Naskah Piagam Jakarta yang ditulis dengan menggunakan Ejaan yang Disempurnakan. Kalimat yang mengandung "tujuh kata" yang terkenal dicetak tebal dalam gambar ini Pengarang Panitia Sembilan Judul asli Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Mukadimah Negara Indonesia Bahasa Indonesia ( Ejaan Van Ophuijsen) Tanggal terbit 22 Juni 2605 dalam kalender Jepang (22 Juni 1945 dalam kalender Gregorius) Teks Piagam Jakarta di Wikisource Piagam Jakarta adalah rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Rancangan ini dirumuskan oleh Panitia Sembilan Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) [a] di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini mengandung lima sila yang menjadi bagian dari ideologi Pancasila, tetapi pada sila pertama juga tercantum frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Frasa ini, yang juga dikenal dengan sebutan "tujuh kata", pada akhirnya dihapus dari Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu badan yang ditugaskan untuk mengesahkan UUD 1945.
Tujuh kata ini dihilangkan atas prakarsa Mohammad Hatta yang pada malam sebelumnya menerima kabar dari seorang perwira angkatan laut Jepang bahwa kelompok nasionalis dari Indonesia Timur lebih memilih mendirikan negara sendiri jika tujuh kata tersebut tidak dihapus. Pada tahun 1950-an, ketika UUD 1945 ditangguhkan, para perwakilan partai-partai Islam menuntut agar Indonesia kembali ke Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor Jakarta.
Untuk memenuhi keinginan kelompok Islam, Presiden Soekarno mengumumkan dalam Dekret Presiden 5 Juli 1959 (yang menyatakan kembali ke UUD 1945) bahwa Piagam Jakarta "menjiwai" UUD 1945 dan "merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut". Makna dari kalimat ini sendiri terus memantik kontroversi sesudah dekret tersebut dikeluarkan.
Kelompok kebangsaan merasa bahwa kalimat ini sekadar mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis, sementara kelompok Islam meyakini bahwa dekret tersebut memberikan kekuatan hukum kepada "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta, dan atas dasar ini mereka menuntut pengundangan hukum Islam khusus untuk Muslim. Piagam Jakarta kembali memicu perdebatan selama proses amendemen undang-undang dasar pada masa Reformasi (1999–2002).
Partai-partai Islam mengusulkan agar "tujuh kata" ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945, yaitu pasal yang mengatur soal kedudukan agama dalam negara dan kebebasan beragama. Namun, usulan amendemen dari partai-partai Islam tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Daftar isi • 1 Piagam Jakarta selama perumusan UUD 1945 • 1.1 Sidang Resmi Pertama BPUPK dan Panitia Sembilan • 1.2 Naskah Piagam Jakarta • 1.3 Piagam Jakarta sebagai kompromi • 1.4 Sidang Resmi Kedua BPUPK • 1.5 Penghapusan tujuh kata • 2 Pembahasan Piagam Jakarta pada masa penangguhan UUD 1945 • 2.1 Tuntutan dari partai Islam untuk mengakui Piagam Jakarta • 2.2 Janji pengakuan pada awal 1959 • 2.3 Perdebatan mengenai Piagam Jakarta di Konstituante • 3 Setelah pengembalian UUD 1945 • 3.1 Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan Memorandum 1966 • 3.2 Tuntutan penerapan Piagam Jakarta oleh kelompok Islam • 3.3 Perdebatan antara kelompok Islam dan Kristen terkait makna historis Piagam Jakarta • 3.4 Upaya menerapkan Piagam Jakarta melalui peraturan perundang-undangan • 3.5 1988: pembentukan peradilan agama dan ketakutan akan Piagam Jakarta • 4 Tuntutan pengembalian Piagam Jakarta pada awal Reformasi (1999–2002) • 4.1 Desakan partai Islam • 4.2 Penolakan Piagam Jakarta • 4.3 Piagam Madinah: usulan alternatif dari Fraksi Reformasi • 4.4 Kegagalan upaya mengembalikan Piagam Jakarta lewat amendemen • 5 Lihat pula • 6 Keterangan • 7 Catatan kaki • 8 Daftar pustaka • 9 Bacaan lanjut Piagam Jakarta selama perumusan UUD 1945 [ sunting - sunting sumber ] Sidang Resmi Pertama BPUPK dan Panitia Sembilan [ sunting - sunting sumber ] Sidang Resmi Pertama BPUPK dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945 Pada tahun 1942, Kekaisaran Jepang menduduki Hindia Belanda.
Semenjak awal pendudukan, pemerintahan militer Jepang sudah bekerja sama dengan para pemimpin kelompok kebangsaan dengan maksud untuk memenuhi keperluan perang dan pendudukan. [1] Agar kerja sama dengan kelompok kebangsaan di Jawa dapat dimaksimalkan, Jepang membentuk organisasi Jawa Hokokai pada awal Januari 1944, [2] dan organisasi ini merupakan pengganti Pusat Tenaga Rakyat yang telah dibubarkan.
[3] Ketika Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik, Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada seluruh bangsa Indonesia pada suatu hari. [4] Pada 1 Maret 1945, Angkatan Darat ke-16, korps militer Jepang yang melaksanakan pemerintahan atas wilayah Jawa, membentuk Badan Penyelidikan Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor Persiapan Kemerdekaan (BPUPK, bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Chōsa-kai).
[5] [6] Badan ini bertugas menetapkan dasar negara Indonesia dan merumuskan undang-undang dasarnya. [7] BPUPK terdiri dari 62 anggota, dengan 47 dari antaranya berasal dari golongan kebangsaan dan 15 dari golongan Islam.
[8] Wakil-wakil kelompok Islam meyakini bahwa undang-undang dasar Indonesia sepatutnya dilandaskan pada syariat. [9] BPUPK menggelar sidang resmi pertamanya di Jakarta dari tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945. [10] Dalam sidang ini, Soekarno menyampaikan pidatonya yang terkenal, " Lahirnya Pancasila", pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato ini menjadikan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, [11] dengan "ketuhanan" sebagai sila kelimanya.
[12] Terkait sila ini, Soekarno menjelaskan: “ Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa.
Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya.
Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. [13] ” Sebelum memasuki masa reses, BPUPK membentuk sebuah Panitia Kecil yang terdiri dari delapan anggota dengan Soekarno sebagai ketuanya.
Panitia ini bertugas mengumpulkan usulan-usulan dari anggota-anggota BPUPK lainnya untuk dibahas kelak. [14] Untuk mengurangi ketegangan antara kelompok kebangsaan dengan Islam, Soekarno membentuk Panitia Sembilan pada tanggal 18 Juni 1945.
Panitia yang diketuai oleh Soekarno ini bertugas merumuskan mukadimah undang-undang dasar Indonesia yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. [15] Sesuai namanya, panitia ini terdiri sembilan anggota, dengan empat anggota berasal dari kelompok Islam dan lima dari kelompok kebangsaan.
[16] Kesembilan anggota tersebut adalah: [17] Nama (rentang kehidupan) Golongan Organisasi Gambar Agus Salim (1884–1954) Islam Sarekat Islam Abikoesno Tjokrosoejoso (1897–1968) Islam Partai Syarikat Islam Indonesia Wahid Hasjim (1914–1953) Islam Nahdlatul Ulama Abdoel Kahar Moezakir (1907–1973) Islam Muhammadiyah Soekarno (1901–1970) Kebangsaan Partai Nasional Indonesia, Pusat Tenaga Rakyat Mohammad Hatta (1902–1980) Kebangsaan Partai Nasional Indonesia, Pusat Tenaga Rakyat Achmad Soebardjo (1896–1978) Kebangsaan Mohammad Yamin (1903–1962) Kebangsaan Pusat Tenaga Rakyat Alexander Andries Maramis (1897–1977) Kebangsaan, wakil Kristen Perhimpunan Indonesia Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan merumuskan naskah usulan Mukadimah Undang-Undang Dasar Indonesia, yang kemudian diberi julukan "Piagam Jakarta" oleh Mohammad Yamin.
[18] Naskah Piagam Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Kemoedian dari pada itu untuk membentoek soeatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah-dara Indonesia, dan oentoek memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itoe dalam soeatu hoekoem dasar Negara Indonesia jang terbentuk dalam soeatu soesoenan negara Republik Indonesia, jang berkedaoelatan rakjat, dengan berdasar kepada: ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek-pemeloeknja, menoeroet dasar kemanoesiaan jang adil dan beradab, persatoean Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permoesjawaratan/perwakilan serta dengan mewoedjoedkan soeatu keadilan sosial bagi seloeroeh rakjat Indonesia.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah ini bertanggal 22 Juni 2605 dalam kalender Jepang (22 Juni 1945 dalam kalender Gregorius) dan ditandatangani oleh anggota-anggota Panitia Sembilan. [20] Piagam Jakarta sebagai kompromi [ sunting - sunting sumber ] Di paragraf keempat dan terakhir Piagam Jakarta, terkandung lima butir sila yang kini dianggap sebagai bagian dari Pancasila: [21] • Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya • Kemanusiaan yang adil dan beradab • Persatuan Indonesia • Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan • Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Dalam Piagam Jakarta, asas "ketuhanan" dijadikan sila pertama, sementara dalam rumusan Pancasila yang dikemukakan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni 1945, "ketuhanan" merupakan sila kelima.
[22] Perbedaan terbesar antara Piagam Jakarta dengan rumusan Pancasila Soekarno adalah keberadaan frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Frasa yang dikenal dengan sebutan "tujuh kata" ini mengakui syariat untuk Muslim. [23] Anggota Panitia Sembilan Abdoel Kahar Moezakir kelak mengklaim dalam sebuah wawancara pada Desember 1957 bahwa anggota lain yang beragama Kristen, Alexander Andries Maramis, setuju "200%" dengan rumusan ini.
