuk Islam.
Lamun tiada masuk Islam tidak mau aku bertulung. Patih Balit kembali dahulu berkata demikian, maka kata Patih Balit: hinggih. [1] Daerah yang Takluk [ sunting - sunting sumber ] Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin I disebutkan dalam Hikayat Banjar.
[30] Hikayat Banjar menyebutkan: “ Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu.
Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.
{INSERTKEYS} [1] ” Silsilah [ sunting - sunting sumber ] Silsilah menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin yang disebut Hikayat Banjar resensi 1. Saudagar Jantan [31] ↓ (berputra) Saudagar Mangkubumi x Sita Rara ↓ (berputra) Raja Negara Dipa I: Ampu Jatmaka (anak angkat Raja Kuripan) x Sari Manguntu ↓ (berputra) Raja Negara Dipa II: Lambu Mangkurat (saudara angkat Puteri Junjung Buih ) x Dayang Diparaja binti Aria Malingkun dari Tangga Ulin ↓ (berputra) Puteri Huripan x Raja Negara Dipa V: Maharaja Suryaganggawangsa bin Raja Negara Dipa IV: Maharaja Suryanata (suami dari Raja Negara Dipa III: Puteri Junjung Buih) ↓ (berputra) Puteri Kalarang (cucu Puteri Junjung Buih) x Pangeran Suryawangsa (adik Maharaja Suryaganggawangsa) ↓ (berputra) Raja Negara Dipa VI: Maharaja Carang Lalean (cucu Puteri Junjung Buih) x Raja Negara Dipa VII: Puteri Kalungsu (anak Puteri Junjung Buih dan Maharaja Suryaganggawangsa) ↓ (berputra) Raja Negara Daha I: Maharaja Sari Kaburungan ↓ (berputra) Raja Negara Daha II: Maharaja Sukarama ↓ (berputra) Putri Galuh Baranakan x Raden Mantri Alu bin Raden Bangawan bin Maharaja Sari Kaburungan ↓ (berputra) Sultan Banjar I: Sultan Suryanullah/Pangeran Samoedra/Soeltan Soeriânsjâh ↓ (berputra) • Sultan Banjar II: Sultan Rahmatullah • Pangeran Anom (Pangeran di Hangsana) Rujukan [ sunting - sunting sumber ] • Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar terjemahan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/ Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
Didahului oleh: Pangeran Tumenggung Sultan Banjar 1520-1540 Diteruskan oleh: Rahmatullah Referensi [ sunting - sunting sumber ] Bagian bibliografi, referensi, kutipan, catatan kaki, catatan akhir, rujukan ataupun yang disebut dengan daftar pustaka pada artikel biografi tokoh muslim ini perlu dikembangkan/dirapikan agar memenuhi pedoman Wikipedia. Anda dapat membantu WBI untuk mengembangkan/merapikannya sesuai pedoman gaya, dalam WBI ada 41 halaman sejenis ini.
Silakan menghapus templat pemeliharaan ini setelahnya. • Artikel ini adalah bagian dari ProyekWiki Biografi. • Lihat pula Kategori:Semua artikel biografi tokoh muslim dan Kategori:Templat kutipan • Gunakan Wikipedia:Templat/Referensi dengan bantuan Peralatan sitasi untuk kerapian dan kemudahan dalam pengembangan atau perbaikan dari bagian bibliografi, referensi, kutipan, catatan kaki, catatan akhir, rujukan ataupun yang disebut dengan daftar pustaka pada artikel ini.
• ^ a b c d e f g h i j Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X • ^ a b Hoëvel, Wolter Robert (1861).
Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (dalam bahasa Belanda). 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 199. • ^ (Melayu) Yayasan Perpustakaan Nasional (Indonesia), Yayasan Perpustakaan Nasional (Indonesia) (1976). Bulletin YAPERNA.
14-17. Yayasan Perpustakaan Nasional. • ^ a b Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch Indië (Geschiedkundige aanteekcningen omtrent zuidelijk Borneo)".
23. Ter Lands-drukkerij: 199. • ^ a b c (Belanda) Noorlander, Johannes Cornelis (1935). Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw. M. Dubbeldeman. hlm. 188. • ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia.
Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde. 6. Lange & Co., 1857. hlm. 239. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis ( link) • ^ (Belanda) Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863. D. A. Thieme. hlm. 2. • ^ a b (Inggris) Basuni, Ahmad (1986). Nur Islam di Kalimantan Selatan: sejarah masuknya Islam di Kalimantan.
Penerbit Bina Ilmu. • ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 9. 1860. hlm. 96. • ^ (Belanda) Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Batavia). (1860). Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde. 9. Lange.
hlm. 95. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis ( link) • ^ Karl Helbig, Eine Durchquerung der Insel Borneo (Kalimantan): nach den Tagebüchern aus dem Jahre 1937, D. Reimer, 1982 ISBN 3496001542, 9783496001546 • ^ (Belanda) (1867) De tijdspiegel. Fuhri. hlm. 165. • ^ (Indonesia) Putera mahkota jang terbuang. Saiful. 1963. hlm. 4. • ^ Balai Pustaka (18 Juni 2008). Sejarah Nasional III, 2008: History Indonesia. Indonesia: Bukupedia.
hlm. 10. Parameter -vol= yang tidak diketahui mengabaikan ( -volume= yang disarankan) ( bantuan) Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun ( link) [ pranala nonaktif permanen] • ^ Sarkawi B.
Husain (1 Januari 2017). Sejarah Masyarakat Islam Indonesia. Indonesia: Airlangga University Press. hlm. 58. Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun ( link) • ^ https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar • ^ (Indonesia) H Purwanta, dkk, Sejarah SMA/MA Kls XI-Bahasa, Grasindo, ISBN 979-759-653-2, 9789797596538 • ^ Saleh, Mohamad Idwar (1986).
Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin,. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah,. hlm. 150. • ^ Sejarah daerah Kalimantan Selatan, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978 • ^ (Belanda) Noorlander, Johannes Cornelis (1935).
Bandjarmasin en de Compagnie in de tweede helft der 18de eeuw (dalam bahasa Belanda). M. Dubbeldeman. hlm. 189. • ^ (Inggris) Houtsma, M. Th (1993). First Encyclopaedia of Islam 1913-1936:. E.J.Brill,s,BRILL. hlm. 646. ISBN 9004097961. ISBN 978-90-04-09796-4 • ^ Le Rutte, J. M. C. E. (1863). Episode uit den Banjermasingschen oorlog.
A.W. Sythoff. hlm. 12. • ^ "Indisch archief: tijdschrift voor de Indien. Dl. 4. Tweede". 1851: 482. • ^ Norprikriadi (2014). PERJALANAN KESULTANAN BANJAR: DARI LEGITIMASI POLITIK KE IDENTITAS KULTURAL. hlm. 81. • ^ (Indonesia) Rujukan kosong ( bantuan) • ^ Chambert-Loir, Henri (1982). Henri Chambert-Loir, ed. Syair Kerajaan Bima. 2. Jakarta - Bandung: Lembaga Penelitian Perancis Untuk Timur Jauh (Ecole Francaise d'Extreme-Orient).
hlm. 131. Lebih dari satu parameter -author= dan -last= yang digunakan ( bantuan) • ^ Chambert-Loir, Henri (Juli 2004). Henri Chambert-Loir, ed.
Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah (edisi ke-2). Jl. Palmerah Selatan No. 21, Jakarta 10270, Indonesia: (KPG) Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 121. ISBN 9799100119. Lebih dari satu parameter -author= dan -last= yang digunakan ( bantuan) Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun ( link) ISBN 978-979-9100-11-5 • ^ Tajib, H. Abdullah (1995). Sejarah Bima Dan Mbojo. Jakarta, Indonesia: Harapan Masa PGRI. • ^ Sunyoto, Agus (2005). Suluk Abdul Jalil: perjalanan ruhani Syaikh Siti Jenar.
7. PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 599. ISBN 9798451368. ISBN 978-979-8451-36-2 • ^ Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
PT Balai Pustaka. hlm. 86. ISBN 9794074098. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11 . Diakses tanggal 2013-06-16.
Parameter -coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan ( -author= yang disarankan) ( bantuan) ISBN 978-979-407-409-1 • ^ http://sinarbulannews.files.wordpress.com/2011/01/silsilah-sultan-adam.jpg Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] • http://repositori.kemdikbud.go.id/4381/1/Sastra%20Indonesia%20Lama%20Berisi%20Sejarah%202007.pdf • https://www.researchgate.net/publication/289366118_SEJARAH_PERKEMBANGAN_ISLAM_DI_BANJARMASIN_DAN_PERAN_KESULTANAN_BANJAR_ABAD_XV-XIX • http://dellasejarah.blogspot.com/2010/10/zaman-baru.html • http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/sultan-suriansyah-pendiri-dinasti-kerajaan-banjar-islam.html Diarsipkan 2014-04-07 di Wayback Machine.
• http://www.metro7.co.id/2012/07/mayang-sari-putri-raja-banjar-yang.html Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine. • http://wikimapia.org/5786633/id/Situs-Makam-Puteri-Mayang-dangsanak-Puteri-Junjungbuih-Keturunan-Raja-Banjar • http://hadi-saputra-miter.blogspot.com/2013_09_01_archive.html • http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/12/masjid-sultan-suriansyah-sisa-sejarah-di-kalsel Diarsipkan 2014-07-05 di Wayback Machine.
Kategori tersembunyi: • Halaman dengan argumen ganda di pemanggilan templat • CS1 sumber berbahasa Melayu (ms) • CS1 sumber berbahasa Belanda (nl) • Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis • Halaman dengan rujukan yang menggunakan parameter yang tidak didukung • Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun • Artikel dengan pranala luar nonaktif • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen • Halaman dengan rujukan yang kosong • Halaman dengan rujukan yang memiliki parameter duplikat • Halaman yang menggunakan pranala magis ISBN • Semua artikel biografi • Artikel biografi April 2022 • All-hal-using-tl-Refimprove-cite-bio-tokohmuslim • Artikel biografi tokoh muslim dengan rujukan belum rapi • Semua artikel biografi tokoh muslim • Templat webarchive tautan wayback • Semua artikel rintisan • Rintisan biografi Sultan • Semua artikel rintisan April 2022 • Rintisan biografi April 2022 • Tokoh yang tahun kelahirannya tidak diketahui (orang hidup) • Rintisan biografi Indonesia • Rintisan biografi Indonesia April 2022 • Halaman ini terakhir diubah pada 1 April 2022, pukul 11.11.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
IslamToday ID — Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam terbesar dan pertama dalam sejarah perkembangan Islam di kawasan Pulau Kalimantan. Pada masa era emporium, Kesultanan Banjar memegang peranan penting sebagai salah satu bandar pelabuhan yang menghasilkan komuditi lada.
Selain itu, wilayah Kesultanan Banjar juga dikenal sebagai daerah penghasil batu-batu mulia yang bernilai sangat tinggi. Dengan komoditas andalannya tersebut, Kesultanan Banjar mampu mengambil peranan penting dalam percaturan politik perdagangan internasional pada abad ke 17 Masehi.
Oleh karena itu, sangat menarik untuk mengetahui sejarah lahirnya kerajaan Islam di ujung pulau Borneo ini. Pasar Terapung Banjarmasin. Foto: Kabarinews Istilah Banjar dan Banjarmasih Ahmad Suriadi dalam tulisannya yang berjudul Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari Dalam Dinamika Politik Kerajaan Banjar Abab X IX mengungkapkan, istilah banjar muncul sekitar Abad ke-15 atau 16 Masehi beriringan dengan terbentuknya Kerajaan Banjar yang didirikan oleh Pangeran Samudera atau Sultan Suriansyah pada tahun 1526 M.
Menurut Hooykaas, Asisten Residen Belanda dan merangkap sebagai ketua Dewan Banjarmasin di tahun 1930-an, yang sempat menulis sebuah buku tentang peringatan tiga lustrum keprajaan daerah kota Banjarmasin (1919 M – 1934 M ) di mana sebagian tulisannya mengutip dari buku karangan J. Hageman Joz ; “In 1520 werd de negeri Bandjermasin in de benedenlanden gesticht“, “Pada tahun 1520 negeri Banjarmasin didirikan di daerah hilir”.
Daerah “hilir” yang dimaksud oleh Hageman tidak lain merujuk pada daerah yang sekarang bernama Kampung Kuin. Kata banjar berasal dari sebutan awal untuk Bandarmasih yaitu nama suatu kampung orang Melayu yang ada di muara Sungai Kuin yang dipimpin oleh Patih Masih.
Menurut Noer’id Haloei Radam, istilah banjar sebagai sebuah sungai yang merupakan anak Sungai Barito. Banjar’ merujuk kepada nama perkampungan di kawasan muara Barito di mana tetuhanya adalah Masih yang kemudian diberi gelar Patih, lalu menjadi Patih Masih.
Jadi kata banjar bukan terambil dari kata Melayu bandar yang artinya tempat pemukiman di tepi sungai atau pesisir, tetapi kata tersebut asli berasal dari khazanah kata penduduk asli setempat. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ‘Banjarmasin’ timbul akibat kesalahan pengucapan orang-orang Eropa terutama Belanda.
karena logat mereka, perkataan ‘Banjarmasih‘ dilafalkan menjadi Bandjarmassing, lalu ‘ Bandjemasin‘. Sampai sekitar tahun 1664 M, arsip-arsip Belanda berupa surat-surat yang dikirim ke wilayah Nusantara untuk sultan-sultan yang memerintah di Kerajaan Banjarmasih tetap menyebut Kerajaan Banjarmasih dalam versi ucapan Belanda ‘Bandzermash’.
Kemudian sesudah tahun 1664 M menjadi ‘ Bandjermassingh‘, dan ‘ Bandjarmasing‘ (tanpa huruf ‘s’ dan ‘h’). Dari sebuah bentuk bandar atau kampung, ‘Banjarmasih’ – menurut sebutan penduduk Ngaju yang banyak dihuni orang Melayu, berkembang menjadi sebuah bandar besar yang tidak hanya dihuni warga Melayu tetapi juga suku Ngaju, Maanyan, Bukit, Jawa serta suku lainnya. Dan setelah Raden Samudera diangkat menjadi raja oleh beberapa pemimpin/penguasa wilayah muara dan pesisir Sungai Barito, ‘bandar Patih Masih’ makin bertambah ramai.
Makam Sultan Suriansyah Sosok Pangeran Samudera Lalu siapakah sosok Pangeran Samudera tersebut? Dalam buku Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar, tulisan dari Sahriyansyah mengungkapkan, bahwa Pangeran Samudera ialah sosok Raja Pertama sebagai pendiri Kesultanan Banjar. Beliau merupakan Cucu dari Raja Kerajaan Daha Maharaja Sukarama. Ayahnya bernama Raden Alu Mantri dan ibunya adalah putri Raja Sukarama yang bernama Galuh Banarakan. Perananya begitu besar bagi perkembangan Islam di bumi Borneo tersebut.
Masuknya Islam berlangsung dengan damai di kawasan ini melalui tangan pedagang dan para ulama. Dalam salah satu makalah Pra Seminar Sejarah Kalsel (1973) disebutkan, Sunan Giri juga pernah singgah di Pelabuhan Banjar. Sunan Giri melakukan transaksi pedagang dengan warga sekitar dan bahkan memberikan secara gratis barang-barang kepada penduduk yang fakir.
Di samping itu juga terdapat keterangan mengenai salah seorang pemuka Kerajaan Daha, yakni Raden Sekar Sungsang yang menimba ilmu kepada Sunan Giri. Melalui jalur inilah Pangeran Samudera mengenal ajaran Islam dan berikutnya diketahui secara intensif menjalin hubungan dengan Kesultanan Demak Bintoro.
Untuk mengetahui sejarah Banjar lebih lanjut, dapat dilacak pada historiografi tradisional Hikayat Lambung Mangkurat, atau Hikayat Banjar. Berdasarkan sumber tersebut, di daerah Banjar telah berdiri Kerajaan Hindu, yaitu Negara Dipa yang berpusat di Amuntai.
Kemudian berdiri Negara Daha yang berpusat di daerah sekitar Negara sekarang. Menurut Hikayat Banjar tersebut, Negara Dipa adalah kerajaan pertama di Kalimantan Selatan.
