Archives • April 2022 • March 2022 • December 2021 • August 2021 • July 2021 • June 2021 • April 2021 • March 2021 • February 2021 • January 2021 • December 2020 • November 2020 • October 2020 • September 2020 • August 2020 • July 2020 • June 2020 • May 2020 • April 2020 • March 2020 • February 2020 • August 2019 • July 2019 • May 2019 • April 2019 • March 2019 • February 2019 • January 2019 • December 2018 • November 2018 Nama Lain Al Quran – Al Qur’an adalah kitab suci dari umat islam.
Al qur’an secara bahasa memiliki arti bacaan. Sedangkan secara istilah, alquran memiliki arti sebagai firman Allah SWT yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an bagi umat islam adalah kitab suci yang bukan hanya wajib dibaca, tetapi juga dipelajari, diterapkan, diamalkan, dan dijadikan petunjuk bagi kehidupan manusia.
Ditinjau dari tujuannya, Al-Qur’an bertujuan untuk menyempurnakan kitab terdahulu seperti Taurat, Zabur, dan Injil. Karena itu, Al-Qur’an menjadi sempurna sebagai sumber ajaran hidup manusia. Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup memiliki beberapa nama lain. Nama-nama tersebut beserta artinya akan dijelaskan dalam artikel ini. Daftar Isi • Al Kitab (Kitab) • Al Hudaa (Artinya Petunjuk) • Al Furqan (Artinya Pembeda) • Ar Rahmah (Artinya Rahmat) • An Nuur (Artinya Cahaya) • Ar Ruuh (Artinya Roh) • Asy Syifaa’ (Artinya Penawar) • Al Haq (Artinya kebenaran) • Al Bayaan (Artinya keterangan) • Al Mau’izhah (Artinya Pengajaran) • Adz Dzikr (Artinya Pemberi Peringatan) • Al Busyraa (Artinya Berita Gembira) • Al Burhan (Artinya Bukti Kebenaran) • Al Kalam (Artinya Perkataan) Al Kitab (Kitab) Nama Lain Al Quran Dalam bahasa Arab, kata Kitab dengan adanya baris tanwin di akhir yaitu Kitabun memberi makna yang sangat umum yakni sebuah kitab yang tidak ternetentu.
Dan jika ditambah dengan adanya alif beserta lam di depannya sehingga menjadi Al Kitab maka makna telah berubah menjadi sesuatu yang khusus (kata dengan nama tertentu). Terdapat banyak nama lain dari Al-Quran dan sesuai dengan ciri-ciri serta kriteria dari Al-Quran itu sendiri. Al-Kitab sebagai nama lain dari Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat. Dalam Al Qur’an Surat Ad Dukhan (44) ayat 1 – 3 Allah SWT berfirman yang artinya “Haa miim, demi Kitab (yaitu Al Qur’an) yang menjelaskan” Dalam ayat yang lain juga disebutkan di dalam surat Al Baqarah ayat 2 Allah SWT berfirman yang artinya “Kitab (yaitu Al Qur’an) ini tak ada keraguan padanya, dan juga menjadi petunjuk bagi mereka yang (tetap) bertakwa” Al Hudaa (Artinya Petunjuk) Nama Lain Al Quran Al Quran bagi umat islam merupakan sebuah petunjuk dan pedoman kelangsungan hidupnya dalam melakukan segala sesuatu.
Al-Qur’an sebagai petunjuk telah dinyatakan oleh Allah SWT dalam firmannya. Al Hudaa sebagai nama lain dari Al Quran dinilai sesuai dengan kriteria dan ciri-ciri dari kitab suci umat Islam tersebut. Beberapa ayat yang menyebutkan bahwa Al Qur’an sebagai petunjuk ialah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 185, Allah SWT berfirman yang artinya “Al Qur’an sesungguhnya adalah petunjuk bagi umat manusia”. Ayat lain yaitu QS (3) ayat 138 Allah SWT berfirman dengan arti “Alqur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” Allah SWT juga berfirman dalam surat AL Baqarah ayat 185 yang artinya “Bulan ramadan merupakan bulan dimana diturunkannya Al Qur’an (yang digunakan) sebagai petunjuk bagi umat manusia serta penjelasan mengenai petunjuk tersebut sekaligus sebagai pembeda (pembeda antara mana yang benar dan juga mana yang batil)” Al Qur’an surat Fushilat (41) ayat 44 juga menjelaskan mengenai Al Hudaa yang artinya “dan jikalau Kami jadikan Al Quran sebagai bacaan dalam bahasa selain Arab, maka tentu mereka akan mengatakan: ‘mengapa tidak dijelaskan ayatnya?’ Apakah (pantas Al Qur’an) dalam bahasa asing sedangkan Rasul merupakan orang Arab?…….” QS.
Fushilat ayat 44 “….Katakanlah bahwa Al Qur’an itu merupakan petunjuk serta penawar bagi orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang tidak beriman sungguh terdapat sumbatan pada telinga mereka……” Al Furqan (Artinya Pembeda) Nama Lain Al Quran Al Furqan memiliki arti sebagai pembeda.
Dalam hal ini, AL Quran dijadikan sebagai pembeda kehidupan umat islam dari hal-hal mana yang baik dan mana yang tidak alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan membaca dan mengamalkan Al Qur’an manusia sudah sewajanya dapat membedakan mana yang Al Haq (yang baik) serta mana yang batil (yang buruk). Jika manusia telah belajar, membaca, dan memahami Al Qur’an maka seseorang tersebut sudah seharusnya dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Contohnya saat hendak mencari keuntungan ketika berdagang, dijelaskan untuk tidak melakukan pengurangan berat dari barang dagangan yang artinya itu penipuan. Allah SWT pernah berfirman dalam Al Qur’an surat Al-Furqan ayat 1 yang artinya “Maha Suci Allah SWT yang telah menurunkan (mewahyukan) Al-Furqan (yakni Al Qur’an) kepada hambaNya (Muhammad)…” Ar Rahmah (Artinya Rahmat) Nama Lain Al Quran Nama lain dari Al Quran yakni Ar Rahmat mengandung arti bahwa Al Quran akan melahirkan hikmah, rahmat, dan juga iman.
Bagi umat manusia yang senantiasa beriman serta berpegang teguh pada Al Quran sebagai Ar Rahmah ini tentu akan terus mencari kebaikan dan senantiasa akan cenderung kepada kebaikan yang ditimbulkan tersebut. Ar Rahmah sebagai nama lain dari Al Qur’an dinyatakan Allah SWT dalam firmannya dalam surat Al Isra’ ayat 82 yang artinya “dan Kami turunkan Al Qur’an (sebagai sesuatu) yang akan menjadi penawar serta rahmat bagi setiap orang yang beriman, sedangkan bagi mereka yang zalim maka (Al Qur’an) hanyalah akan menambahkan kerugian” An Nuur (Artinya Cahaya) Nama Lain Al Quran Selain menjadi petunjuk, pedoman,dan rahmat, Al Quran bagi umat islam juga menjadi cahaya bagi kehidupan yang akan menuntun manusia menuju cahaya kebenaran, menjauhkan dari kegelapan, kesesatan serta kejahilan ilmu.
Dengan An Nuur, manusia akan senantiasa beriman dan mengabdi kepada Allah SWT serta terjauhkan dari kesempitan dunia alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut melihat keluasan dari akhirat.
Allah berfirman dalam surat Al Maidah ayat 17 yang artinya “dengan kitab itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada hamba yang senantiasa mengikuti keridhaanNya ke dalam jalan keselamatan….” Al Maidah ayat 17 “….dan (dengan Kitab ‘Al Qur’an’ itu pula” Allah SWT membawa hamba tersebut keluar dari adanya kegelapan menuju terangnya cahaya dan tentu dengan izin-Nya akan menunjukkan ke jalan yang benar dan lurus” Ar Ruuh (Artinya Roh) Nama Lain Al Quran Allah SWT menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya yaitu Nabi Muhammad SWT berupa Al Qur’an dan dinamakan sebagai roh.
Roh dalam hal ini berarti menghidupkan sesuatu. Selayaknya jasad manusia, tanpa adanya roh manusia akan mati, tidak berguna, dan busuk. Al Qqur’an dinilai sebagai roh untuk menghidupkan hati yang telah mati hingga dekat kepada sang Pencipta. Ar Ruuh sebagai nama lain dari Al Quran dinyatakan oleh Allah SWT dalam firmannya Al Qur’an surat Ash Shura ayat 52 dengan arti “dan demikianlah Kami wahyukan kepada engkau (Muhammad) sebuah Ruuh (yakni Al Qur’an) dengan adanya perintah Kami,…” Asy Syifaa’ (Artinya Penawar) Nama Lain Al Quran Al Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW untuk diturunkan kepada manusia telah di sifatkan sebagai penyembuh dan penawar bagi umat manusia.
Penawar dan penyembuh berkaitan dengan penyakit. Manusia tentu akan memiliki beberapa penyakit hati seperti sombong, ragu, bahkan syirik. Tafsir Ibnu Kathir menjelaskan bahwa Al Qur’an dapat menjadi penawar dan penyembuh dari berbagai penyakit hati yang ada di dalam manusia.
Sesungguhnya Al Qur’an yang benar-benar diamalkan akan membawa kedamaian dan ketenangan hati manusia. Al Qur’an dapat memberikan pencerahan bagi yang beriman. Ketika hati seseorang terbuka pada Al Qur’an maka ia dapat mengobati dirinya sendiri.
Perasaan yang mudah datang seperti mudah alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut, dengki, iri, cemas dapat menjadi lebih bahagia dan tenang serta senantiasa berada di jalan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surat Yunus ayat 57 yang artinya “Wahai manusia. Sesungguhnya Kami telah datangkan kepadamu sebuah pelajaran (yakni Al Qur’an) dari Tuhanmu sebagai penawar dari berbagai penyakit yang ada di dalam hati serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” Al Haq (Artinya alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut Nama Lain Al Quran Al Haq memiliki arti kebenaran.
Sudah sewajarnya Al Qur’an diberi nama sebagai Al Haq karena isinya dari wal hingga akhir yang mengandung kebenaran. Kebenaran yang datang dari Allah SWT untuk menciptakan kehidupan manusia yang sesuai dengan isi Al Qur’an serta untuk mengatur sistem kehidupan manusia. Karena itu, pandangan yang ada di dalam Al Qur’an merupakan sesuatu yang sudah seharusnya untuk diikuti serta dijadikan sebagai prioritas utama dalam segala sisi kehidupan termasuk dalam pengambilan keputusan.