[24] Rumusan tujuh kata sendiri dianggap rancu dan tidak diketahui apakah rumusan tersebut membebankan kewajiban menjalankan syariat Islam kepada perseorangan atau pemerintah. [23] Walaupun begitu, Piagam Jakarta merupakan hasil kompromi dan sila pertamanya dapat ditafsirkan berbeda sesuai dengan kepentingan kelompok Islam ataupun kebangsaan. [25] Sidang Resmi Kedua BPUPK [ sunting - sunting sumber ] Sidang Resmi Kedua BPUPK dari 10 hingga 17 Juli 1945 Sesuai dengan saran dari Panitia Sembilan, BPUPK menggelar sidang resmi keduanya dari 10 hingga 17 Juli 1945 di bawah kepemimpinan Soekarno.
Tujuannya adalah untuk membahas permasalahan terkait undang-undang dasar, termasuk rancangan mukadimah yang terkandung dalam Piagam Jakarta. [26] Pada hari pertama, Soekarno melaporkan hal-hal yang telah dicapai selama pembahasan pada masa reses, termasuk Piagam Jakarta. Ia juga mengabarkan bahwa Panitia Kecil telah menerima Piagam Jakarta secara bulat. Menurut Soekarno, piagam ini mengandung "segenap pokok-pokok pikiran yang mengisi dada sebagian besar daripada anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai [BPUPK]".
[27] Pada hari kedua sidang (tanggal 11 Juli), tiga anggota BPUPK menyampaikan penolakan mereka terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Salah satunya adalah Johannes Latuharhary, seorang anggota beragama Protestan yang berasal dari Pulau Ambon. Ia merasa bahwa tujuh kata dalam Piagam Jakarta akan menimbulkan dampak yang "besar sekali" terhadap agama lain.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tujuh kata tersebut akan memaksa suku Minangkabau untuk meninggalkan adat istiadat mereka dan juga berdampak terhadap hak tanah yang berlandaskan pada hukum adat di Maluku. [28] Dua anggota lain yang tidak setuju dengan tujuh kata adalah Wongsonegoro dan Hoesein Djajadiningrat. Menurut Djajadiningrat, tujuh kata dapat menimbulkan fanatisme karena seolah memaksakan umat Islam untuk menjalankan hukum syariat. Salah satu anggota Panitia Sembilan, Wahid Hasjim, menampik kemungkinan terjadinya pemaksaan karena adanya dasar permusyawaratan.
Ia juga berkomentar bahwa meskipun ada anggota yang menganggap tujuh kalimat itu "tajam", ada pula yang menganggapnya "kurang tajam". [29] Dua hari sesudahnya, pada 13 Juli, Hasjim menggagas perubahan Pasal 4 Rancangan Undang-Undang Dasar agar Presiden Indonesia harus beragama Islam.
Ia juga mengusulkan agar Pasal 29 Rancangan Undang-Undang Dasar (yang berkaitan dengan agama) diamendemen untuk menjadikan Islam sebagai agama negara ditambah dengan klausul yang menjamin kebebasan beragama untuk kaum non-Muslim. Menurutnya, hal ini diperlukan karena hanya agama yang dapat membenarkan penggunaan kekuatan untuk mengambil nyawa dalam konteks pertahanan nasional.
[30] [31] Anggota BPUPK lainnya, Otto Iskandardinata, menentang usulan agar Presiden Indonesia harus Muslim, dan mengusulkan agar tujuh kata di Piagam Jakarta diulang dalam Pasal 29 Rancangan Undang-Undang Dasar. [32] Piagam Jakarta kembali dibahas dalam rapat yang digelar pada 14 Juli, salah satunya karena terdapat rencana untuk menggunakan isi dari piagam tersebut dalam deklarasi kemerdekaan Indonesia.
[33] Dalam rapat ini, Ketua Umum Muhammadiyah Ki Bagoes Hadikoesoemo mengusulkan agar frasa "bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus.
Soekarno menolak usulan tersebut dengan argumen bahwa tujuh kata merupakan hasil kompromi: [34] “ Jadi panitia memegang teguh akan kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Muh. Yamin " Jakarta Charter", yang disertai dengan perkataan tuan anggota yang terhormat Soekiman, " Gentlemen Agreement", supaya ini dipegang teguh diantara pihak Islam dan Kebangsaan. [35] ” Hadikoesoemo juga berpandangan bahwa umat Islam akan merasa pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor jika ada aturan yang berbeda untuk Muslim dan non-Muslim.
Soekarno menjawab bahwa jika frasa tersebut dihapus, akan muncul tafsir bahwa kaum non-Muslim juga wajib menjalankan syariat Islam.
Hadikoesoemo menampik kekhawatiran Soekarno karena menurutnya "Pemerintah tidak boleh memeriksa agama". [34] Pada akhirnya, Hadikoesoemo berhasil diyakinkan oleh anggota lain dari golongan Islam, Abikusno Tjokrosujoso, bahwa tujuh kata sebaiknya dibiarkan seperti itu demi persatuan dan perdamaian. [34] Pada sore hari tanggal 15 Juli, Hadikoesoemo kembali mengajukan usulannya.
Karena merasa kekhawatirannya tidak dijawab dengan memuaskan, ia menyatakan penolakannya terhadap kompromi dalam Piagam Jakarta. [36] [37] Kemudian, pada tanggal 16 Juli, Soekarno membuka rapat dengan permohonan kepada kelompok kebangsaan untuk mau berkorban dengan memasukkan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam batang tubuh undang-undang dasar dan juga dengan menambahkan klausul bahwa Presiden Republik Indonesia harus Muslim. [38] Kelompok kebangsaan memenuhi permohonan ini, sehingga BPUPK menyetujui sebuah rancangan undang-undang dasar yang mengandung pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor kata di Mukadimah dan Pasal 29, serta sebuah klausul yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia harus beragama Islam.
[39] Penghapusan tujuh kata [ sunting - sunting sumber ] Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 Pada tanggal 7 Agustus 1945, pemerintah Jepang mengumumkan pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Kemudian, pada 12 Agustus, Soekarno diangkat sebagai ketuanya oleh Panglima Kelompok Ekspedisi Selatan Marsekal Medan Hisaichi Terauchi.
[40] Hanya empat dari sembilan penandatangan Piagam Jakarta yang menjadi anggota PPKI, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, dan Wahid Hasjim. [41] Pada mulanya anggota PPKI akan berkumpul pada 19 Agustus untuk memfinalisasi undang-undang dasar Indonesia. [40] Namun, pada 6 dan 9 Agustus pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor, kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Kemudian, pada 15 Agustus, Kaisar Hirohito mengumumkan bahwa Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
[42] Soekarno dan Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Kemudian, pada pagi hari tanggal 18 Agustus, PPKI berkumpul untuk mengesahkan undang-undang dasar Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, Hatta mengusulkan agar tujuh kata di Mukadimah dan Pasal 29 dihapus. Seperti yang kemudian dijelaskan Hatta dalam bukunya Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, pada malam hari tanggal 17 Agustus, seorang opsir kaigun (Angkatan Laut) Jepang mendatanginya dan menyampaikan kabar bahwa kelompok nasionalis beragama Kristen dari Indonesia Timur menolak tujuh kata karena dianggap diskriminatif terhadap penganut agama minoritas, dan mereka bahkan menyatakan lebih baik mendirikan negara sendiri di luar Republik Indonesia jika tujuh kata tersebut tidak dicabut.
[43] Hatta lalu menjabarkan usulan perubahannya: istilah "ketuhanan" akan diganti dengan "ketuhanan yang maha esa", [44] sementara istilah "Mukadimah" yang berasal dari bahasa Arab diganti menjadi "Pembukaan". [43] Ayat yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia harus Muslim juga dihapus. [45] Setelah usulan ini diterima, PPKI menyetujui Undang-Undang Dasar Republik Indonesia pada hari yang sama, dan tujuh kata pun secara resmi dihapus.
[46] Perwakilan Bali I Gusti Ketut Pudja juga mengusulkan agar " Allah" diganti dengan "Tuhan". Usulan tersebut diterima, tetapi saat konstitusi resmi dipublikasi, perubahan tersebut tak dilakukan. [45] Tidak diketahui secara pasti mengapa PPKI menyetujui usulan Hatta tanpa adanya perlawanan dari golongan Islam. [47] Di satu sisi, komposisi anggota PPKI sangat berbeda dengan BPUPK: hanya 12% anggota PPKI yang berasal dari golongan Islam (sementara di BPUPK terdapat 24%). [48] Dari sembilan penandatangan Piagam Jakarta, hanya tiga yang hadir dalam pertemuan tanggal 18 Agustus.
Ketiga orang itu pun bukan berasal dari golongan Islam; Hasjim yang datang dari Surabaya baru tiba di Jakarta pada 19 Agustus. [49] Di sisi lain, Indonesia pada masa itu tengah terancam oleh kedatangan pasukan Sekutu, sehingga yang menjadi prioritas adalah pertahanan nasional dan upaya untuk memperjuangkan aspirasi golongan Islam dapat ditunda hingga situasinya memungkinkan.
[50] Keputusan untuk menghapus tujuh kata mengecewakan golongan Islam. [51] Hadikoesoemo mengungkapkan kemarahannya dalam pertemuan Majelis Tanwir Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa hari setelah sidang PPKI selesai.
[51] Golongan Islam juga merasa semakin tidak puas setelah PPKI pada tanggal 19 Agustus menolak usulan untuk mendirikan Kementerian Agama. [52] Walaupun begitu, seiring dengan kedatangan pasukan Sekutu, golongan Islam memutuskan untuk memprioritaskan persatuan nasional demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. [53] Pembahasan Piagam Jakarta pada masa penangguhan UUD 1945 [ sunting - sunting sumber ] Tuntutan dari partai Islam untuk mengakui Piagam Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia, pada 27 Desember 1949, UUD 1945 digantikan oleh Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat.
Tak lama sesudahnya, pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat dibubarkan dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia diberlakukan. [54] Abikoesno Tjokrosoejoso, yang pernah menjadi bagian dari Panitia Sembilan, menerbitkan sebuah pamflet pada tahun 1953 dengan judul Ummat Islam Indonesia Menghadapi Pemilihan Umum.
Di halaman pertama, tercetak Piagam Jakarta yang dianggap sebagai cita-cita yang akan diperjuangkan. [55] Gedung Merdeka di Bandung pernah dijadikan Gedung Konstituante dari tahun 1956 hingga 1959 Pada Desember 1955, Indonesia menggelar pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor umum untuk memilih anggota Konstituante, yaitu lembaga yang bertugas merumuskan konstitusi baru.