Cikal bakal Raja Dipa bisa dirunut dari keturunan Aria Mangkubumi. Ia adalah seorang saudagar kaya, tapi bukan keturunan raja. Oleh sebab itu, berdasarkan sistem kasta dalam Hindu, ia tidak mungkin menjadi raja. Namun dalam pratiknya, ia memiliki kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh seorang raja.
Ketika ia meninggal, penggantinya adalah Ampu Jatmika, yang kemudian menjadi raja pertama Negara Dipa. Untuk menutupi kekurangannya yang tidak berasal dari keturunan raja, Jatmika kemudian banyak mendirikan bangunan, seperti candi, balairung, keraton dan arca berbentuk laki-laki dan perempuan yang ditempatkan di candi. Segenap warga Negara Dipa diwajibkan menyembah arca ini. Ketika Ampu Jatmika meninggal dunia, ia berwasiat agar kedua anaknya, Ampu Mandastana dan Lambung Mangkurat tidak menggantikannya, sebab mereka bukan keturunan raja.
Tapi kemudian, Lambung Mangkurat berhasil mencari pengganti raja, dengan cara mengawinkan seorang putri Banjar, Putri Junjung Buih dengan Raden Putera, seorang pangeran dari Majapahit. Setelah menjadi raja, Raden Putera memakai gelar Pangeran Suryanata, sementara Lambung Mangkurat memangku jabatan sebagai Mangkubumi. Setelah Negara Dipa runtuh, muncul Negara Daha yang berpusat di Muara Bahan. Saat itu, yang memerintah di Daha adalah Maharaja Sukarama. Ketika Sukarama meninggal, ia berwasiat agar cucunya Raden Samudera yang menggantikan.
Tapi, karena masih kecil, akhirnya Raden Samudera kalah bersaing dengan pamannya, Pangeran Tumenggung yang juga berambisi menjadi raja. Atas nasehat Mangkubumi Aria Tranggana dan agar terhindar dari pembunuhan, Raden Samudera kemudian melarikan diri dari Daha, dengan cara menghilir sungai melalui Muara Bahan ke Serapat, Balandian, dan memutuskan untuk bersembunyi di daerah Muara Barito.
Di daerah aliran Sungai Barito ini, juga terdapat beberapa desa yang dikepalai oleh para kepala suku. Di antara desa-desa tersebut adalah Muhur, Tamban, Kuwin, Balitung dan Banjar. Kampung Banjar merupakan perkampungan Melayu yang dibentuk oleh lima buah sungai yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling, Sungai Karamat, Jagabaya dan Sungai Pangeran (Pageran).
Semuanya anak Sungai Kuwin. Desa Banjar ini terletak di tengah-tengah pemukiman Oloh Ngaju di Barito Hilir. Orang-orang Dayak Ngaju menyebut orang yang berbahasa Melayu dengan sebutan Masih.
Oleh karena itu, desa Banjar tersebut kemudian disebut Banjarmasih, dan pemimpinnya disebut Patih Masih. Desa-desa di daerah Barito ini semuanya takluk di bawah Daha dengan kewajiban membayar pajak dan upeti. Suatu ketika, Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk berunding, agar bisa keluar dari pengaruh Daha, dan menjadikan kawasan mereka merdeka dan besar. Keputusannya, mereka sepakat mencari Raden Samudera, cucu Maharaja Sukarama yang kabarnya sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat.
Kemudian, mereka juga sepakat memindahkan bandar perdagangan ke Banjarmasih. Selanjutnya, di bawah pimpinan Raden Samudera, mereka melawan kerajaan Daha. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-16 M. Aliansi Militer Dengan Kesultanan Demak Dalam Hikayat Banjar disebutkan, bahwa untuk menunjang perlawanannya terhadap Daha, Raden Samudera mengirim duta ke Demak untuk mengadakan hubungan kerjasama militer.
Utusan tersebut adalah Patih Balit, seorang pembesar Kerajaan Banjar. Utusan menghadap Sultan Demak dengan seperangkat hadiah sebagai tanda persahabatan berupa sepikul rotan, seribu buah tudung saji, sepuluh pikul lilin, seribu bongkah damar dan sepuluh biji intan.
Pengiring duta kerajaan ini sekitar 400 orang. Demak menyambut baik utusan ini, dan sebagai persyaratan, Demak meminta kepada utusan tersebut, agar Raja Banjar dan semua pembesar mau memeluk agama Islam. Atas bantuan Demak, Pangeran Samudera berhasil mengalahkan Pangeran Tumenggung, penguasa Daha, sekaligus menguasai seluruh daerah taklukan Daha. Setelah berhasil meruntuhkan dan menguasai kerajaan Daha, maka Raden (Pangeran) Samudera segera menunaikan janji untuk memeluk Islam.
Setelah masuk Islam, ia memakai gelar Sultan Suriansyah. Gelar lainnya adalah Panembahan atau Susuhunan Batu Habang. Dialah Raja Banjar pertama yang memeluk Islam, dan sejak itu, agama Islam berkembang pesat di Kalimantan Selatan.
Pangeran Samudera (Sultan Suriansyah) diislamkan oleh wakil penghulu Demak, Khatib Dayan pada tanggal 24 September 1526 M, hari Rabu jam 10 pagi, bertepatan dengan 8 Zulhijjah 932 H. Khatib Dayan merupakan utusan Penghulu Demak Rahmatullah, dengan tugas melakukan proses pengislaman raja beserta pembesar kerajaan. Khatib Dayan bertugas di Kerajaan Banjar sampai ia meninggal dunia, dan dikuburkan di Kuwin Utara. Sultan Suriansyah telah membuka era baru di Kerajaan Banjar dengan masuk dan berkembangnya agama Islam.
Kerajaan Banjar yang dimaksud di sini adalah kerajaan pasca masuknya agama Islam. Sementara era Negara Dipa dan Daha merupakan era tersendiri yang melatar belakangi kemunculan Kerajaan Banjar. Diperkirakan, Sultan Suriansyah meninggal dunia sekitar tahun 1550 M. Seiring masuknya kolonial kulit putih Eropa, Kerajaan Banjar kemudian dihapuskan oleh Belanda pada 11 Juni 1860 M. Dalam perjalanannya, Kerajaan Banjar telah mengalami berbagai kesulitan dan ancaman baik dari eksternal maupun internal, terutama masa- masa setelah datangnya bangsa kolonial.
Pusat kerajaan atau Keraton Banjar harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tidak kurang dari 5 (lima) kali. Akan tetapi, sayangnya tak satupun sisa-sisa tinggalan Keraton Banjar tersebut yang dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Penulis: Muh Sidiq HM Redaktur: Tori Nuariza Wilayah terakhir Kesultanan Banjar pada masa Sultan Adam yang telah menyusut antara tahun 1826-1860 sebelum dibubarkan Hindia Belanda, karena wilayah sekelilingnya telah diserahkan kepada VOC Belanda oleh Sultan Banjar.
Wilayah Banjar yang lebih kuno terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru [1] [2] [3] Ibu kota • Kuin, Banjarmasin ( 1520) • Pemakuan (1612) [4] • Muara Tambangan/ Batang Banyu Mangapan (1622) • Martapura (1632) • Sungai Pangeran, Banjarmasin (1663) • Kayu Tangi (1680) • Bumi Kencana (1771) [5] [6] atau Bumi Selamat (1806) [7] • Sungai Mesa, Banjarmasin(1857) • Karang Intan • Amuntai, Banua Lima • Baras Kuning Bahasa yang umum digunakan Bahasa Banjar Agama Profil gadis Banjar sekitar tahun 1850 koleksi Museum Lambung Mangkurat.
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] (berdiri pada Tahun 1520, dihapuskan sepihak oleh Belanda pada 11 Juni 1860. Namun rakyat Banjar tetap mengakui ada pemerintahan darurat/pelarian yang baru berakhir pada 24 Januari 1905.
Namun sejak 24 Juli 2010, Kesultanan Banjar hidup kembali dengan dilantiknya Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah [17] Kerajaan Banjar adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Wilayah Banjar yang lebih luas terbentang dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Kesultanan ini semula beribu kota di Banjarmasin kemudian dipindahkan ke beberapa tempat dan terkahir di Martapura.
Ketika beribu kota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi. [18] Wilayah terluas kerajaan ini pada masa kejayaannya disebut empire/kekaisaran Banjar membawahi beberapa negeri yang berbentuk kesultanan, kerajaan, kerajamudaan, kepengeranan, keadipatian dan daerah-daerah kecil yang dipimpin kepala-kepala suku Dayak.
Ketika ibu kotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribu kota di kota Negara, sekarang merupakan ibu kota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
Bendera Negara Banjar berwarna kuning di atas hitam dalam bicolour horisontal. [19] Tradisi lebih lanjut menyatakan bahwa setelah kematian Ampoe Djatmaka (pendiri Negara Dipa), putranya, Limbong Mengkoerat, berhasil membawa keajaiban yang muncul dari aliran, Poetri Djoendjoeng Boeih, seorang putri keluarganya, menikahi seorang Pangeran Jawa dari Madjapahit., yang memerintah dengan nama Maharaja Soeria Nata dan dianggap sebagai pendiri kekaisaran dan leluhur para pangeran Bandjermasin.
Peristiwa itu dan seringnya sentuhan yang ada di antara kedua wilayah itu mungkin merupakan alasan bahwa fondasi Bandjermasin dikaitkan dengan sebuah koloni Jawa.
Agaknya Maharaja Soeria Nata tidak lain adalah Tjakra Nagara, putra pangeran Madjapahit, yang, menurut Kronik Jawa Raffles, dikirim ke Bandjermasin dengan banyak kapal dan pasukan sebagai penguasa sekitar tahun 1437, yang, kerajaan sebelumnya telah ditundukkan oleh jenderal Ratu Pengging (Andayaningrat).
[20] Kekaisaran sekarang menikmati kedamaian dan kemakmuran di antara serangkaian penguasa dari rumah suku asli, dan perbatasannya meluas dari Solok ( Karasikan) ke Sambas di sepanjang pantai selatan dan timur Kalimantan. Situasi ini berlangsung hingga akhir abad ke-16, ketika pangeran Sakar Soengsang, yang melewati anak-anaknya sendiri, menunjuk Radhen Samudra, putra dari putrinya, sebagai penerus takhta, menciptakan perang sipil yang sengit.
Radhen, yang belakangan menjadi pangeran Samudra, yang tidak mampu menang, meminta dan mendapatkan bantuan Sulthan dari Damak, dengan syarat bahwa ia dan rakyatnya akan memeluk doktrin Muslim dan membayar upeti kepada pangeran itu. Diperkuat oleh bantuan Jawa, Pangeran segera mengalahkan lawan-lawannya dan naik tahta dengan gelar Sulthan. [20] Setelah mencapai tujuannya, sulthan baru (Hidayatullah 1) segera lupa untuk memenuhi perkiraan yang telah ditentukan; tetapi ancaman-ancaman berikutnya dari atasannya memiliki efek yang cukup untuk memaksa dia kembali ke Jawa untuk memuaskan sang pangeran.
Di sana ia dipenjara karena ketidaksetiaannya dan hanya dibebaskan melalui mediasi putranya (Raden Senapati Sultan Mustain Billah), tentu saja tidak dengan pengorbanan besar.
Dengan semakin melemahnya para pangeran Jawa, tampaknya tidak lama setelah itu supremasi mereka atas Banjarmasin, yang telah dipecah beberapa kali, tampaknya telah berakhir untuk selamanya, dan sebagai tindakan terakhir subordinasi kerajaan Jawa ini saya menemukan catatan mengirimkan kedutaan pada tahun 1642 kepada sulthan Agoeng raja Mataram.
[20] Daftar isi • 1 Sejarah • 2 Masa kejayaan • 3 Wilayah Kesultanan Banjar • 4 Sistem Pemerintahan • 5 Sultan Banjar • 6 Referensi • 6.1 Rujukan • 7 Pranala luar • 7.1 Catatan kaki Sejarah [ sunting - sunting sumber ] Menurut mitologi suku Maanyan (suku tertua di Kalimantan Selatan), kerajaan pertama di Kalimantan bagian selatan adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir.
Keberadaan mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan [yKerajaan Nan Sarunai]] sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. sehingga sebagian rakyatnya menyingkir ke pedalaman (wilayah suku Lawangan). Salah satu peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14 terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran 242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).
Menilik dari angka tahun dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan Timur. Menurut Hikayat Sang Bima, wangsa yang menurunkan raja-raja Banjar adalah Sang Dewa bersaudara dengan wangsa yang menurunkan raja-raja Bima ( Sang Bima), raja-raja Bali ( Sang Kuala), raja-raja Dompu( Darmawangsa), raja-raja Gowa ( Sang Rajuna) yang merupakan lima bersaudara putera-putera dari Maharaja Pandu Dewata.
[21] [22] Sesuai Tutur Candi ( Hikayat Banjar versi II), di Kalimantan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan ( keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda pada 11 Juni 1860, yaitu: • Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan • Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa • Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha • Keraton III disebut Kesultanan Banjar • Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/ Kayu Tangi • Keraton V disebut Pagustian Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari.
Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Maharaja Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para putra Maharaja Sukarama juga berambisi sebagai raja yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Dibantu oleh Arya Taranggana, Pangeran Samudra melarikan diri dengan sampan ke hilir sungai Barito. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama.
Pangeran Samudra yang menyamar menjadi nelayan di daerah Balandean dan Kuin, ditampung oleh Patih Masih di rumahnya. Oleh Patih Masih bersama Patih Muhur, Patih Balitung diangkat menjadi raja yang berkedudukan di Bandarmasih.
Pangeran Tumenggung melakukan penyerangan ke Bandarmasih. Pangeran Samudra dibantu Kerajaan Demak dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit mampu menahan serangan tersebut. [23]) Akhirnya Pangeran Tumenggung bersedia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Negara Daha kepada Pangeran Samudra. Kerajaan Negara Daha kemudian dilebur menjadi Kesultanan Banjar yang beristana di Bandarmasih.
Sedangkan Pangeran Tumenggung diberi wilayah di Batang Alai. Pangeran Samudra menjadi raja pertama Kerajaan banjar dengan gelar Sultan Suriansyah. Ia pun menjadi raja pertama yang masuk islam dibimbing oleh Khatib Dayan. Masa kejayaan [ sunting - sunting sumber ] Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin.
Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.
[24] Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura (Arosbaya) dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.
[25] Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.
[26] Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.
[27] [28] [29] [30] Sejak tahun 1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa. Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda.
Pada tahun 1637 Banjarmasin dan Mataram mengadakan perdamaian setelah hubungan yang tegang selama bertahun-tahun. [25] Perang Makassar (1660-1669) menyebabkan banyak pedagang pindah dari Somba Opu, pelabuhan kesultanan Gowa ke Banjarmasin. [31] Mata uang yang beredar di Kesultanan Banjar disebut doit.
[32] Sebelum dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura pada lokasi Tanjung Sambar (Ketapang) dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan Pasir pada lokasi Tanjung Aru.
Pada daerah-daerah pecahannya, rajanya bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.
Kesultanan Banjarmasin merupakan kerajaan terkuat di pulau Kalimantan. [33] Sultan Banjar menggunakan perkakas kerajaan yang bergaya Hindu. [34] [35] Wilayah Kesultanan Banjar [ sunting - sunting sumber ] Wilayah Kesultanan Banjar Raya adalah negeri-negeri yang menjadi wilayah pengaruh mandala Kesultanan Banjar khususnya sampai pertengahan abad ke-17 dan abad sebelumnya.
[36] [37] [38] [39] [40] Kesultanan Banjar merupakan penerus dari kerajaan Hindu di Kalimantan Selatan dengan wilayah inti meliputi 5 distrik besar di Kalimantan Selatan yaitu Kuripan ( Amuntai), Daha ( Nagara- Margasari), Gagelang ( Alabio), Pudak Sategal ( Kalua) dan Pandan Arum ( Tanjung).