Al Haq sebagai nama lain dari Al Qur’an dinyatakan Allah SWT dalam firmannya di Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 147 yang artinya “kebenaran itu sesungguhnya dari Tuhanmu, maka jangan sekali-sekali wahai engkau (Muhammad) termasuk ke dalam orang-orang yang ragu” Al Bayaan (Artinya keterangan) Nama Lain Al Quran Al Bayaan memiliki arti sebagai keterangan. Dalam hal ini Al Qur’an sebagai Al Bayaan yaitu memberikan penjelasan dan keterangan kepada umat manusia perihal apa yang baik dan apa yang buruk bagi mereka.
Penjelasan mengenai antara mana yang haq dan mana yang batil, mana yang benar dan mana yang palsu, mana yang lurus dan mana yang sesat. Selain itu, ada beberapa kisah umat terdahulu yang diterangkan di dalam Al Qur’an, umat umat yang mengingkari perintah Allah SWT dan diberikan oleh-Nya azab yang bahkan tidak terduga.
Al Qur’an sebagai Al Bayaan dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 138 yang artinya “Inilah (kitab Al Qur’an) suatu keterangan yang memberikan penjelasan untuk umat manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi mereka orang-orang yang bertakwa” Al Mau’izhah (Artinya Pengajaran) Nama Lain Al Quran Al Mau’izhah memiliki arti sebagai pengajaran atau nasihat.
Al Qur’an sebagai Al Mau’izhah diturunkan sebagai untuk berbagai keperluan dan kegunaan bagi umat manusia. Umat manusia akan senantiasa membutuhkan pelajaran dan peringatan yang akan membawa manusia tersebut kembali pada tujuan penciptaan yang sesungguhnya. Tanpa bahan peringatan dan pengajaran tersebut, manusia akan selalu lalai dan tidak menghiraukan kewajibannya karena adanya nafsu dan hasutan yang didorong oleh adanya syaitan.
Karena itu, Al Qur’an sangat berperan penting sebagai Al Mau’izhah dalam pondasi kehidupan manusia. Selain itu, nasihat beserta peringatan penting adanya karena sebagai manusia akan sering dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan dan solusi penyelesaiannya ialah dengan mengambil bahan ajar dari agama (di dalam Al Qur’an). Permasalahan dapat beragam bahkan tata cara berperilaku terhadap tetangga, orang tua, dan musuh sekalipun. Allah SWT menerangkan dalam firmannya mengenai Al Qur’an sebagai Al Mau’izhah dalam surat Al Qamar ayat 22 yang artinya “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an sebagai peringatan, maka adakah orang-orang yang mau untuk mengambil pelajaran?
(dari Al Qur’an)” Allah SWT juga menerangkan dalam Al Qur’an surat Yunus ayat 57 yang artinya “Wahai manusia. Sesungguhnya Kami telah datangkan kepadamu sebuah pelajaran atau peringatan (yakni Al Qur’an) dari Tuhanmu sebagai penawar dari berbagai penyakit yang ada di dalam hati serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” Adz Dzikr (Artinya Pemberi Peringatan) Nama Lain Al Quran Adz Dzikra memiliki arti sebagai peringatan, hal tersebut sudah menjadi sifat Al Qur’an sebagai firman Allah SWT.
Al Qur’an sebagai Adz Zikra memiliki arti bahwa sifat Al Qur’an yang akan selalu memberikan peringatan kepada umat manusia dari sifat lupa yang mungkin sudah mendarah daging pada manusia. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT dengan sifat lupa. Manusia bisa lupa dalam berbagai hal termasuk dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, hubungan antara manusia dengan manusia pun bisa lupa dengan tuntutan-tuntutan yang sudah seharusnya dilakukan oleh manusia.
Oleh karena itu, orang-orang yang beriman senantiasa dituntun untuk menjadikan Al Qur’an sebagai pendamping. Selain membaca dan mengamalkan merupakan ibadah, Al Qur’an juga senantiasa memberikan peringatan kepada manusia mengenai tanggung jawab yang sedang kita emban. Al Qur’an sebagai Adz Dzikr dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya di dalam Al Qur’an surat Al Hijr ayat 9 yang artinya “Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Adz Zikra (yakni Al Qur’an) dan Kamilah pula yang akan memeliharanya (Al Qur’an)” Al Busyraa (Artinya Berita Gembira) Nama Lain Al Quran Al Qur’an sebagai Al Busyraa (berita gembira) menjelaskan bahwa Al Quran merupakan ktab yang di dalamnya kerap menceritakan berita gembira bagi manusia yang senantiasa beriman kepada Allah SWT dan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, hidup sesuai dengan jalan dan aturan yang ada di dalam Al Qur’an.
Banyak janji dan kabar gembira yang Allah SWT berikan kepada orang yang beriman sesuai dengan dengan ayat Al Qur’an. Kabar tersebit disampaikan dengan balasan dan pengakhiran yang baik dan menggembirakan bagi orang yang patuh dengan Al Qur’an. Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya di dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 89 yang artinya “Dan ingatlah pada saat ketika Kami bangkitkan (kehidupan) setiap umat, seorang saksi atas mereka dan dari diri mereka sendiri.
Kami datangkan pula wahai engkau (Muhammad) yang menjadi saksi atas mereka….” QS. An Nahl ayat 39 “……Dan Kami turunkan pula sebuah Kitab (yakni Al Qur’an) kepada engkau untuk menjelaskan segala sesuatunya, serta sebagai petunjuk, rahmat dan juga kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (orang-orang muslim)” Al Burhan (Artinya Bukti Kebenaran) Nama Lain Al Quran Al Qur’an sudah sewajarnya memiliki sifat Al Burhan yaitu bukti kebenaran.
Keseluruhan isi di dalam Al Qur’an mengandung arti yang sebenarnya dan selama peradaban umat manusia sudah dibuktikan akan kebenaran isi yang ada di dalamnya. Kebenaran akan selalu datang bagi orang-orang beriman kepada Allah SWT. Al Qur’an dengn sifat Al Burhan dijelaskan Allah SWT melalui firmannya di dalam Al Qur’an Surat An Nisa (4) ayat 174 yang artinya “Wahai manusia, sungguh tekah datang kepadamu sebuah bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad beserta mukjiazatnya), dan juga telah Kami turunkan kepadamu sebuah cahaya yang terang bersinar (yakni Al Qur’an)” Al Kalam (Artinya Perkataan) Nama Lain Al Quran Al Qur’an sebagai Al Kalam mengandung arti bahwa isi awal hingga akhir yang ada di dalam Al Qur’an merupakan firman atau perkataan dari Allah SWT.
Beberapa ayat Al Qur’an menjelaskan Al Qur’an sebagai Al Kalam. Penjelasan tersebut terdapat di dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 2 yang memiliki arti “Maka hendaklah kamu berjalan (wahai kamu musyrikin) di muka bumi selama 4 bulan, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan pernah bisa melemahkan Allah SWT dan sesungguhnya Allah SWT akan menghinakan orang kafir” Ayat tersebut menjelaskan bahwa adanya perjanjian damai antara Nabi Muhammad SAW dan orang-orang musyrikin.
Isi perjanjian tersebut tidak ada peperangan antara kedua belah pihak dan kaum muslimin diperbolehkan untuk haji ke kota Mekkah dan melakukan tawaf di Ka’bah.
Allah SWT menurunkan ayat tersebut untuk memberikan kesempatan kepada kaum msuyrikin untuk memperkuat diri dengan waktu 4 bulan. Artinya, semua yang ada di dalam Al Qur’an merupakan perintah dan firman dari Allah SWT yang diturunkan kepada manusia untuk dipatuhi dan diamalkan dalam kehidupan. Boleh copy paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber.
Terimakasih Nama Lain Al Quran Mayoritas mufassir (ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Furqon pada ayat di atas adalah Al-Qur'an. Al-Furqon adalah masdar yang makananya Allah telah menurunkan pemisah (fashl) dan farq (pembeda) antara benar dan salah.
Kata fashl dan farq ini diturunkan di dalam Al-Kitab, sebagai pemisah antara tauhid dan syirik, antara al haq dan bathl. Penegasan Al-Qur’an sebagai pembeda meliputu pembeda antara syariah Nabi Musa dan syariah Nabi Isa. Meskipun keduanya sama-sama dari agama samawi, tetapi mempunyai karaktristik yang berbeda.
Syariah nabi Musa yang sangat keras, dan lebih pada penegasan untuk penegakkan hukum, sedangkan syariah Nabi Isa menekankan pentingnya kasih sayang.
Al-Qur’an menjadi pembeda konsep teologi kaum jahiliyah secara alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut, namun dalam domain sosial Al-Qur'an merevisi sistem sosial politik secara bertahap, seperti dalam konsep perhambaan Al-Qur’an mendorong agar tradisi buruk itu dihapuskan, dengan cara memberi pencerahan bahwa Allah memuliakan Bani Adam tanpa ada diskriminasi.
Begitu juga ketika ada denda dianjurkan untuk memerdekakan hamba sahaya, dan amalan itu merupakan cermin dari kemuliaan. Sebelum Al-Qur’an diturunkan, manusia telah berinteraksi dengan berbagai sistem peradaban, agama dan tradisi, maka Al-Qur’an hadir memberi penekanan untuk membedakan, mana saja tradisi yang bisa diteruskan dan mana saja tradisi yang perlu dihentikan. Dan dengan Al-Qur’anlah yang membedakan konsep pemikiran keagamaan yang sebelumnya, yaitu sperti agama samawi (Yahudi dan Nasrani) atau agama ardhi.
Adakah Al-Quran mampu membedakan antara hak dan batil (al furqan)?
Sesungguhnya bagaimana sih al-quran itu? Hidupkah dia? Jika al-quran sebagai pembeda antara hak dan batil, berarti dia itu layaknya seorang makhluk yang diberi kekuasaan oleh Allah mampu membedakan antara hak dan batil. Sekali lagi, bagaimanakah sesungguhnya al-quran sebagai pembeda antara hak dan batil itu? Allah telah menetapkan sebuah perintah "menyembah" kepada umat manusia agar menjadi "bertakwa". Adakah Allah telah menunjukkan bagaimanakah cara menyembah Allah hingga akhirnya orang-orang yang menyembah Allah itu menjadi orang bertakwa (tunduk dan patuh atas perintah dan larangan Allah)?
Atas kekuasaan dan kehendak-Nya, maka Allah swt telah menurunkan para utusan-Nya untuk menerangkan kepada umat manusia cara menyembah Allah. Dari zaman ke zaman hingga akhirnya berakhir di zaman Baginda Nabi Muhammad saw, cara menyembah Allah itu telah banyak diterangkan oleh beliau saw. baik yang mahdhoh maupun yang ghoiru mahdhoh. Untuk menjalankan ibadah sebagai bentuk penghambaan diri, maka Allah telah banyak mengatur di dalam al-quran. Penghambaan diri (ibadah) ditujukan untuk menjadi bertakwa.
Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri (muslim)." (QS. Ali Imran: 102). Dan, ternyata, Allah swt sangat menghendaki untuk mencapai ketakwaan itu harus diantarkan dengan berjuang di jalan Allah melalui proses penyucian jiwa. Ini adalah skenario Allah Jika skenario itu tidak diikuti, maka ibadah yang dilakukannya tidak akan mencapai derajat takwa yang sebenar-benar bertakwa kepada-Nya.
Al-Quran Petunjuk Bagi Orang Takwa Sebagaimana yang telah diterangkan pada tulisan Al-Quran Sebagai Petunjuk, bahwa orang takwa itu hatinya bersih dari berbagai penyakit hati. Karena itu, Allah telah menegaskan bahwa petunjuk-Nya telah diturunkan ke dalam hati mereka. "Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS.
Al-Baqarah: 5). Atas kekuasaan dan kehendak Allah, maka apa yang telah difirmankan-Nya adalah kebenaran yang mutlak. Hanya orang-orang zalim yang mengingkarinya. "Sebenarnya, Al-Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim." (QS. Al-Ankabut: 49). Dengan petunjuk yang telah diturunkan oleh Allah di dada orang takwa, maka orang takwa juga mendapati takwil dari Allah yang menerangkan tentang ayat-ayat-Nya yang mutasyabihat.
Pada dada atau hati-ruhaniah orang takwa ada petunjuk dan keterangan-keterangan tentang petunjuk itu, Ada hudan dan ada bayyinat. Untuk mengetahui istilah bayyinat, silakan Anda baca: Al-Quran Sebagai Bayyinat.
Dengan keadaan jiwa yang dipenuhi petunjuk dan keterangan-keterangan tentang petunjuk itu, maka sesungguhnya Allah juga telah menyertakan kepadanya al furqan (pembeda antara hak dan batil). Ada Al-Furqan di Hati Orang Takwa Jika al-quran sudah menjadi ayat-ayat yang nyata di dada orang takwa, maka sudah dapat dipastikan Allah yang telah menerangkan ayat-Nya itu akan berlaku ketetapan hukum Allah bagi orang-orang bertakwa mendapatkan pengetahuan dari Allah atas perkara-perkara yang hak dan yang batil.
Kekuasaan Allah tak terbatas. Apa pun yang menjadi kehendak Allah pasti terjadinya. Takkan ada lagi para pendusta (setan laknatullah 'alaih) di dalam hati orang takwa selain hanya ada Allah bersamanya. Allah telah rida kepadanya. Dengan keridaan Allah itulah orang takwa yang sebenar-benar bertakwa mendapatkan bimbingan dan petunjuk langsung dari Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dia-lah Allah yang menjadi penjaganya. Pertolongan Allah diturunkan untuk melindungi dan menjaga orang-orang bertakwa sebenar-benar bertakwa kepada-Nya. Tipu daya setan dipatahkan dengan kekuasaan Allah. Hatinya selalu mendengarkan Allah berbicara. Hidupnya benar-benar hanya untuk Allah. Maka, tak ada satu pun makhluk-Nya yang berani untuk mengganggu mereka selain Allah yang akan melindunginya. Dengan al-furqan di dalam dadanya, Allah-lah yang menunjuki mana yang hak dan mana yang batil. Tidak lagi merujuk pada kecerdasan otaknya melainkan pandangan baik menurut Allah dan pandangan buruk menurut Allah.
Allah-lah yang menjadi sandarannya, bukan pada selain-Nya. Jika Anda ingin mengetahui bahaya akan ketergantungan kepada kecerdasan otak, silakan baca: Akal Cerdas Awas Bisikan Setan About Majelis Dzikir Tawashow adalah situs blog yang mengantarkan kepada pemahaman atas amaliah zikir sebagaimana yang dikehendaki Allah di dalam Al-Quran. Dibuat untuk saling berbagi informasi alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut apa, mengapa dan bagaimana berzikir.
Untuk yang belum sempat berkunjung ke Madzikta di Kabupaten Indramayu, maka secara online Anda dapat berkonsultasi via WA ‘ULÛM AL-QUR’AN (Ontologi, epistemologi, aksiologi dan sejarahnya) Oleh : Nasuhi, Yosef Farhan Dafiq Abstrak Kajian tentang Al-Quran menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman.
Al-Quran di samping berfungsi sebagai huda (petunjuk), juga berfungsi sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan.
Dalam memahami Al-Qur’an diperlukan beberapa pendekatan keilmuan, salah satunya adalah ‘ Ulῡm al-Qur’an yang memiliki sub-sub bidang kajian guna memahami Al-Qur’an. Untuk mempelajari Al Quran secara menyeluruh, kaum muslimin harus mengetahui ruang lingkup pembahasan ‘ Ulῡm al-Qur’an serta metode yang digunakan para Ulama dalam memperoleh ilmu-ilmu tersebut.
dapat ditelaah berdasarkan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada tiga cabang filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hasil kajian pada masalah ini tentunya akan semakin mempertebal keimanan seorang muslim terhadap Al-Quran sebagai kitab sucinya dan dapat dijadikan landasan pokok dalam pengembangan ilmu-ilmu lainnya.
Kata Kunci: ‘ Ulῡm al-Qur’an,al-qur’an, sejarah Pendahuluan Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. lewat perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah dan sebagainya.
dan Kami turunkan kitab (Al Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim) [1] Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.
d an Sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al Quran) kepada mereka, yang Kami alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. [2] Mengingat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia, oleh karena itu harus dipelajari dan dikaji secara mendalam. Untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukan sebuah ilmu yang mempelajari tentang Al-Qur’an secara detail, yaitu ‘ Ulῡm al-Qur’an.
Pembahasan mengenai ‘ Ulῡm al-Qur’an ini insya Allah akan dibahas pada makalah ini. 1. ‘Ulûm al-Qur’an dalam Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ada tiga prasyarat utama bangunan sebuah ilmu, yaitu (1) apa hakikat ilmu itu sesungguhnya atau apa yang ingin diketahui, (2) bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut, dan (3) apa fungsi pengetahuan tersebut bagi manusia.
Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan hal pertama berkenaan dengan landasan ontologis, pertanyaan kedua berkenaan dengan landasan epistimologis, dan pertanyaan ketiga berkaitan dengan landasan aksiologis.
‘Ulûm al-Qur’an juga memiliki struktur keilmuan seperti di atas, yaitu apa yang ingin diketahui dari ‘ulûm al-Qur’an? Hal ini menjadi basis ontologis ‘ulûm al-Qur’an. Bagaimana cara mendapatkan ‘ulûm al-Qur’an?
Menjadi basis epistimologis ‘ulûm al-Qur’an. Apa manfaat dari ‘ulûm al-Qur’an? menjadi basis aksiologis ‘ulûm al-Qur’an. 1) Ontologi ‘Ulum al-Qur’an Dalam sudut pandang ontologi, yaitu apa yang dipelajari oleh ‘ulum al-Qur’an.
Dengan menganalisa pengertian ulum al-Qur’an baik secara etimologi maupun terminologi maka tergambarlah objek yang akan menjadi kajiannya.
Kata ulûm al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata ‘ulûm dan al-Qur’an. Kata ‘ulûm alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut bentuk jamak dari ilmu yang secara etimologis berarti ilmu-ilmu. [3] Menurut Manna’ al-Qaththan, ‘Ulûm merupakan bentuk jama dari ‘Ilmu yang berarti al-fahmu wa al-Idrâk berarti faham dan menguasai.
Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah. [4] Al-Qur’an secara etimologis diambil dari قرا يقرا قران sewajan dengan kata فعلا ن berarti bacaan.
Dalam pengertian ini kata قران berarti مقروء yaitu isim maf’ul ( objek ) dari قرا. [5] Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18: ¨bÎ) $uZøn=tã ¼çmyè÷Hsd mtR#uäöè%ur #sÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$sù mtR#uäöè% Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS.
Al-Qiyamah : 17-18). Al-Qur’an secara terminologis terdapat beberapa pengertian sebagaimana di tuliskan Ash-Shidiqie sebagai berikut : [6] § Ahli Ushul Fikih menyatakan Al-Qur’an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya. § Ahli ilmu kalam menyatakan Al-Qur’an adalah kalimat-kalimat ghaib yang azali sejak dari awal al-Fatihah sampai akhir an-Nas, yaitu lafaz-lafaz yang terlepas dari sifat kebendaan, baik secara dirasakan, dikhayalkan ataupun lain-lainnya yang tersusun pada sifat Allah yang qadim.
§ As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang tidak dapat ditandingi oleh yang menantangnya walaupun sekedar satu ayat saja, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya. § Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang ditilawahkannya dengan lisan lagi mutawatir penukilannya. Dengan melihat beberapa pengertian tentang Al-Qur’an, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad Saw yang membacanya merupakan ibadah.
Hal ini dengan dasar Al-Qur’an merupakan informasi yang langsung dari Allah dan diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu Allah yang diberikan kepada selain dia tidak disebut Al-Qur’an, seperti kepada Nabi Musa disebut kitab Taurat. Membacanya merupakan ibadah sebagai pembeda antara Al-Qur’an dengan Al-Hadis, karena hadis keluar dari Nabi, tetapi membacanya tidak termasuk ibadah.
Sedangkan pengertian ‘Ulum al-Qur’an dapat dikaji dari berbagai sumber : 1. Menurut Manna’ al-Qaththan [7] العلم الذي يتناول الا بحاث المتعلقة بالقران من حيث اسباب وجمع القران وترتيبه ومعرفة المكى والمدنى والناسخ والمنسوخ والمحكم والمتشبه الى غير ذلك مما له صلة بالقران Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an, dari sisi informasi tentang asbab an-nuzulnya, kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah dan hal-hal yang berkaitan dengan al-qur’an.
2. Menurut Az-Zarqani [8] مباحث تتعلق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيتبه وجمعه وكتابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشبه عنهونحو ذلك Alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut pembahasan yang berkaiatan dengan al-Qur’an dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnnya, serta hal-hal lain.
Pengertian ulum dan Al-Qur’an jika digabung menjadi ‘ulûm al-Qur’an, maka secara etimologi adalah segala ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an. Dengan pengertian ulum Al-Qur’an secara etimilogi, maka akan tercakup di dalamnya berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,seperti ‘Ilmu Tafsir al-Qur’an, Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm al-Qur’an, ilmu I’jâz al-Qur’an, ilmu Asbâb an-Nuzûl, ilmu Nâsikh wa al-Mansûkh, ilmu I’râb al-Qur’an, ilmu Ghârib al-Qur’an, Ulûm ad-Din, ilmu Lughah dan lain-lain.