Piagam Jakarta menjadi topik yang penting bagi anggota-anggota lembaga ini. Secara keseluruhan, Konstituante terdiri dari 514 anggota, dengan 230 dari mereka (44,8%) berasal dari blok Islam, sementara kebanyakan anggota lainnya merupakan bagian dari blok kebangsaan. [56] Blok Islam, yang secara keseluruhan terdiri dari delapan partai (yaitu Nahdlatul Ulama, Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan empat partai gurem lainnya), berpendapat bahwa penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta adalah suatu kesalahan yang hanya dibiarkan oleh golongan Islam di PPKI akibat situasi genting pada saat itu dan juga karena Soekarno telah berjanji bahwa majelis yang dipilih rakyat akan menyelesaikan masalah ini kelak.
Abdoel Kahar Moezakir, yang pada saat itu telah bergabung dengan Partai Masyumi, menganggap penghapusan tujuh kata sebagai suatu "pengkhianatan" yang telah menghancurkan Pancasila itu sendiri karena asas-asas yang dianggap membawa akhlak mulia yang melahirkan Pancasila malah dihilangkan.
[57] Partai Masyumi (yang memiliki 112 anggota dan merupakan partai Islam terbesar di Konstituante) juga menuntut pengakuan resmi atas Piagam Jakarta. [58] Janji pengakuan pada awal 1959 [ sunting - sunting sumber ] Sementara anggota Konstituante tidak dapat menyepakati undang-undang dasar yang baru, Jenderal Abdul Haris Nasution menyatakan pada 13 Februari 1959 bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) "memelopori usaha" kembali ke UUD 1945.
[59] Menurut pendapat anggota Konstituante dari Partai Masyumi Djamaluddin Datuk Singomangkuto dan teolog Belanda B.J. Boland, Soekarno mendukung kembalinya UUD 1945 agar ia dapat menerapkan gagasan demokrasi terpimpinnya. [60] Pada 19 Februari, Kabinet Djuanda menyetujui secara bulat "Putusan Dewan Menteri mengenai Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dalam Rangka Kembali ke UUD 1945".
Putusan ini menyatakan bahwa UUD 1945 dapat menjamin penerapan demokrasi terpimpin. Selain itu, putusan ini juga menyatakan bahwa untuk memenuhi aspirasi golongan Islam, keberadaan Piagam Jakarta diakui. Di bagian penjelasan juga diterangkan bahwa tujuan pengembalian UUD 1945 adalah untuk memulihkan potensi nasional secara keseluruhan, termasuk dari kelompok Islam.
Oleh sebab itu, pengakuan Piagam Jakarta telah ditafsirkan sebagai upaya untuk menunjukkan iktikad baik kepada para pemimpin Darul Islam di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh, serta politikus-politikus Islam lainnya yang bersimpati dengan ideologi yang pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor oleh Darul Islam. Sementara itu, untuk mengembalikan UUD 1945, Soekarno telah bersepakat dengan kabinet bahwa ia akan berpidato di hadapan Konstituante di Bandung dan mengajak mereka untuk menerima UUD 1945.
[61] Perdana Menteri Indonesia Djuanda Kartawidjaja (1957–1959). Pada Maret 1959, ia menjelaskan bahwa "pengakuan adanya Piagam Jakarta sebagai dokumen historis bagi Pemerintah berarti pengakuan pula akan pengaruhnya terhadap UUD 1945. Jadi pengaruh termaksud tidak mengenai Pembukaan UUD 1945 saja, tetapi juga mengenai pasal 29 UUD 1945, pasal mana selanjutnya harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan." [62] Pada 3 dan 4 Maret 1959, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada kabinet terkait dengan Putusan Dewan Menteri, dan pemerintah akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tertulis.
Sejumlah perwakilan partai Islam meminta penjelasan mengenai Piagam Jakarta. Anwar Harjono dari Partai Masyumi bertanya apakah Piagam Jakarta akan memiliki kekuatan hukum seperti halnya undang-undang dasar atau hanya diakui sebagai dokumen historis saja. Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja menjawab bahwa meskipun Piagam Jakarta bukan merupakan bagian dari UUD 1945, piagam tersebut tetap menjadi sebuah dokumen historis yang sangat penting dalam perjuangan bangsa Indonesia dan perumusan Pembukaan UUD 1945.
Achmad Sjaichu dari Nahdhlatul Ulama juga bertanya "apakah pengakuan Piagam Jakarta berarti pengakuan sebagai dokumen historis saja ataukah mempunyai akibat hukum, yaitu perkataan 'Ketuhanan' dalam Mukaddimah UUD 1945 berarti 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’atnya', sehingga atas dasar itu bisa diciptakan perundang-undangan yang bisa disesuaikan dengan syari’at Islam bagi pemeluknya?" Djuanda menjawab bahwa "pengakuan adanya Piagam Jakarta sebagai dokumen historis bagi Pemerintah berarti pengakuan pula akan pengaruhnya terhadap UUD 1945.
Jadi pengaruh termaksud tidak mengenai Pembukaan UUD 1945 saja, tetapi juga mengenai pasal 29 UUD 1945, pasal mana selanjutnya harus menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan." [62] Kemudian, pada 22 April 1959, Soekarno menyampaikan pidatonya di hadapan Konstituante di Bandung. Dalam pidato tersebut, ia menyerukan agar UUD 1945 diberlakukan kembali. Terkait dengan Piagam Jakarta, ia juga menjelaskan bahwa piagam tersebut dijiwai oleh "amanat penderitaan rakyat".
Menurutnya, "Piagam Jakarta ini memuat lengkap amanat penderitaan rakyat yang saya sebutkan tadi yaitu: satu masyarakat yang adil dan makmur, satu negara kesatuan yang berbentuk republik, satu badan permusyawaratan perwakilan rakyat." Ia juga menyatakan bahwa Piagam Jakarta adalah suatu "dokumen historis" yang telah "mempelopori dan mempengaruhi" UUD 1945.
Atas dasar itu, Soekarno menyatakan akan menyampaikan naskah Piagam Jakarta secara resmi di hadapan Konstituante. [63] Ia lalu mengumumkan bahwa jika Konstituante menyetujui ketentuan-ketentuan ini, ketentuan-ketentuan tersebut akan diberi sebutan " Piagam Bandung", dan piagam ini akan secara resmi mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis.
[64] Perdebatan mengenai Piagam Jakarta di Konstituante [ sunting - sunting sumber ] Pada sidang Konstituante berikutnya, para tokoh Islam kembali mengangkat isu soal Piagam Jakarta. [65] Salah satunya adalah Saifuddin Zuhri dari Nahdlatul Ulama yang kelak akan menjadi Menteri Agama. Ia meminta agar pemerintah menyatakan bahwa Piagam Jakarta memiliki makna hukum dan dapat dijadikan sumber hukum untuk mengundangkan hukum Islam bagi Muslim.
[66] Di sisi lain, perwakilan dari Partai Kristen Indonesia, Johannes Chrisos Tomus Simorangkir, menyatakan bahwa Piagam Jakarta hanyalah dokumen historis yang mendahului Pembukaan UUD 1945, sehingga piagam tersebut bukan dan tidak dapat dijadikan sumber hukum.
[67] Abdoel Kahar Moezakir menyesalkan bahwa Piagam Jakarta diangkat lagi bukan untuk dijadikan undang-undang dasar, tetapi hanya untuk memuaskan kelompok Islam. [68] Perwakilan dari Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan Partai Syarikat Islam Indonesia menyatakan bahwa mereka akan mendukung pengembalian UUD 1945 jika Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD 1945.
Perwakilan dari Partai Syarikat Islam Indonesia juga meminta agar tujuh kata dalam Piagam Jakarta juga ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945. [69] Perwakilan dari Nahdlatul Ulama Zainul Arifin mengumpamakan Piagam Jakarta sebagai pelita yang menjadi sumber cahaya UUD 1945 dan menerangi jalan bangsa Indonesia. Perumpamaan cahaya ini berasal dari Surah An-Nur 24:35-36 Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor mengenai Piagam Jakarta mencapai puncaknya ketika Zainul Arifin dari Nahdlatul Ulama menyampaikan pidatonya pada 12 Mei 1959.
Menurutnya, yang sebenarnya menjadi landasan Republik Indonesia bukanlah Pembukaan UUD 1945, tetapi Piagam Jakarta, karena piagam tersebutlah yang dianggap telah membuka jalan menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ia juga menggunakan perumpamaan cahaya dalam Surah An-Nur 24:35-36: Piagam Jakarta diumpamakan sebagai pelita yang menjadi sumber cahaya bagi UUD 1945 dan menerangkan jalan yang telah dan akan dilalui oleh bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu, ia meyakini bahwa Piagam Jakarta sepatutnya diakui sebagai norma dasar negara dan perundang-undangannya. [70] Pandangan semacam ini ditentang oleh anggota Konstituante dari Partai Komunis Indonesia, M.A. Khanafiah, yang meyakini bahwa Piagam Jakarta hanyalah rancangan Pembukaan UUD 1945 yang tidak pernah disahkan oleh lembaga yang berwenang pada saat itu, yaitu PPKI.
[71] Pada 21 Mei, Perdana Menteri Djuanda menjawab berbagai pertanyaan anggota Konstituante terkait dengan pidato Soekarno pada 22 April. Ia menjelaskan bahwa meskipun pengakuan Piagam Jakarta sebagai dokumen historis bukan berarti bahwa piagam ini langsung memiliki kekuatan hukum, piagam ini diakui telah menjiwai UUD 1945, terutama Pembukaan dan Pasal 29.
[72] Kemudian ia mempresentasikan rancangan Piagam Bandung yang berisi pengakuan tersebut. Terdapat perbedaan antara versi 21 Mei dengan versi yang dikemukakan pada bulan Februari dan April. Versi bulan Februari hanya mengakui keberadaan Piagam Jakarta, sementara versi April menambahkan keterangan bahwa Piagam Jakarta adalah suatu dokumen historis.