[41] Sejak awal abad ke-16 berdirilah Kesultanan Banjar yang bertindak sebagai wakil Kesultanan Demak di Kalimantan. Menurut Hikayat Banjar sejak zaman pemerintahan kerajaan Hindu, wilayah yang termasuk mandala Kerajaan Banjar meliputi daerah taklukan paling barat adalah negeri Sambas ( Kerajaan Sambas kuno) sedangkan wilayah taklukan paling timur adalah negeri Karasikan (Banjar Kulan/Buranun).
Dahulu kala batas-batas negeri/kerajaan adalah antara satu tanjung dengan tanjung lainnya sedangkan penduduk daerah pedalaman dianggap takluk kepada kerajaan bandar yang ada di hilir misalnya terdapat 3 suku besar Dayak yaitu Dayak Biaju, Dayak Dusun dan Dayak Pari (Ot Danum) yang merupakan bagian dari rakyat kerajaan Banjar.
Kesultanan Brunei merupakan kesultanan yang pertama di pulau Kalimantan, dan kemudian disusul berdirinya Kesultanan Banjar tahun 1526.
Kedua kesultanan merupakan saingan. Kesultanan Brunei menjadi penguasa tunggal di wilayah utara Kalimantan. Pada masa kejayaannya Kesultanan Banjar mampu menyaingi kekayaan Kesultanan Brunei dan menarik upeti kepada raja-raja lokal.
[42] Teritorial kerajaan Banjar pada abad ke 15-17 dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu: • Negara Agung (wilayah sentral budaya Banjar yaitu wilayah Banjar Kuala, Batang Banyu dan Pahuluan) • Mancanegara (daerah rantau: Kepangeranan Kotawaringin, Tanah Dusun, Tanah Laut, Pulau Laut, Tanah Bumbu, dan Paser) • Daerah Pesisir (daerah tepi/terluar: Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur/Utara) Pada mulanya ibu kota Kesultanan Banjar adalah Banjarmasin kemudian pindah ke Martapura.
[43] Pada masa kejayaannya, wilayah yang pernah diklaim sebagai wilayah pengaruh mandala kesultanan Banjar meliputi titik pusat yaitu istana raja di Martapura dan berakhir pada titik luar dari negeri Sambas di barat laut sampai ke negeri Karasikan (Banjar Kulan/Buranun) di timur laut yang letaknya jauh dari pusat kesultanan Banjar.
Negeri Sambas dan Karasikan (Banjar Kulan/Buranun) pernah mengirim upeti kepada raja Banjar. Selain itu dalam Hikayat Banjar juga disebutkan negeri-negeri di Batang Lawai, Sukadana, Bunyut (Kutai Hulu) dan Sewa Agung/ Sawakung). [27] Negeri-negeri bekas milik Tanjungpura yaitu Sambas, Batang Lawai, dan Sukadana terletak di sebelah barat Tanjung Sambar.
Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah kerajaan besar: Brunei (Borneo), Tanjungpura (Sukadana) dan Banjarmasin. Tanjung Sambar merupakan perbatasan kuno antara wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin). Menurut sumber Inggris, Tanjung Kanukungan (sekarang Tanjung Mangkalihat) adalah perbatasan wilayah mandala Banjarmasin dengan wilayah mandala Brunei, tetapi Hikayat Banjar mengklaim daerah-daerah di sebelah utara dari Tanjung Kanukungan/Mangkalihat yaitu Kerajaan Berau kuno juga pernah mengirim upeti kepada Kerajaan Banjar Hindu, dan sejarah membuktikan daerah-daerah tersebut dimasukkan dalam wilayah Hindia Belanda.
[44] [45] Perbatasan di pedalaman, daerah aliran sungai Pinoh (sebagian Kabupaten Melawi) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin) yang dinamakan daerah Lawai [46] Sanggau dan Sintang juga dimasukan dalam wilayah pengaruh mandala Kesultanan Banjar.
Dari bagian timur Kalimantan sampai ke Tanjung Sambar terdapat beberapa distrik/kerajaan kecil yang berada di bawah pengaruh mandala kekuasaan Sultan Banjar yaitu Berau, Kutai, Paser, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Tatas, Dusun Hulu, Dusun Ilir, Bakumpai, Dayak Besar (Kahayan), Dayak Kecil (Kapuas Murung), Mendawai, Sampit, Pembuang, dan Kotawaringin.
Inilah yang disebut "negara Kerajaan Banjar". Daerah-daerah kekuasaan Sultan Banjar yang paling terasa di Paser, Tanah Bumbu, Tanah Laut, Bakumpai dan Dusun. [47] Terminologi wilayah Tanah Seberang, tidak ada dalam wilayah Kesultanan Banjar, karena tidak memiliki jajahan di luar kepulauan Kalimantan, walaupun orang Banjar juga merantau sampai keluar pulau Kalimantan.
[48] Kerajaan Banjar menaungi hingga ke wilayah Sungai Sambas adalah dari awal abad ke-15 M hingga pertengahan abad ke-16 M yaitu pada masa Kerajaan Melayu hindu Sambas yang menguasai wilayah Sungai Sambas. Kerajaan Melayu hindu Sambas ini kemudian runtuh pada pertengahan abad ke-16 M dan dilanjutkan dengan Panembahan Sambas hindu yang merupakan keturunan Bangsawan Majapahit dari Wikramawadhana.
Pada saat memerintah Panembahan Sambas hindu ini bernaung dibawah Dipati/Panembahan Sukadana (bawahan Sultan Banjar) sampai awal abad ke-17 M yang kemudian beralih bernaung dibawah Kesultanan Johor.
Panembahan Sambas hindu ini kemudian runtuh pada akhir abad ke-17 M dan digantikan dengan Kesultanan Sambas yang didirikan oleh keturunan Sultan Brunei melalui Sultan Tengah pada tahun 1675 M. Sejak berdirinya Kesultanan Sambas hingga seterusnya Kesultanan Sambas adalah berdaulat penuh yaitu tidak pernah bernaung atau membayar upeti kepada pihak manapun kecuali pada tahun 1855 yaitu dikuasai / dikendalikan pemerintahannya oleh Hindia Belanda (seperti juga Kerajaan-Kerajaan lainnya diseluruh Nusantara terutama di Pulau Jawa yang saat itu seluruhnya yang berada dibawah Pemerintah Hindia Belanda di Batavia) yaitu pada masa Sultan Sambas ke-12(Sultan Umar Kamaluddin).
Dalam perjalanan sejarah ketetapan wilayah Kesultanan Banjar tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas dengan batas yang tetap karena dipengaruhi oleh keadaan yang tidak stabil dan batas wilayah yang fleksibel disebabkan oleh berkembangnya atau menurunnya kekuasaan Sultan Banjar.
• Sejak ibu kota dipindahkan ke Daerah Martapura [49] maka kota Martapura sebagai Kota Raja merupakan wilayah/ring pertama dan pusat pemeritahan Sultan Banjar.
• Wilayah teritorial/ring kedua, Negara Agung terdiri dari: • Tanah Laut atau Laut Darat terdiri: • Satui • Tabunio. Diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787. • Maluka, daerah yang dikuasai Inggris pada 1815 – 1816 yaitu Maluka, Liang Anggang, Kurau dan Pulau Lamai. • Daerah Banjar Lama/Kuin (Banjarmasin bagian Utara) dan Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat). Tahun 1709 [50] [51] atau Tahun 1747 Belanda mendirikan benteng di Pulau Tatas (Banjarmasin bagian barat) merupakan daerah yang mula-mula dimiliki VOC_Belanda.
[52] Pulau Tatas termasuk daerah yang diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787, selanjutnya Mantuil sampai Sungai Mesa diserahkan kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826, sedangkan Banjar Lama (Kuin) sampai perbatasan daerah Margasari masih tetap sebagai wilayah kesultanan sampai 1860. • Margasari. Wilayah kerajaan sampai 1860. • Banua Ampat artinya banua nang empat yaitu Banua Padang, Banua Halat, Banua Parigi dan Banua Gadung.
Wilayah kesultanan sampai 1860. • Amandit. Wilayah kerajaan sampai 1860. • Labuan Amas. Wilayah kerajaan sampai 1860. • Alay. Wilayah kerajaan sampai 1860. • Banua Lima artinya lalawangan nang lima yaitu Negara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua. Wilayah kerajaan sampai 1860. • Pulau Bakumpai yaitu tebing barat sungai Barito dari kuala Anzaman ke hilir sampai kuala Lupak. Diserahkan kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826 bersama daerah Pulau Burung.
• Tanah Dusun yaitu dari kuala Marabahan sampai hulu sungai Barito. Pada 13 Agustus 1787, Dusun Atas diserahkan kepada VOC-Belanda tetapi daerah Mengkatip (Dusun Hilir) dan Tamiang Layang (Dusun Timur) dan sekitarnya tetap termasuk daalam wilayah inti Kesultanan Banjar hingga dihapuskan oleh Belanda tahun 1860.
• Teritorial/ring ketiga, yaitu Mancanegara, dengan tambahan kedua daerah ini merupakan wilayah asal Kesultanan Banjar sebelum pemekaran yang terdiri dari: • Wilayah Barat yaitu wilayah Negara bagian Kotawaringin dan Tanah Dayak (Biaju) yaitu meliputi daerah Kerajaan Kotawaringin (dengan distrik-distriknya: Jelai dan Kumai), Pembuang, Sampit, Mendawai serta daerah milik Kotawaringin di Kalbar yang dihuni Dayak Ot Danum yaitu Lawai atau Pinoh (sebagian Kabupaten Melawi) yang letaknya bersebelahan dengan kawasan udik sungai Katingan/Mendawai dan berbatasan dengan Kerajaan Sintang.
Perbatasan Kerajaan Kotawaringin dengan Kerajaan Sukadana/Matan terletak di Tanjung Sambar. Juga turut diklaim wilayah Tanah Dayak ( Rumpun Ot Danum), yang ber pusat mandala di udik sungai Kahayan (Tumbang Anoi) yaitu daerah-daerah suku Dayak Biaju dan Dayak Pari (Ot Danum) beserta semua daratan yang takluk kepadanya. Semua distrik-distrik di wilayah Tanah Kotawaringin dan Tanah Dayak diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787.
Secara resmi daerah-daerah Dayak pedalaman tersebut diduduki Belanda sejak Perjanjian Tumbang Anoi pada Tahun 1894. • Wilayah Timur (Kalimantan Tenggara): yaitu Negara bagian Paser dan Negara bagian Tanah Bumbu.
Kerajaan Paser didirikan oleh seorang panglima Kerajaan Banjar atau Kuripan-Daha, sehingga sejak semula takluk kepada Kesultanan Banjar, namun belakangan berada di bawah pengaruh La Madukelleng. Tahun 1703 Tanah Paser berubah dari pemerintahan Panembahan menjadi kesultanan, daerah ini diserahkan kepada Hindia Belanda pada 13 Agustus 1787 dan dimulai pada masa Sultan Paser Sultan Mahmud Han menjalin kontrak politik dengan Hindia Belanda.
Kerajaan Tanah Bumbu didirikan Pangeran Dipati Tuha bin Sultan Saidullah, yang pada mulanya mencakup kawasan mulai Tanjung Aru sampai Tanjung Silat, belakangan wilayah intinya terutama terdiri atas 7 divisi: Cengal (Pamukan), Manunggul, Sampanahan, Bangkalaan (Kelumpang), Cantung, Buntar-Laut dan Batulicin. Pada bulan Juli 1825, Raja Aji Jawi, penguasa Tanah Bumbu yang memiliki 6 daerah (Cengal, Manunggul, Sampanahan, Bangkalaan, Cantung, Buntar-Laut) membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda yang menjadikan Tanah Bumbu sebagai swapraja.
Tahun 1841, negeri Sampanahan di bawah Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali) menjadi swapraja terpisah dari wilayah Tanah Bumbu lainnya. Tahun 1846 Buntar-Laut dianeksasi/diintegrasikan oleh penguasa Cantung yang kelak menjadi swapraja tersendiri terpisah dari wilayah Tanah Bumbu di bawah Raja Aji Mandura sebagai Raja Cantung dan Buntar-Laut.
Negeri Batulicin di bawah Pangeran Aji Musa, kemudian digantikan puteranya Pangeran Abdul Kadir yang kelak mendapatkan negeri Kusan dan Pulau Laut. Kerajaan Kusan pada mulanya didirikan Sultan Amir bin Sultan Muhammadillah rival Sunan Nata Alam dalam memperebutkan tahta Kesultanan Banjar. Sultan Banjar melantik Hasan La Pangewa sebagai kapten suku Bugis bergelar Kapitan Laut Pulo sebagai penguasa Pagatan setelah ia berhasil mengusir Sultan Amir dari Kerajaan Kusan.
Di masa Arung Botto, Raja Pagatan menjalin kontrak sebagai swapraja di bawah Hindia Belanda. Belakangan wilayah Kusan digabung dengan Tanah Pagatan dan kemudian Hindia Belanda membentuk pula swapraja Sabamban. Wilayah Kalimantan Tenggara ini diserahkan kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787, ditegaskan lagi pada tahun 1826. Pada akhir abad ke-19 Hindia Belanda menjadikannya Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan 11 swapraja yang meliputi Kesultanan Paser dan wilayah Tanah Bumbu ( Sabamban, Kusan, Pagatan, Batu Licin, Pulau Laut dengan Pulau Sebuku, Bangkalaan, Cantung dengan Buntar-Laut, Sampanahan, Manunggul, Cengal).
Semua kerajaan ini termasuk ke dalam Borneo Timur di bawah Asisten Residen yang berkedudukan di Samarinda sejak tahun 1846. • Teritorial/ring keempat, adalah Pesisir yaitu daerah terluar, maka dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin bertambah luas lebih kurang sama dengan Provinsi Borneo pada masa kolonial Hindia Belanda.
Perjanjian Sultan Tamjidullah I dengan VOC pada 20 Oktober 1756 yang berencana untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang melepaskan diri yaitu Sanggau, Sintang, Lawai, Paser, Kutai dan Berau. Daerah Pesisir terdiri dari: [53] • Pesisir Timur disebut tanah yang di atas angin meliputi kawasan timur Kalimantan dan jika digabung dengan kawasan selatan Kalimantan menjadi Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo pada masa kolonial Hindia Belanda.
[54] Kerajaan-kerajaan di Kaltim tergolang sebagai negara dependen di dalam Kesultanan Banjar. [55] • Wilayah Negara bagian Kutai. Tahun 1735 Kerajaan Kutai Kartanegara berubah dari pemerintahan Pangeran Adipati menjadi kesultanan. Diserahkan kepada Hindia Belanda pada 13 Agustus 1787 dan 4 Mei 1826.
Tahun 1844 Sultan Kutai mengakui kedaulatan Hindia Belanda. • Wilayah Negara bagian Berau/Kuran (sejak 1810-an terbagi menjadi Gunung Tabur dan Tanjung) beserta daerah-daerah Berau yang melepaskan diri pada abad ke-18 dan bawah pengaruh Kesultanan Sulu (& Brunei) yaitu Tanah Bulungan dan Tanah Tidung. Diserahkan kepada Hindia Belanda pada 13 Agustus 1787 dan 4 Mei 1826. [56] • Wilayah terluar di timur yang telah lama melepaskan diri dan kemudian di bawah pengaruh Brunei yaitu Negara bagian Karasikan atau Buranun/Banjar Kulan (Banjar Kecil).
[45] [57] [58] [59] [5] [60] [61] • • Pesisir Barat disebut tanah yang di bawah angin meliputi kawasan barat Kalimantan yang kemudian menjadi Karesidenan Borneo Barat pada masa kolonial Hindia Belanda.
• Wilayah Batang Lawai atau sungai Kapuas (Negara bagian Sanggau, Negara bagian Sintang dan Negara bagian Lawai). [62] Wilayah Batang Lawai mengirim upeti melalui anak-anak sungai Melawi dilanjutkan dengan jalan darat menuju sungai Katingan yang bermuara ke laut Jawa dilanjutkan perjalanan laut dekat sungai Barito di Banjarmasin.