Ilmu-ilmu tersebut merupakan sarana dan cara untuk memahami al-Qur’an. Ulum al-Qur’an ini sering juga disebut ushul al-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena membahas beberapa masalah yang harus dikuasai seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan al-Qur’an. [9] Secara garis besar objek kajiannya disimpulkan oleh Hatta Syamsuddin, Lc, dalam Modul Ulum al-Qur’an sebagai berikut : [10] a. Sejarah dan perkembangan ulum al-Qur’an, meliputi rintisan ulum al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw, sahabat, tabi’in, tabi it-tabi’in, dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di bidang ulum al-Qur’an di setiap zaman dan tempat.
b. Pengetahuan tentang al-Qur’an, meliputi makna al-Qur’an, karakteristik al-Qur’an, nama-nama al-Qur’an, wahyu turunnya al-Qur’an, Ayat Makkiyah dan Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya.
c. Metodologi penafsiran al-Qur’an, meliputi pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-kaidah dalam penafsiran al-Qur’an, muhkam dan mutasyabih, ‘am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya. Dengan demikian kajian ulum al-Qur’an adalah segala ilmu yang erat kaitan dengan intisari ajaran al-Qur’an baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul, nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur’an baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan membahas al-Qur’an.
‘Ulûm al-Qur’an ini akan berkembang sesuai perkembangan waktu yang semakin kompleks dan global. ‘Ulûm al-Qur’an ada karena perkembangan masalah yang berhubungan dengan al-Qur’an. Hal ini tidak terlepas dari fungsi al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam. Maka sebagai pedoman hidup dari segi al-Qur’annya tidak bertambah, akan tetapi dari segi sarana yang dapat membantu memahami al-Qur’an semakin hari semakin berkembang.
Contoh ketika Al-Qur’an masih berada di kalangan bangsa Arab, al-Qur’an masih berupa tulisan yang tidak dilengkapi sakal.
Padahal sakal ini sangat dibutuhkan bagi kalangan non Arab, untuk membantu cara membaca, memahami al-Qur’an supaya tidak keliru.
2) Epistemologi ‘Ulûm al-Qur’an Epistemologis dipahami sebagai sarana untuk meneliti prosedur-prosedur metodologis yang dibangun oleh beragam asumsi dengan cara mengkritisi serta mempertanyakan atau menguji kembali pengetahuan itu sendiri.
Sejarah perkembangan ‘Ulum Al-Quran dapat pula ditinjau dari sudut metode ‘Ulum Al-Quran.
Walaupun disadari bahwa setiap fase mempunyai metode yang berbeda dalam penggalian ‘Ulum Al-Qura ’n. [11] 1. Fase Sebelum Kodifikasi Qabl ‘Ashr At-Tadwin Pada Fase Sebelum Kodifikasi, ‘Ulum Al-Quran sudah terasa semenjak Nabi Muhammad SAW masih ada. Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Quran, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Quran kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau.
2. Fase Kodifikasi Pada fase ini, ‘Ulum Al-Quran dan kitab-kitab keilmuan mulai dikodifikasi. Fenomena ini berlangsung ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abul Aswad Ad-Da’uli untuk menulis ilmu nahwu. Setelah itu pengkodifikasian ilmu semakin marak, terlebih-lebih pada masa pemerintahan bani Umayyah dan Bani ‘Abasiyyah.
Dengan demikian pada fase inilah terjadi perkembangan ‘Ulum Al-Quran yang menghasilkan ‘Ulum Al-Quran yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. ‘Ulum Al-Quran meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Quran.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al-Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. [12] Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ‘Ulum Al-Quran terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-Quran dengan dikalikan empat.
Sebab, setiap kata dalam al-Quran mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. [13] Firman Allah : @è% öq©9 tb%x. ãóst7ø9$# #Y#yÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 În1u yÏÿuZs9 ãóst6ø9$# @ö7s% br& yxÿZs? àM»yJÎ=x. În1u öqs9ur $uZ÷¥Å_ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YytB Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).
[14] Metodologi ‘Ulum Al-Quran pada fase kodifikasi ini, secara umum terbagi atas dua bagian yaitu : [15] 2.1 Metode Transmisi (periwayatan). Pada metode ini cara yang digunakan untuk mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan periwayatan alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang turunnya ayat Al-Quran yang dimaksud. Cabang- cabang ‘Ulum Al-Quran yang menggunakan metode ini adalah : Asbab An-Nuzul, Makkiyyah dan Madaniyyah, Ilmu Qiraat, ilmu Nasikh-Mansukh.
2.2 Metode Analogi (Ijtihad). Pada metode ini cara yang digunakan untuk mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan ijtihad jika tidak ditemukannya riwayat baik dari Nabi maupun para sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari riwayat pada setiap ayat. Hal ini disebabkan, Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian yang ada.
Sehingga seorang mufassir terkadang tidak menemukan sebab, pengertian dan keterkaitan antara ayat yang satu dengan yang lainnya. Cabang- cabang ‘Ulum Al-Quran yang menggunakan metode ini adalah : Asbab An-Nuzul, Munasabah, Makkiyyah dan Madaniyyah, ilmu Nasikh-Mansukh, ilmu I’jazul Quran 3) Aksiologis ‘ Ulûm al-Qur’an Aksiologi dalam filsafat ilmu berbicara tentang kegunaan dari sebuah ilmu. Untuk apa ilmu itu dipelajari ? Apa nilai manfaat buat kehidupan manusia ? Maka aksiologis ‘ ulûm al-Qur’an tidak terlepas dari tujuan Al-Qur’an itu sendiri.
Al-Qur'an seperti diyakini kaum muslim merupakan kitab hidayah, petunjuk bagi manusia dalam membedakan yang haq dengan yang batil. Dalam berbagai versinya Al-Qur'an sendiri menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, di antaranya bersifat transformatif.
Yaitu membawa misi perubahan untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan ( Zhulumât) di bidang akidah, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain kepada sebuah cahaya ( Nûr) petunjuk Ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan kesentosaan hidup manusia, dunia-akhirat.
Dari prinsip yang diyakini kaum muslim inilah usaha-usaha manusia muslim dikerahkan untuk menggali format-format petunjuk yang dijanjikan bakal mendatangkan kebahagiaan bagi manusia. Dalam upaya penggalian prinsip dan nilai-nilai Qur'ani yang berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah ‘u lûm al-Qur’an dihasilkan. Sementara tujuan pokok Al-Qur’an seperti dipaparkan Quraish Shihab adalah : [16] a.
Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. b. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalam menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.
c. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Merujuk pada pengertian di atas, maka disiplin ‘u lûm al-Qur’an memiliki urgensi yaitu untuk mengetahui isi kandungan Al-Qur'an dengan memahami berbagai petunjuk dan informasi yang ada di dalamnya. Melaksanakan ajaran Islam tidaklah akan berhasil kecuali dengan memahami dan menghayati Al-Qur’an terlebih dahulu, serta berpedoman atas nasihat dan petunjuk yang tercakup di dalamnya.
Untuk itulah diperlukan ‘u lûm al-Qur’an, yang merupakan kunci pemahaman kita terhadap Al-Qur’an. Seseorang yang membaca Al-Qur’an seharusnya mempelajari aturan-aturan tentang hukum-hukum Al-Qur’an, sehingga dapat memahami kehendak Allah SWT, dan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya. Maka dengan cara itu niscaya pembaca akan mengetahui manfaat dari bacaannya dan dapat mengamalkan apa yang telah dibaca. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-Qur’an ini adalah antara lain sebagai berikut: a.
Memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’ baik mengenai keyakinan atau I’tiqadamalan, budi pekerti maupun lainnya. alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut. Memudahkan umat Islam dalam membaca, memahami kandungan al-Qur’an.
c. Mengurangi perbedaan pemahaman-pemahaman yang prinsipil. d. Menggali kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an e. Menguatkan keimanan dan solidaritas terhadap ajaran al-Qur’an. f. Menjelaskan kelebihan-kelebihan al-Qur’an sebagai wahyu Allah bila dibandingkan dengan kitab suci lainnya. g. Mempersenjatai diri dari serangan yang melemahkan al-Qur’an dari waktu ke waktu.
2. Sejarah Perkembangan ‘Ulûm al-Qur’an Substansi ‘ ulûm al-Qur’an apabila dilihat dari sejarah sudah ada sejak masa Nabi Muhammad Saw. Keterangan yang beliau berikan kepada para sahabat secara langsung mengenai wahyu yang diterima merupakan bagian dari materi ulum al-Qur’an. Namun ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri lahir pada abad ke-3 Hijriyah, ini pun masih diperdebatkan tergantung pada kitab yang dirujuk sebagai karya pertama dalam bidang ulum al-Qur’an.
Hal ini tentu membutuhkan fakta sejarah berupa kitab yang membahas ulum al-Qur’an secara langsung. Istilah ‘ ulûm al-Qur’an dengan arti yang lengkap baru lahir pada abad ke-5 Hijriyah, setelah seorang ulama bernama Ali Ibn Ibrahim ibn Said yang dikenal sebagai Al-Hufi, menyusun kitab bernama Al-Burhan fi ulum al-Qur’an.
Beliau wafat pada tahun 330 Hijriyah. Kitab ini membahas tentang lafal-lafal yang gharib tentang I’rab dan tafsir. Karya al-Hufi ini dianggap telah memenuhi standar ulum al-Qur’an, karena cabang-cabang ulum al-Qur’an sudah dibahas di buku tersebut. [17] Sejarah perkembangan ulum al-Qur’an ini dibagi kepada beberapa periode sejarah sebagai berikut: Menurut Dr.
Rosihan Anwar, sejarah perkembangan Ulum al-Qur’an dibagi ke dalam dua periodisasi besar yaitu qabl `ashr at-Tadwîn ( fase sebelum kodifikais ) dan fase kodifikasi. Lebih lanjut ia menjelaskan fase sebelum kodifikasi dimulai sejak masa Nabi Saw masih ada sampai abad I Hijriyah di mana Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan kepada Abu Aswad ad-Du’ali untuk menuliskan ilmu nahwu.
Sedangkan fase kodifikasi dimulai dari masa setelah perintah Ali bin Abi Thalib tersebut kepada Abu Aswad ad-Du’ali yang semakin berkembang pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiah.
