Berakhirnya dana penerimaan khusus sebesar 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional untuk Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 huruf (c) UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah mengundang berbagai diskursus seputar masa depan Papua dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagian kalangan memandang perlunya perubahan terhadap UU Otonomi Khusus tersebut demi memberi payung hukum keberlanjutan penerimaan khusus yang dimaksud. Sebagian juga memandang bahwa jika hanya kepentingan mengakomodasi penerimaan khusus, maka perubahan UU Otonomi Khusus hanya mereduksi dinamika Papua yang justru memiliki persoalan yang lebih kompleks. Kekeliruan Sejarah Kedua kutub perbedaan persepsi ini semakin mengemuka dengan berbagai asumsi dan pertimbangannya masing-masing.
Tapi suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sesungguhnya referensi utama terkait UU 21 Tahun 2001 dengan berbagai latar inisiasi kemunculannya sebagai solusi politik, telah mengalami reduksi sejak UU 35 Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua disahkan.
Selain memasukkan Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Papua sebagaimana dimaksudkan dalam UU Otonomi Khusus Papua, UU tersebut juga menghapus tugas dan kewenangan DPRP dalam memilih gubernur dan wakil gubernur serta memilih para utusan Provinsi Papua sebagai Anggota MPR RI.
Hilangnya kewenangan tersebut juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-VIII/2010. Dalam salah satu petikan pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua adalah merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia. Pemilihan gubernur dan wakil gubernur oleh DPR Papua tidak memenuhi kriteria kekhususan atau keistimewaan yang melekat Pada daerah yang bersangkutan, baik karena hak asal-usul yang melekat pada Provinsi Papua yang telah diakui dan tetap hidup, maupun karena latar belakang pembentukan dan kebutuhan nyata diperlukannya kekhususan atau keistimewaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kekhususan provinsi papua Republik Indonesia.
Kekhususan Provinsi Papua berkaitan dengan pemilihan gubernur yang berbeda dengan provinsi lainnya hanya mengenai calon gubernur dan calon wakil gubernur yang harus orang asli Papua dan telah mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP, sedangkan persyaratan dan mekanisme lainnya sama dengan yang berlaku di daerah lainnya di Indonesia.
Jika ditelisik lebih jauh lagi, Pasal 45 UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang mengamanatkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, juga menemui jalan buntu seiring dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Pada gilirannya, beberapa nomenklatur kekhususan dengan berbagai filosofi keberadaannya yang terdapat dalam UU 21 Tahun 2001 Otonomi Khusus telah “diamputasi†dalam rentang waktu pelaksanaannya. Dimana Letak Kekhususan? Merujuk pada sekelumit realita tersebut, maka perubahan UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sedang mengalami jalan terjal persepsi yang tidak mudah untuk diselesaikan.
Logika kekhususan dengan berbagai pertimbangan yuridis, sosiologis, historis dan filosofis berada dalam pemaknaan yang kehilangan kesamaan visi dan makna. Akibatnya, upaya “pragmatis†dan terburu-buru untuk melakukan perubahan terbatas terhadap UU tersebut akan senantiasa mengalami resistensi. Prinsip Otonomi Kekhususan provinsi papua yang termaktub dalam Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian diturunkan dalam nomenklatur perundang- undangan tentang desentralisasi sebagaimana termaktub dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan kekhususan provinsi papua Daerah pun mengalami persoalan yang sama.
Belum lagi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang entah merujuk pada nilai-nilai kekhususan Papua yang telah “diamputasiâ€.
Bahkan, revisi terbatas terkait Pasal 34 tentang Dana Otonomi Khusus dan Pasal 76 tentang Pemekaran Wilayah (Daerah) Dalam UU 21 Tahun 2001, semakin menjauhkan roh kekhususan Papua itu sendiri. Pada titik yang paling ekstrim, persoalan dana penerimaan khusus menjadi poin tersendiri yang dianggap tidak menyentuh persoalan yang sesungguhnya sedang berkecamuk. Sejatinya, diskursus tentang Papua dalam rangka optimalisasi pembangunan harus merapihkan dan menempatkan kembali tentang kekhususan Papua.
Secara khusus, desentralisasi fiskal yang merujuk pada perolehan bagi hasil pertambangan umum sebesar 80% pun belum menuai kejelasan disebabkan tidak disertai peraturan-peraturan khusus yang mengatur pengelolaannya.
Demikian juga aspek kehutanan, perikanan, pertambangan minyak bumi serta gas alam yang berkisar 70% – 80%. Jika diterapkan dengan ketentuan dan kewenangan yang tegas, boleh jadi, persoalan penerimaan dana Otonomi Khusus tidak lagi diperdebatkan. Hingga saat ini, perdebatan tentang Otonomi Khusus Papua berada dalam suasana yang centang-perenang. Selain rujukan perubahan yang kehilangan sumber, kita juga diperhadapkan pada pemaknaan desentralisasi yang belum memadai.
Kita tidak lagi menemukan semangat Otonomi Khusus tentang upaya untuk memberikan kewenangan yang luas bagi pemerintahan daerah dan rakyat untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alamnya, selain kewenangan memberdayakan potensi sosial, budaya dan perekonomian, serta pemberian peran yang memadai bagi orang asli Papua.
Sebaliknya, atas nama sinergi nasional, Papua semakin kehilangan kekhususan. Namun, kompleksitas persoalan Papua dan Papua Barat tidak bisa diselesaikan dengan tambal sulam kebijakan sembari menafikan latar belakang yuridis, sosiologis, historis dan filosofis yang melahirkan UU 21 Tahun 2001.
Inkonsistensi pelaksanaan UU tersebutlah yang menjadi hulu dari sekian persoalan yang menggejala dewasa ini. Mereduksinya dalam 2 Pasal Perubahan kiranya hanya akan menambah deretan persoalan baru. • Ditulis oleh Yorrys Raweyai, Anggota DPD RI Dapil Papua/Ketua MPR for Papua Jaga Indonesia adalah media Jaringan Gagasan Indonesia yang mengabarkan berita terkini, investigasi, dan opini. JI mengedepankan jurnalisme independen dan berpegang pada tujuan utama berdirinya yakni gerakan intelektual berbasis tulisan untuk membantu khalayak memahami realitas.