Kerajaan Sintang mulai diperintah Dinasti Majapahit semenjak pernikahan Patih Logender dari Majapahit dengan Dara Juanti (Raja Sintang ke-9). Tahun 1600 Raja Sintang mengirim utusan ke Banjarmasin untuk menyalin kitab suci Al-Quran. Kerajaan Sintang dan Mlawai ( Kabupaten Melawi) dan Jelai termasuk daerah yang diserahkan oleh Sultan Adam kepada Hindia Belanda pada 4 Mei 1826. Mlawai sebelumnya termasuk daerah-daerah yang diserahkan oleh Sunan Nata Alam kepada VOC-Belanda pada 13 Agustus 1787.
Belakangan Tanah Sanggau ditaklukan dan berada di bawah supremasi pemerintahan Sultan Pontianak (protektorat VOC Belanda). • Wilayah Negara bagian Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar) [63] Kerajaan Sukadana/Tanjungpura diperintah oleh Dinasti Majapahit. Kerajaan Sukadana menjadi vazal sejak era Kerajaan Banjar-Hindu. Sejak pernikahan Raden Saradewa/Giri Mustaka dengan Putri Gilang (Dayang Gilang) cucu Sultan Mustainbillah maka sebagai hadiah perkawinan Sukadana/Matan dibebaskan dari membayar upeti.
[27] Saat itu Raja Sukadana memiliki bisnis dan tinggal di Banjarmasin dan termasuk anggota Dewan Mahkota. Pada tahun 1622, kerajaan Sukadana berubah dari pemerintahan Panembahan menjadi kesultanan, selanjutnya Panembahan Giri Mustaka bergelar Sultan Muhammad Safi ad-Din.
Pada tahun 1661 Sukadana/Matan terakhir kalinya Sukadana mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar. Di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Zainuddin kembali mengirim upeti sebagai daerah perlindungan Kesultanan Banjar.
Kemudian Sukadana dianggap sebagai vazal Kesultanan Banten setelah mengalami kekalahan dalam perang Sukadana-Landak pada tahun 1700 (dimana Landak dibantu Banten & VOC), kemudian Banten menyerahkan Landak (vazal Banten) dan Tanah Sukadana/Tanjungpura (sebagian besar Kalbar) kepada VOC-Belanda pada 26 Maret 1778, kemudian diserahkan oleh VOC di bawah supremasi pemerintahan Sultan Pontianak, karena itu gelar Sultan untuk penguasa Sukadana/Matan diubah menjadi Panembahan [64] • Wilayah terluar di barat adalah Negara bagian Sambas.
Menurut Hikayat Banjar, sejak era pemerintahan kerajaan Banjar-Hindu, wilayah Sambas kuno menjadi taklukannya dan terakhir kalinya Pangeran Adipati Sambas (Panembahan Sambas) mengantar upeti dua biji intan yang besar yaitu si Misim dan si Giwang kepada Sultan Banjar IV Marhum Panembahan ( 1595- 1642). [27] [65] [66] Pada 1 Oktober 1609, negeri Sambas menjadi daerah protektorat VOC-Belanda dan lepas dari pengaruh kesultanan Banjar.
Intan Si Misim kemudian dipersembahkan oleh Sultan Banjar kepada Sultan Agung, raja Mataram pada bulan Oktober tahun 1641 yang merupakan persembahan (bukan upeti) terakhir yang dikirim kepada pemerintahan di Jawa ( Kesultanan Mataram).
[67] [68] [69] Semula Kerajaan Sambas diperintah oleh Dinasti Majapahit yang bergelar Pangeran Adipati/Panembahan Sambas, selanjutnya mulai tahun 1675 Tanah Sambas diperintah oleh Dinasti Brunei dan berubah menjadi kesultanan bernama Kesultanan Sambas.
Tahun 1855 Sambas digabungkan ke dalam Hindia Belanda sebagai ibu kota dari Karesidenan Sambas, yang membawahi kerajaan-kerajaan di Kalimantan Barat. {/INSERTKEYS}
{INSERTKEYS} [70] Pada abad ke-18 Pangeran Tamjidullah I berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan kepada dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata Dilaga sebagai Sultan yang pertama sebagai Panembahan Kaharudin Khalilullah. Pangeran Nata Dilaga yang menjadi raja pertama dinasti Tamjidullah I dalam masa kejayaan kekuasaannya, menyebutkan dirinya Susuhunan Nata Alam pada tahun 1772.
Putera dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan Hamidullah melarikan diri ke negeri Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang bernama Arung Tarawe (dan Ratu Dewi). Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu Kesultanan Banjar dengan pasukan orang Bugis yang besar pada tahun 1757, dan berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam.
Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan Pangeran Amir terpaksa melarikan diri kembali ke negeri Pasir. Beberapa waktu kemudian Pangeran Amir mencoba pula untuk meminta bantuan kepada para bangsawan Banjar di daerah Barito yang tidak senang kepada Belanda, karena di daerah Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran Nata kepada VOC.
Dalam pertempuran yang kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan dibuang ke Sri Langka pada tahun 1787. Sesudah itu diadakan perjanjian antara Kesultanan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC.
Dalam tahun 1826 diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, berdasarkan perjanjian dengan VOC yang terdahulu, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar. Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H.
Selain Sultan Adam al Watsiq Billah, perjanjian itu juga ditandatangani oleh Paduka Pangeran Ratu (Putra Mahkota), Pangeran Mangkubumi, Pangeran Dipati, Pangeran Ahmad dan disaksikan oleh para Pangeran lainnya.
Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kesultanan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinzaman. Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah: [71] • Kerajaan Banjar tidak boleh mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda. • Wilayah Kerajaan Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah menjadi bagian dibawah pemerintahan langsung Hindia Belanda. Wilayah-wilayah milik Hindia Belanda seperti tersebut dalam Pasal 4: • Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri Antasan Kecil.
• Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di Mantuil, • Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur pada Rantau Keliling dengan sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang Pulau Tatas. • Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru sampai Sungai Lumbah. • Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak.
{/INSERTKEYS}
• Segala Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai Mangkatip sampai terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala Marabahan. • Tanah Dayak Besar- Kecil dengan semua desa-desanya kiri kanan mulai dari Kuala Dayak mudik ke hulu sampai terus di daratan yang takluk padanya. • Tanah Mandawai. • Sampit • Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk padanya • Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.
• Desa Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan ke Timur sampai batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik sungai Pangeran samudra, Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur Gunung Pamaton sampai perbatasan dengan Tanah Pagatan.
• Negeri-negeri di pesisir timur: Pagatan, Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk padanya. • Penggantian Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda.
• Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri. • Beberapa daerah padang perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi, diserahkan pada Belanda. Semua padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya untuk berburu menjangan. Padang perburuan itu, meliputi: • Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu Maluka • Padang Bajingah • Padang Penggantihan • Padang Munggu Basung • Padang Taluk Batangang • Padang Atirak • Padang Pacakan • Padang Simupuran • Padang Ujung Karangan • Belanda juga memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan.
Kalau ditemukan intan yang lebih dari 4 karat harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan itu, sepersepuluhnya diserahkan pada Belanda.
Gambaran umum abad ke-19 bagi Kesultanan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, pangeran samudra berdautat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.
Pada tahun 1860, Kesultanan Banjar dihapuskan dan digantikan pemerintahan regent yang berkedudukan masing-masing pangeran samudra Martapura (Pangeran Jaya Pemenang) dan di Amuntai (Raden Adipati Danu Raja). Adat istiadat sembah menyembah tetap berlaku hingga meninggalnya Pangeran Suria Winata, Regent Martapura saat itu. Jabatan regent di daerah ini akhirnya dihapuskan pada tahun 1884. Berkas:Hindia Belanda 1930.gif Sistem Pemerintahan [ sunting - sunting sumber ] • Raja: bergelar Sultan/ Panambahan/ Ratu/ Susuhunan • Putra Mahkota: bergelar Ratu Anum/ Pangeran Ratu/ Sultan Muda • Perdana Menteri: disebut Perdana Mantri/ Mangkubumi/ Wazir, di bawah Mangkubumi: Mantri Panganan, Mantri Pangiwa, Mantri Bumi dan 40 orang Mantri Sikap, setiap Mantri Sikap memiliki 40 orang pengawal.
• Lalawangan: kepala distrik, kedudukannya sama seperti pada masa Hindia Belanda. • Sarawasa, Sarabumi dan Sarabraja: Kepala Urusan keraton • Mandung dan Raksayuda: Kepala Balai Longsari dan Bangsal dan Benteng • Mamagarsari: Pengapit raja duduk di Situluhur • Parimala: Kepala urusan dagang dan pekan (pasar). Dibantu Singataka dan Singapati. • Sarageni dan Saradipa: Kuasa dalam urusan senjata (tombak, ganjur), duhung, tameng, badik, parang, badil, meriam dll.
• Puspawana: Kuasa dalam urusan tanaman, hutan, perikanan, ternak, dan berburu • Pamarakan dan Rasajiwa: Pengurus umum tentang keperluan pedalaman/istana • Kadang Aji: Ketua Balai petani dan Perumahan. Nanang sebagai Pembantu • Wargasari: Pengurus besar tentang persediaan bahan makanan dan lumbung padi, kesejahteraan • Anggarmarta: Juru Bandar, Kepala urusan pelabuhan • Astaprana: Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan kesusasteraan.
• Kaum Mangkumbara: Kepala urusan upacara • Wiramartas: Mantri Dagang, berkuasa mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri, dengan persetujuan Sultan. • Bujangga: Kepala urusan bangunan rumah, agama dan rumah ibadah • Singabana: Kepala ketenteraman umum. Jabatan-jabatan pada masa Panembahan Kacil (Sultan Mustain Billah), terdiri: • Mangkubumi • Mantri Pangiwa dan Mantri Panganan • Mantri Jaksa • Tuan Panghulu • Tuan Khalifah • Khatib • Para Dipati • Para Pryai • Masalah-masalah agama Islam dibicarakan dalam rapat/musyawarah oleh Penghulu yang memimpin pembicaraan, dengan anggota terdiri dari: Mangkubumi, Dipati, Jaksa, Khalifah dan Penghulu.
• Masalah-masalah hukum sekuler dibicarakan oleh Jaksa yang memimpin pembicaraan dengan anggota terdiri dari Raja, Mangkubumi, Dipati dan Jaksa. • Masalah tata urusan kerajaan merupakan pembicaraan antara raja, Mangkubumi dan Dipati.
• Dalam hierarki struktur negara, di bawah Mangkubumi adalah Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan dalam suatu sidang negara adalah Raja, Mangkubumi, Panghulu, kemudian Jaksa. Urutan kalau Raja berjalan, diikuti Mangkubumi, kemudian Panghulu dan selanjutnya Jaksa. Kewenangan Panghulu lebih tinggi dari Jaksa, karena Panghulu mengurusi masalah keagamaan, sedangkan Jaksa mengurusi masalah keduniaan. • Para Dipati, terdiri dari para saudara raja, menemani dan membantu raja, tetapi mereka adalah kedua setelah Mangkubumi.
Sistem pemerintahan mengalami perubahan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah. Perubahan itu meliputi jabatan: • Mufti: hakim tertinggi, pengawas Pengadilan umum • Qadi: kepala urusan hukum agama Islam • Penghulu: hakim rendah • Lurah: langsung sebagai pembantu Lalawangan (Kepala Distrik) dan mengamati pekerjaan beberapa orang Pambakal (Kepala Kampung) dibantu oleh Khalifah, Bilal dan Kaum.
• Pambakal: Kepala Kampung yang menguasai beberapa anak kampung. • Mantri: pangkat kehormatan untuk orang-orang terkemuka dan berjasa, di antaranya ada yang menjadi kepala desa dalam wilayah yang sama dengan Lalawangan. • Tatuha Kampung: orang yang terkemuka di kampung. • Panakawan: orang yang menjadi suruhan raja, dibebas dari segala macam pajak dan kewajiban.
• Sebutan Kehormatan • Sultan, disebut: Tuan Yang Maha Mulia Paduka Pangeran samudra Sultan • Gubernur Jenderal VOC: Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur Jenderal. • Permaisuri disebut Ratu jika keturunan bangsawan atau Nyai Ratu jika berasal dari kalangan biasa, sedangkan para selir disebut Nyai. • Anak laki-laki raja bergelar Gusti (= Raden/Raden Aria pada zaman Hindu & awal Islam), dan jika anak permaisuri akan mendapat gelar Pangeran dan jika menjabat Dipati mendapat gelar berganda menjadi Pangeran Dipati.
Para Pangeran keturunan Sultan yang memerintah menurunkan gelar "Gusti" ini kepada keturunannya baik anak lelaki maupun wanita. Para Gusti (lelaki) yang sudah jauh garis keturunannya dengan Sultan yang memerintah hanya menurunkan gelar Gusti hanya kepada anak lelaki. • Anak perempuan raja bergelar Gusti (= Raden Galuh pada zaman Hindu), jika anak permaisuri akan mendapat gelar Putri dan setelah menikah mendapat gelar Ratu. • Andin, menurut Tutur Candi gelar tersebut untuk keturunan kerajaan Negara Daha yang telah dikalahkan oleh Sultan Suriansyah dan tidak diperkenankan lagi memakai gelar Pangeran.
• Antung, gelar untuk putera/puteri dari wanita "Gusti" yang menikah dengan orang kalangan biasa. Antung setara dengan gelar Utin (wanita) di Kotawaringin. • Seorang lelaki dari kalangan biasa yang menikah dengan puteri Sultan, akan mendapat gelar Raden. Raden juga merupakan gelar bagi pejabat birokrasi dari golongan Nanang/Anang misalnya gelar Raden Tumenggung, yang selanjutnya meningkat menjadi Raden Pangeran samudra. Menurut Hikayat Banjar, gelar Nanang diberikan untuk kalangan keluarga Ampu Jatmika yang disebut Kadang Pangeran samudra (haji= raja), sedangkan keluarga isteri Ampu Jatmika tidak mendapat gelar tersebut atau juga diberikan kepada lelaki dari kalangan biasa yang menikah dengan puteri Sultan misalnya Nanang Sarang (digunakan pada abad ke-17).
• Seorang lelaki keturunan Arab yang menikah dengan puteri Sultan akan mendapat gelar Pangeran Serip (Syarif), sedangkan puteri Sultan tersebut menjadi isteri permaisuri disebut Ratu Serip (Ratu Syarif). [72] Sultan Banjar [ sunting - pangeran samudra sumber ] Berikut pangeran samudra adalah daftar figur-figur pemimpin yang memerintah di Kesultanan Banjar yang disebut Paduka Seri Sultan Banjar atau Susunan Panembahan Banjarmasin.
[73] [74] [75] [76] [77] [78] [79] [80] [81] [82] [83] [84] [85] [86] No. Potret Masa Sultan Keterangan 1 pangeran samudra 1520- 1540 Sultan Suryanullah * Raja Banjarmasih. Nama lahirnya Raden Samudra, Raja Banjar pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di Kampung Banjarmasih yang menggantikan pamannya raja Pangeran Tumenggung (Raden Panjang), menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja Sukarama (Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha, padahal ia garis keturunan perempuan (menurut Hikayat Banjar versi resensi I).
Setelah turun tahta Pangeran Tumenggung pindah ke daerah Alai beserta seribu penduduk. Sultan Suryanullah dibantu mangkubumi Aria Taranggana. [27] Baginda memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, dia dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu Habang.
2 1540/ 1546- 1570 Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah * Raja Banjarmasih. Sultan Rahmatullah merupakan putera sulung Sultan Suryanullah, sedangkan Pangeran Anom/Pangeran di Hangsana merupakan putera kedua Sultan Suryanullah. Pangeran Anom/Pangeran di Hangsana menjabat sebagai Dipati.
Sultan Rahmatullah dibantu mangkubumi Aria Taranggana. [27] Pangeran samudra Sultan Rahmatullah terdapat di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Putih. 3 1570- 1595 Sultan Sultan Hidayatullah I bin Rahmatullah * Raja Banjarmasih. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Anggadipa. [27] Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta Panembahan Batu Irang.