[18] a. Qabl `Ashr At-Tadwîn ( Fase Sebelum Kodifikasi ) Pada masa Rasulullah Saw, para sahabat dapat merasakan keindahan uslub-uslub bahasa Arab yang tinggi dan memahami ayat-ayat yang terang dan jelas pengertiannya yang diturunkan kepada Rasulullah Saw.
Apabila terjadi kemusykilan, mereka segera bertanya kepada beliau, dan beliau langsung menjawabnya. Para sahabat pada saat itu tidak merasa perlu untuk menuliskan dalam ilmu-ilmu al-Qur’an karena segala permasalahan yang berhubungan dengan pemahaman, bacaan, maksud dan segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dapat ditanyakan langsung kepada Beliau.
Hal ini juga didukung karena pada saat itu alat-alat tulis tidak mudah mereka peroleh. Selain itu juga pada masa Rasulullah Saw ada larangan untuk menuliskan apa yang mereka dengar dari Beliau selain dari Al-Qur’an, karena beliau khawatir akan bercampur antara Al-Qur’an dengan yang bukan Al-Qur’an Kondisi masyarakat Islam pada masa Rasulullah Saw masih sederhana, dimana Islam masih seputar Makkah dan Madinah, sehingga problematika masyarakat tentang Al-Qur’an belum banyak mengalami kendala yang berarti.
Hal ini akan berbeda jika Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia, kebutuhan akan penjelasan, tatacara membaca maupun hal-hal lainnya akan berkembang menjadi semakin kompleks, karena semakin luas suatu wilayah akan terdapat keaneka ragaman budaya, yang akan menimbulkan perbedaan-perbedaan pemahaman tentang Al-Qur’an.
Pada masa Abu Bakar ra. dan Umar ra. Al-Qur’an disampaikan dengan jalan talqin dan musyafahah dari mulut ke mulut. [19] Sedangkan pada masa Usman bin Affan, Islam sudah semakin luas dan berkembang ke luar bangsa Arab, sehingga timbul bahasa-bahasa arab dan selain arab ( azam), ditambah lagi para penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat sudah banyak yang gugur di medan perang dalam perluasan dan penyebaran Islam. Percekcokan dialek cara membaca Al-Qur’an sudah mulai ditemukan, Usman mengambl tindakan mengumpulkan para penghafal Al-Qur’an dan segera membentuk panitia penulisan Al-Qur’an dengan menunjuk sekretaris Rasulullah yaitu Zaid bin Sabit menjadi alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut panitia pembukuan Al-Qur’an.
Pembukuan Al-Qur’an pada masa Usman ini dimotivasi karena banyak terjadi perselisihan di dalam cara membacanya, pada saat itu sudah berada pada titik umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya terjadi perselisihan di antara mereka.
Setelah proses pembukuan Al-Qur’an yang dikenal dengan mushaf Usmani atau Al-Mushaf, kemudian diperbanyak dan segera dikirim ke kota-kota besar yang penduduknya sudah menganut agama Islam, salah satu mushaf di simpan di kediaman Usman yang kemudian dikenal dengan Mushaf Al-Imam.
Sedangkan naskah asli Al-Qur’an yang sebelumnya disimpan di rumah Hafsah, salah seorang janda dari Rasulullah Saw diperintahkan untuk dibakar untuk menghindari perbedaan-perbedaan mengenai Al-Qur’an yang lebih krusial lagi.
Usman melarang membaca Al-Qur’an yang tidak bersumber dari Al-Mushaf tersebut. Tindakan Usman ini merupakan awal perkembangan ilmu rasm al-Qur’an. Istilah rasm Al-Qur’an atau rasm usmani adalah tatacara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah Usman bin Affan. Istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf usmani yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdurahman bin Al-Haris.
Mushaf usmani ini menggunakan kaidah al-hadzf ( membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf), al-Ziyadah ( penambahan), al-Hamzah (salah satu kaidahnya berbunyi apabila hamzah berharakat sukun,ditulis dengan huruf yang berharakat yang sebelumnya), badal ( pengganti), washal dan fashal (penyambungan dan pemisahan), dan kata yang dapat dibaca dua bunyi ditulis dengan menghilangkan alif.
Pada Masa pemerintahan Ali ra., beliau memerintahkan Abu Aswad ad-Dualy ( wafat 69 H.) membuat beberapa kaidah untuk memelihara keselamatan bahasa Arab sebagai I’rab al-Qur’an. Maka dapatlah dikatakan bahwa Ali ra. merupakan tokoh pertama yang berjasa dalam peletakan ulum al-Qur’an di bidang I’rab al-Qur’an.
[20] Tokoh-tokoh ilmu yang merintis ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad I sebagai fase qabla Tadwin adalah sebagai berikut : alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut 1) Dari kalangan sahabat : Khulafa ar-Rasyidin, Ibnu Abbas,Ibnu Mas’ud,Zaid ibnu Sabit, Ubay ibnu Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah ibnu Zubair. 2) Dari kalangan tabi`in: Mujahid, ‘Atha bin Yassar, Ikrimah, Qatadah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Zubair, Zaid bin Aslam.
3) Dari kalangan ‘atba’ tabi’in : Malik bin Anas. Maka peletakan dasar ulum al-Qur’an yang sudah berkembang pada abad I Hijriyah adalah dengan cara disampaikan melalui talqin antara lain : [22] 1) Ilmu Tafsir 2) Ilmu Asbab an-Nuzul 3) Ilmu al-Makky wa al-Madany 4) Ilmu Nasikh wa al-Mansukh 5) Ilmu gharib al-Qur’an Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Masud dan Alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan sudah tafsir al-Qur’an yang sempurna.
Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global Peranan Tabi’in dalam penafsiran Al-Qur’an & Tokoh-tokohnya Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Yang terkenal di antara merekamasing-masing sebagai berikut : o Murid ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah: Sa’id bin ubair, Mujahid, Ikrimah bekas sahaya ( maula ) ibnu Abbas, Tawus bin kisan al -Yamani dan A’ta’ bin abu Rabah. o Murid ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’b al Qurazi.
o Murid Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : ‘Alqamah bin Qais, Masruq al-Aswad bin Yazid, ‘Amir as Sya’bi, Hasan al- Basyri dan Qatadah bin Di’amah as Sadusi [23] Yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur’an,ilmu asbâb al-nuzûl, ilmu Makki wa al-madani dan imu nasikh dan mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan. b. Masa Tadwin (Kodifikasi) 1) Abad II Hijriyah Pada abad ke dua, ulum al-Qur’an berkisar di sekitar tafsir al-Qur’an yang lebih dikenal sebagai kodifikasi pendapat-pendapat dari para sahabat dan tabi’in.
Pada abad ini para ulama memberikan prioritas perhatian kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-Ulum ( induk ilmu-ilmu al-Qur’an). Di antara beberapa ulama terkenal pada abad ini adalah sebagaiman ditulis Manna al-Qaththan adalah: Yazid bin Harun al-Silmi ( wafat 117 H), Syu’bah ibnu Hajjaj ( wafat 160 H), Waqi’ bin Jarh (wafatb198 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H ), Abdu al-Razaq bin Hamam ( wafat 211 H).
Akan tetapi ulama-ulama tersebut menafsirkan al-Qur’an berdasarkan hadis yang mereka terima. Namun sayang kitab tafsir mereka tidak sampai ke tangan kita. [24] Kemudian setelah itu muncullah salah satu tokoh terkenal ahli tafsir pada saat itu adalah Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310 Hijriyah). Tafsirnya berkisar seputar tafsir bi al-masyur atau tafsir bi al-manqul dengan meliputi riwawat-riwayat yang shahih, I’rab, istinbath, dan pendapat para ulama.
Setelah itu baru mulai ada ulama yang menafsirkan bi al-ra’yi. 2) Abad III Hiriyah Pada abad ke Tiga Hijriyah, di antara ulama yang terkenal pada abad ke ini adalah Ali bin al-Madiny Syaikh al-Bukhari (wafat 234 Hijriyah) yang mengarang tentang Asbâb al-nuzûl, Abu Ubed al-Qasim bin Salam ( wafat 224 Hijriyah) mengarang tentang al-Nasikh wa al-Mansukh, dan al-Qira’at, Ibnu Qutaibah ( wafat 276 Hijriyah) mengarang tentang Musykil al-Qur’an, Muhammad ibn Ayyub adh-Dhiris (wafat 294 H) tentang ilmu Ma Nuzilla bi al-Makkah wama Nuzzila bi al-Madina.
3) Abad IV Hijriyah Pada abad ke-4 Hijriyah, diantara kitab ulum al-Qur’an berkisar di sekitar pokok bahasan asbâb al-nuzûl, ilmu nasikh wa al-mansukh, ilmu ma Nuzzila bi al-makkah wama Nuzzila bi al-Madina. Tokoh-tokoh ulama yang menyusun kitab tersebut antara lain sebagai berikut: a) Muhammad ibnu Khalaf ibn al-Marzuban (wafat 309 H), mengarang kitab al-Hawi fi ‘Ulum al-Qur’an.
b) Abu Bakar Muhammad bin al-Qasim al-Anbary (wafat 328 Hijriyah) mengarang kitab ‘Ulum al-Qur’an. c) Abu Bakar al-Sijistani ( wafat 330 Hijriyah) mengarang kitab Gharib al-Qur’an. d) Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad ibn Ali al-Karakhi (wafat 360 H), kitabnya bernama Nuqat al-Qur’an ad-Dallat ‘al al-Bayan fi anwa’ al-‘ulum wa al-ahkam al-minbi’at ‘an ikhtilaf al-anam.
e) Muhammad Ali al-Adfuwy (wafat 388 Hijriyah), mengarang kitab al-Istighna fi ‘Ulum al-Qur’an. f) Abu Hasan al-Asy’ary ( wafat 324 H), kitabnya bernama Al-Mukhtazan fi ulum al-Qur’an. 4) Abad V Hijriyah Diantara kitab dan tokoh pengarangnya pada abad ke-5 adalah sebagai berikut: a) Abu Bakar al-Baqilany ( wafat 403 Hijriyah), mengarang kitab I’jaz al-Qur’an. b) Al –Mawardy ( wafat 450 Hijriyah ) mengarang kitab amsal al-Qur’an.
c) Abu Amar al-Dany ( wafat 444 Hijriyah), kitabnya bernama al-Taisir bi al-Qira’at al-Sabi’I dan kitab al-Muhkam fi al-Nuqath. d) ‘Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi (wafat 430 Hijriyah) mengarang kitab I’rab al-Qur’an, dan al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Pada abad ke lima inilah dijadikan sebagai abad ditemukannya kitab ulum al-Qur’an sebagi disiplin ilmu, jika berpedoman kepada kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an yang dikarang al-Hufy sebanyak 30 jilid, yang ditemukan seorang ulama, Syeikh al-Zarqani yang dikutif Manna al-Qathtan sebagai berikut,” Pembahasan ulum al-Qur’an secara menyeluruh dan lengkap dalam sebuah kitab diungkapkan oleh Syeikh Muhammad ‘Abdu al-Azim Al-Zarqany dalam kitab Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an yang ditemukan di sebuah perpustakaan Mesir ,dengan penulis Ali Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal al-Hufy dengan nama kitab al-Burhan fi ulum al-Qur’an sebanyak 30 jilid, 15 jilid ditemukan tidak beraturan dan kurang berkaitan.