Media ini dibawah naungan PT. MEDIA JAGA PAPUA berdasarkan SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor AHU.0006094.AH.01.01 Tahun 2020. Breaking News • Catatan The Atlantic: Kekhususan provinsi papua Seperti Flu, COVID-19 Akan Berakhir Seperti Rokok • Bom Rusia Ledakkan Sekolah, Jill Biden Kunjungi Ibu Negara Ukraina • Kompolnas: Polisi Jangan Lakukan Tindakan Ilegal dengan Alasan Gaji Kecil • Rusia Membom Sekolah di Luhansk, 60 Tewas • Pemerintah Tanggung Biaya Pasien Hepatitis Melalui BPJS Kesehatan • Kekasih Putin Kena Imbas Sanksi dari Uni Eropa • Asyiknya Lebaran: Kucingpun Kekhususan provinsi papua Saat Dibawa Mudik • Dinkes se- Jabar dan Praktisi Bahas Khusus Hepatitis Akut Misterius • Dari Muhammad Ibnu Musa Al-Khawarizmi, Eropa Kenal Angka Nol dan Algoritma • Semiotika Kebencian Tahun 2021, dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat yang selama ini digelontorkan Pemerintah Pusat dari Dana Alokasi Umum (DAU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan berakhir.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua pasal 34. Sehubungan hal tersebut, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta lembaga lainnya akan melakukan evaluasi. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus ini telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2020. Selain mengatur batas waktu alokasi dana otonomi khusus serta kekhususan provinsi papua sebesar 2% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, UU ini juga menjadi dasar hukum berlakunya otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan daerah-daerah pemekarannya sejak tahun 2001.
Kekhususan lainnya, di dua provinsi paling timur Indonesia itu terdapat sebuah lembaga negara yang khas dan hanya ada di sana. Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) adalah lembaga di tingkat provinsi yang merupakan representasi kultural Orang Asli Papua (OAP). Lembaga ini punya tugas dan wewenang tertentu yang diatur Undang-Undang. Selain Papua dan Kekhususan provinsi papua Barat, ada tiga daerah lain di Indonesia yang memiliki status khusus dan istimewa. Dasar konstitusioal pembentukan daerah-daerah ini adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (1) dan (2) yang berbunyi: • Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
• Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih kekhususan provinsi papua dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya, masing-masing daerah khusus itu memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang yang menjadi dasar hukum pembentukan serta poin-poin kekhususan dan keistimewaan daerah tersebut. Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) memiliki lima kota administratif dan satu kabupaten administratif.
Tak kekhususan provinsi papua provinsi lain di Indonesia, wali kota dan bupati yang ada di Jakarta tidak dipilih secara langsung melainkan diangkat oleh Gubernur DKI Jakarta atas rekomendasi DPRD DKI Jakarta.
Bagi Jakarta, dasar hukum kekhususannya yang terbaru adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu kekhususan Jakarta selain yang telah disebut di atas adalah Jakarta memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/pewakilan lembaga internasional.
Daerah Istimewa (DI) Nanggroe Aceh Darussalam Lain Jakarta, lain pula Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pemerintah daerah “Serambi Mekah” menyebut peraturan daerah yang mereka keluarkan dengan istilah Qanun. Rakyat Aceh dapat mendirikan partai politik lokal sendiri serta pemerintahnya dapat menghukum pelaku zina dengan hukum cambuk, hal yang tak ada di daerah lain di Indonesia.
Lahirnya keistimewaan Aceh tidak bisa lepas dari sejarah panjang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menuntut kemerdekaan dari NKRI. Pada 15 Agustus 2005, Pemerintah Indonesia dan GAM menandatangi Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) di Helsinki, Finlandia. Salah satu isinya adalah, Aceh diberi wewenang mengatur dan melaksanakan semua sektor publik sesuai dengan hukum syariat Islam. Dalam perjanjian yang dikenal luas sebagai Kesepakatan Helsinki itu ada beberapa sektor yang dikecualikan, di antaranya hubungan luar negeri, keamanan nasional, hal ihwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman, dan kebebasan beragama yang merupakan domain Pemerintah Pusat.
Lebih lanjut, keistimewaan Aceh diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta Sementara di Provinsi Yogyakarta, tidak ada pemilihan kepala daerah provinsi.
Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat sudah pasti menjabat Gubernur DI Yogyakarta dan Adipati Pakualaman sudah pasti menjabat wakil gubernur. Sebelum terbentuknya NKRI, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningratsudah diakui oleh Belanda sebagai sebuah negara berdaulat dengan sebutan Zelfbestuurlandschappen atau Daerah Swapraja.
Usai Jepang terusir dari bumi pertiwi, Yogya sangat siap menjadi negara merdeka yang berdualat, lengkap dengan wilayah, harta, penduduk, serta sistem pemerintahan monarki khas mereka. Namun, Sultan Yogya Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX menyatakan bahwa kesultanannya merupakan bagian dari NKRI.
Sri Sultan HB IX juga mendonasikan hampir seluruh harta kerajaan untuk penyelenggaraan pemeritahan NKRI di masa-masa awal kemerdekaan ketika Yogya menjadi Ibu Kota Indonesia pada 1946 dan 1949. Atas jasa-jasanya serta latar belakang sejarah tersebut, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 9 Tahun 1955 tentang Perubahan UU No.
3 dan No. 19 Tahun 1950 tentang Pementukan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan.
Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu. Cari sumber: "Otonomi khusus Papua" kekhususan provinsi papua berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR • Mengganti markah HTML dengan markah wiki bila dimungkinkan.
• Tambahkan pranala wiki. Bila dirasa perlu, buatlah pautan ke artikel wiki lainnya dengan cara menambahkan "[[" dan "]]" pada kata yang bersangkutan (lihat WP:LINK untuk keterangan lebih lanjut). Mohon jangan memasang pranala pada kata yang sudah diketahui secara umum oleh para pembaca, seperti profesi, istilah geografi umum, dan perkakas sehari-hari. • Sunting bagian pembuka. Buat atau kembangkan bagian pembuka dari artikel ini. • Susun header artikel ini sesuai dengan pedoman tata letak.