Puteranya Raden Bagus dilantik sebagai raja muda dengan gelar Ratu Bagus, belakangan Ratu Bagus ditawan di Tuban oleh Sultan Mataram dan baru dibebaskan pada masa Sultan Mustain Billah. Trah keturunan Sultan Hidayatullah I menjadi Datu-datu Taliwang dan Sultan- sultan Sumbawa. Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II/Gusti Mesir Abdurrahman/Dewa Pangeran (Sultan Sumbawa (1763 - 1766) merupakan seorang keturunan Raja Banjar yang menjadi menantu Sultan Sumbawa.
Kemudian dia dilantik sebagai Sultan Sumbawa berikutnya oleh Datu Taliwang (raja daerah Taliwang yang juga keturunan Raja Banjar Sultan Hidayatullah I). [87] 4 1595-1636/ 1642 Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah I * Raja Banjarmasih/Raja Martapura. Nama lahirnya Raden Senapati, diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari permaisuri meskipun ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai Jayanagara, dilanjutkan sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara.
Gelar lain: Raden Kushil/Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar yang dimasyhurkan Marhum Panembahan. Dia memindahkan ibu kota ke sebelah hulu setelah mendapat serangan dari VOC Belanda dan memberi nama ibu kota baru Martapura.
[27] Oleh Suku Dayak yang menghayati Kaharingan baginda dianggap hidup sebagai sangiang di Lewu Tambak Raja dikenal sebagai Raja Helu Maruhum Usang.
Pada bulan Oktober 1641 baginda mengirim utusan yang membawa hadiah persembahan (bukan upeti) kepada Sultan Mataram sebagai tanda persahabatan. Sekitar tahun 1635 hubungan Banjar dan Mataram mengalami ketegangan, namun mulai membaik sejak tahun 1637. Keturunannya menjadi Sultan-sultan Banjar dan Pangeran Ratu Kotawaringin.
5 1636/ 1642- 1645 Pangeran Dipati Tuha 1 bergelar Sultan Inayatullah bin Sultan Mustain Billah * Raja Martapura. Sultan Inayatullah ( Pangeran Dipati Tuha [ke-1]) merupakan putera sulung Sultan Mustain Billah, sedangkan Pangeran Dipati Anom [ke-1] merupakan putera kedua Sultan Mustain Billah. Setelah dilantik sebagai mangkubumi/Kepala Pemerintahan maka Pangeran Dipati Anom [ke-1] memperoleh gelar Pangeran di Darat. Sultan Inayatullah juga bergelar Ratu Agung.
Ia dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera ketiga Sultan Mustain Billah kemudian dilantik menjadi raja daerah di wilayah perbatasan sebelah barat yang disebut Kerajaan Kotawaringin.
6 1645- 1660 Pangeran Kasuma Alam bergelar Sultan Saidullah bin Sultan Inayatullah * Raja Martapura. Nama lahirnya Raden Kasuma Alam. Sultan Saidullah memiliki saudara sebapak yaitu Raden Kasuma Lelana. Kepala Pemerintahan/mangkubumi tetapa dipegang Pangeran di Darat yang kini bergelar Panembahan di Darat.
Setelah wafatnya Panembahan di Darat jabatan mangkubumi dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir dilanjutkan paman tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit). Terdapat masa kekosongan Sultan selama setahun sebelum dia ditabalkan, dan menjalankan "kekuasaan" saat itu adalah mangkubumi Pangeran di Darat.
[27] Gelar lain: Wahidullah/ Ratu Anum/Ratu Anumdullah/Sultan Ratu. Sultan Ratu memiliki dua putera yaitu Pangeran Suria Angsa (Raden Bagus/Sultan Amrullah) dan Pangeran Suria Negara (Raden Basus/Pangeran Dipati Tuha).
[88] Keturunannya menjadi Raja-raja Banjar dan Tanah Bumbu. 7 1660- 1663 Pangeran Tapesana bergelar Sultan Ri'ayatullah bin Sultan Pangeran samudra Billah * Raja Martapura. Nama lahirnya Raden Halit. Ia sebagai temporary king/badal menjadi pelaksana tugas bagi Raden Bagus, Putra Mahkota yang belum dewasa. Sebagai Penjabat Sultan dengan gelar resmi dalam khutbah Sultan Rakyatullah (Rakyat Allah).
Pemerintahannya dibantu mangkubumi keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati bin Pangeran Dipati Antasari. Gelar lain: Pangeran Dipati Tapasena/ Pangeran Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit.
Pada tahun 1663 ia dipaksa menyerahkan tahta kepada cucu tirinya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung yang berpura-pura akan menyerahkan tahta kepada Putra Mahkota Raden Bagus tetapi ternyata untuk dirinya sendiri yang hendak menjadi Sultan. [27] 8 1663- 1679 Sultan Amrullah Bagus Kasuma pangeran samudra Sultan Saidullah * Nama lahirnya Raden Bagus.
Masa pemerintahannya sering ditulis tahun 1660-1700. Pada tahun 1660-1663 ia diwakilkan oleh Sultan Rakyatullah dalam menjalankan pemerintahan karena ia belum dewasa.
Pada tahun 1663 paman tirinya Pangeran Dipati Anom II/Sultan Agung merampas tahta dari Sultan Rakyatullah, yang semestinya dirinyalah sebagai ahli waris yang sah sebagai Sultan Banjar berikutnya. [27] Sementara itu ia telah dilantik oleh Pangeran Tapesana/Sultan Rakyatullah dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma.
Tahun 1663-1679 ia sebagai raja pelarian yang memerintah dari pedalaman ( Alay) 9 1663- 1679 Pangeran Kasuma Lelana bergelar Sultan Agung/Pangeran Suria Nata (ke-2) bin Sultan Inayatullah * Raja Banjarmasih. Nama lahirnya Raden Kasuma Lalana kemudian bergelar Pangeran Dipati Anom II setelah menjadi Sultan disebut Sultan Dipati Anom.
[27] Ia mengambil hak kemenakannya Raden Bagus pangeran samudra Sultan Banjar, setalah mengambil alih jabatan Wali (Pemangku) sultan yang dijabat oleh Pangeran Ratu Sultan Ri'ayatullah. Ia dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pusat pemerintahan ke Sungai Pangeran (Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu mangkubumi Pangeran Aria Wiraraja, putera dari Pangeran Ratu Sultan Ria'ayatullah. Sebagai raja muda ditunjuk adik kandungnya, Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan dengan saudara kakeknya Pangeran Ratu (Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai mangkatnya pada tahun 1666.
10 1679- 1700 Pangeran Suria Angsa bergelar Sultan Amarullah Bagus Kasuma (Sulthan Tahlilloellah 1 ?) bin Sultan Saidullah * Raja Kayu Tangi. Pangeran Suria Angsa (Raden Bagus) pewaris tahta Sultan Banjar yang sah setelah tersingkir dari istana kemudian lari ke daerah Alay (1663-1679) untuk menyusun kekuatan dan berhasil kembali ke ibukota untuk membinasakan pamannya tirinya Sultan Agung/Sultan Dipati Anom beserta anaknya Pangeran Dipati, kemudian ia naik tahta kedua kalinya.
Saudara tirinya Raden Basus/Suria Negara/Pangeran Dipati Tuha diangkat sebagai Raja daerah Negara, yang kemudian membangun kerajaan Tanah Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Aru pangeran samudra Tanjung Silat yang diperuntukan bagi anaknya yaitu Pangeran Mangu, anak lainnya Pangeran Citra menjadi Sultan Kelua.
11 1700- 1717 Pangeran Suria Alam bergelar Sultan Tahmidullah I/Panembahan Kuning bin Sultan Amarullah Bagus Kasuma * Raja Kayu Tangi. Pangeran samudra I (Sulthan Tahlilloellah 2 ?) memiliki dua putera dewasa, yang tertua adalah Sultan Ilhamidullah/Sultan Kuning/Sultan Badarul Alam dan yang kedua Sultan Sepuh/Tamjidullah I. [89] [90] Sedangkan penguasa daerah Negara dijabat oleh Pangeran Mas Dipati [91]Trah keturunan Sultan Tahmisillah Pangeran samudra menjadi Sultan- sultan Sumbawa.
Sultan Muhammad Jalaluddin Syah II/Gusti Mesir Abdurrahman/Dewa Pangeran (Sultan Sumbawa (1763 - 1766) merupakan seorang putera dari Pangeran Aria bin Sultan Tahmidillah (ke-1).
Sebagai menantu Sultan Sumbawa. kemudian dia dilantik sebagai Sultan Sumbawa berikutnya oleh Datu Taliwang (raja daerah Taliwang yang juga keturunan Raja Banjar Sultan Hidayatullah I). [92] 12 1717- 1730 Panembahan Kusuma Dilaga * Raja Kayu Tangi. Ia adalah mangkubumi dan adik sultan sebelumnya. Iparnya yang bernama Raden Jaya Negara dilantik sebagai penguasa daerah Negara 13 1730- 1734 Sultan il-Hamidullah/Sultan Kuning bin Sultan Tahmidullah I * Raja Kayu Tangi.
Gelar lain: Sultan Kuning atau Pangeran Bata Kuning. [93] Panglima perang dari La Madukelleng menyerang Banjarmasin pada tahun 1733 14 1734- 1759 Sultan Tamjidullah I bin Sultan Tahmidullah I * Raja Kayu Tangi.
Gelar lain: Sultan Sepuh/Panembahan Badarulalam. [93] Raja Kayu Tangi. Ia semula mangkubuminya Sultan Kuning, kemudian setelah mangkatnya Sultan Kuning, ia bertindak sebagai wali Putra Mahkota Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah gelar Ratu Anom yang belum dewasa.
Tamjidullah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah (Penembahan Hirang) dilantik sebagai mangkubumi. [94] Tamjidullah I mangkat 1767. 15 1759- 1761 Sultan Muhammadillah/ Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Il-Hamidullah/Sultan Kuning * Raja Kayu Tangi. Ia menggantikan mertuanya Sultan Sepuh/Tamjidullah I sebagai Sultan Banjar. Setelah itu mantan Sultan Sepuh tidak lagi memakai gelar Sultan tetapi hanya sebagai Panembahan.
Sebagai mangkubumi adalah Pangeran Nata dengan gelar Ratu Dipati, putera Sultan Sepuh. Gelar lain: Sultan Muhammadillah/Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan kembali dibawah kekuasaan mangkubumi Tamjidillah I tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota.
16 1761- 1801 Sunan Nata Alam (Pangeran Mangkubumi) bin Sultan Tamjidullah I * Raja Kayu Tangi. Tahun 1771 ia memindah ibu kota ke Martapura yang dinamakan Bumi Selamat. Semula sebagai wali Putra Mahkota dengan gelar Panembahan Kaharuddin Halilullah.
Pamannya yang bernama Pangeran Mas menjadi mangkubumi dengan gelar Ratu Anom Kasuma Yuda (mangkubumi Sultan Tahmidullah II). Ratu Anom Kasuma Yuda kemudian wafat dan digantikan Ratu Anom Ismail pangeran samudra Ratu Anom Mangkubumi Sukma Dilaga.
[94] Gelar lain: Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah( 1762)/Amirul Mu'minin Abdullah(1762)/Sunan Sulaiman Saidullah I(1787)/Panembahan Batu ( 1797)/Panembahan Anom.
Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan Pangeran Tërawei atau Patta To Rawé (anak Aroe Singkang) pimpinan suku Bugis- Paser yang mengalami kegagalan, kemudian Pangeran Amir menjalin hubungan dengan suku Bakumpai dan akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian 13 Agustus 1787 yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau daerah protektorat, bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan persetujuan VOC.
Sultan Tahmidullah II mempunyai saudara perempuan bernama Ratu Laiya yang menikah dengan Sultan Muhammad dari Pangeran samudra. [95] 17 1801- 1825 Pangeran samudra Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah II bin Tahmidullah II * Menurut tradisi suksesi di kesultanan Banjar yang berlaku saat itu, maka putera sulung dari permaisuri akan dilantik sebagai Sultan Muda dan putera kedua akan dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) untuk menggantikan mangkubumi sebelumnya yang meninggal dunia.
Baginda dilantik sebagai Sultan Muda atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 pangeran samudra berusia 6 tahun. Adiknya yaitu Pangeran Mangku Dilaga/Pangeran Ismail kemudian dilantik sebagai mangkubumi dengan gelar Ratu Anom Mangku Dilaga/Ratoe Anom Ismail. Belakangan Ratoe Anom Ismail dihukum bunuh oleh Sultan Sulaiman Saidullah karena diduga akan merencanakan kudeta, sehingga jabatan mangkubumi berikutnya jatuh kepada putera kedua Sultan Sulaiman Saidullah yang bernama Pangeran Husin.
Sebagai mangkubumi Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangku Bumi Nata, jadi ia merupakan adik Sultan Adam - anak sulung Sultan Sulaiman Saidullah. [96] Pada masa itu wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris, namun Inggris melepaskan kekuasaannya atas Banjarmasin.
Kemudian Pemerintahan Hindia Belanda datang kembali ke Banjarmasin untuk menegaskan kekuasaannya. Sultan Sulaiman digantikan anaknya Sultan Adam. Keturunannya menjadi Sultan Banjar dan raja-raja Kusan, Batulicin dan Pulau Laut. Di antaraputera-puterinya adalah Ratu Mashud (ibunda Pangeran Antasari) dan Pangeran Singosari yang menurunkan Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah. 18 1825- 1857 Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah * Baginda mendapat gelar Sultan Muda sejak tahun 1782, selanjutnya ia menggantikan ayahandanya sebagai Sultan Banjar.
Ia dibantu adiknya Pangeran Husin bergelar Pangeran Mangku Bumi Nata sebagai mangkubumi. Setelah wafatnya Pangeran Mangku Bumi Nata maka putera kedua Sultan Adam yaitu Pangeran Noh dilantik sebagai mangkubumi (Pangeran Mangkubumi) dengan gelar Ratoe Pangeran samudra Mangkoeboemi Kentjana oleh Belanda pada 1842, sedangkan putera sulung yaitu Pangeran Ratu dilantik sebagai Sultan Muda dengan gelar Sultan Muda Abdul Rahman.
Untuk memperoleh calon Pangeran Mahkota berikutnya maka Sultan Muda dinikahkan dengan sepupunya pangeran samudra dari mangkubumi. [97] Setelah wafatnya Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana maka pemerintah kolonial Belanda melantik putera dari selir Sultan Muda Abdul Rahman yang bernama Pangeran Tamjidillah (ke-2) untuk mengisi jabatan mangkubumi (pada saat Sultan Muda Abdul Rahman masih hidup).
Ketika Sultan Muda Abdul Rahman mangkat (sebelum sempat menjabat sebagai Sultan Banjar) maka Belanda melantik Tamjidullah II sebagai Sultan Muda sejak 8 Agustus 1852 sambil merangkap jabatan mangkubumi yang sudah dijabat sebelumnya. Hal ini melanggar adat keraton biasanya mangkubumi dan Sultan Muda dijabat oleh orang yang berbeda, karena sepatutnya Sultan Muda dijabat oleh putera sulung dari permaisuri.
Sultan Adam menolak pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda, karena ia menginginkan Pangeran Hidayatullah II untuk jabatan tersebut. Namun setelah wafatnya Sultan Adam, malahan Pangeran Tamjidullah II tetap dilantik pemerintah kolonial Belanda sebagai Sultan Banjar untuk menggantikan sultan Adam, dan sehari kemudian Tamjidullah II menandatangani surat pengasingan pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom untuk diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858. Tahun 1853 Sultan Adam sebenarnya sudah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (calon Sultan) dibatalkan.
Sebagai tandingan Sultan Muda Tamjidullah, tahun 1855 Sultan Adam melantik puteranya Pangeran Prabu Anom (adik almarhum Sultan Muda Abdul Rahman) sebagai Raja Muda. Kemudian Pangeran samudra Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah II sebagai Sultan Pangeran samudra penggantinya dan Pangeran Prabu Anom sebagai Mangkubumi, surat wasiat inilah yang menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan dan rakyat Banjar terhadap kolonial Hindia Belanda [98] 19 1857- 1859 Sultan Tamjidullah II al-Watsiq Billah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam *Sejak 1851 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi (sewaktu Sultan Muda Abdurrahaman masih hidup) untuk menggantikan Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana (adik Sultan Muda Abdurrahaman) yang meninggal dunia, tidak hanya itu kemudian pada tahun 1852 ia dilantik Belanda menjadi Sultan Muda (merangkap mangkubumi) menggantikan ayahnya Sultan Muda Abdurrahman yang mangkat pada 5 Pangeran samudra 1852, walaupun pelantikannya sebagai Sultan Muda ini tidak disetujui kakeknya Sultan Adam.