Versi Mei bahkan mengakui bahwa Piagam Jakarta memainkan peranan penting dalam kelahiran UUD 1945. [73] Versi Mei masih belum dapat memuaskan keinginan blok Islam.
Pada 26 Mei, mereka meminta penambahan tujuh kata dalam Pembukaan dan Pasal 29 UUD 1945. [74] Namun, pada 29 Mei, usulan ini gagal memperoleh dukungan dua pertiga anggota Konstituante: hanya 201 dari 466 anggota (atau sekitar 43,1%) yang mendukung usulan tersebut.
Akibatnya, blok Islam menolak mendukung pengembalian UUD 1945. [75] [76] Setelah pengembalian UUD 1945 [ sunting - sunting sumber ] Dekret Presiden 5 Juli 1959 dan Memorandum 1966 [ sunting - sunting sumber ] Soekarno ketika sedang membacakan Dekret 5 Juli 1959 Akibat kegagalan Konstituante dalam merumuskan konstitusi baru, Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan sebuah dekret yang membubarkan Konstituante dan mengembalikan UUD 1945.
[77] Di dalam dekret ini juga terkandung pernyataan "Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut." [78] Pernyataan ini muncul salah satunya atas dorongan dari tokoh Nahdlatul Ulama Muhammad Wahib Wahab, yang kemudian diangkat sebagai Menteri Agama. [79] Pada 22 Juni 1959, DPR secara aklamasi menyatakan Indonesia kembali ke UUD 1945.
[80] Pada 22 Juni 1963, hari lahir Piagam Jakarta untuk pertama kalinya dirayakan. Jenderal Abdul Haris Nasution, yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan, mengumumkan bahwa Piagam Jakarta "banyak mendapat ilham daripada hikmah 52 ribu surat-surat dari alim ulama dan pemimpin-pemimpin Islam" yang dialamatkan kepada Jawa Hokokai. [81] Kemudian, pada 5 Juli 1963 (empat tahun setelah dikeluarkannya Dekret 5 Juli 1959), Soekarno membacakan seluruh naskah Piagam Jakarta dan sesudahnya Pembukaan UUD 1945 untuk menunjukkan keterkaitan di antara kedua dokumen tersebut.
[82] Selanjutnya, pada 5 Juli 1966, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR, salah satu lembaga bentukan Soekarno pada masa demokrasi terpimpin) mengeluarkan sebuah memorandum mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) lalu "menerima baik" isi memorandum tersebut dalam Ketetapan Nomor XX/MPRS/1966. Di dalam memorandum ini terkandung pernyataan mengenai peranan historis Piagam Jakarta dalam proses penyusunan UUD 1945: "Penyusunan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sesungguhnya dilandasi oleh jiwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945, sedangkan Piagam Jakarta itu dilandasi pula oleh jiwa pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, yang kini terkenal sebagai 'Pidato Lahirnya Pancasila'." Pada saat yang sama, memorandum ini juga menyatakan bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila tidak boleh diubah oleh siapapun, termasuk MPR, karena "merubah isi Pembukaan berarti pembubaran Negara".
Menurut cendekiawan Muslim Indonesia Mujiburrahman, bila dibandingkan dengan Pancasila, kedudukan Piagam Jakarta dalam memorandum ini tidak jelas dan lemah, tetapi piagam ini masih disebutkan oleh memorandum tersebut.
[83] Tuntutan penerapan Piagam Jakarta oleh kelompok Islam [ sunting - sunting sumber ] Menurut Mohamad Roem, kewajiban dalam tujuh kata Piagam Jakarta bukanlah kewajiban hukum, tetapi kewajiban agama yang pelaksanaannya tergantung pada masing-masing individu Pengakuan Piagam Jakarta oleh Dekret 5 Juli 1959 ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai kelompok politik.
Di satu sisi, kelompok kebangsaan dan partai-partai non-Islam serta anti-Islam mengamati bahwa Piagam Jakarta hanya disebutkan di bagian pertimbangan, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum. Di sisi lain, kelompok Islam berpendapat bahwa Dekret 5 Juli 1959 telah memberikan kekuatan hukum bagi tujuh kata, sehingga dengan ini Muslim akan diwajibkan untuk menjalankan syariat Islam.
Bagi kelompok Islam, dekret ini juga menandakan bahwa hukum Islam khusus untuk Muslim Indonesia dapat diundangkan. [84] Politikus dari Nahdlatul Ulama Saifuddin Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor, yang diangkat menjadi Menteri Agama pada tahun 1962, mengumumkan pada tahun 1963 saat perayaan hari lahir Piagam Jakarta bahwa piagam tersebut telah memicu Revolusi Nasional Indonesia, memiliki status konstitusional, dan berpengaruh terhadap setiap perundang-undangan dan kehidupan ideologis bangsa.
[85] Sebagai Menteri Agama, ia juga mencoba mengarahkan bawahannya untuk melaksanakan Dekret 5 Juli 1959. [79] Pada saat perayaan hari jadi ke-40 Nahdlatul Ulama (31 Januari 1966), diadakan sebuah pawai, dan pesertanya memegang spanduk yang menuntut kembalinya Piagam Jakarta.
[86] Pada bulan yang sama, Majelis Permusyawaratan Ulama Daerah Istimewa Aceh merumuskan sebuah rancangan Pedoman Dasar. Pasal 4 Pedoman Dasar ini menyatakan bahwa tujuan organisasi mereka adalah untuk menyatukan semua ulama dan umat dalam upaya untuk menerapkan Piagam Jakarta dan memberlakukan syariat Islam untuk Muslim di provinsi tersebut. [87] Politikus Muslim Mohamad Roem mengambil sikap yang lebih moderat.
Dalam sebuah pidato yang ia sampaikan di Medan pada Februari 1967, ia menegaskan bahwa umat Islam wajib menerapkan syariat Islam terlepas dari apakah tujuh kata dimasukkan ke dalam Pembukaan UUD 1945 atau Dekret 5 Juli 1959. Menurutnya, kewajiban ini bukanlah kewajiban hukum, tetapi kewajiban agama, dan pelaksanaan kewajiban ini bergantung kepada masing-masing pribadi.
[88] Kemudian, saat sidang MPRS pada Maret 1968, kelompok Islam meminta agar Piagam Jakarta juga dimasukkan ke dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), tetapi upaya ini gagal akibat penolakan dari kelompok militer, Kristen, dan kebangsaan. [89] Perdebatan antara kelompok Islam dan Kristen terkait makna historis Piagam Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Lambang Partai Katolik. Partai ini meyakini bahwa Piagam Jakarta tidak pernah memiliki kekuatan hukum di Indonesia Setelah sidang MPRS pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor Maret 1968, perdebatan mengenai Piagam Jakarta kembali mencapai puncaknya dengan diterbitkannya artikel-artikel oleh kelompok Kristen dan Islam.
[89] Majalah Katolik Peraba menerbitkan sejumlah artikel yang mengkritik argumen pendukung Piagam Jakarta. Dalam salah satu artikel tersebut, Partai Katolik berpendapat bahwa Piagam Jakarta tidak pernah memiliki kekuatan hukum karena piagam tersebut hanyalah rancangan Pembukaan UUD 1945. Partai Katolik bahkan mengutip Sayuti Melik (salah satu anggota PPKI) yang menyatakan bahwa tidak ada bukti Panitia Sembilan pernah menandatangani rancangan Pembukaan yang dirumuskan pada 22 Juni 1945, dan hanya Mohammad Yamin yang menyebut rancangan ini dengan sebutan Piagam Jakarta.
Oleh sebab itu, menurut Partai Katolik, tidak ada yang salah dengan keputusan PPKI untuk menghapus tujuh kata. [90] Sehubungan dengan Dekret 5 Juli, Partai Katolik menafsirkan kata "menjiwai" sebagai pernyataan bahwa Pembukaan UUD 1945 berasal dari Piagam Jakarta. Walaupun begitu, Partai Katolik menegaskan bahwa istilah ini tidak menjadikan tujuh kata sebagai bagian dari sistem hukum Indonesia, karena jika hal tersebut diasumsikan benar, maka Piagam Jakarta bukan menjiwai, tetapi malah menggantikan Pembukaan UUD 1945.
Selain itu, bagi Partai Katolik, penggunaan frasa "kami berkeyakinan" menandakan bahwa keyakinan tersebut hanyalah keyakinan Soekarno saja dan tidak memiliki kekuatan hukum.
[91] Redaksi majalah Peraba juga menyatakan bahwa pihak yang menuntut pengakuan Piagam Jakarta telah bertentangan dengan persatuan dan kesatuan bangsa. Mereka juga menegaskan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak ada kaitannya dengan Piagam Jakarta.
Mereka merujuk pada sejarah ketika Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor dan Hatta diculik dan didesak oleh para pemuda untuk mempercepat proklamasi.
Para pemuda ini tidak ingin kemerdekaan Indonesia dikait-kaitkan dengan Jepang, sehingga mereka menolak penggunaan Piagam Jakarta untuk mengumandangkan proklamasi, mengingat piagam tersebut merupakan hasil dari badan bentukan Jepang, BPUPK. [92] Di sisi lain, politikus-politikus Muslim mencoba menunjukkan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari Piagam Jakarta.
Tokoh Muslim Hamka berpendapat bahwa sebelum Piagam Jakarta, gerakan kemerdekaan Indonesia terpecah menjadi dua golongan, yaitu Islam dan kebangsaan. Keduanya tidak saling menghormati, dan Hamka meyakini bahwa kompromi Piagam Jakarta-lah yang berhasil membuat kedua kelompok ini bersatu. Namun, tujuh kata dalam Piagam Jakarta kemudian malah dihapus satu hari setelah kemerdekaan.
Bagi Hamka, ini adalah tindakan yang tidak jujur atau bahkan curang dari pihak golongan kebangsaan. [90] Sementara itu, Menteri Agama Indonesia Muhammad Dahlan menyampaikan sebuah pidato saat hari jadi Piagam Jakarta pada tahun 1968 yang menyatakan bahwa piagam tersebut merupakan sebuah langkah menuju kemerdekaan yang kemudian menjadi penggerak dan sumber inspirasi bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Dahlan juga meyakini bahwa isi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sejalan dengan isi Piagam Jakarta, dan ia juga mengklaim bahwa piagam tersebut sebenarnya menandai akhir dari pergerakan kemerdekaan Indonesia pada abad ke-20.