Penulis menyusun ayat-ayat al-Qur’an kemudian dilengkapi dengan ulum al-Qur’an yang dibahas secara tersendiri, baik dari segi makna, tafsir bi al- ma’sur maupun bi al-ma’qul, segi waqaf dan tamam serta dari segi qira’at. Maka al-Hufi dianggap sebagai pendiri pertama Ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu yang spesifik, beliau wafat 330 Hijriyah.
[25] Dengan ditemukannya bukti fisik kitab yang membahas ulum al-Qur’an secara spesifik karangan al-Hufy maka ulum al-Qur’an sebagai disiplin ilmu sudah ada sejak abad ke-5 Hijriyah. 5) Abad VI Hijriyah Diantara tokoh ilmu al-Qur’an pada abad ke-5 Hijriyah ialah: a) Abd Qasim Abd al-Rahman yang dikenal al-Suhaili ( wafat 582 Hijriyah), kitabnya bernama Muhammat al-Qur’an atau al-Ta’rif wa I’lam ubhima fi al-Qur’an min asma’ wa al-‘alam. b) Ibnu Jauzy ( wafat 597 Hijriyah), kitabnya bernama Funun al-Afnan fi ‘Ajaib ‘ulum al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘Ulumin Tata’allaq bi al-Qur’an.
6) Periode abad VII dan VIII Hijriyah Diantara tokoh ilmu al-Qur’an pada abad ke- 6 dan 7 Hijriyah antara lain: a) Alamuddin al-Syakhawy ( wafat 643 Hijriyah)kitab bernama Hidayat al-Murtab fi al-Mutasyabih mengenai qira’at, dan kitab Jamal al-Qur’an wa kamal al-Iqra tentang qira’at, tajwid, waqaf, Ibtida’, nasikh dan mansukh. b) Al-‘Iz ibnu Abdu al-Salam (wafat 660 Hijriyah) dengan kitab bernama Majaz al-Qur’an. c) Ibnu Qayyim ( wafat 751 Hijriyah ) dengan kitab bernama Aqsam al-Qur’an d) Badrudin al-Zarkasyi ( wafat 794 Hijriyah)mengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an e) Abu Hasan al Mawardi yang menyusun Ilmu Antsâl al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas perumpamaan-perumapamaan yang terdapat dalam al-Qur’an.
f) Ibnu Abi al-Isba’ yang menyusun Ilmu Badi’i al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan ) dalam al-Qur’an. g) Najmudin al-Thufi ( wafat 716), yang menyusun ilmu Hujaj al-Qur’an atau ilmu jadal al-Qur’an, suatu ilmu yang membahas bukti-bukti atau argumentasi-argumentasi yang dipakai al-Qur’an untuk menetapkan sesuatu.
h) Taqiyuddin Ahmad binTaimiyah al-Harani (wafat 728 H) yang menyusun kitab Ushul al-Tafsir. Pada abad ke tujuh dan delapan mulai tumbuh ilmu Bada’I al-Qur’an, Ilmu Hujaj al-Qur’an yang kemudian hari dikenal Jadal al-Qur’an. Tokoh ulama yang menyusun kitab ulum al-Qur’an ini pada umumnya sudah melakukan penelitian satu persatu juz al-Qur’an.
7) Periode abad IX dan X Hijriyah Pada abad ke-8 dan ke-9 Hijriyah ini telah lahir beberapa kitab ulum al-Qur’an, antara lain sebagai berikut: a) Jalaludin al-Bulqiyany, wafat 824 Hijriyah yang mengarang kitab Mawaqi’ al-‘Ulum min mawaqi’i al-Nuzum, b) Muhammad ibnu Sulaiman al-Kafiyajy, wafat 873 Hijriyah, mengarang kitab al-Taisir fi Qawaid al-Tafsir.
Dalam kitab ini dijelaskan tentang syarat-syarat menafsirkan al-Qura’an dengan ra’yu. c) Jalaludin al-Suyuthy, wafat 911 Hijriyah, mengarang kitab al-Tahbir fi ‘ulum al-Tafsir dan kitab terkenal al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Dalam kitab ini terdapat 80 judul bahasan dari ulum al-Qur’an secara sistematis dan padat isinya. c. Abad ke-13 dan 14 Hijriyah dan masa kini Pada abad XIV Hijriyah, bangkit kembali ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas al-Quran dari berbagai segi.
Kebangkitan ini diantaranya dipicu oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsir dan hadits sebagai salah satu jurusannya. Pada abad ini juga sudah mulai banyak kitab-kitab yang meragukan al-Quran yang dilontarkan para orientalis dan orang Islam sendiri yang telah terpengaruhi pemikiran orientalis, serta telah dilakukan kegiatan-kegiatan penerjemahan al-Quran kepada bahasa-bahasa azam ( selain bahasa arab).
[26] Di antara ulama yang berjasa di abad ke-13 dan 14 Hijriyah dalam perkembangan ulum al-Qur’an antara lain sebagai berikut : 1) Al-Syeikh Thahir al-Jazairy, kitabnya bernama al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’an. 2) Jamaludin al-Qasimy, wafat 1332 Hijriyah, menulis kitab Mahasin al-Takwil.
3) Muhammad Abd Al-Azhim al-Zarqany, kitabnya bernama Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. 4) Muhammad Ali Salamah, kitabnya bernama Manhaj al-Furqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. 5) Al-Syeikh Thanthawy al-Jauhary, kitabnya bernama al-Qur’ân wa al-‘Ulûm al-Ashriyyah.
6) Mushtafa Shadiq al-Rafi’i, kitabnya bernama I’jaz al-Qur’ân. 7) Sayyid Quthub, kitabnya bernama Al-Tashwir al-Faniy fî al-Qur’ân. 8) Muhammad al-Gozaly, kitabnya bernama Nazharat fî al-Qur’ân. 9) Muhammad Musthofa al-Maraghy, kitabnya bernama Al-Masalat Tarjamat al-Qur’an sebuah risalah yang menerangkan kebolehan menerjemahkan al-Quran, dan ia juga menulis kitab Tafsir al-Marâghi.
10) Dr. Shubhi al-Shalih, menulis kitab Mabˆahis fî ‘Ulûm al-Qurân. Kemudian diikuti Ahmad Muhammad Jamal yang menulis sekitar Mâ’idah. 11) Muhammad Rasyid Ridha, kitabnya bernama Tafsir al-Qur’an al-Hakim yang terkenal dengan tafsir Al-Manar. 12) Syeikh Muhammad Abdullah Darraz yang menyusun kitab al-Naba’ al-‘Azhim ‘an al-Quran al-Karim : Nazharat Jadîdah fî al-Qurân.
13) Syeikh Mahmud Abu Daqiq yang menyusun kitab ‘Ulûm al-Qurân. 14) Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah al-Quraniyah yang berbicara alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut wahyu. Demikianlah beberapa kitab yang membahas ulum al-Qur’an baik secara langsung nama kitab bernama ‘Ulum al-Qur’an atau secara tidak langsung yang merupakan salah satu cabang dari ‘ulum al-Qur’an.
Dengan beberapa pokok bahasan kitab-kitab ulum al-Qur’an dari masa ke masa, maka perbendaharaan pembahasan tentang disiplin ilmu al-Qur’an semakin luas dan kompleks. Hal ini tentunya memberikan jalan kepada siapa saja yang memiliki kemampuan dalam bidang al-Qur’an baik secara mandiri ataupun kolektif untuk selalu menggali ilmu-ilmu al-Qur’an.
Perkembangan dari waktu ke waktu tentunya akan semakin kompleks karena kehidupan manusia semakin global.
Bukan tidak mungkin serangan demi serangan untuk melemahkan al-Qur’an akan selalu datang. Seperti yang ada sekarang ini, Al-Qur’an dapat diakses siapa saja di internet baik itu Al-Qur’an digital, Al-Qur’an in word dan sebagainya, jika tidak dilengkapi ilmu dan kontrol dari lembaga tertentu mengenai ulum al-Qur’annya, maka penyelewengan Al-Qur’an oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sangat terbuka lebar.
3. Simpulan Kajian ulum al-Qur’an adalah segala ilmu yang erat kaitan dengan intisari ajaran al-Qur’an baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul, nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur’an baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan aspek keperluan membahas al-Qur’an.
Pada fase sebelum kodifikasi penafsiran al-Qur’an langsung dijelaskan oleh Rasulullah saw, baik secara lisan maupun perbuatan. Pada fase kodifikasi metodologi ulum al-qur’an diperoleh melalui metode transmisi (periwayatan) dan ijtihad. Tujuan mempelajari ulum al-Qur’an ini antara lain untuk mengetahui kandungan yang terdapat di dalam al-Qur’an, sehingga informasinya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Sejarah perkembangan Ulum al-Qur’an dibagi ke dalam dua periodisasi besar yaitu qabl `ashr at-Tadwîn ( fase sebelum kodifikasi ) dan fase kodifikasi. Fase sebelum kodifikasi dimulai sejak masa Nabi Saw masih ada sampai abad I Hijriyah. Sedangkan fase kodifikasi dimulai dari masa setelah perintah Ali bin Abi Thalib tersebut kepada Abu Aswad ad-Du’ali yang semakin berkembang pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiah.
Daftar Pustaka Al-Qaththan, Manna’. (1972). Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qurân. Riyadh :Manshûrât al-‘Ashr al-Hadîts. Al-Zarqani, Muhammad ‘Abd al-‘Azim, (t.t.) Manâhil al-‘Irfân, Dârl Fikr, Beirut : Jilid I, h.27 As-Suyuthi, Jalaluddin, (t.t.) Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr : Beirut.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. (2010). Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,Semarang : Pustaka Rizki Putra. Azra, Azyumardi. (2008) Editor, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus. Ibrahim, Ab Fadhil Muhammad.