Pada 3 November 1857 Tamjidullah II diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Jalur suksesi menurut tradisi kesultanan Banjar, untuk promosi jabatan putera-putera dari seorang Sultan yang bertahta, maka putera permaisuri yang sulung dilantik sebagai Sultan Muda dan seorang putera yang lainnya akan dilantik sebagai mangkubumi (jabatan bergengsi kedua setelah Sultan).
Pelantikan Tamjidullah II ini sengaja dibuat salah oleh Belanda. Tamjidullah II memiliki tanah lungguh di Kota Banjarmasin karena itu sebagian rakyat dan ulama Banjarmasin mendukungnya. Banjarmasin menurut tradisi berada di bawah otoritas putera tertua Sultan. Pengangkatan Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri.
Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Bogor. Sultan Seman, mertua Tamjidullah II ditangkap dan dihukum gantung dengan empat orang pengikutnya dengan tuduhan melakukan pemberontakan. Sebagai pengganti jabatan Sultan Banjar yang kosong, Belanda melantik komisi pemerintahan kerajaan yang terdiri atas Pangeran Surya Mataram dan Pangeran Muhammad Tambak Anyar.
Sementara Sultan Muda menghindari penangkapan Belanda melarikan diri ke pulau Sumatera.
20 1859- 1862 Sultan Hidayatullah Halilillah bin Pangeran Ratu Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam * Nama lahirnya adalah Gusti Andarun, kemudian sebagai mangkubumi ia memakai gelar Pangeran Hidayatullah.
Ia dikenal sebagai Sultan tanpa mahkota. Sesuai wasiat Sultan Adam ia sebagai Sultan Banjar penggantinya. Pangeran samudra 9 Oktober 1856 ia dilantik Belanda sebagai mangkubumi tetapi diam-diam ia menjadi oposisi Tamjidullah II, misalnya dengan pangeran samudra Kiai Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan adipati Banua Lima Kiai Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan Tamjidullah II.
Pangeran Hidayatullah II memiliki tanah lungguh meliputi Alai, Paramasan, Amandit, Karang Intan, Margasari dan Basung. Perjuangan Sultan Hidayatullah II dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman yang memegang pusaka kerajaan Keris Singkir dan Tombak Kalibelah. [99] Ketika berada di Banua Lima pada bulan September 1859, ia dilantik di Amuntai oleh rakyat Banua Lima sebagai Sultan Banjar, dan Pangeran Wira Kasuma sebagai mangkubumi.
Pelantikan ini untuk memenuhi angan-angan rakyat Banua Lima walaupun bersifat marjinal karena pada dasarnya seluruh wilayah berada dalam kekuasaan Belanda. Penobatanya ini pada umumnya disetujui pula oleh rakyat yang berada di Banua Lima maupun di luar Banua Lima. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar yang digantikan komisi kerajaan yang terdiri atas Pangeran Suria Mataram (anak Sultan Adam), Pangeran Mohammad Tambak Anyar (anak Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana), Pangeran Hamim (anak Sultan Sulaiman), Pangeran Achmid (anak Sultan Sulaiman), Pangeran Dullah, Pangeran Adi Kusuma, Pangeran Djaija Samitra, Kia Patih Guna Wijaya, Kia Wira Yuda, Kiai Rana Manggala dan Kiai Mangun Rasmi.
Sultan Hidayatullah II pada 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur 21 1862 Pangeran Antasari bin Pangeran Mashud bin Sultan Amir [100] bin Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah * Raja Bakumpai dan Tanah Dusun. Pada 14 Maret 1862, yaitu setelah 11 hari Pangeran Hidayatullah II diasingkan ke Cianjur, rakyat Tanah Dusun, Siang dan Murung memproklamasikan pengangkatan Pangeran Antasari sebagai pimpinan tertinggi dalam kerajaan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin.
Khalifah ini dibantu Tumenggung Surapati sebagai panglima perang. Pusat perjuangan di Menawing, pedalaman sungai Barito, Murung Raya, Kalteng. Dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional, wafat 11 Oktober 1862 pangeran samudra kampung Sampirang, Bayan Begak, karena penyakit cacar. Dimakamkan kembali 11 November 1958 di Komplek Makam Pangeran Antasari, Banjarmasin.
22 1862- 1905 Sultan Muhammad Seman bin Pangeran Antasari Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin * Raja Pagustian/Kastapura. [101] Sebagai kepala Pemerintahan Pagustian meneruskan perjuangan ayahnya, Pangeran Antasari melawan kolonial Belanda dengan dibantu kakaknya Panembahan Muda/Gusti Muhammad Said sebagai mangkubumi dan Panglima Batur sebagai panglima perang.
Ia melantik menantunya Pangeran Perbatasari bin Panembahan Muhammad Said sebagai Mangkubumi menggantikan almarhum ayahandanya. Pangeran Perbatasari tertangkap di daerah Pahu, Kutai Barat dan dibuang ke Kampung Jawa Tondano. Sultan Muhammad Seman sempat mengirim Panglima Bukhari ke Kandangan untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Muhammad Seman gugur pada 24 Januari 1905 ditembak Belanda yang mengakhiri Perang Banjar dan banyak para pahlawan pejuang yang tertangkap, Pangeran Aminullah (menantu Pangeran Prabu Anom) dibuang ke Surabaya, Ratu Zaleha diasingkan ke Bogor, keturunan Tumenggung Surapati yang tertangkap diasingkan ke Bengkulu, dan sebagai penerus Sultan Pangeran samudra Seman adalah Gusti Berakit.
Negeri Banjar menjadi sepenuhnya di bawah pemerintahan Residen Belanda dilanjutkan Gubernur Haga, Pimpinan Pemerintahan Civil, Pangeran Musa Ardi Kesuma (Ridzie Zaman Jepang), Pangeran Muhammad Noor (Gubernur Kalimantan Pangeran samudra, sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Selatan.
23 2010 Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah bin Gusti Jumri bin Gusti Umar bin Pangeran Haji Abubakar bin Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman al-Mu'tamidullah *Sultan Haji Khairul Saleh Al-Mu'tashim Billah zuriat dari Pangeran Singosari bin Sultan Sulaiman.
Pada masa kemelut Perang Banjar, hanya Pangeran Singosari (saudara Sultan Adam) dan Pangeran Surya Mataram (anak Sultan Adam) yang masih dipercaya oleh rakyat Banjar sebagai tempat mengadukan segala permasalahan pada masa itu. Pangeran Singosari merupakan "perwakilan" Kesultanan Banjar di Banua Lima. Setelah lama mengalami kevakuman, para zuriat Kesultanan Banjar bertekad "Maangkat Batang Tarandam" untuk menghidupkan kembali Kesultanan Banjar.
Maka melalui musyawarah Tinggi Adat, para zuriat yang tergabung dalam Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar (LAKKB), pada 24 Juli 2010 resmi menganugerahkan gelar Pangeran dan menobatkan Gusti Khairul Saleh (Bupati Kabupaten Banjar 2005-2015) sebagai Raja Muda Banjar Diarsipkan 2013-04-05 di Wayback Machine.
dan seterusnya diangkat menjadi Sultan Banjar. • Pelarian Lima Pangeran Diarsipkan 2010-12-22 di Wayback Machine.sultan sulaiman Referensi [ sunting - sunting sumber ] Rujukan [ sunting - sunting sumber ] • Paul Michel Munoz, Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Malaysia, Mitra Abadi, Maret 2009. • Hikayat Banjar • (Inggris) Han Knapen, Forests of fortune?: the environmental history of Southeast Borneo, 1600-1880, Jilid 189 dari Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde, KITLV Press, 2001, ISBN 90-6718-158-7, 9789067181587 • Pangeran Shuria Rum.
Martapura, 1986. Riwayat Perjuangan Pangeran Hidayatullah. • Pangeran Shuria Rum, Ranji/Silsilah Raja/Sultan Kerajaan Banjar Versi Pedatuan, Makalah pada Acara Sarasehan Sejarah Kerajaan Banjarmasin, Banjarmasin, 12 Mei 2003.
Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] • (Indonesia) 20 Tokoh Dapat Gelar dari Kesultanan Banjar • (Indonesia) Kesultanan Banjar Pertahankan aksara Arab Melayu Banjar • (Indonesia) Sultan Adam al Watsiqubillah Pangeran samudra 2016-03-06 di Wayback Machine.
• (Indonesia) Banjar Kesultanan, Indonesia • (Indonesia) Lembaga Adat dan Kekerabatan Kesultanan Banjar • (Inggris) Daftar Sultan Banjar dalam Regnal Chronologies Diarsipkan 2018-01-11 di Wayback Machine. • (Indonesia) Daftar Sultan Banjar dalam Indonesian Traditional States II • (Indonesia) Silsilah Sultan Banjar-Pulau Laut versi Gusti Abdul Aziz • (Indonesia) Sejarah Kerajaan Banjar di MelayuOnline.com Diarsipkan 2007-11-21 di Wayback Machine.
• (Inggris) Territorial Expansion and Contraction in the Malay Traditional Polity as Reflected in Contemporary Thought and Administration • (Indonesia) Kepercayaan Masyarakat Talan Terhadap Danau Undan di Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong Diarsipkan 2017-07-09 di Wayback Machine. • (Indonesia) Kerajaan Banjar • (Belanda) Banjer-Massin - Overzicht van de vestigingen van de Verenigde Oostindische Compagnie Catatan kaki [ sunting - sunting sumber ] • ^ (Belanda) van Rees, Willem Adriaan (1865).
De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart. 1. D. A. Thieme. hlm. 9. • ^ (Inggris) (1846) Elijah Coleman Bridgman, Samuel Wells Williams (ed.). The Chinese repository. 15. hlm. 506. • ^ "Borneo, 1800-1857". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-05. Diakses tanggal 2011-07-22. • ^ Sesudah di Pemakuan, keraton sempat dibangun di Amuntai tetapi batal didiami karena Marhum Panembahan mendapat mimpi bahwa Pangeran Suryanata melarangnya menjadikan Amuntai sebagai ibukota kembali karena negeri lawas itu sudah rusak (Hikayat Banjar) • ^ a b (Inggris) J.
H., Moor (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands .
2. D. Appleton. 1865. hlm. 571. • ^ (Inggris) Houtsma, M. Th. E. J. Brill's first encyclopaedia of Islam 1913-1936. BRILL. hlm. 647. ISBN 9004082654. ISBN 978-90-04-08265-6 • ^ KALIMANTAN SELATAN • ^ "Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjar" (PDF).
Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-07-03. • ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan pangeran samudra kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 85. Pangeran samudra 9794074098. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis ( link) ISBN 978-979-407-409-1 • ^ (Belanda) Van Doren, J.
B. J (1860). Bydragen tot de kennis van verschillende overzeesche landen, volken, enz. 1. J. D. Sybrandi. • ^ (Inggris) Ooi, Keat Gin. Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. 3. ABC-CLIO, 2004. hlm. 211. ISBN 1576077705. ISBN 978-1-57607-770-2 • ^ (Inggris) Brookes, Richard (1843). Brookes's Universal gazetteer: re-modelled and brought down to the present time. E.H. Butler. hlm. 73. • ^ "Reconstructie van het archief van de VOC-vestiging" (PDF).
Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-02-21. Diakses tanggal 2011-08-04. • ^ http://www.antaranews.com/berita/345233/khairul-saleh-dikukuhkan-jadi-sultan-banjar • pangeran samudra (Indonesia) J. U. Lontaan (1985). Menjelajah Kalimantan. Penerbit Baru. hlm. 141. • ^ (John McMeekin, 15 Januari 2011). Bendera Banjar • ^ a b c (Belanda) Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (1860).
Tijdschrift voor Indische taal- land- en volkenkunde. 9. Lange. hlm. 94. • ^ (Indonesia) Chambert-Loir, Henri (2004). Kerajaan Bima dalam sastra dan sejarah. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 121. ISBN 9799100119. Parameter -coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan ( -author= yang disarankan) ( bantuan) ISBN 978-979-9100-11-5 • ^ (Indonesia) Tajib, H.
Abdullah (1995). Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: Harapan Masa PGRI. • ^ (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara.
PT LKiS Pelangi Pangeran samudra. hlm. 70. ISBN 9798451163. ISBN 978-979-8451-16-4 • ^ Goh Yoon Pong, Trade and Politics in Bandjermasin 1700-1747, Disertation University of London, 1969 • ^ a b Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung, Grafitipers, 1986 • ^ (Inggris) (2007) "Mataram's overseas empire". Digital Atlas of Indonesian History. Robert Cribb. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-13. Diakses tanggal 11 August 2011.
• ^ a b c d e f g h i j k l (Melayu) Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X Kesalahan pengutipan: Tanda tidak sah; nama "hikayat banjar" pangeran samudra berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda tidak sah; nama "hikayat banjar" didefinisikan berulang dengan isi berbeda • ^ (Belanda) van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neêrlands vroegste betrekkingen met Borneo, den Solo-Archipel, Cambodja, Siam en Cochin-China: een nagelaten werk.
J. H. Scheltema. hlm. 23. Parameter -coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan ( -author= yang disarankan) ( bantuan) • ^ (Inggris) Ooi, Keat Gin (2004). Southeast Asia: a historical encyclopedia, from Angkor Wat to East . 3. ABC-CLIO. hlm. 211. ISBN 9781576077702. ISBN 1-57607-770-5 • ^ (Indonesia) Kartodirdjo, Sartono (1993).
Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium. Gramedia. hlm. 121. ISBN 9794031291. ISBN 978-979-403-129-2 • ^ (Indonesia) M. Shaleh Putuhena, Historiografi haji Indonesia, PT LKiS Pelangi Aksara, 2007 ISBN 979-25-5264-2, 9789792552645 • ^ (Inggris) John Bucknill, The coins of the Dutch East Indies: an introduction to the study of the series, sian Educational Services, 2000 ISBN 81-206-1448-8, 9788120614482 • ^ (Inggris) Templat:Cite boo • ^ (Inggris) Lembaga Kebudajaan Indonesia (1814).
Verhandelingen. 7. 's Hage. hlm. 23.
• ^ http://www.google.com/culturalinstitute/asset-viewer/sultan-banjar-throne/8AFRvwq9NJHSTw?hl=en • ^ "Borneo in the 15th and 16th centuries". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-05. Diakses tanggal 2011-06-25. • ^ "Borneo, ca 1750 (abad ke-18)". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-10. Diakses tanggal 2011-06-25. • ^ (Inggris) (1848) "The Journal of the Indian archipelago and eastern Asia".
2: 438. • ^ (Inggris) Pinkerton, John (1812). A pangeran samudra collection of the best and most interesting voyages and travels in all parts of the world: many of which are now first translated into English : digested on a new plan. 11. Longman. hlm. 111. • ^ (Belanda) Rees, Willem Adriaan (1865). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863.
D. A. Thieme. hlm. 2. • ^ Bondan, A.H.K.; Suluh Sedjarah Kalimantan, Padjar, Banjarmasin, 1953. • ^ (Inggris) Cook, James (1790). A collection of voyages round the world: performed by royal authrity. Containing a complete pangeran samudra account of Captain Cook's first, second, third and last voyages, undertaken for making new discoveries, &c. . Printed for A. Millar, W. Law, and R. Cater. hlm. 1095. • ^ (Inggris) Brookes, Richard (1838). The London general gazetteer; or, compendious geographical dictionary.
T. Tegg and Son. hlm. 61. • ^ (Inggris) Smedley, Edward (1845). Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge. hlm. 713. • ^ a b (Inggris) Malayan miscellanies (1820).
Malayan miscellanies. hlm. 7. Kesalahan pengutipan: Tanda tidak sah; nama "Malayan miscellanies" didefinisikan berulang dengan pangeran samudra berbeda • ^ (Belanda) Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia, Madjalah ilmu alam untuk Indonesia (1856).