[89] Selain itu, Dahlan menegaskan bahwa Dekret 5 Juli 1959 dan Memorandum DPRGR yang telah diterima oleh MPRS menjadikan Piagam Jakarta sebagai sumber hukum. [93] Pandangan militer mengenai Piagam Jakarta sendiri terpecah. Abdul Haris Nasution, yang telah menjadi Ketua MPRS, menyatakan di sebuah seminar yang diselenggarakan di Kota Malang, Jawa Timur, pada Juli 1968 bahwa ia menolak gagasan pendirian negara Islam, tetapi ia mendukung keinginan umat Islam untuk mengembalikan Piagam Jakarta.
[94] Namun, ketika Pemuda Mahasiswa dan Pelajar Islam ingin merayakan hari jadi Piagam Jakarta pada tahun 1968, mereka tidak mendapatkan izin dari Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta. Pemerintah saat itu juga meminta pegawai negeri sipil untuk tidak membuat pernyataan apapun mengenai Piagam Jakarta dan meminta mereka untuk tidak mengikuti perayaan hari jadi Piagam Jakarta.
Pada tahun berikutnya, Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Kolonel Soemadi melarang perayaan hari jadi Piagam Jakarta karena menurutnya ideologi negara sudah jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. [95] Upaya menerapkan Piagam Jakarta melalui peraturan perundang-undangan [ sunting - sunting sumber ] Semenjak akhir tahun 1960-an, para perwakilan dari golongan Islam mulai mencoba menerapkan isi Piagam Jakarta melalui peraturan perundang-undangan.
[96] Namun, mereka masih harus menentukan apa makna dari kewajiban menjalankan syariat Islam. [97] Seorang mantan pegiat Masyumi yang bernama Mohammad Saleh Suaidy menyatakan bahwa pada akhir 1960-an, Piagam Jakarta dapat direalisasikan dengan: (1) menyelesaikan rancangan hukum perkawinan Islam yang masih dibahas DPR; (2) mengatur pengumpulan dan pembagian zakat dan jika sistem ini berhasil, rancangan undang-undang mengenai zakat dapat diusulkan ke DPR; (3) menyatukan kurikulum pesantren di seluruh negeri; (4) meningkatkan keefisienan dan koordinasi dakwah; (5) mengaktifkan kembali Majelis Ilmiah Islam untuk mengembangkan konsep-konsep penting dalam agama Islam.
[98] Pada 22 Mei 1967, Departemen Agama mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan Perkawinan Ummat Islam kepada DPRGR. [99] Di bagian penjelasan, tercantum pernyataan bahwa dengan adanya Dekret 5 Juli 1959, Piagam Jakarta dianggap sebagai bagian dari undang-undang dasar.
Namun, pada Februari 1969, Fraksi Partai Katolik di DPRGR menyatakan penolakannya terhadap rancangan undang-undang ini. Mereka mengeluarkan sebuah memorandum yang membuat sebuah dikotomi antara negara kebangsaan atau negara Islam. Menurut mereka, jika rancangan undang-undang ini disahkan, berarti landasan negara akan diganti dengan Piagam Jakarta.
[100] Pada akhirnya Presiden Indonesia saat itu Soeharto menarik rancangan undang-undang tersebut pada Juli 1973. [101] Secara keseluruhan, pada masa Orde Baru, pemerintah berupaya menanamkan ideologi Pancasila, sehingga mereka tidak memberi ruang untuk pembahasan mengenai Piagam Jakarta. [102] Pada tahun 1973, semua partai Islam dilebur menjadi satu partai, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pada tahun 1980-an, pemerintah Orde Baru juga mewajibkan semua partai politik untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. [103] 1988: pembentukan peradilan agama dan ketakutan akan Piagam Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Mohammad Natsir mengkritik reaksi kelompok Kristen terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama Pada 1988, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama. Partai Demokrasi Indonesia dan fraksi partai kebangsaan lainnya merasa khawatir bahwa pemerintah melalui rancangan undang-undang ini akan menerapkan syariat Islam.
[104] Teolog Yesuit Franz Magnis-Suseno memperingatkan bahwa tujuan penghapusan tujuh kata dari Pembukaan UUD 1945 dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok yang dapat memaksakan kehendak mereka kepada kelompok lain.
[105] Pada awal Juli 1989, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) meminta agar setiap warga Muslim dapat dengan bebas memilih peradilan sipil atau agama, karena menurut mereka perbedaan antara Pancasila dan Piagam Jakarta adalah Pancasila tidak mewajibkan pelaksanaan syariat Islam. [106] Soeharto menjawab kritik dengan pernyataan bahwa rancangan undang-undang ini hanya ingin mewujudkan gagasan Pancasila dan UUD 1945, dan menurutnya rancangan undang-undang ini tidak ada kaitannya dengan Piagam Jakarta.
[104] Para tokoh Muslim juga menampik keterkaitan antara rancangan undang-undang peradilan agama dengan Piagam Jakarta. [107] Mohammad Natsir menyatakan bahwa kelompok Kristen telah bertindak intoleran terhadap aspirasi-aspirasi umat Islam semenjak dikeluarkannya "ultimatum" untuk menghapus tujuh kata dalam Piagam Jakarta pada 18 Agustus 1945.
Menurutnya, jika aspirasi umat Islam terus menerus dijegal oleh penolakan kelompok Kristen, umat Islam bisa merasa seperti warga kelas dua. [108] Di sisi lain, cendekiawan Muslim Nurcholis Madjid dapat memahami mengapa kelompok Kristen menyatakan penolakan mereka. Menurutnya, kecurigaan bahwa Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama merupakan upaya untuk mewujudkan Piagam Jakarta dipicu oleh trauma politik dari masa lalu.
Ia lalu mengajak semua untuk melupakan trauma masa lalu dan memandang rancangan undang-undang tersebut sebagai suatu proses nasional. [109] Fraksi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) juga menyatakan bahwa mereka bisa memahami ketakutan masyarakat terkait rancangan undang-undang tersebut dan Piagam Jakarta, karena mereka mengamati bahwa dalam sejarah telah terjadi beberapa upaya untuk mengganti ideologi Pancasila dengan agama.
[110] Tuntutan pengembalian Piagam Jakarta pada awal Reformasi (1999–2002) [ sunting - sunting sumber ] Desakan partai Islam [ sunting - sunting sumber ] Setelah tumbangnya Soeharto dan pencabutan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat pada tahun 1998, kembali muncul seruan untuk mendirikan negara Islam dan mengembalikan Piagam Jakarta. [111] Pada Oktober 1999, MPR untuk pertama kalinya menyelenggarakan sidang untuk mengamendemen UUD 1945.
[112] Kemudian, saat Sidang Tahunan MPR pada tahun 2000, dua partai Islam, yaitu PPP dan Partai Bulan Bintang (PBB, penerus Partai Masyumi), memulai kampanye untuk menambahkan tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam Pasal 29 UUD 1945. [113] Berdasarkan usulan ini, rumusan Pancasila di Pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah. [114] Pasal 29 sendiri berbunyi: [115] • Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. • Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Politikus dari PBB M.S. Kaban menjelaskan bahwa pandangan fraksi partainya didasarkan pada Dekret 5 Juli 1959. Menurutnya, dekret ini telah menerangkan bahwa Piagam Jakarta dan UUD 1945 merupakan suatu kesatuan.
Ia juga menampik kekhawatiran bahwa pembahasan Piagam Jakarta akan mengakibatkan disintegrasi nasional. [116] Habib Rizieq, pendiri Front Pembela Islam, menulis bahwa jika Piagam Jakarta dijadikan bagian dari undang-undang dasar, hal ini akan memperbaiki apa yang ia anggap sebagai sebuah kesalahan sejarah Kongres Mujahidin Indonesia I yang diselenggarakan pada Agustus 2000 juga menyerukan agar Piagam Jakarta menjadi bagian dari undang-undang dasar dan agar syariat Islam diberlakukan sebagai hukum negara.
[117] Upaya untuk mengembalikan Piagam Jakarta turut didukung oleh Front Pembela Islam (FPI). Pendiri FPI Habib Rizieq menerbitkan sebuah buku yang berjudul Dialog Piagam Jakarta pada Oktober 2000. Dalam buku ini, ia menyatakan bahwa jika Piagam Jakarta dijadikan bagian dari undang-undang dasar, hal ini akan memperbaiki sebuah kesalahan sejarah dan menjadi landasan pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor yang kuat untuk negara Indonesia.
[118] Rizieq mengamati bahwa Soekarno sendiri menganggap Piagam Jakarta sebagai hasil dari perundingan yang sangat alot antara golongan Islam dan kebangsaan, dan menurutnya Soekarno telah menandatangani piagam tersebut tanpa keraguan.
[119] Ia menolak pendapat bahwa pengembalian Piagam Jakarta akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Menurutnya, Piagam Jakarta adalah jalan tengah antara dua keinginan yang sangat berbeda, yaitu keinginan golongan Islam untuk mendirikan negara Islam dan keinginan golongan kebangsaan untuk mendirikan negara sekuler.
Bagi Rizieq, peniadaan Piagam Jakarta merupakan pengkhianatan demokrasi dan penumbangan konstitusi, yang membuat banyak orang kecewa dan sedih. Pengembalian tujuh kata ke dalam undang-undang dasar dianggap oleh Rizieq sebagai obat yang dapat memulihkan hak yang telah dirampas. Dengan ini, Rizieq yakin bahwa konflik ideologi di Indonesia bisa diselesaikan. [120] Salah satu juru bicara untuk Fraksi PPP, Ali Hardi Kiai Demak, menyatakan pada tahun 2002 bahwa sebenarnya sudah ada perundang-undangan yang berlandaskan syariat Islam, seperti Undang-Undang Perkawinan (UU No.