• Tambahkan kotak info bila jenis artikel memungkinkan. • Hapus tag/templat ini. Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 ( Lembaran Negara Tahun 2001 No.
135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843). UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Untuk materi lengkap bisa dilihat di dalam UU 21/2001.
Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU kekhususan provinsi papua, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia. Daftar isi • 1 Latar Belakang • 2 Provinsi Papua • 3 Wilayah Papua • 4 Pemerintahan • 4.1 Legislatif • 4.2 Eksekutif • 4.3 MRP • 5 Parpol • 6 Peraturan Daerah • 7 Keuangan • 7.1 Dana Perimbangan • 7.2 Dana lain-lain • 8 Perekonomian • 9 Penegakan Hukum • 9.1 Kepolisian • 9.2 Kejaksaan • 9.3 Peradilan • 10 Adat Papua dan Perlindungannya • 10.1 Hak Asasi dan Rekonsiliasi • 10.2 Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan • 11 Lingkungan Hidup • 12 Lain-lain • 13 Revisi • 13.1 Penerbitan Perpu No.
1 Tahun 2008 • 13.2 Undang-Undang Pemerintahan Papua/Otonomi Khusus Plus Papua • 14 Lihat pula Latar Belakang [ sunting - sunting sumber ] Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Keputusan politik penyatuan Papua (semula disebut Irian Barat kemudian berganti menjadi Irian Jaya) menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kekhususan provinsi papua hakikatnya mengandung cita-cita luhur.
Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung kekhususan provinsi papua penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua.
Momentum reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tahun 1999 dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya.
Hal ini merupakan suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua.
Provinsi Papua [ sunting - sunting sumber ] Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Provinsi Papua sebagai bagian dari NKRI menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.
Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Kekhususan provinsi papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan. Wilayah Papua [ sunting - sunting sumber ] Provinsi Papua terdiri atas Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masing-masing sebagai Daerah Otonom.
Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sejumlah Distrik. Distrik (dahulu dikenal dengan Kecamatan) adalah wilayah kerja Kepala Distrik sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota; Distrik terdiri atas sejumlah kampung atau yang disebut dengan nama lain.
Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem kekhususan provinsi papua nasional dan berada di daerah Kabupaten/Kota. Di dalam Provinsi Papua dapat ditetapkan kawasan untuk kepentingan khusus yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atas usul Provinsi.
Pemekaran Provinsi Papua menjadi Provinsi-provinsi yang baru dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan pada masa datang.
Pemerintahan [ sunting - sunting sumber ] Pemerintahan Daerah Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif. Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua, dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Legislatif [ sunting - sunting sumber ] Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP. Jumlah anggota DPRP adalah 1 1/4 (satu seperempat) kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagai contoh mudah, jika jatah anggota DPRD Provinsi Papua menurut UU Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah 100 kursi maka jumlah kursi DPRP adalah 125 kursi. Eksekutif [ sunting - sunting sumber ] Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai Kepala Eksekutif yang disebut Gubernur.
Gubernur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang disebut Wakil Gubernur. Tata cara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur ditetapkan dengan Perdasus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berbeda dengan Provinsi-provinsi kekhususan provinsi papua di Indonesia, yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua memerlukan syarat khusus, diantaranya kekhususan provinsi papua Warga Negara Republik Indonesia dengan syarat-syarat: • orang asli Papua; • setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua; • tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik; dan • tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dipenjara karena alasan-alasan politik.
MRP [ sunting - sunting sumber ] MRP beranggotakan orang-orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP. Keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus. Masa keanggotaan MRP adalah 5 (lima) tahun. Pelantikan anggota MRP dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri. MRP mempunyai tugas dan wewenang, yang diatur dengan Perdasus, antara lain: • memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP; dan • memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur.
Parpol [ sunting - sunting sumber ] Penduduk Provinsi Papua dapat membentuk partai politik. Rekrutmen politik oleh partai politik di Provinsi Papua dilakukan dengan memprioritaskan masyarakat asli Papua. Partai politik wajib meminta pertimbangan kepada MRP dalam hal seleksi dan rekrutmen politik partainya masing-masing. Peraturan Daerah [ sunting - sunting sumber ] Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam UU 21/2001.
Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP. Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perdasi dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur. Keuangan [ sunting - sunting sumber ] Kekhususan provinsi papua Perimbangan [ sunting - sunting sumber ] Dalam rangka otonomi khusus Provinsi Papua (dan provinsi-provinsi hasil pemekarannya) mendapat bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam sebagai berikut: • Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen) • Bea Kekhususan provinsi papua Hak Atas Tanah dan Bangunan sebesar 80% (delapan puluh persen) • Pajak Penghasilan Orang Pribadi sebesar 20% (dua puluh persen) • Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen) • Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen) • Pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen) • Pertambangan minyak bumi 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001.
Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen) • Pertambangan gas alam 70% (tujuh puluh persen) selama 25 tahun terhitung dari tahun 2001.
Mulai tahun ke-26 menjadi 50% (lima puluh persen). Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan Pertambangan minyak bumi dan gas alam dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi Dana lain-lain [ sunting - sunting sumber ] Dana Alokasi Khusus yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan memberikan prioritas kepada Provinsi Papua.
Penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. Dana tambahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Perekonomian [ sunting - sunting sumber ] Usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan, yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus.
Pembangunan perekonomian berbasis kerakyatan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat yang dilakukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat adat agar dapat berperan dalam perekonomian seluas-luasnya.
Penanam modal yang melakukan investasi di wilayah Provinsi Papua harus mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat setempat. Pemberian kesempatan berusaha Perundingan yang dilakukan antara Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan penanam modal harus melibatkan masyarakat adat setempat Penegakan Hukum [ sunting - sunting sumber ] Kepolisian [ sunting - sunting sumber ] Tugas Kepolisian di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua sebagai bagian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Papua dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur Provinsi Papua. Seleksi untuk menjadi perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Kepolisian Daerah Provinsi Papua dengan memperhatikan sistem hukum, budaya, adat istiadat, dan kebijakan Gubernur Provinsi Papua.
Pendidikan dasar dan pelatihan umum bagi bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi Papua diberi kurikulum muatan lokal, dan lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi Papua. Penempatan perwira, bintara dan tamtama Kepolisian Negara Republik Indonesia dari luar Provinsi Papua dilaksanakan atas Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperhatikan sistem hukum, budaya dan adat istiadat di daerah penugasan.