Indonesian journal for natural science. 10-11. • ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19.
PT Balai Pustaka. ISBN 9794074101. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-22. Diakses tanggal 2011-04-02. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list ( link) ISBN 978-979-407-410-7 • ^ Migrasi Orang Banjar di Kalimantan Catatan kecil pola migrasi antar kawasan • ^ Martapura, [[Distrik Riam Kanan-Riam Kanan atau Kayu Tangi), Distrik Riam Kanan • ^ (Inggris) Thorn, Sir William (2004).
The conquest of Java. Tuttle Publishing. ISBN 0794600735. ISBN 978-0-7946-0073-0 • ^ (Inggris) Jedidiah Morse, Aaron Arrowsmith, Samuel Lewis (1819). The American universal geography: or, A view of the present state of all the kingdoms, states and colonies in the known world. (edisi ke-7). Published by Lincoln & Edmands, S.T. Armstrong, West, Richardson & Lord. hlm. 687. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: pangeran samudra list ( link) • ^ (Inggris) Hamilton, Walter (M.
R. A. S.) (1828). The East Indian Gazetteer: Containing Particular Descriptions of the Empires, Kingdoms, Pangeran samudra, Provinces, Cities, Towns, Districts, Fortresses, Harbours, Rivers, Lakes, &c. of Hindostan, and the Adjacent Countries, India Beyond the Ganges, and the Eastern Archipelago; Together with Sketches of the Manners, Customs, Institutions, Agriculture, Commerce, Manufactures, Revenues, Population, Castes, Religion, History, &c.
of Their Various Inhabitants. Printed for Parbury, Allen and Co. • ^ (Indonesia) Kartodirdjo, Sartono (1987). Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari emporium sampai imperium. Indonesia: Gramedia. hlm. 121. ISBN 9794031291. ISBN 978-979-403-129-2 • ^ (Belanda) Staatsblad van Nederlandisch Indië, s.n., 1849 • ^ (Inggris) A Gazetteer of the world: or, Dictionary of geographical knowledge, compiled from the most recent authorities, and forming a complete body of modern geography -- physical, political, statistical, historical, and pangeran samudra, Volume 5.
A. Fullarton. 1856. Parameter -first1= tanpa -last1= di Authors list ( bantuan) • ^ (Inggris) pangeran samudra Journal of the Indian archipelago and eastern Asia". 2. 1848: 438. • ^ (Inggris) Ongsotto, Ongsotto; et al. (2002). Philippine History Module-based Learning I' 2002 Ed.
Rex Bookstore, Inc. ISBN 9789712334498. Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al. yang eksplisit ( link) ISBN 971-23-3449-X • ^ (Inggris) Balfour, Edward (1885). The cyclopædia of India and of eastern and southern Asia, commercial industrial, and scientific: products of the mineral, vegetable, and animal kingdoms, useful arts and manufactures, Jilid 2.
Bernard Pangeran samudra. • ^ (Jerman) Waitz, Theodor (1865). [ Anthropologie der naturvölker: Die Völker der Südsee. Pt.1 Die Malaien. Pt.2. Die Mikron esier und nordwestlichen Polynesier Periksa nilai -url= ( bantuan). F. Fleischer. Parameter -coauthors= yang tidak diketahui mengabaikan ( -author= yang disarankan) ( bantuan) • ^ (Jerman) Berlin, Gesellschaft für Erdkunde (1867). Zeitschrift der Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin: zugl.
Organ d. Deutschen Geographischen Gesellschaft, Volume 2. Gesellschaft für Erdkunde. • ^ (Jerman) Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin, Gesellschaft für Erdkunde zu Berlin (1867). Zeitschrift.
D. Reimer. • ^ (Belanda) Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia, Madjalah ilmu alam untuk Indonesia. Indonesian journal for natural science, Volume 2, 1851 • ^ Cabang-cabang Kerajaan Tanjungpura/Sukadana merupakan sebagian besar Kalbar seperti Kerajaan Tayan, Kerajaan Meliau, Kerajaan Sekadau, Kerajaan Mempawah, tidak termasuk Sambas, Landak, Sanggau, Sintang dan Mlawai/Melawi.
Belakangan Sanggau ditaklukan Sultan Pontianak atas perintah VOC • ^ (Inggris) Soekmono, Soekmono (1981). Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 3. Kanisius. ISBN 9794132918. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-19. Diakses tanggal 2011-04-11. ISBN 978-979-413-291-3 Diarsipkan 2015-01-19 di Wayback Machine. • ^ (Inggris) Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (1861). "Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië".
23 (1-2): 218. • ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1857). "Tijdschrift voor Indische taal- land- en volkenkunde".
6. Lange & Co.: 243. • ^ [ " (Indonesia) Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-06. Diakses tanggal 2011-03-28. (Indonesia) Abdul Gafar Pringgodigdo, Hassan Shadily, Ensiklopedi umum, Kanisius, 1973 ISBN 979-413-522-4, 9789794135228] • ^ (Indonesia) Hermanus Johannes de Graaf, Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung, Grafitipers, 1986 • ^ (Indonesia) Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan • ^ (Indonesia) Bernard Dorléans, Orang Indonesia dan orang Prancis: dari abad XVI sampai dengan abad XX, Kepustakaan Populer Gramedia, 2006, ISBN 979-9100-50-X, 9789799100504 • ^ (Indonesia) Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Penerbit Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat 1965 • ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal- land- en pangeran samudra, Volume 3, 1855 • ^ (Belanda) De tijdspiegel.
Fuhri. 1867. hlm. 165. • ^ (Belanda) Wolter Robert Hoëvel (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 199. • ^ (Belanda) Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. 1861. hlm. 199. • ^ pangeran samudra Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. Becht. 1861. hlm. 199. • ^ (Belanda) C.
A. L. M. Schwaner (1853). Borneo: Beschrijving van het stroomgebied van den Barito en reizen. 1. P.N. van Kampen. hlm. 50. • ^ (Indonesia) M. Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih (1-1-1993). Pangeran Antasari. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm.
77. Periksa nilai tanggal di: -date= ( bantuan) • ^ "disporbudpar.kalselprov.go.id". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-17. Diakses tanggal 2011-07-02. • ^ KALIMANTAN SELATAN • ^ Banjarmasin merebut kembali sejarah kerajaan dan budaya • ^ http://kasultananbanjar.blogspot.com/2012/09/silsilah-sultan-hidayatullah-al.html • ^ http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.co.id/2011/06/silsilah-kerajaan-banjar.html • pangeran samudra http://www.4shared.com/file/WiiUKzgw/SILSILAH_KETURUNAN_PANGERAN_AN.html [ pranala nonaktif permanen] • ^ http://www.de-paula-lopes.nl/downloads/bandjermasingen40.htm • ^ (Indonesia) Bambang Budi Utomo (2011).
Atlas Sejarah Indonesia Masa Silam, Dirjen Sejarah dan Purbakala Indonesia, 2011: Sejarah Indonesia. Bukupedia. hlm. 141.
{INSERTKEYS} [ pranala nonaktif permanen] • ^ "SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-26 . Diakses tanggal 2012-11-11. • ^ (Inggris) Souza, George Bryan (2004). The Survival of Empire: Portuguese Trade and Society in China and the South China Sea 1630-1754.
Cambridge University Press. hlm. 127. ISBN 0521531357. ISBN 9780521531351 • ^ (Belanda) Willem Adriaan Rees, De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: met portretten, platen en een terreinkaart, D. A. Thieme, 1865 • ^ (Indonesia)Helius Sjamsuddin; Pegustian dan Temenggung: akar sosial, politik, etnis, dan dinasti perlawanan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, 1859-1906; Balai Pustaka, 2001 • ^ "Salinan arsip" (PDF).
Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-01-18 . Diakses tanggal 2011-07-19. • ^ "SEJARAH RAJA & PEMERINTAHAN DI SUMBAWA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-26 . Diakses tanggal 2012-11-11. • ^ a b Tamar Djaja, Pustaka Indonesia: riwajat hidup orang-orang besar tanah air, Jilid 2, Bulan Bintang, 1965 • ^ a b (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh (1986).
Tutur Candi, sebuah karya sastra sejarah Banjarmasin. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. hlm. 150. • ^ (Belanda) Tijdschrift voor Indische taal-, land- en volkenkunde, Jilid 14, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1864 • ^ Padoeka Pangeran Mangkoe Boemi, yang memegang parintah dalam negrie BANDJARMASING (Belanda) Philippus Pieter Roorda van Eysinga, Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie.
3 boeken [in 5 pt.], 1841 • ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh, Sri Sutjiatiningsih; Pangeran Antasari, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993 • ^ [ " (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-01-04 . Diakses tanggal 2010-08-31.
(Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Sejarah nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19, PT Balai Pustaka, 1992, ISBN 979-407-410-1, 9789794074107] • ^ (Belanda) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Notulen van de Directievergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Jilid 3, 1866 • ^ (Belanda) Nederlanderh, Host Indie, Penerbit Brill Archive • ^ (Indonesia) Susanto, A.
Budi (2007). Masihkah Indonesia. Kanisius. hlm. 216. ISBN 9792116575. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-03-18 . Diakses tanggal 2012-11-08. ISBN 9789792116571 Kategori tersembunyi: • Halaman dengan kesalahan referensi • Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis • Halaman dengan rujukan yang menggunakan parameter yang tidak didukung • Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list • Galat CS1: tidak memiliki penulis atau penyunting • Pemeliharaan CS1: Penggunaan et al.
yang eksplisit • Halaman dengan galat URL • Templat webarchive tautan wayback • Galat CS1: tanggal • Artikel dengan pranala luar nonaktif • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen • Halaman yang menggunakan pranala magis ISBN • Pages using infobox country with unknown parameters • Halaman dengan berkas rusak • Halaman ini terakhir diubah pada 1 Maret 2022, pukul 07.01. • Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku.
Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
Cari untuk: Kabar Nasional • Desember 2015 (1) • November 2015 (5) • Oktober 2015 (5) • September 2015 (9) News • Perkembangan Islam Dari Masa Ke Masa • 6 PTN Siapkan Peluncuran Satelit Nano-Indonesian Inter University Satellite • 10 Teknologi Canggih Asli Buatan Indonesia • Menggintip Para Pakar Satelit A2 Buatan Lapan Indonesia • 9 Kapal Perang Buatan Indonesia • السلام عليكم (as-salāmu `alaykum) • Karir Menurut Para Ahli • Sarjana (S1) • Pengertian, Manfaat dan Jenis Jaringan Komputer • Pengertian Teknik Informatika • Awal Mula Berdirinya Kota Sragen • Sejarah Gunung Kemukus Dan Pangeran Samudro • Satelit LAPAN A2/ORARI, 100 Persen Dibuat Indonesia Mengantariksa • Planet Neraka, Nama Planet Yang Baru di Temukan NASA di Galaksi Bima Sakti!
Siapakah Diri Anda Cerita sejarah Pangeran Samudro yang berkembang di kawasan Gunung Kemukus Desa Pendem, Kecamatan Sumber Lawan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah memiliki beberapa versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat. Seperti halya kisah cerita ini saya dapatkan di lokasi dengan berbagai sumber literatur catatan sejarah tentang cerita tokoh yang satu ini.
Dari beberapa sumber cerita yang saya dapatkan di lokasi dan saya lengkapi dengan beberapa catatan literatur sejarah, Pangeran Samudro yang merupakan putra dari seorang Raja Majapahit terakhir dan lahir dari ibu selir yang bernama R. Ay. Ontrowulan. Ketika Kerajaan Majapahit runtuh. Pangeran Samudro yang telah berusia 18 tahun tidak ikut melarikan diri seperti saudara-saudaranya yang lain. Bahkan beliau bersma ibunya ikut diboyong ke daerah Demak Bintoro oleh Sultan Demak.
Selama berada di Demak, Pangeran Samudro mendapat bimbingan ilmu agama dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Ketika dirasa cukup dan usianya beranjak dewasa, maka atas petunjuk perintah dari Sultan Demak melalui kanjeng Sunan Kalijaga, Pangeran Samudro diperintahkan untuk berguru tentang agama Islam kepada Kyai Ageng Gugur dari Desa Pandan Gugur, yang letaknya di daerah lereng Gunung Lawu.
Perintah yang di tugaskan kepada Pangeran Samudro ini sekaligus mengemban misi suci untuk menyatukan saudara-saudaranya yang telah terpisah lama. Setelah mendapatkan petunjuk perintah dan nasehat dari Sultan Demak, maka pangeran Samudro pun mentaati nasehat tersebut dan pergi berguru kepada Kyai Ageng Gugur dengan didampingi dua orang abdinya yang setia.
Hari demi hari Pangeran Samudro melalui proses belajar dengan gurunya yang bernama Kyai Ageng Gugur, dan Sang Pengeran pun diberi ilmu tentang intisari ajaran Islam secara mendalam. Selama itulah Pangeran tidak mengetahui bahwa yang Kyai Ageng Gugur sebenarnya adalah kakak kandungnya sendiri. Setelah Pangeran Samudro mengusai ilmu yang dijarkan oleh Kyai Ageng Gugur, barulah sang guru menceritakan siapa sebenarnya dirinya.
Mendengar keterangan dari gurunya Sang Pangeran terlihat terkujut dan bahagia. Beliau teringat akan amanat Sultan Demak untuk menyatukan saudaranya. Dan pada akhirnya setelah amanat dari Sultan di bicarakan kepada kakanya, maka Kyai Ageng Gugur bisa menerima dan bersedia dipersatukan kembali dan ikut membangun bersama Kerajaan Demak. Setelah selesai berguru dan tercapai maksud tujuannya, pangeran Samudro bersama abdinya kembali ke Demak.
Mereka berjalan ke arah barat dan sampailah di Desa Gondang Jenalas (sekarang wilayah Gemolong), kemudian mereka beristirahat untuk melepaskan lelah. Di dukuh tersebut mereka bertemu dengan orang yang berasal dari Demak (Wulucumbu Demak) yang bernama Kyai Kmaliman. Di dukuh ini Pangeran Samudro berniat bermukim sementara untuk menyebarkan agama Islam. Setelah dirasa cukup, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat dan sampai di suatu tempat di padang “oro-oro” Kabar.
Sampai sekarang tempat tersebut dikenal dengan nama Dusun Kabar, Desa Bogorame (Gemolong). Di tempat inilah pangeran Samudro terserang penyakit panas. Walaupun demikian, perjalanan tetap dilanjtkan sampai ke Dukuh Doyong (wilayah Kecamatan Miri). karena sakit yang diderita semakin parah, Pangeran memutuskan untuk beristirahat di dukuh tersebut. Ketika sakitnya semakin parah dan dirasa tidak sanggup melanjutkan perjalanannya. pangeran Samudro memerintahkan salah seorang abdinya untuk mengabarkan kondisinya kepada Sultan di Demak.
Singkat cerita pada saat abdi Pangeran Samudro menghadap Sultan Demak, maka Sultan pun mangataka, “Menurut hematku bahwa skitnya Si Samudro itu sudah tidak bisa diharapkan untuk membaik dan jauh dari kemungkinan untuk sampai ke Demak. Jika memang sudah menjadi surata Yang Maha Kuasa bahwasanya sampai di situ saja riwayatnya atau menemui ajalnya, maka kebumikanlah jasadnya pada suatu tempat di bukit arah barat laut dari tempat Pangeran Samudro meninggal.
Boleh jadi kelak di ekitar tempat itu akan menjadi ramai sehingga dijadikan tauladan orang-orang yang berada diekitar sana. Seusai mendengarkan amanat Sultan, abdi tersebut diperintahkan untuk segera kembali.
Ketika Abdi tersebut kembali ke tempat di mana Pangeran beristirahat. Pangeran Samudro telah meninggal. Namun sebelum Pangeran Samudro meninggal beliau sempat memberikan sebuah wejangan, “ Sing sopo duwe panjongko marang samubarang kang dikarepke bisane kelakon iku kudu sarono pawitan temen, mantep, ati kang suci, ojo slewang-sieweng, kudu mindeng marang kang katuju, cedhakno dhemene kaya dene yen arep nekani marang penggonane dhemenane“.