(1957). Al Burhân fî Ulûm al-Qur’ân, Kairo : Daru at Turas.Jilid 1. Kementerian Agama, (2011) Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta : Adhi Aksara Abadi. Shihab, Quraish. (1994). Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan Media Utama Syamsuddin, Hatta. (2008). Modul Ulum al-Qur’an, Surakarta: Pesantren Ar Royan.
[1] Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 377 [2] Ibid. h.212 [3] Dr. Azyumardi Azra, Editor, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008, h.39 [4] Manna’ al-Qaththan, Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qurân, Riyadh, Manshûrât al-‘Ashr al-Hadîts, 1972, h. 15 [5] Ibid. h. 15 -16 [6] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2010, h.
1 [7] Manna’ al-Qathathan, Mabahits fi ‘Ulum al-ur’an, Mansyurat Al Ashr al-Hadits, 1973, h. 15-16 [8] Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân, Dârl Fikr, Beirut,t.t. Jilid I, h.27 [9] Manna’ al-Qathathan, Op.Cit, h. 16. [10] Hatta Syamsuddin, Lc, Modul Ulum al-Qur’an, Surakarta, Pesantren Ar Royan, 2008. h.6. [11] Rosihan Anwar.
Ulum Al-Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 17-23 [12] Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid I. [13] Muhammad alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut al-‘Azim al-Zarqani, Op. Cit. h.23 [14] Kementerian Agama Op. Cit. h. 417 [15] Rosihon Anwar. Op.Cit. h.24 [16] Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan Media Utama, Bandung, 1994. [17] Ali Ibn Ibrahim ibn Said, Al-Burhan fi ulum al-Qur’an. [18] Rosihan Anwar, Op.Cit.
h. 19. [19] Manna’ al-Qathathan, Op.Cit, h. 10 [20] Azyumardi Azra, Editor, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008, h.43 [21] Rosihan Anwar, Op.Cit. h. 19 [22] Manna Alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut, Op.Cit., h. 12 [23] Ibid [24] Manna Al-Qaththan, Op.cit., h. 12 [25] Ibid.
h. 12 [26] Ibid. h. 24.
Sebagaimana kita ketahui, Alquran telah menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai kitab petunjuk ( hudan) yang dapat menuntun umat manusia menuju jalan yang benar. Selain itu, juga berfungsi sebagai pemberi penjelasan ( tibyan) terhadap segala sesuatu, serta pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk membuktikan bahwa Alquran adalah kitab petunjuk, pemberi penjelasan serta pembeda antara yang benar dan yang bathil.
Yang semua itu telah dilakukan oleh orang-orang kompeten yang telah memenuhi syarat ( para ahli tafsir), dengan melakukan penafsiran terhadap Alquran, mulai sejak awal-awal peradaban Islam hingga kini. Keindahan bahasa Alquran, kedalaman maknanya serta keragaman temanya, membuat pesan-pesan yang ada didalamnya tidak pernah habis, meski telah dikaji dari berbagai aspek. Keagungan dan keajaibannya selalu muncul seiring dengan perkembangan akal manusia dari masa ke masa.
Oleh Karena itu, upaya untuk menghadirkan pesan-pesan yang ada dalam Alquran merupakan proses yang tidak pernah habis selama manusia masih hidup. Dari sinilah kemudian muncul berbagai ragam corak karya tafsir dengan berbagai metode yang digunakan.
Salah satu bentuk tafsir yang dikembangkan oleh para ulama kontemporer adalah tafsir tematik atau penafsiran Alquran tematik, yang dalam bahasa Arab biasa disebut dengan At-Tafsir Al-Maudlui atau dalam bahasa ulama asal Iran M Baqir al-Shadr disebut dengan Tafsir At-Tauhidi. Dalam kitab Mabahis fit Tafsir al-Maudhui karya Musthafa Muslim, dijelaskan bahwa Tafsir ini berupaya menetapkan satu topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau bagian ayat-ayat dari beberapa surat yang berbicara tentang topik tersebut.
Untuk kemudian dikaitkan dengan lainnya, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan Alquran. Atau bisa dikatakan sebagai sebuah penafsiran, yang membahas persoalan-persoalan sesuai dengan tema melalui penjelasan satu surah atau lebih. Baca juga: At-Tin dan Beringin: Alquran untuk Semua Bagi sebagaian ulama, tafsir tematik dianggap sebagai metode alternatif yang paling sesuai dengan kebutuhan umat di era saat ini.
Hal ini dikarenakan metode ini dianggap sebagai metode yang paling obyektif, tentunya dengan batasan-batasan yang ada. Dalam metode ini, seolah penafsir mempersilahkan Alquran berbicara sendiri melalui ayat dan kosa katanya, terhadap persoalan tertentu atau biasa disebut dengan Istantiq Alquran (ajaklah berbicara Alquran).
Dan kata ini biasa dikumandangkan oleh para pendukung metode tafsir ini. Dalam metode ini, seorang penafsir yang hidup di tengah realitas dengan pengalaman dari berbagai manusia dan kehidupan, duduk bersimpuh dihadapan Alquran untuk berdialog, mengajukan persoalan dan berusaha menemukan jawaban-jawabannyan dari Alquran. Selain itu, metode ini dikatakan obyektif karena sesuai maknanya yaitu maudhui, yang berarti sesuatu yang ditetapkan disebuah tempat dan tidak kemana-mana.
Para mufassir maudhui ketika menjelaskan pesan-pesan Alquran terikat dengan makna dan permaslahan tertentu yang terkait, dengan menetapkan setiap ayat pada tempatnya. Metode ini dikembangkan oleh para ulama sebagai upaya untuk melengkapi kekurangan yang terdapat pada khazanah tafsir klasik yang didominasi oleh pendekatan tahlili.
Yaitu sebuah penafsiran Alquran ayat demi ayat, sesuai dengan urutannya dalam mushaf. Dengan segala segi yang dianggap perlu oleh sang mufassir diuraikan, yang dimulai dari arti kosata, asbabun nuzul, munasabah dan lainnya, yang berkaitan dengan teks dan kandungan ayat.
Baca juga: Mun’im Sirry: Mujtahid Mazhab Revisionis Kritik yang sering ditujukan terhadap model penafsiran tahlili yang banyak digunakan oleh ulama-ulama tafsir klasik, karena dianggap menghasilkan pandangan-pandangan parsial.
Bahkan ayat-ayat Alquran digunakan sebagai dalih pembenaran pendapat mufassir. Dan sering kali tidak mampu memberi jawaban yang tuntas, terhadap persoalan-persoalan umat karena terlampau teoritis. Sehingga tafsir tematik dianggap sebagai alternative untuk menjawab kebutuhan umat, yang lebih suka terhadap penjelasan-penjelasan yang tidak terlalu rumit dan njlimet.
(RM)
Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat Islam. Di dalamnya, terdapat banyak aturan main yang harus dilaksanakan oleh umat Islam, seperti larangan yang harus dihindari dan perintah yang harus dikerjakan. Selain berisikan tentang aturan yang harus dipatuhi, Al-Qur’an juga berisi tentang kisah para umat terdahulu, baik yang Allah selamatkan dan Allah angkat harkat martabatnya karena keimanan kepada Allah seperti kisah para Ashabul Kahfi maupun umat yang Allah azab karena berbuat melampaui batas seperti kaum Madyan.
Tak hanya itu, Al-Qur’an juga berisikan ilmu sains, akidah Islam, dan juga janji Allah akan balasan berupa surga dan neraka. Dengan berbagai macam isi yang tercantum dan dijelaskan di dalam kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, sudah barang tentu Al-Qur’an memiliki banyak fungsi. Al-Qur’an berfungsi sebagai Al-Furqon atau pembeda antara mana yang haq dan mana yang bathil. Al-Qur’an juga berfungsi sebagai Asy-Syifa atau obat bagi mereka yang hatinya tidak tenang dan sering memiliki penyakit hati.
Bahkan ada pepatah yang menyatakan, seberapa tenang diri dan hatimu tergantung pada seberapa sering Anda membaca Al-Qur’an dalam sehari semalam.
Fungsi Al-Qur’an yang selanjutnya adalah Al-Mau’izatul atau pemberi nasihat. Di dalam setiap kisah para umat terdahulu, pelajaran akidah, atau aturan hidup yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, terdapat nasihat-nasihat yang Allah berikan. Tujuannya agar menjadi renungan dan pembelajaran bagi yang mempelajari Al-Qur’an. Selanjutnya, Al-Qur’an ini berfungsi sebagai Al-Huda atau pemberi petunjuk manusia, mana yang benar dan harus dilakukan dan mana yang salah dan harus dijauhi.
Berkenaan dengan Al-Qur’an sebagai Al-Huda, Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)”.
Dari redaksi ayat di atas, Al-Qur’a adalah petunjuk bagi seluruh tanpa terkecuali. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Banyak orang yang mengingkari kebenaran dan enggan mengimaninya. Sebagian dari mereka yang menolak kebenaran Al-Quran beranggapan bahwa kitab suci ini merupakan buatan Nabi Muhammad.
Nauzubillah min dzalik. Meyakini hal seperti ini sama saja dengan merendahkan kemahakuasaan Allah. Akhirnya mereka mencari zat lain untuk dapat mereka jadikan tuhan yang ajarannya bisa mereka atur sekehendak hati mereka. Padahal jelas-jelas di dalam Al-Qur’an sûrah Âli ‘Imrân ayat 19 telah disebutkan bahwa, “ Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam”. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 1-2 yang artinya, “ Alif lam mim.
Ini adalah kitab yang tidak ada keraguan sedikit pun padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa” Dengan sangat gamblang Allah menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat bagi Nabi Muhammad yang fungsinya sebagai petunjuk hidup bagi mereka yang bertaqwa. Orang yang bertaqwa dan beriman hanya kepada Allah, akan sangat mudah meraih hidayah, memahami serta mengamalkan seluruh ajaran Islam yang termaktub di dalam kitab suci tersebut. Hati mereka akan terasa sangat lapang menerima berbagai perkara yang Haq dan rela menjauhi perkara yang bathil karena dikhawatirkan dapat merusak akidah mereka.
Orang yang sudah meyakini dan mempercayai kekuasaan Allah, akan dengan mudah mengenyahkan keraguannya terhadap ajaran Islam. Malah, dengan sifat keingintahuan yang Allah anugerahkan kepada manusia, mereka akan semakin meyakini kebenaran yang disampaikan Allah melalui kitabNya tatkala membuktikan sendiri apa yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dengan ilmu dan teknologi yang berkembang pesat ini.