Kejaksaan [ sunting - sunting sumber ] Tugas Kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Kejaksaan Republik Indonesia. Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi Papua dilakukan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia dengan persetujuan Gubernur.
Peradilan [ sunting - sunting sumber ] Kekuasaan kehakiman di Provinsi Papua dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di samping kekuasaan kehakiman tersebut, diakui adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu.
Peradilan adat adalah peradilan perdamaian di lingkungan masyarakat hukum adat, yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat disusun menurut ketentuan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana berdasarkan hukum adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Pengadilan adat tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa perdata dan perkara pidana yang salah satu pihak yang bersengketa atau pelaku pidana bukan warga masyarakat hukum adatnya. Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat hukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu dan terikat serta tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Pengadilan adat tidak berwenang menjatuhkan hukuman pidana penjara atau kurungan. Putusan pengadilan adat mengenai delik pidana yang perkaranya tidak dimintakan pemeriksaan ulang oleh pengadilan tingkat pertama, menjadi putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap. Adat Papua dan Perlindungannya [ sunting - sunting sumber ] Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun.
Pemerintah Provinsi Papua kekhususan provinsi papua mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
Hak-hak masyarakat adat tersebut meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai kekhususan provinsi papua masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah dengan masyarakat hukum adat dan warga yang bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupun imbalannya. Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.
Dalam hal mendapatkan pekerjaan di bidang peradilan, orang asli Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Kekhususan provinsi papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua Hak Asasi dan Rekonsiliasi [ sunting kekhususan provinsi papua sunting sumber ] Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua.
Untuk hal itu Pemerintah membentuk perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Kekhususan provinsi papua Kebenaran dan Rekonsiliasi di Provinsi Papua.
Untuk menegakkan Hak Asasi Manusia kaum perempuan, Pemerintah Provinsi berkewajiban membina, melindungi hak-hak dan memberdayakan perempuan secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk memposisikannya sebagai mitra sejajar kaum laki-laki.
Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa di Provinsi Papua dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi adalah melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.
Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan [ sunting - sunting sumber ] Kekhususan provinsi papua penduduk Provinsi Papua memiliki hak dan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing.
Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban untuk menjamin: • kebebasan, membina kerukunan, dan melindungi semua umat beragama untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya; • menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat beragama; • mengakui otonomi lembaga keagamaan; dan • memberikan dukungan kepada setiap lembaga keagamaan secara proporsional berdasarkan jumlah umat dan tidak bersifat mengikat.
Pemerintah mendelegasikan sebagian kewenangan perizinan penempatan tenaga asing bidang keagamaan di Provinsi Papua kepada Gubernur Provinsi Papua. Pemerintah Provinsi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur, dan jenis pendidikan di Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi wajib melindungi, membina, dan mengembangkan kebudayaan asli Papua. Pemerintah Kekhususan provinsi papua berkewajiban membina, mengembangkan, dan melestarikan keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan dan memantapkan jati diri orang Papua. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa kedua di semua jenjang pendidikan. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar sesuai kebutuhan.
Lingkungan Hidup [ sunting - sunting sumber ] Pemerintah Provinsi Papua berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
Lain-lain [ sunting - sunting sumber ] Usul perubahan atas UU 21/2001 dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan UU 21/2001 dievaluasi setiap tahun dan untuk pertama kalinya dilakukan pada akhir tahun ketiga sesudah Undang-undang ini berlaku.
Pemberian otonomi ini disahkan pada 21 November 2001. Revisi [ sunting - sunting sumber ] Undang-undang Otonomi Khusus Papua mengalami beberapa perubahan termasuk usulan penggantian undang-undang. Penerbitan Perpu No. 1 Tahun 2008 [ sunting - sunting sumber ] Perpu 1/2008 merupakan revisi dari UU 21/2001 yang ditujukan untuk memberikan dasar hukum bagi pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat. Dalam UU 21/2001, hanya dijelaskan mengenai pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua.
Definisi "Provinsi Papua" yang dimaksud dalam UU ini diterjemahkan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak, apakah itu Provinsi Papua "sebelum pemekaran" ataukah "setelah pemekaran". Pada waktu UU 21/2001 disahkan, yang dimaksud Provinsi Papua mencakup seluruh wilayah Pulau Papua bagian barat. Dalam perkembangannya, bagian sebelah timur dari Provinsi Papua dipisahkan menjadi Provinsi Papua Barat. Pemberlakuan otonomi khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat.
Oleh karena itu, Presiden menerbitkan Perpu 1/2008 sebagai dasar hukum pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat. Undang-Undang Pemerintahan Papua/Otonomi Khusus Plus Papua [ sunting - sunting sumber ] Pada akhir Mei 2013, Pemerintah pusat menyatakan bakal mengganti Undang-Undang Otsus Papua tahun 2001 dengan Undang-Undang Pemerintahan Papua. Staf Khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, Felix Wanggai menuturkan Undang-Undang Pemerintahan Papua bermakna untuk penguatan jati diri dan harkat martabat orang Papua, mempercepat pembangunan di tanah Papua, serta lebih melihat persoalan sosial dan politik kekhususan provinsi papua rekonsiliatif.
Lihat pula [ sunting - sunting sumber ] • Otonomi khusus Aceh • Halaman ini terakhir diubah pada 7 Maret 2022, pukul 12.59.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • • Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus (atau bisa disingkat jadi Otsus). Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah: • Jakarta • Daerah Istimewa Yogyakarta • Aceh [1] • Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat • Ibu Kota Nusantara Daftar isi • 1 UU Khusus • 2 Aceh • 3 Jakarta • 4 Papua dan Papua Barat • 5 Sumber • 6 Catatan • 7 Lihat pula UU Khusus [ sunting - sunting sumber ] Daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus selain diatur dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah diberlakukan pula ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang lain.
• Bagi Provinsi DKI Jakarta diberlakukan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia; • Bagi Aceh diberlakukan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; dan • Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat diberlakukan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Aceh [ sunting - sunting sumber ] Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. [2] Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633).
UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman ( Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain: • Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
• Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional. • Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
• Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada. • Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Provinsi Aceh.