(Sumber : Kadjawen, Yogyakarta : Oktober 1934). Dari keterangan beberapa sumber wejangan terakhir dari Pangeran Samudra sebelum beliau meninggal dan dialihkan menjadi bahasa Indonesia dengan para akhli bahasa [esan nasehat tersebut berbunyi, “ Barang siapa berhasrat atau punya tujuan untuk hal yang dikendaki maka untuk mencapai tujuan harus dengan kesungguhan, mantap, dengan hati yang suci, jangan serong kanan / kiri harus konsentrasi pada yang dikehendaki atau yang diinginkan, dekatkankeinginan, seakan-akan seperti muju ke tempat kesayangannya atau kesenangnannya“.
Lanjut cerita sejarah Pangeran Samudro…….. Dan selanjutnya sesuai dengan petunjuk Sultan, jasad pangeran Samudro dimakamkan di perbukitan di sebelah barat dukuh tersebut.
Sebelum pemakaman, diadakan musyawarah di antara orang-orang yang meilki lahan di sekitar wilayah tersebut. mereka bersepakat bahwa lokasi bekas perawatan atau peristirahatan Pangeran Samudro akan didirikan desa baru, dan desa tersebut diberi nama desa “Dukuh Samudro” yang sampai saat ini dikenal dengan nama “Dukuh Mudro” Itulah sekelumit cerita sejarah kehidupan Pangeran Samudro, namun bagaimana hubungannya dengan nama Gunung Kemukus ?
sedangkan nama Desa tempat beliau di makamkan saja bernama “Dukuh Samudro” atau “Dukuh Mudro” ? Untuk menjawab pertanyaan ini adabaiknya anda membaca Sejarah Asal Usul Penamaan Gunung Kemukus, Bila kita melihat ceita sejraha pesan terakhir yang di sampaikan Pangerah Samudro diatas yang saya dapatkan dari berbagai sumber literatur dan keterangan tokoh-tokoh masyarakat Gunung Kemukus yang terdapat di atas, wejangan ini disalah artikan oelh sebagain orang atau oknum yang berziarah atau berkunjung ke Makam Pangeran Samudro harus seperti berkunjung ke tempat kekasih ( bahasa jawa : dhemenan) dalam pengertian bahwa para perziarah yang datang ke tempat tersebut harus membawa isteri simpanan atau teman kumpul kebonya, dan melakukan hubungan suami isteri dengan yang bukan isteri atau suaminya yang sah.
yang menyebabkan kawasan ini dikenal orang sebagai obyek wisata Gunung Kemukus untuk ritual kekayaan. Keterangan dari salah seorang tokoh masyarakat yang tidak mau disebutkan namanya kepada saya, bahwa pandangan atau penilaian orang yang menjadikan tempat ini sebagai obyek wisata sex dalam melakoni ritual kekayaan adalah tidak benar.
Dan muculnya pembenaran dari tindakan ini berawal dari penafsiran orang yang salah akan pengertian bahasa dalam kata “dhemenan “ di mana dalam bahasa Jawa kata “dhemenan” diartikan kekasih lain yang bukan isteri atau suami yang sah (pasangan kumpul kebo), kekasih gelap, isteri atau simpanan.
(Pria atau wanita Idaman lain). Lanjut keterangan salah seorang tokoh masyarakat Gunung Kemukus……. Arti sesungguhnya dari kata “dhemenan” dalam konteks naskah dalam bahasa Jawa tersebut adalah keinginan yang diidam-idamkan, cita-cita yang akan segera terwujud atau tercapai seperti kita akan menumui kekasih pujaan hati.
Dapat disimpulkan bahwa inti dari ziarah ke Makam pangeran Samudro di gunung Kemukus adalah apabila kita memiliki kemauan, cita-cita yang akan dicapai, kita harus mampu menghadapi segala rintangan yang menghalangi untuk mencapai tujuan cita-cita kita yang diharapkan. Dan tujuan tersebut harus dlakukan dengan cara bersungguh-sungguh dengan hati yang bersih suci dan konsentrasi pada cita-cita dan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian, terbukalah jalan untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut dengan mudah.
Itulah cerita dan kesimpulan yang saya dapatkan dari hasil pembicaraan dengan beberapa tokoh masyarakat di daerah Gunung Kemukus di daerah Sragen. memang tidak mudah kita untuk mengetahui dari setiap makna yang terssurat dari sebuah kisah cerita sejarah Pangeran Samudro ini yang sudah menjadi legenda masayrakat, kita pun harus mendapatkan informasi yang benar dari maksud tujuan sebenarnya dari cerita sejarah benar.
Dan tetap menjadikan daerah Gunung Kemukus tetap menjadi destinasi tujuan wisata yang dapat dinikmati keindahan alamnya dengan mengenang sejarah perjuangan Pangeran Samudro yang menjadi tokoh penyebar agama Islam di daerah Gunung Kemukus.
Menurut Joko, cerita tentang Pangeran Samudra yang punya hubungan cinta dengan ibu tirinya, Ontrowulan, tidak benar.
Dia menyayangkan munculnya mitos peziarah harus melakukan hubungan intim sebelum berziarah di makam untuk mendapatkan berkah. (Baca juga: Kata Juru Kunci Soal Ritual Persetubuhan Gunung Kemukus) Joko mengatakan Pangeran Samudra adalah keturunan terakhir Raja Majapahit. Dia hijrah ke Demak setelah Majapahit runtuh. (Baca juga: Wakil Gubernur Belum Tahu Ritual Persetubuhan di Kemukus ) Wisata ziarah Gunung Kemukus di Jawa Tengah diberitakan media televisi Australia, Special Broadcasting Service (SBS) .
SBS adalah satu dari lima lembaga penyiaran berjaringan luas di Australia. Dalam program Dateline di SBS One yang berjudul " Sex Mountain" , wartawan SBS, Patrick Abboud, bingung saat melihat praktek ritual persetubuhan di Gunung Kemukus yang bercampur dengan prostitusi. (Baca juga: Media Australia Sorot Ziarah Gunung Kemukus) UKKY PRIMARTANTYOERROR: The request could not be satisfied 403 ERROR The request could not be satisfied.
Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront (CloudFront) Request ID: bLySRbX54NAobbaWNqTx_cI3dsLhF10_5QzON2ZOC-2GP68c2P5_UA==
Pangeran Samudra putra saka ratu Majapahit kang pungkasan aran Raden Brawijaya V saka garwa selir kang aran Dewi Ontrowulan.
Dewi Ontrowulan rupane ayu banget, lan awet enom. Sawise Pangeran Samudra dewasa lan ngancik umur 18 taun, dheweke tuwuh rasa tresna marang ibune dhewe. Pangeran Samudra ngupaya supaya rasa tresna mau ora ngrenggani atine, ananging dipeksa kaya ngapa panggah ora bisa. Semono uga Dewi Ontrowulan uga duwe rasa kang padha. Kanthi umpet-umpetan, kekarone pepasihan. Sawijining dina pokale wong loro mau konangan dening Prabu Brawijaya.
Pangeran Samudra diusir saka Majapahit. Sawise diusir saka kraton, uripe Pangeran Samudra keranta-ranta. Urip ngumbara saparan paran.
Pangumbarane nganti tekan ing gumuk kang akeh kukuse, banjur gumuk mau diarani Gunung Kemukus Salungane Pangeran Samudra, Dewi Ontrowulan banget anggone kelangan. Kanthi ati kang manteb, Dewi Ontrowulan lunga saka kraton saperlu nggoleki anake mau.
Anggone nggoleki kasil lan ketemu ing Gunung Kemukus. Kekarone sedya nuntasake kabeh rasa kangen kang ana ing ati.kang durung kelakon lan anggone pepasihan luwih adoh saka lumrahe wong pepasihan. Tumindake kaya dene wong bebojowan, Dewi Ontrowulan lan Pangeran Samudra konangan karo masarakat kono banjur kekarone dirajam nganti dadi patine.
Nanging sadurunge Pangeran Samudra tiwas, dheweke ngucap sumpah ” sapa wae uwonge kang bisa nerusake kang durung kelakon antarane Pangeran Samudra lan Dewi Antrawulan yaiku nindakake kaya dene uwong kang bebojowan, kabeh panyuwun uwong mau bakal keturutan, lan dadi penebus dosane Pangeran Samudra.” sawise Pangeran Samudra lan Dewi Ontrowulan tiwas, kekarone dikubur dadi siji ana ing Gunung Kemukus. Cari untuk: Tulisan Terakhir • Geguritan “Wayah Esuk” • Geguritan “kekancan” • Pandonga Kula-Geguritan • Cerkak-Sing Gawe Aku Mikir • Werkudara / Bima (Bahasa Jawa) Komentar Terbaru طراح گرافیک pada Cerita Wayang Mahabharata - Ar… hakimvsbagus pada Cerkak Arsip • Januari 2016 • Desember 2015 Kategori • Artikel • Cerita Rakyat • Cerita Wayang • cerkak • Macapat • Makalah Jawa • Sastra • Sesorah lan Panatacara • Uncategorized Meta • Daftar • Masuk • Feed entri • Feed Komentar • WordPress.com
Pasaréyan Pangéran Samudra Pangéran Samudra iku salah siji pangeran saka karajan Majapahit, saka ibu selir Ontrowulan.
[1] Ana carita kang nyebutake Ontrowulan iku ibu tiri utawa ibu kuwalone Pangeran Samudro. Pangeran Samodra lan Ontrowulan padha senenge. [2] Majapahit iku salah siji krajan Hindhu kang gedhé ing Asia Kidul-Wétan nalika abad 13. Karajan iki punjereana ing Jawa Wétan, lan panggon kekuwasaane kalebu kepuloan ing Indonésia tekan kidule India. Nalika Islam mlebu ing Indonésia, Majapahit ambruk, pisah.
Nalika iku Pangeran Samudro isih umur 18 taun. Nalika Majapahit ambruk, Pangeran Samodra ora mèlu lunga kaya déné seduluré. Nanging Pangeran Samudro malah ngeculake pangkate lan milih dadi pandhita.
Panjenengane banjur diboyong ing Demak lan sinau ngèlmu Agama Islam marang Sunan Kalijaga. Sawisé rumangsa cukup anggoné nuntut ngèlmu, pangeran Samodra banjur diutus merguru ing kiyai Ageng Gugur ing Gunung Lawu.
[2] Ing papan iki Pangeran Samudro iya kasil anggoné nuntut ngèlmu. Sawisé rampung anggoné sinau marang kiyai Ageng Gugur, Pangeran Samudro bali menyang Demak. Nalika bali menyang Demak, pangeran Samudro uga nyebarake ngèlmu agama Islam ing papan kang diliwati lan dinggo ngaso. Ing satengahe mlakune bali menyang Demak, Pangeran Samudro lara, banjur séda.
Pangeran Samudro sadurungé séda sempet mènèhi pitutur utawa amanat marang wong-wong kang nalika iku ana ing sisih kiwa tengene Pangeran Samudro. Isiné supaya tenanan nalika ing dalan kabecikan lan nyebarake kabecikan marang sapa baé.
Sawisé dimakamke, para warga ing cedhak makam iku banjur ngadegaké dhukuh kang diarani dhukuh Samudro. [1] Pangeran Samudro di sarekake ing salah siji bukit. Miturut carita ing bukit iku mesthi ana kabut utawa keluk warna ireng, amarga saka iku bukit iku diarani Gunung Kemukus. [2] Keprungu yèn Pangeran Samudra mati, Ontrowulan banjur lunga menyang bukit mau.
Ing kono Ontrowulan mara ing makame Pangeran Samudro. Nalika iku Ontrowulan lan Pangeran Samudro nglakoni pacelathon kanthi cara ghoib, kang isiné, yèn arep mara menyang makame Pangeran Samudro kudu sesuci ndisek ing sendhang. Banjur sendhang iku diarani Sendhang Ontrowulan. [2] Sawisé sesuci, Ontrowulan ilang. Nalika sesuci kembang-kembang kang dadi hiasana ing rambut padha tiba.
Miturut carita saka kembang iku dadi wit nagasari. [2] Cathetan suku [ besut - besut sumber ] Tambah pranala • Kaca iki pungkasan diowah nalika 16.15, 9 Oktober 2018. • Tèks iki cumepak kanthi Lisènsi Atribusi-DumSaèmper Creative Commons; paugeran tambahan bokmanawa uga lumaku. Wacaa Paugeran Panganggo kanggo rerincèné. • Niti privasi • Bab Wikipédia • Sélakan • Praèn punsèl • Juru pangembang • Setatistik • Pranyatan kuki • •
KOMPAS.com - Gunung Kemukus santer diceritakan sebagai tempat ritual seks terselubung guna meminta kekayaan.
Nyatany,a stigma tersebut justru timbul akibat pembelokan makna yang sengaja dilakukan oleh oknum tertentu, terkait sejarah hidup Pangeran Samudra. Konon, Pangeran Samudra merupakan salah satu putra dari Prabu Brawijaya, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Ia melakukan perjalanan mencari Sunan Kalijaga untuk berguru agama Islam.
Kala itu, saat kerajaan Majapahit runtuh, para pangeran pun berpencar. Ada yang memeluk agama Islam, ada pindah ke Bali lalu memeluk agama Hindu, serta ada pula yang tetap memeluk agama Hindu dan tinggal di Jawa. Perjalanan singkat Pangeran Samudra Kisah Pangeran Samudra tersebut disampaikan Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Profesor Bani Sudardi.
Ia menjelaskan bahwa Pangeran Samudra ialah putra Prabu Brawijaya yang memeluk agama Islam. Suatu ketika, Pangeran Samudra meninggalkan tempat orangtuanya, yaitu istana Prabu Brawijaya, untuk menemui Sunan Kalijaga.
Baca juga: Gunung Kemukus, Kini Tempat Wisata Instagramable yang Ramai Pengunjung Oleh Sunan Kalijaga, Pangeran Samudra untuk menyebarkan agama Islam di sekitar Gunung Lawu. Di sana juga ada saudara Pangeran Samudra yang sudah terlebih dulu mememeluk agama Islam.
Setelah tugasnya selesai, Pangeran Samudra meninggalakan Gunung Lawu dan menuju ke arah Barat Laut, menuruni gunung. Tetapi dalam perjalanannya, pangeran mengalami sakit yang sampai membuatnya berjalan miring ( doyong).
Menurut Bani, daerah tempat Pangeran Samudra sakit miring tersebut akhirnya diberi nama Desa Doyong (miring).
Singkat cerita ketika Pangeran Samudra melanjutkan perjalanannya ke sebelah utara, ia pun meninggal di sana. Desa itu dinamakan Pendem, berarti tempat memendam mayatnya Pangeran Samudra. Baca juga: Rute ke Gunung Kemukus dari Kota Solo, Hanya Satu Jam "Pangeran Samudra berpesan agar dimakamkan di sebuah gunung, yang mana karena gunung tersebut berkabut, maka disebutlah sebagai Gunung Kemukus.
Sebenarnya gunung ini tidak tinggi, cuma daerahnya memang lebih tinggi dari daerah sekitar." kata Bani Sudardi kepada Kompas.com (8/2/2022). Berita Terkait 4 Wisata Dekat Gunung Kemukus, Sangiran sampai Waduk Kedung Ombo Harga Tiket Masuk dan Jam Buka Wisata Gunung Kemukus Sragen Rute ke Gunung Kemukus dari Kota Solo, Hanya Satu Jam Gunung Kemukus, Kini Tempat Wisata Instagramable yang Ramai Pengunjung Desa Wisata Sangiran di Sragen Punya Situs Sejarah yang Diakui UNESCO Berita Terkait 4 Wisata Dekat Gunung Kemukus, Sangiran sampai Waduk Kedung Ombo Harga Tiket Masuk dan Jam Buka Wisata Gunung Kemukus Sragen Rute ke Gunung Kemukus dari Kota Solo, Hanya Satu Jam Gunung Kemukus, Kini Tempat Wisata Instagramable yang Ramai Pengunjung Desa Wisata Sangiran di Sragen Punya Situs Sejarah yang Diakui UNESCO{/INSERTKEYS}