1 Tahun 1974), Undang-Undang Peradilan Agama (UU No. 7 Tahun 1989), Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji (UU No. 17 Tahun 1999), Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat (UU No. 38 Tahun 1999), serta Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (UU No. 44 Tahun 1999). Oleh sebab itu, ia berpendapat bahwa perkembangan-perkembangan ini sepatutnya diterima secara resmi dengan memasukkan Piagam Jakarta ke dalam Pasal pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor UUD 1945.
[113] Di MPR pada saat itu juga terdapat sebuah fraksi yang disebut " Perserikatan Daulatul Ummah" (PDU). Fraksi ini terdiri dari berbagai partai kecil yang berhaluan Islam, yaitu Partai Nahdlatul Ummat, Partai Kebangkitan Ummat, Partai Syarikat Islam Indonesia, Partai Daulat Rakyat, dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. [121] Atas desakan dari FPI, Hizbut Tahrir, dan Majelis Mujahidin Indonesia, Fraksi PDU menuntut agar tujuh kata Piagam Jakarta dimasukkan ke dalam ayat kedua Pasal 29 UUD 1945, sementara yang ingin diamendemen PBB dan PPP adalah ayat pertama.
[122] Kemudian, saat MPR menggelar sidang terakhirnya untuk mengamendemen konstitusi pada tahun 2002, PBB dan PDU secara resmi meminta agar tujuh kata dimasukkan ke dalam Pasal 29. [114] Penolakan Piagam Jakarta [ sunting - sunting sumber ] Lambang Muhammadiyah.
Penolakan Muhammadiyah terhadap usulan untuk memasukkan tujuh kata ke dalam Pasal 29 UUD 1945 telah mengecewakan Laskar Jihad di Kota Surakarta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menentang dimasukannya Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945.
[123] Organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga menolak usulan PBB dan PDU tahun 2002 terkait amendemen Pasal 29. [124] Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menyatakan pada September 2001 bahwa penerapan kembali Piagam Jakarta hanya akan membebankan negara yang baru saja terancam bubar. [125] Beberapa cendekiawan Muslim lainnya, seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholis Madjid, Masdar F. Mas'udi, dan Ulil Abshar Abdalla, juga menolak usulan tersebut.
[126] Penolakan dari Muhammadiyah sendiri sangat mengecewakan Laskar Jihad di Kota Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor, Jawa Tengah.
[127] Piagam Madinah: usulan alternatif dari Fraksi Reformasi [ sunting - sunting sumber ] Sehubungan dengan amendemen Pasal 29(1) UUD 1945, fraksi-fraksi berhaluan kebangsaan (seperti Fraksi PDIP, Partai Golongan Karya, Kesatuan Kebangsaan Indonesia, dan Partai Demokrasi Kasih Bangsa) dan Fraksi Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia (TNI/POLRI) ingin mempertahankan pasal tersebut sebagaimana adanya, "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.".
[128] Sementara itu, Fraksi PPP, PBB, dan PDU menginginkan agar tujuh kata dimasukkan ke dalam tersebut sehingga menjadi berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
[128] Di sisi lain, dua partai berhaluan Islam yang tergabung dalam "Fraksi Reformasi", yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan (PK, kini disebut Partai Keadilan Sejahtera), mengajukan alternatif yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya".
[129] Usulan ini mendapatkan dukungan dari Fraksi Partai Kebangkitan Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor (PKB).
[130] Usulan Fraksi Reformasi diberi julukan " Piagam Madinah" karena dianggap mencerminkan piagam dengan nama yang sama yang disusun oleh Nabi Muhammad untuk mengatur hubungan antaragama. [129] Pakar hukum tata negara Indonesia Arskal Salim berkomentar bahwa Piagam Madinah akan menciptakan sistem yang sangat mirip dengan sistem millet (sistem yang mengizinkan masing-masing umat agama untuk menjalankan hukum mereka sendiri) di Kesultanan Utsmaniyah.
[131] Fraksi PK menjelaskan bahwa terdapat tiga alasan mengapa mereka mendukung Piagam Madinah alih-alih Piagam Jakarta. Pertama, Piagam Jakarta dirasa masih belum final, dan piagam tersebut bukan dianggap sebagai satu-satunya cara yang sah untuk menjalankan syariat Islam di Indonesia.
Kedua, naskah Piagam Jakarta diyakini hanya berlaku untuk Muslim, dan ini dianggap tidak sejalan dengan Islam yang berupa "rahmatan lil alamin" (rahmat bagi seluruh alam). Ketiga, bila dibandingkan dengan Piagam Jakarta, Piagam Madinah dinilai lebih sesuai dengan Islam, karena Piagam Madinah mengakui kebebasan hukum masing-masing agama, sementara Piagam Jakarta hanya memberi keistimewaan hukum bagi satu agama saja.
{INSERTKEYS} [132] Sementara itu, Presiden PK pada saat itu Hidayat Nur Wahid berpendapat bahwa peran Piagam Jakarta sebagai kompromi antara dua golongan sudah selesai.
[130] Salah satu tokoh PK, Mutammimul Ula, juga menjelaskan bahwa partainya sebagai partai kecil ingin menghindari sentimen yang terkait dengan Piagam Jakarta.
Menurutnya, Piagam Madinah juga menjalankan syariat Islam seperti halnya Piagam Jakarta. Dengan usulan alternatif Piagam Madinah, partainya dapat mempertimbangkan situasi politik nasional saat itu yang tidak mendukung pemberlakuan Piagam Jakarta, sekaligus memenuhi aspirasi pemilih PK yang menginginkan penegakan syariat Islam melalui amendemen Pasal 29 UUD 1945. [133] Kegagalan upaya mengembalikan Piagam Jakarta lewat amendemen [ sunting - sunting sumber ] Pada tahun 1999, Badan Pekerja MPR menugaskan persiapan materi pokok-pokok amendemen kepada Panitia Ad Hoc I, yaitu sebuah panitia yang terdiri dari 45 anggota dengan perwakilan proporsional dari semua fraksi di MPR.
[112] Tiga alternatif rancangan untuk mengamendemen Pasal 29 (tidak ada perubahan, Piagam Jakarta, dan Piagam Madinah) dibahas oleh panitia ini pada Juni 2002. [134] Ketiga alternatif ini dirangkum oleh tabel berikut: [135] Fraksi Pendukung Rancangan Bunyi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golongan Karya, Kesatuan Kebangsaan Indonesia, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, TNI/POLRI Alternatif Pertama (tidak ada perubahan) "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa" Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bulan Bintang, Perserikatan Daulatul Ummah Alternatif Kedua (Piagam Jakarta) "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan, Partai Kebangkitan Bangsa Alternatif Ketiga (Piagam Madinah) "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban melaksanakan ajaran agama bagi masing-masing pemeluknya" Sumber: Salim 2008, hlm.
104 Mengingat ketiga alternatif ini tidak ada yang mendapatkan dukungan mayoritas, Yusuf Muhammad dari PKB mengusulkan sebuah kompromi pada 13 Juni. Ia menggagas agar dalam rumusan tujuh kata, istilah "kewajiban" diganti menjadi "kesungguhan", sehingga rancangan kalimatnya berbunyi "dengan kesungguhan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
[136] Kompromi ini juga gagal memperoleh dukungan mayoritas, sehingga ia mengusulkan agar ayat pertama Pasal 29 dibiarkan sebagaimana adanya, tetapi ayat kedua diamendemen menjadi "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya". [137] Setelah pembahasan panjang yang tak kunjung membuahkan hasil, ketiga alternatif ini diajukan ke Sidang Tahunan MPR pada Agustus 2002 untuk melalui mekanisme pemungutan suara.
Perwakilan dari Fraksi PDU dan PBB sekali lagi menegaskan pentingnya mengembalikan kesatuan Piagam Jakarta dan UUD 1945 dengan memasukkan tujuh kata ke dalam Pasal 29. Hartono Marjono dari PDU bahkan mengklaim bahwa penentang usulan ini telah dipengaruhi oleh propaganda dan kampanye Zionis. [138] Walaupun begitu, usulan ini gagal mendapatkan dukungan mayoritas.
[139] Usulan mengenai Piagam Madinah juga ditolak. [140] Fraksi PKB bahkan berubah haluan dan mendukung agar Pasal 29 dipertahankan sebagaimana adanya. [141] Walaupun kedua usulan partai-partai Islam gagal mendapatkan dukungan mayoritas, usulan-usulan ini masih didukung oleh banyak orang Muslim di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh surat kabar Kompas pada Agustus 2002, usulan Piagam Madinah didukung oleh 49,2% responden, sementara usulan Piagam Jakarta mendapat dukungan dari 8,2% responden. Jika keduanya digabung, 57,4% dapat dikatakan mendukung amendemen Pasal 29 UUD 1945, sementara hanya 38,2% yang ingin agar pasal tersebut dibiarkan seperti sebelumnya.
[131] Lihat pula [ sunting - sunting sumber ] Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: • ^ Nama resmi badan ini sebenarnya adalah "Badan untuk Menyelidiki Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan". Nama ini tidak mencakup "Indonesia" karena badan ini pertama kali dibentuk oleh Angkatan Darat ke-16 Jepang yang hanya berwenang di Jawa, dan maklumat yang mengumumkan pendirian badan ini juga hanya menyebut wilayah Jawa.
Angkatan Darat ke-25 yang berwenang di Sumatra baru mengizinkan pembentukan BPUPK untuk Sumatra pada 25 Juli 1945. Di sisi lain, Angkatan Laut Jepang yang memiliki wewenang di Kalimantan dan Indonesia Timur tidak mengizinkan pembentukan badan persiapan kemerdekaan. Lihat Kusuma & Elson 2011, hlm. 196-197, catatan kaki 3 Catatan kaki [ sunting - sunting sumber ] • ^ Hosen 2007, hlm. 60. • ^ Benda 1958, hlm. 153. • ^ Formichi 2012, hlm. 75. • ^ Anshari 1976, hlm.
14. • ^ Elson 2009, hlm. 108-109 & catatan kaki 24. • ^ Kusuma & Elson 2011, hlm. 196-197, catatan kaki 3. • ^ Hosen 2007, hlm. 61. • ^ Anshari 1976, hlm. 37. • ^ Butt & Lindsey 2012, hlm. 227. • ^ Kusuma 2004, hlm.