Al-Qur’an sebagai Al-Huda juga berperan penting untuk mengentaskan umat manusia dari kesesatan yang snagat nyata. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak dalil yang membahas bagaimana cara hidup dengan baik. Contoh sederhana saja, di dalam Al-Qur’an, Allah melarang kita untuk meminum khamar dan melakukan praktik perjudian. Larangan ini dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 219 yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” Pertanyaannya, mengapa khamar dan perjudian dilarang? Kedua perkara ini menimbulkan kemudharatan dan keburukan jauh lebih banyak ketimbang kebaikannya. Menegak khamar tidak akan menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Justru khamar merupakan pelarian sementara yang hanya akan menambah masalah lain. Menegak khamar berarti menyakiti diri sendiri karena alkohol yang terkandung dalam minuman tersebut akan merusak sistem organ tubuh vital, seperti otak dan jantung. Tanpa kedua organ vital yang bekerja dengan baik, mustahil seseorang dapat melakukan aktivitas dan ibadah dengan benar.
Hal yang sama juga terjadi pada praktik perjudian. Judi bukan cara untuk mencari rezeki, melainkan jalan untuk memperburuk status ekonomi dan menyuburkan kemiskinan. Lebih jauh lagi, perjudian menumbuhkan banyak tindak kriminal demi mendapatkan uang untuk berjudi. Lihatlah, betapa banyak kemudharatan dari khamar dan judi yang Allah larang. Tujuan Allah melarang kita melakukan dua hal tersebut adalah karena Allah tak ingin kita berada dalam kesesatan nyata dan jatuh dalam keterpurukan.
Melalui Al-Qur’an, Allah juga memberikan bimbingan dan arahan untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang anjuran berbuat baik terdapat surah Al-Baqarah ayat 195 yang artinya, “ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Berbuat baik dapat dilakukan dengan cara apa saja. Alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut sebuah hadits, Rasulullah menjelaskan bahwa setiap perbuatan baik bernilai sedekah.
Tentu saja, perintah Allah kepada kita untuk senantiasa berbuat baik akan selalu kembali kepada pengamalnya dalam bentuk pahala sedekah. Sebagai petunjuk, Al-Qur’an juga menjelaskan tentang perintah melaksanakan ibadah.
“Dan janganlah kamu mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu menyembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.
Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (Q.S Al-Baqarah: 42-43). *** Tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini tak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Allah telah menurunkan petunjuk dan pedoman yang dapat dijadikan umat manusia sebagai tuntunan bagaimana menjalani hidup yang semestinya. Mari kita ingat sejenak sebuah lirik nasyid yang sempat populer di awal tahun 2000an, sepohon kayu daunnya rimbun/lebat bunga serta buahnya// walaupun hidup seribu tahun bila tak sembahyang apa gunanya?// Agar kita tidak menjadi manusia yang ada dalam lirik nasyid tersebut, kembalilah kepada Al-Qur’an dan jadikanlah ia satu-satunya pedoman hidup selain Al-Hadits.
Semoga Allah terus menjaga hati dan keimanan kita. Aamiin aamiin yaa Rabbal’aalamiin. Penulis, (Dessy)Merdeka.com - Al Quran adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah kepada manusia. Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad (SAW) melalui malaikat Jibril. Fungsi Al Quran ada beberapa macam mulai dari fungsi Al Quran dalam agama Islam, fungsi Al Quran bagi kehidupan manusia, dan fungsi Al Quran sebagai sumber ilmu. Wahyu Al Quran dianggap oleh umat Islam sebagai firman suci Allah, yang dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan dalam kitab suci sebelumnya seperti Perjanjian Lama dan Baru.
Al Quran mencakup setiap aspek kehidupan yang perlu diketahui seseorang. Hal yang terbaik dari semua pendidikan di dunia ini adalah Al Quran dan memperolehnya adalah wajib bagi setiap Muslim. Agama Islam memberi arti penting bagi pembelajaran AlQuran karena itu adalah kode perilaku yang lengkap.
Islam sangat mementingkan pengetahuan, pembelajaran dan pendidikan. Ketika Al Quran diturunkan, kata pertamanya adalah "Iqra", yang artinya membaca. BACA JUGA: Mengenal Daddy Issues, Ketahui Dampak dan Cara Mengatasinya 35 Kata-kata Malam Minggu Kelabu yang Wakili Jiwa Kesepian Fungsi Al Quran sebagai pemisah adalah dapat memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang benar dan yang salah.
Di dalam Al Quran dijelaskan beberapa hal mengenai yang boleh dilakukan atau yang baik, dan yang tidak boleh dilakukan atau yang buruk. 3. Al-Asyifa (Obat) Al Quran bisa menjadi obat penyakit mental di mana membaca Al Quran dan mengamalkannya daoat terhindar dari berbagai hati atau mental. Meskipun Al Quran hanya sebatas tulisan saja, namun membacanya dapat memberikan pencerahan bagi alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut orang yang beriman.
4. Al-mau'izah (Nasihat) BACA JUGA: 5 Cara Membuat Sambal Pecel Ala Rumahan, Mudah Dipraktikkan 4 Potret Ine Dewi Pemain Pelangi untuk Nirmala dalam Balutan Hijab, Banjir Pujian Di dalam Al Quran terdapat banyak pengajaran, nasihat-nasihat, peringatan tentang kehidupan bagi orang-orang yang bertakwa, yang berjalan di jalan Allah. Nasihat yang terdapat di dalam Al Quran biasanya berkaitan dengan sebuah peristiwa atau kejadian, yang bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang di masa sekarang atau masa setelahnya.
Fungsi Al Quran bagi Kehidupan Manusia 1. Sebagai petunjuk jalan yang lurus Al Quran memberikan petunjuk agar umat manusia dapat terus berjalan di jalan yang lurus.
Hal yang di maksud adalah manusia harus hidup dengan baik dan benar atau dalam istilahnya adalah di jalan yang luru.
Di dalam Al Quran sudah dijelaskan mana yang salah dan mana yang benar, serta peringatan-peringatan agar terus bertakwa kepada Allah. 2. Merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW BACA JUGA: 6 Cara Menghadapi Ketidakpastian yang Membuat Stres dan Down, Lakukan Hal Ini 4 Potret Terbaru Falhan Abssar, Anak Muzdalifah dan Nassar yang makin Tampan Al Quran adalah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Berbeda dengan nabi-nabi lainnya yang diberikan mukjizat seperti berbicara dengan binatang, menyembuhkan penyakit, dan lain sebagainya. Al Quran merupakan sumber dari segala sumber hukum dan penyempurna dari kitab-kitab yang terdahulu. 3. Menjelaskan kepribadian manusia Fungsi Al Quran selanjutnya adalah menjelaskan kepribadian manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya yang ada di bumi. Manusia adalah makhluk yang diberikan akal, bisa membedakan baik dan buruk dan membuatnya berbeda dengan binatang yang sama-sama ciptaan Allah.
4. Merupakan penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya BACA JUGA: Genap Berusia 40 Tahun, Ini 6 Potret Transformasi Gading Marten Bacaan Doa Robithoh Lengkap Latin dan Artinya Sebelum Al Quran ada beberapa kitab Allah yang juga alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut kepada para nabi seperti Injil, Taurat dan Zabur. Kitab-kitab Allah sebelumnya ditujukan hanya pada umat pada zaman tersebut saja, berbeda dengan Al Quran yang digunakan sampai akhir zaman.
5. Menjelaskan masalah yang pernah diperselisihkan umat sebelumnya. Di dalam Al Quran terdapat cerita-cerita dari masa lalu yang kemudian berdasarkan kisah umat terdahulu kita bisa belajar agar tidak mengulangi kesalahan yang pernah mereka buat sebelumnya.
6. Al Quran memantapkan iman Islam Dengan membaca Al Quran, mempelajarinya dan mengamalkannya, kita bisa memantapkan iman kita.
Isi Al Quran akan membuat kita semakin yakin bahwa agama Islam adalah agama yang memang harus dianut. 7. Tuntunan dan hukum untuk menjalani kehidupan Al Quran berisi tentang hukum dan juga tuntunan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Di dalam Al Quran mengatur bagaimana tentang berhubungan alquran berfungsi sebagai pembeda antara kebenaran dan kebatilan sehingga disebut orang lain, berdagang, warisan, zakat, dan masih banyak lagi.
Fungsi Al Quran Sebagai Sumber Ilmu 1. Ilmu tauhid Ilmu tauhid merupakan ilmu kalam dalam Islam yang membahas pengokohan keyakinan dalam agama Islam sehingga dapat memperkuat dan menghilangkan keraguan.
2. Ilmu hukum Di dalam Al Quran juga terdapat ilmu hukum yang dibahas. Contohnya saja terdapat hukum pernikahan, warisan, zakat, dan lain sebagainya.
3. Ilmu tasawuf Ilmu tasawuf adalah ilmu cara untuk mensucikan jiwa, menjernihkan akhlak dan batin. Itulah beberapa fungsi Al Quran yang perlu kamu ketahui. Al Quran adalah kitab bagi orang Islam, yang didalamnya berisi berbagai penjelasan mengenai hukum dan tatacara yang Islam ajarkan untuk menjalani kehidupan di dunia.
4. Ilmu filsafat Islam Filsafat Islam adalah hubungan ilmu kalam dengan filsafat yang dikembangkan oleh cendekiawan muslim. Jika dalam ilmu filsafat lain kadang masih mencari-cari tentang kehadiran tuhan namun di filsafat Islam sudah meyakini tentang keesaan Tuhan yaitu Allah SWT. 5. Ilmu sejarah Islam Al Quran juga mengandung banyak ilmu sejarah dari masa terbentuknya manusia hingga perjuangan Nabi Muhammad SAW. 6. Ilmu pendidikan Islam Al Quran menjadi salah satu sumber utama untuk mempelajari Islam.
Di dalam Al Quran juga sering disebutkan ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu biologi atau astronomi. Itulah beberapa fungsi Al Quran yang perlu Anda ketahui. Al Quran adalah kitab bagi orang Islam, yang didalamnya berisi berbagai penjelasan mengenai hukum dan tata cara yang Islam ajarkan untuk menjalani kehidupan di dunia. sumber: Liputan6/ Rizzaq Aynur Nugroho 1 Kisah Kehidupan Seks Tentara Belanda di Indonesia 2 6 Potret Terbaru Aisyahrani Hamil Anak Ketiga, Penampilannya Mencuri Perhatian 3 Tak Terima Rekayasa Lalu Lintas, Pengguna Mobil Mewah Ini Berkata Kasar Kepada Polisi 4 6 Gaya Lucu Rayyanza Anak Raffi Ahmad & Nagita Liburan di Bali, Bikin Gemas 5 VIDEO: Iptu Asep Saefuloh, Polisi Dimaki Penumpang Alphard Kapolsek Sukaresik Selengkapnya