Pengakuan sifat istimewa dan khusus oleh Negara kepada Aceh sebenarnya telah melalui perjalanan waktu yang panjang. Tercatat setidaknya kekhususan provinsi papua tiga peraturan penting yang pernah diberlakukan kekhususan provinsi papua keistimewaan dan kekhususan Aceh yaitu Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh, UU 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan Kekhususan provinsi papua 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Aceh.
Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Aceh, diharapkan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh. Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau istimewa yang kekhususan provinsi papua dengan undang-undang.
Selain itu, negara mengakui dan menghormati hak-hak khusus dan istimewa sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta ( Provinsi DKI Jakarta) sebagai satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 Kekhususan provinsi papua.
93; TLN 4744). UU ini mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara.
Aturan sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah. Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara lain: • Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi.
• Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. • Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan kabupaten administrasi.
• Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. kekhususan provinsi papua Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Gubernur mempunyai hak protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan. • Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta. Papua dan Papua Barat [ sunting - sunting sumber ] Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Otonomi Khusus sendiri adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.
Otonomi ini diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 (LN 2001 No. 135 TLN No 4151).Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah: • Pertama, pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang dilakukan dengan kekhususan; • Kedua, pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta pemberdayaannya secara strategis dan mendasar; dan kekhususan provinsi papua Ketiga, mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri: • partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum perempuan; • pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan, berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan • penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
• Keempat, pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan kewenangan tertentu.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.
Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan penduduk Papua, adalah semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
Keberadaan Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, serta perangkat di bawahnya, semua diarahkan untuk memberikan pelayanan terbaik dan pemberdayaan kekhususan provinsi papua. Undang-undang ini juga mengandung semangat penyelesaian masalah dan rekonsiliasi, antara lain dengan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Pembentukan komisi ini dimaksudkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi pada masa lalu dengan tujuan memantapkan persatuan dan kesatuan nasional Indonesia di Provinsi Papua. Sumber [ sunting - sunting sumber ] • UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia • UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh • UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh • UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua • Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Catatan [ sunting - sunting sumber ] • ^ Nama (nomenklatur) yang digunakan menurut Pasal 1 angka 2 UU 11/2006 adalah ACEH; tanpa ada kata "provinsi" maupun frasa "daerah istimewa" • ^ Aceh ditempatkan kembali di artikel daerah khusus (dan juga daerah istimewa) karena Aceh adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang bersifat istimewa dan diberi otonomi khusus; "Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk ." Pasal 1 angka 2 UU 11/2006 Lihat pula [ sunting - sunting sumber ] • Daerah istimewa • Banjar • Banua • Blok • Daerah • Daerah administratif khusus • Daerah ibu kota • Daerah insuler • Daerah istimewa • Daerah khusus • Daerah otonom • Daerah pemerintahan lokal • Departemen • Dependensi federal • Desa • Desa adat • Dewan • Distrik • Dusun • Distrik federal • Distrik ibu kota • Distrik kota • Distrik metropolitan • Distrik munisipalitas • Distrik otonom • Divisi • Gampong • Ibu kota • Ibu kota federal • Kabupaten • Kabupaten administrasi • Kadipaten • Kampung • Kanton • Kapanewon • Kekhususan provinsi papua perkotaan • Kawasan perdesaan • Kecamatan • Keamiran • Kegubernuran • Kelurahan • Kelurahan sipil kekhususan provinsi papua Kemantren • Kepangeranan • Kepenatuaan • Kepenghuluan (Rokan Hilir) • Koloni • Komune kekhususan provinsi papua Komunitas • Komunitas otonom • Komunitas residensial • Kondominium • Konstituensi • Kota • Kota administrasi • Kota independen • Kota otonom • Kotamadya • Lembang • Lingkaran • Lingkungan • Liwa • Mukim • Nagari • Negara bagian • Panji • Panji otonom • Paroki • Paroki sipil • Pedukuhan • Pekon • Pembagian sensus • Perempat • Persemakmuran • Prefektur • Prefektur otonom • Protektorat • Provinsi • Provinsi otonom • Republik otonom • Reservasi Indian • Rukun tetangga • Rukun warga • Sirkuit • Subdivisi sensus • Subprefektur • Tiyuh • Unit administratif lokal • Unit wilayah otonom • Urban kekhususan provinsi papua Perkotaan) • Wilayah • Wilayah dependensi • Wilayah nasional • Wilayah persatuan • Wilayah persekutuan Istilah nonbahasa Indonesia yang dipergunakan saat ini • Arondisemen • Amphoe • Amt • Bailiwick • Bakhsh • Baladiyah • Barangay • Barrio • Bezirk / Regierungsbezirk • Borough • Comarca • County* • County administratif* • County borough* • County otonom* • County metropolitan* • Croft • Daïra • Frazione • Freguesia • Gemeente • Hamlet • Judet • Località • Muban • Munisipalitas • Munisipalitas county regional* • Munisipalitas distrik • Munisipalitas regional • Powiat • Oblast • Okrug • Ostan • Periphery • Purok • Quarter • Ranchería • Shabiyah • Shahr • Shahrestan • Shire (Ketuanan) • Suzerainty • Kekhususan provinsi papua • Vingtaine • Voivodat • Ward • Ward otonom Istilah bahasa Indonesia yang tidak dipergunakan lagi • Daerah tingkat I • Daerah tingkat II • Daerah swatantra tingkat I • Daerah swatantra tingkat II • Daerah swatantra tingkat III • Distrik pedesaan • Distrik perkotaan • Distrik saniter (perkotaan pedesaan) • Kabupaten administratif • Karesidenan • Kawedanan • Kotaraya • Kota administratif • Kotapraja • Kota imperial • Lingkaran imperial • Negara kota • Provinsi imperial • Republik • Seratus • Swapraja • Mukim (Aceh) Istilah nonbahasa Indonesia yang tidak dipergunakan lagi • Halaman ini terakhir diubah pada 10 Maret 2022, pukul 23.33.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
• Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
Jawaban Singkat Kekhususan Provinsi Papua adalah sebagai berikut : • Provinsi Papua bisa memilih bendera daerah serta lagu daerah sebagai lambang daerah tersebut.