80. • ^ Elson 2009, hlm. 111-112. • ^ Boland 1971, hlm. 22. • ^ Taniredja & Suyahmo 2020, hlm. 245. • ^ Elson 2009, hlm. 112. • ^ Fealy & Hooker 2006, hlm. 47. • ^ Madinier 2012, hlm. 76. • ^ Hosen 2007, hlm. 62. • ^ Boland 1971, hlm. 25. • ^ a b Schindehütte 2006, hlm. 229-230. • ^ Schindehütte 2006, hlm. 230. • ^ Jegalus 2009, hlm. 25. • ^ Elson 2009, hlm. 113. • ^ a b Boland 1971, hlm. 27.
• ^ Elson 2009, hlm. 112-113. • ^ Salim 2008, hlm. 64. • ^ Schindehütte 2006, hlm. 125. • ^ Elson 2009, hlm. 114. • ^ Elson 2009, hlm. 115. • ^ Boland 1971, hlm. 29. • ^ Anshari 1976, hlm. 28-29. • ^ Elson 2009, hlm.
115-116. • ^ Anshari 1976, hlm. 29. • ^ Anshari 1976, hlm. 56. • ^ a b c Elson 2009, hlm. 116. • ^ Kusuma 2004, hlm. 329. • ^ Salim 2008, hlm. 65-66. • ^ Elson 2009, hlm. 117. • ^ Madinier 2012, hlm. 77. • ^ Elson 2013, hlm. 379. • ^ a b Elson 2009, hlm.
119. {/INSERTKEYS}
• ^ Anshari 1976, hlm. 46. • ^ Salim 2008, hlm. 68. • ^ a b Elson 2009, hlm. 120. • ^ Boland 1971, hlm. 36. • ^ a b Elson 2009, hlm. 121. • ^ Jegalus 2009, hlm. 45. • ^ Anshari 1976, hlm. 42. • ^ Anshari 1976, hlm. 65. • ^ Elson 2009, hlm.
122. • ^ Anshari 1976, hlm. 64. • ^ a b Elson 2009, hlm. 127. • ^ Boland 1971, hlm. 106. • ^ Elson 2009, hlm.
126. • ^ Boland 1971, hlm. 90. • ^ Boland 1971, hlm. 82. • ^ Madinier 2012, hlm. 319. • ^ Elson 2013, hlm. 393. • ^ Madinier 2012, hlm. 79. • ^ Anshari 1976, hlm. 79. • ^ Anshari 1976, hlm. 79-80. • ^ Boland 1971, hlm. 92. • ^ a b Boland 1971, hlm. 93. • ^ Anshari 1976, hlm. 83. • ^ Anshari 1976, hlm. 84. • ^ Boland 1971, hlm. 94. • ^ Boland 1971, hlm.
95. • ^ Anshari 1976, hlm. 84-85. • ^ Anshari 1976, hlm. 86. • ^ Anshari 1976, hlm. 86-87. • ^ Boland 1971, hlm. 96. • ^ Elson 2013, hlm.
397-398. • ^ Anshari 1976, hlm. 88. • ^ Anshari 1976, hlm. 89. • ^ Anshari 1976, hlm. 89-90. • ^ Anshari 1976, hlm. 90-91. • ^ Boland 1971, hlm. 98. • ^ Jegalus 2009, hlm. 31. • ^ Salim 2008, hlm. 86. • ^ a b Mujiburrahman 2006, hlm. 130. • ^ Anshari 1976, hlm. 95. • ^ Anshari 1976, hlm. 26. • ^ Anshari 1976, hlm. 113. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 108. • ^ Boland 1971, hlm. 101. • ^ Anshari 1976, hlm. 107. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 107. • ^ Salim 2008, hlm. 146. • ^ Boland 1971, hlm.
160-161. • ^ a b c Mujiburrahman 2006, hlm. 109. • ^ a b Mujiburrahman 2006, hlm. 110. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 112. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 111. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 113. • ^ Abdillah 1997, hlm. 50. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 114. • ^ Jegalus 2009, hlm. 66. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 115. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 117. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 160. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm.
161. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 163. • ^ Butt & Lindsey 2012, hlm. 230. • ^ Salim 2008, hlm. 49.
• ^ a b Abdillah 1997, hlm. 33. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 195. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 196. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 199.
• ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 198. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 200. • ^ Mujiburrahman 2006, hlm. 202. • ^ Jegalus 2009, hlm. 62, 68. • ^ a b Elson 2013, hlm. 404. • ^ a b Salim 2008, hlm. 95. • ^ a b Butt & Lindsey 2012, hlm. 232. • ^ Jegalus 2009, hlm. 196. • ^ Elson 2013, hlm. 411. • ^ Hosen 2005, hlm. 425. • ^ Fealy & Hooker 2006, hlm. 234. • ^ Fealy & Hooker 2006, hlm. 235. • ^ Fealy & Hooker 2006, hlm. 236. • ^ Salim 2008, hlm. 97. • ^ Salim 2008, hlm. 98. • ^ Salim 2008, hlm.
89. • ^ Salim 2008, hlm. 93. • ^ Hosen 2007, hlm. 93-94. • ^ Jahroni 2008, hlm. 69. • ^ Hosen 2005, hlm. 426. • ^ a b Salim 2008, hlm. 90, 104. • ^ a b Salim 2008, hlm. 99-100. • ^ a b Salim 2008, hlm. 101. • ^ a b Salim 2008, hlm. 174. • ^ Salim 2008, hlm. 100. • ^ Hosen 2005, hlm. 432. • ^ Salim 2008, hlm. 103, 108. • ^ Salim 2008, hlm. 104. • ^ Salim 2008, hlm. 102. • ^ Salim 2008, hlm. 103. • ^ Elson 2013, hlm. 418-419. • ^ Elson 2013, hlm. 418. • ^ Salim 2008, hlm. 106. • ^ Salim 2008, hlm.
101-102. Daftar pustaka [ sunting - sunting sumber ] • Abdillah, Masykuri (1997), Responses of Indonesian Muslim Intellectuals to the Concept of Democracy (1966–1993), Hamburg: Abera • Anshari, Saifuddin (1976), The Jakarta Charter of June 1945: A History of the Gentleman’s Agreement between the Islamic and the Secular Nationalists in Modern Indonesia (Disertasi), Montreal: McGill University • Benda, Harry (1958), The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam under the Japanese Occupation, 1942–1945, Den Haag dan Bandung: W.
Van Hoeve • Boland, B.J. (1971), The Struggle of Islam in Modern Indonesia, Den Haag: Martinus Nijhoff • Butt, Simon; Lindsey, Tim (2012), The Constitution of Indonesia: A Contextual Analysis, Oxford: Hart Publishing • Elson, R.E.
(2009), "Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945", Indonesia, 88: 105–130 Parameter -month= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • Elson, R.E. (2013), "Two Failed Attempts to Islamize the Indonesian Constitution", Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 28 (3): 379–437 • Fealy, Greg; Hooker, Virginia (2006), Voices of Islam in Southeast Asia.
A Contemporary Sourcebook, Singapura: ISEAS • Formichi, Chiara (2012), Islam and the Making of the Nation: Kartosuwiryo and Political Islam in 20th Century Indonesia, Leiden: KITLV Press • Hosen, Nadirsyah (2005), "Religion and the Indonesian Constitution: A Recent Debate", Journal of Southeast Asian Studies, 36 (3): 419–440 • Hosen, Nadirsyah (2007), Shari’a & Constitutional Reform in Indonesia, Singapura: ISEAS • Jahroni, Jajang (2008), Defending the Majesty of Islam: Indonesia’s Front Pembela Islam 1998–2003, Chiang Mai: Silkworm Books • Jegalus, Norbertus (2009), Das Verhältnis von Politik, Religion und Zivilreligion untersucht am Beispiel der Pancasila, München: Herbert Utz Verlag • Kusuma, A.B.
(2004), Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia • Kusuma, A.B.; Elson, R.E.
(2011), "A Note on the Sources for the 1945 Constitutional Debates in Indonesia" (PDF), Bijdragen tot de Taal- Land- en Volkenkunde, 167 (2–3): 196–209 • Madinier, Rémy (2012), L’Indonesie, entre démocratie musulmane et Islam intégral: histoire du parti Masjumi (1945–1960), Paris: Karthala • Mujiburrahman (2006), Feeling Threatened: Muslim-Christian Relations in Indonesia’s New Order, Leiden/Amsterdam: Amsterdam University Press • Salim, Arskal (2008), Challenging the Secular State: The Islamization of Law in Modern Indonesia, Honolulu: University of Hawaii Press • Schindehütte, Matti (2006), Zivilreligion als Verantwortung der Gesellschaft – Religion als politischer Faktor innerhalb der Entwicklung der Pancasila Indonesiens, Hamburg: Abera Verlag • Taniredja, Tukiran; Suyahmo (2020), Pancasila Dasar Negara Paripurna, Jakarta: Kencana Pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor lanjut [ sunting - sunting sumber ] • Anshari, Endang Saifuddin (1997), Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945–1959) (edisi ke-3), Jakarta: Gema Insani Press • Anshari, Saifuddin (1979), The Jakarta Charter 1945: The Struggle for an Islamic Constitution in Indonesia, Kuala Lumpur: ABIM • Hilmy, Masdar (2010), Islamism and Democracy in Indonesia: Piety and Pragmatism, Singapura: ISEAS • Indrayana, Denny (2008), Indonesian Constitutional Reform, 1999-2002: An Evaluation of Constitution-making in Transition, Jakarta: Penerbit Buku Kompas • Kim, Hyung-Jun (1998), "The Changing Interpretation of Religious Freedom in Indonesia", Journal of Southeast Asian Studies, 29 (2): 357–373 Parameter -month= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • Halaman ini terakhir diubah pada 30 April 2022, pukul 01.16.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • • SENI TEATER 1. Teater modern berkembang pada umumnya memperoleh pengaruh dari budaya. a. primitif b. pendatang c. kosmopolitan d. barat e.
hedonisme 2. Berikut ini yang bukan termasuk unsur sastra dalam sebuah drama adalah. a. perwatakan b. tema c.
tata musik d. penokohan e. alur 3. Salah satu contoh dari teater modern yang pernah dipentaskan oleh dramawan Indonesia adalah seperti di bawah ini, kecuali. a. Manusia Baru b. Lukisan Massa c. Dokter Bisma d. Taufan di Atas Asia e.