• Mempunyai Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural. • Kepala Daerah di provinsi Papua harus putera daerah asli tersebut. • Perimbangan pendapatan daerah Papua lebih besar. • Putera dan Puteri asli Papua mendapatkan jalur khusus didalam penerimaan Calon Kekhususan provinsi papua Negeri Sipil (CPNS).
Baca Juga : Peta Persebaran Flora di Indonesia Jawaban Rinci Otonomi khusus di Papua serta Papua Barat, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Kekhususan provinsi papua Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Dalam undang – undang tersebut, diberikan berbagai kekhususan pada penerapan otonomi daerah. Pada pasal 5 Undang – Undang tersebut, di provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dimana yaitu representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu didalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua.
MRP bekerja dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat serta budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. MRP ini berkedudukan di Jayapura dimana sebagai ibukota Papua. MRP beranggotakan orang – orang asli Papua, dimana terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, serta wakil-wakil perempuan dimana jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP tersebut.
Selain MRP, di Papua juga mempunyai persyaratan khusus bagi gubernur.
Berdasarkan pasal 12, diatur jika yang bisa dipilih menjadi Gubernur serta Wakil Gubernur ialah Warga Negara Republik Indonesia. Dimana dengan syarat-syarat orang asli Papua. Demikian dengan Walikota di Papua juga harus berasal dari orang asli Papua. Dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ini disediakan formasi khusus, dimana hanya dapat diisi oleh putera daerah Papua. Disamping dalam struktur pemerintahan, dalam struktur ekonomi Papua memiliki perimbangan penghasilan dengan pemerintah pusat yang cukup besar.
Baca Juga : Peta Persebaran Fauna di Indonesia Seperti : penghasilan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dan penghasilan dari Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen) serta Perikanan sebesar 80% (delapan puluh persen). Demikian pembahasan artikel mengenai sebuah pertanyaan Kekhususan Provinsi Papua. Semoga bermanfaat.
1.3. Related posts: Kekhususan Provinsi Papua ?
Jawaban Singkat : Kekhususan Provinsi Papua ialah sebagai berikut : • Provinsi Papua bisa memilih bendera daerah serta lagu daerah sebagai lambang daerah tersebut. • Mempunyai Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi kultural.
• Kepala Daerah di provinsi Papua harus putera daerah asli tersebut. • Perimbangan pendapatan daerah Papua lebih besar. • Putera dan Puteri asli Papua mendapatkan jalur khusus didalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Jawaban Rinci : Otonomi khusus di Papua serta Papua Barat, diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dalam undang – undang tersebut, diberikan berbagai kekhususan pada penerapan otonomi daerah. Pada pasal 5 Undang – Undang tersebut, di provinsi Papua dibentuk Majelis Rakyat Papua (MRP) dimana adalah representasi kultural orang asli Papua yang mempunyai kewenangan tertentu didalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua.
MRP bekerja dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat serta budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. MRP ini berkedudukan di Jayapura dimana sebagai ibukota Papua. MRP beranggotakan orang – orang asli Papua, dimana terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, serta wakil-wakil perempuan dimana jumlahnya masing-masing sepertiga dari total anggota MRP tersebut.
Selain MRP, di Papua juga mempunyai persyaratan khusus bagi gubernur. Berdasarkan pasal 12, diatur jika yang bisa dipilih menjadi Gubernur serta Wakil Gubernur ialah Warga Negara Republik Indonesia, dimana dengan syarat-syarat orang asli Papua. Demikian juga dengan Walikota di Papua juga harus berasal dari orang asli Papua.
Dalam penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) ini disediakan formasi khusus, dimana hanya dapat diisi oleh putera daerah Papua. Disamping dalam struktur pemerintahan, dalam struktur ekonomi Papua memiliki perimbangan penghasilan dengan pemerintah pusat yang cukup besar. Seperti : penghasilan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan puluh persen) dan penghasilan dari Kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen) serta Perikanan sebesar 80% kekhususan provinsi papua puluh persen).
Demikianlah pembahasan artikel mengenai sebuah pertanyaan, semoga bermanfaat dan menjadi ilmu pengetahuan baru bagi para pembaca. Baca Juga : • Apa Hubungan Persatuan Dan Keberagaman • Kekhususan provinsi papua Sistem Presidensial, Yang Menyelenggarakan Pemerintahan Yang Sebenarnya Adalah • Mengapa Alat Pemuas Kebutuhan Sifatnya Terbatas Related posts: • Arti Afwan • Sebutkan Batas Wilayah Asean Berdasarkan Letak Geografisnya • Yang Mengusulkan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Agar Dijadikan Semboyan Negara Adalah ….
Posted in Pertanyaan & Jawaban Tagged 5 daerah istimewa di indonesia, apa itu dana otsus, apa otonomi khusus papua, apa saja yang termasuk dana perimbangan, bunyi konstitusi ris 1949, bunyi pasal 18 uud 1945, daerah penerima dana otonomi khusus, dana otonomi khusus adalah, dana otsus papua, data dana otonomi khusus papua, juknis penggunaan dana otsus, kelebihan dan kekurangan otonomi khusus papua, kewenangan provinsi papua menurut pasal 4, kota dan kabupaten di jakarta bersifat, kuota pembentukan kabupaten baru sebesar, latar belakang papua, makalah otonomi khusus aceh, otonomi khusus papua pdf, otonomi khusus pdf, otonomi khusus yogyakarta, pelajar asing diberikan visa, pembagian dana otsus papua, pengertian otonomi khusus, perbedaan otonomi khusus aceh dan papua, perda papua, perpu no 1 tahun 2008, sebutkan ciri ciri otonomi khusus, sebutkan pengertian lembaga teknis daerah, studi kasus otonomi daerah di kekhususan provinsi papua barat, tugas mpr menurut uu no 21 2001, tulis dan jelaskan susunan perangkat daerah, undang undang otsus papua tentang pendidikan, uu keistimewaan aceh, uu no 21 tahun 2001 tentang migas, uu no 35 tahun 2008, uu otonomi khusus papua, uu otonomi khusus papua barat pdf Artikel Terbaru • Contoh Kata Pengantar Buku • Rumus Logaritma dan Sifat Logaritma Matematika • Rumus Trigonometri dan Fungsi Trigonometri Matematika • Teks Eksposisi • Rumus Persamaan Kuadrat Matematika Lengkap • Pola Aliran Sungai • Massa Jenis Minyak • Contoh Pidato Perpisahan Kelas 9 • Fungsi Umum dan Khusus Pancasila • Contoh Kekhususan provinsi papua Dalam PenelitianOtonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua merupakan sebuah kewenangan yang diakui dan diberikan kepada provinsi papua, termasuk didalamnya provinsi – provinsi hasil pemekaran dari Provinsi Papua (Provinsi Papua Barat), untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat demi prakarsa sendiri dimana berdasarkan aspirasi dan hak – hak dasar masyarakat papua.
Pembahasan : Berdasarkan Undang – Undang No 21 Tahun 2001papua mempunyai sebuah kekhususan didalamnya, diantaranya ialah : • Pengaturan kewenangan antara pemerintah RI dan pemerintah papua dilakukan secara kekhususan • Pengakuan atas hak orang kekhususan provinsi papua secara trategis dan mendasar • Perwujudan penyelenggaraan pemerintahannya memiliki ciri” yang berbeda dengan propinsi lain • Pembagian sebuah wewenang, tugas, serta tanggung jawab yang tegas dan jelas, antara : badan legislatif, eksekutif, yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan sebuah kewenangan tertentu didalamnya.
Dari penjelasan tersebutdapat diketahui jawaban dari soal diatas ialah D. Adanya Majelis Rakyat Papua. Related posts: • Arti Afwan • Sebutkan Batas Wilayah Asean Berdasarkan Letak Geografisnya • Yang Mengusulkan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika Agar Dijadikan Semboyan Negara Adalah ….
Posted in Pertanyaan & Jawaban Tagged apa saja yang termasuk dana perimbangan, bunyi konstitusi ris 1949, kelebihan dan kekurangan otonomi khusus papua, kota dan kabupaten di jakarta bersifat, kuota pembentukan kabupaten baru sebesar, otonomi khusus papua pdf, otonomi khusus yogyakarta, pelajar asing diberikan visa, pengertian otonomi kekhususan provinsi papua, perbedaan otonomi khusus aceh dan papua, studi kasus otonomi daerah di papua barat, tugas mpr menurut uu no 21 2001, undang undang otsus papua tentang pendidikan, uu no 21 tahun 2001 tentang migas, uu no 35 tahun 2008 Artikel Terbaru • Macam-Macam Batuan Metamorf • Rotasi dan Revolusi Bumi • Ciri – Ciri Iklim Tropis • Ciri – Ciri Iklim Subtropis • Contoh Teks Eksposisi • Contoh Kata Pengantar Buku • Rumus Logaritma dan Sifat Logaritma Matematika • Rumus Trigonometri dan Fungsi Trigonometri Matematika • Teks Eksposisi • Rumus Persamaan Kuadrat Matematika Lengkap
Jakarta - Berakhirnya dana penerimaan khusus sebesar 2% (dua persen) dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional untuk Provinsi Papua dan Papua Barat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 34 huruf (c) UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah mengundang berbagai diskursus seputar masa depan Papua dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagian kalangan memandang perlunya perubahan terhadap UU Otonomi Khusus tersebut demi memberi payung hukum keberlanjutan penerimaan khusus yang dimaksud. Sebagian juga memandang bahwa jika hanya kepentingan mengakomodasi penerimaan khusus, maka perubahan UU Otonomi Khusus hanya mereduksi dinamika Papua yang justru memiliki persoalan yang lebih kompleks. Kekeliruan Sejarah Kedua kutub perbedaan persepsi ini semakin mengemuka dengan berbagai asumsi dan pertimbangannya masing-masing.
Tapi suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa sesungguhnya referensi utama terkait UU 21 Tahun 2001 dengan berbagai latar inisiasi kemunculannya sebagai solusi politik, telah mengalami reduksi sejak UU 35 Tahun 2008 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua disahkan.
Selain memasukkan Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Papua sebagaimana dimaksudkan dalam UU Otonomi Khusus Papua, UU tersebut juga menghapus tugas dan kewenangan DPRP dalam memilih gubernur dan wakil gubernur serta memilih para utusan Provinsi Papua sebagai Anggota MPR RI. Hilangnya kewenangan tersebut juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-VIII/2010. Dalam salah satu petikan pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua kekhususan provinsi papua merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Pemilihan gubernur dan wakil gubernur oleh DPR Papua tidak memenuhi kriteria kekhususan atau keistimewaan yang melekat pada daerah yang bersangkutan, baik karena hak asal-usul yang melekat pada Provinsi Papua yang telah diakui dan tetap hidup, maupun karena latar belakang pembentukan dan kebutuhan nyata diperlukannya kekhususan atau keistimewaan Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekhususan Provinsi Papua berkaitan dengan pemilihan gubernur yang berbeda dengan provinsi lainnya hanya mengenai calon gubernur dan calon wakil gubernur yang harus orang asli Papua dan telah mendapat pertimbangan dan persetujuan MRP, sedangkan persyaratan dan mekanisme lainnya sama dengan yang berlaku di daerah lainnya di Indonesia.
Jika ditelisik lebih jauh lagi, Pasal 45 UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua yang mengamanatkan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, juga menemui jalan buntu seiring dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006 kekhususan provinsi papua menyatakan bahwa UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan karenanya tidak memiliki kekuatan kekhususan provinsi papua mengikat.
Pada gilirannya, beberapa nomenklatur kekhususan dengan berbagai filosofi keberadaannya yang terdapat dalam UU 21 Tahun 2001 Otonomi Khusus telah "diamputasi" dalam rentang waktu pelaksanaannya. Di mana Letak Kekhususan? Merujuk pada sekelumit realita tersebut, maka perubahan UU 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sedang mengalami jalan terjal persepsi yang tidak mudah untuk diselesaikan. Logika kekhususan dengan berbagai pertimbangan yuridis, sosiologis, historis dan filosofis berada dalam pemaknaan yang kehilangan kesamaan visi dan makna.
Akibatnya, upaya "pragmatis" dan terburu-buru untuk melakukan perubahan terbatas terhadap UU tersebut akan senantiasa mengalami resistensi. Prinsip Otonomi Daerah yang termaktub dalam Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian diturunkan dalam nomenklatur perundang-undangan tentang desentralisasi sebagaimana termaktub dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan pemerintah Daerah pun mengalami persoalan yang sama.
Belum lagi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat yang entah merujuk pada nilai-nilai kekhususan Papua yang telah "diamputasi".
Bahkan, revisi terbatas terkait Pasal 34 tentang Dana Otonomi Khusus dan Pasal 76 tentang Pemekaran Wilayah (Daerah) dalam UU 21 Tahun 2001, semakin menjauhkan roh kekhususan Papua itu sendiri. Pada titik yang paling ekstrim, persoalan dana penerimaan khusus menjadi poin tersendiri yang dianggap tidak menyentuh persoalan yang sesungguhnya sedang berkecamuk.
Sejatinya, diskursus tentang Papua dalam rangka optimalisasi pembangunan harus merapihkan dan menempatkan kembali tentang kekhususan Papua. Secara khusus, desentralisasi fiskal yang merujuk pada perolehan bagi hasil pertambangan umum sebesar 80% pun belum menuai kejelasan disebabkan tidak disertai peraturan-peraturan khusus yang mengatur pengelolaannya. Demikian juga aspek kehutanan, perikanan, pertambangan minyak bumi serta gas alam yang berkisar 70% - 80%.
Jika diterapkan dengan ketentuan dan kewenangan yang tegas, boleh jadi, persoalan penerimaan dana Otonomi Khusus tidak lagi diperdebatkan. Hingga saat ini, perdebatan tentang Otonomi Khusus Papua berada dalam suasana yang centang-perenang. Selain rujukan perubahan yang kehilangan sumber, kita juga diperhadapkan pada pemaknaan desentralisasi yang belum memadai. Kita tidak lagi menemukan semangat Otonomi Khusus tentang upaya untuk memberikan kewenangan yang luas bagi pemerintahan daerah dan rakyat untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri, menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alamnya, selain kewenangan kekhususan provinsi papua potensi sosial, budaya dan perekonomian, serta pemberian peran yang memadai bagi orang asli Papua.
Sebaliknya, atas nama sinergi nasional, Papua semakin kehilangan kekhususan. Namun, kompleksitas persoalan Papua dan Papua Barat tidak bisa diselesaikan dengan tambal sulam kebijakan sembari menafikan latar belakang yuridis, sosiologis, historis dan filosofis yang melahirkan UU 21 Tahun 2001. Inkonsistensi pelaksanaan UU tersebutlah yang menjadi hulu dari sekian persoalan yang menggejala dewasa ini.
Mereduksinya dalam 2 Pasal Perubahan kiranya hanya akan menambah deretan persoalan baru. *Yorrys Raweyai, Anggota DPD RI Dapil Papua/Ketua MPR for Papua Simak juga 'Mantan Kapolda Jelaskan Kompleksitas Kehadiran KKB di Tanah Papua': [Gambas:Video 20detik] (tor/tor)
Papua adalah sebuah provinsi yang terletak di ujung timur dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Letaknya yang jauh dari pusat pemerintahan nasional yaitu DKI Jakarta, membuat provinsi ini diberikan otonomi khusus. Secara arti otonomi daerah khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada provinsi tertentu, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, dan juga berdasarkan aspirasi serta hak-hak dasar masyarakatnya. Dasar hukum otonomi daerah khusus ini tertuang melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No.
135 dan Tambahan Lembaran Negara No.4151) yang telah diubah menjadi Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No 57 dan TLN No 4843). Sehingga aturan yang disahkan setelah masa reformasi tersebut, mengatur segala kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan kekhususan provinsi papua otonomi khusus. Selain sekitar 79 pasal yang menjelaskan tentang otonomi khusus, Provinsi Papua juga menggunakan Peraturan Perundang-Undangan Otonomi Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.
Hak Khusus Provinsi Papua • Pemerintahan Guna mencapai tujuan pelaksanaan otonomi daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya, Provinsi Papua terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai badan legislatif, dan Pemerintah Provinsi sebagai badan eksekutif.
Dan adapula badan khusus yang berguna sebagai penyelenggara otonomi khusus di Provinsi Papua, yakni Majelis Rakyat Papua (MRP).
Badan ini merupakan representasi kultural orang asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu, agar perlindungan hak-hak orang asli papua terlaksana dan kekhususan provinsi papua sesuai dengan norma dalam masyarakat, sebagai penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, serta yang terakhir pemantapan kerukunan hidup beragama.
• Legislatif Dan Eksekutif Tataran legislatif mengatur DPRP mendapatkan 125 kursi. Hal ini dikarenakan jumlah anggota DPRP adalah 1 ¼ kali dari jumlah anggota DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk tataran eksekutif, Pemerintah Provinsi Papua dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang disebut gubernur, dan juga akan dibantu oleh wakil kekhususan provinsi papua. Dalam pemilihannya gubernur maupun wakil gubernur seperti daerah lainnya, tetapi ada penambahan syarat khusus untuk bisa menjadi gubernur dan wakil gubernut, yakni : • Orang asli Papua • Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana • Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
• Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mengabdi kepada rakyat Provinsi Papua. • MRP Badan satu ini terdiri dari orang asli Papua yang terdiri atas wakil-wakil adat, wakil-wakil agama, dan wakil-wakil perempuan yang jumlahnya setiap perwakilan sepertiga dari total anggota MRP. Dan setiap pemilihannya, keanggotaan dan jumlah anggota MRP ditetapkan dengan Perdasus.
Untuk masa keanggotaannya adalah lima tahun. Sedangkan untuk tugasnya adalah : • Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan Gubernur. • Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP. Alasan Papua Diberikan Otonomi Kekhususan provinsi papua Provinsi Papua diberikan otonomi khusus karena untuk peningkatan pelayanan akselerasi pembangunan dan pemberdayaan seluruh rakyat di Papua sesuai prinsip-prinsip otonomi daerah.
Dan melihat pengalaman sebelum reformasi, di mana masih banyak ketimpangan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Sehingga otonomi khusus sebagai langkah strategis untuk meletakkan kerangka dasar yang kukuh demi tuntasnya masalah di Papua dengan tetap mengacu pada asas-asas otonomi daerah.