Ramayana 4. Ciri khas dari teater modern, diantaranya dapat terlihat dari. a. para pemainnya b. penulis skenarionya c. bahasa yang digunakannya d. penataan panggung dan dekorasi e. nilai yang disuguhkan 5. Tuan Amin adalah salah satu contoh karya teater modern yagn merupakan hasil karya.
a. Sanoesi Pane b. Armyn Pane c. El Hakim d. Idrus e. Amal Hamzah 6. Bentuk drama yang pemainnya berbicara sendiri tanpa ada lawan bermain disebut drama. a. monolog b. drama absurd c. drama minikata d. kontemplasi e.meditasi 7. Pemilihan pemain dalam sebuah drama disebut.
a. aktor b. shooting c. casting d. editing e. cutting 8. Pengarang drama absurd yang terkenal di Indonesia adalah. a. Idrus b. Sanoesi Pane c. Muhammad Yamin d. Iwan Simatupang e. W.S. Rendra 9. Berikut adalah salah satu persamaan dari drama tradisional dan drama modern, yaitu. a. memiliki pementasan dan dekorasi b.
memiliki naskah c. cerita berdasarkan sumber yang sama d. mengandalkan tarian e. diiringi musik yang sama 10. Teater modern ide ceritanya biasanya berasal dari. a. kisah kerajaan b. dongeng c. Hikayat d. legenda e. kehidupan bermasyarakat sehari-hari 11. Teater terkini yang sudah jauh meninggalkan teater tradisional adalah. Jawaban: teater kontemporer 12. Jenis teater dikelompokkan menjadi dua, yaitu.
Jawaban: teater tradisional dan nontradisional 13. Jenis drama yang diperankan oleh seorang pemain disebut. Jawaban: monolog 14.
Salah satu pengarang drama absurd adalah. Jawaban: Iwan Simatupang 15. Drama yang menggunakan kata seminim mungkin disebut drama. Jawaban: minikata 16. Seorang dramawan, penyair, sekaligus budayawan terkenal yang dijuluki “Si Burung Merak” adalah.
Jawaban: W.S. Rendra 17. Seorang yang dikenal sebagai sutradara yang bertangan dingin adalah. Jawaban: Arifin C. Noer 18. Keindahan cerita dalam drama atau teater terletak pada permasalahan yang disebut. Jawaban: Isi cerita 19.
Rangkaian cerita yang saling berhubungan dengan menggunakan hukum sebab akibat adalah. Jawaban: alur cerita/plot 20. Nilai yang dihubungkan dengan makna sebuah benda/kebendaan adalah. Jawaban: nilai material 21. Jelaskan perbedaan teater tradisional dengan teater modern!
Jawaban: perbedaan teter tradisional dengan teater modern adalah sebagai berikut: a. Teater tradisional - bertolak dari sastra lisan - tidak ada naskah - sumber cerita dari kerjaan/dongeng - bersifat improvisasi - mengandalkan segi tari dan lagu - bersifat statis b. Teater modern - bertolak dari sastra drama - ada naskah drama - sumber cerita dari kehidupan masyarakat sehari-hari - peran sudah dibagi sesuai naskah, - mengandalkan segi gerak dan dialog - bersifat dinamis 22.
Sebutkan beberapa naskah drama modern pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor pernah dipentaskan! Jawaban: naskah drama yang pernah dipentaskan adalah sebagai berikut. a. Dokter Bisma b. Manusia Baru e. Ken Arok d. Taufan di Atas Asia e. Tuan Amin 23. Sebutkan tokoh-tokoh teater nontradisional! Jawaban: Tokoh-tokoh teater nontradisional adalah sebagai berikut.
a. Armyn Pane b. Sanusi Pane c. Idrus d. Usmar Ismail 24. Sebutkan keunikan teater modern! Jawaban: keunikan teater modern adalah sebagai berikut. a. naskah sudah b. cerita lebih bervariasi c. perencanaan lebih kompleks d. tidak lagi mengandalkan tari dan lagu 25. Sebutkan persamaan teater tradisional dengan teater modern! Jawaban: persamaan teater tradisional dan teater modern adalah sebagai berikut: a. memiliki perlengkapan pementasan yang sama, seperti dekorasi, tata busana, tata musik, dan tata rias.
b. memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai media ekspresi, sarana hiburan, dan media pendidikan c. memiliki anatomi drama yang sama, yaitu babak, adegan, dan dialog 26. Teater sebagai kegiatan berkesenian yang mengacu kepada kegiatan dan pertunjukkan mengandung unsur-unsur sebagai berikut, kecuali …. a. lakon b. Pemeran c. Sutradara d. Pentase. e.sponsor 27. Unsur pertama yang terdapat dalam kegiatan teater adalah ….
a. naskah b. penonton c. publik d. promotor e. produser 28. Bagian pembuka dalam sebuah drama yang maksudnya untuk memberikan pengarahan kepada pembaca atau penonton disebut …. a.dialog b. prolog c. epilog d. solilokui e. monolog 29. Orang yang bertugas mewujudkan gagasan penulis drama di atas pentas secara utuh dan benar adalah …. a. produser b. dramawan c. sastrawan d. Pemeran e. promotor 30. Bentuk teater yang secara tegas memisahkan tempat antara pentas dan tempat penonton disebut ….
a. nonprosenium b. apron c. prosenium d. interior e.pentas portabel 31. Kehadiran seorang penonton sama pentingnya dengan permainan terbaik dari seorang aktor jika hal itu dilihat dari segi keberhasilan sebuah pementasan.
Pernyataan tersebut dinyatakan oleh…. a. Richard Bouleslavsky b. Arifin C. Noor pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor. Umar Khayam d. Samuel Becket e. Aris Toteles 32.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran jumlah penonton pada saat pagelaran berlangsung, kecuali …. a. Publikasi yang gencar b. Popularitas kelompok c. kualitas pemain baik d. kerja sama yang baikdengan berbagai pihak e. kostum mewah 33. Bentuk setting yang sama sekali tidak menggunakan alat-alat tertentu selain tempat di mana lakon dimainkan,termasukjenis setting….
a. konvensional set b. interior set c. natural set d. tradisional set e. modern set 34. Dalam merias seorang pemain, penata rias harus mempertimbangkanaspek-aspek berikut ini, kecuali…. a. gambaran fisik pelaku b. harga bahan rias murah c. warna kebangsaan d. efek sinar lampu pentas yang mungkin dihasilkan e. pemilihan bahan rias 35. Berikut ini yang tidak termasuk fungsi dari teater rakyat adalah …. a. Sebagai alat pendidikan masyarakat b.
Sebagai alat penebal perasaan solidaritaskolektif c. Sebagai alat mempertahankan suatu budaya bangsa d. Sebagai alat yang memungkinkan seseorang biasa bertindak dengan penuh kekuasaan terhadap orang yang menyeleweng e.
Sebagai alat untuk mengeluarkan protes terhadap ketidakadilan yang terjadi di masyarakat 36. Secara umum, teater tradisional rakyat memiliki ciri-ciri sebagai berikut, kecuali…. a. Cerita digarap berdasarkan fenomena terbaru.
b. Unsur lawakan selalu muncul. c. Nilai dan laku dramatik dilakukan secara spontan. d. Penonton mengikuti pertunjukkan secara santai. e. Tempat pertunjukkan teruka dalam bentuk arena. 37. Menurut Dr. A.H. Nasution, suatu hasil karya seni dituntun untuk memiliki kriteria-kriteria berikut ini,kecuali….
a. Etika b. estetika c. konsultatif d. Efektif e. edukatif 38. Perkembangan tater Barat di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan…. a. Jepang b. Indo-Eropa c. Hindia Belanda d. Portugis e. Yunani Kuno 39.
Teater Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia mulai tumbuh dan berkembang secara baik pada masa pendudukan …. a. Jepang b. Portugis c. Indo-Belanda d. spanyol e. Indo-Eropa 40. Teater klasik barat bersumber dari teater ….
a. Amereka Serikat b. Roma c. Portugis d. Belanda e. Yunani Kuno 41. Era kebangkitan teater modern Indonesia ditandai oleh kelompok teater bernama …. a. teater dardanella b. teater klasik c. teater Orion d. teater beling e. teater Tjahaya Timoer 42. Terlahirnya seniman-seniman teater dan film Indonesia yang berkualitas dan mengabdikan diri sepenuhnya bag perkembangan teater ditandai dengan munculnya ….
a. CHAOS b. LEKRA c. ASDRAFI d. AMI e. HSBI 43. Pada akhir abad XXberkembang pula gaya absurdisme dalam teater Indonesia.
Absurdisme artinya ….
a. rasional b. tak masuk akal c. normal d. tabu e. ekpresionis 44. Tokoh-tokoh teater absurd adalah sebagai berikut, kecuali…. a. Jean Paul Sartre b. Eugene Lonesco c. Albert Camus d. Ares Toteles e. Samuel Becket 45. Dalam pementasan drama, plot dan karakter diwujudkan melalui …. a. kostum b. panggung c. properti d. amanat e. laku (action) 46. Pelaku yang menyebabkan timbulnya konflik dalam cerita adalah …. a. tritagonis b. sampingan c. figuran d. sentral e. antagonis 47. Garis laku menurut Aris Toteles adalah sebagai berikut, kecuali ….
a. exposition b. epitasio c. protasis d. catastasis e. catastrophe 48. Permasalahan yang paling dominan menjiwai suatu naskah drama dari awal sampai akhir cerita disebut ….
a. tema minor b. tema mayor c. subtema d. tema cabang e. tema sampingan 49. Dilihat dari cara menyusun bagian-bagiannya, alur atau plot cerita dapat dibedakan menjadi beberapa macam, kecuali …. a. progresif b. alur cabang c. alur sorot balik d. alur campuran e.
flashback 50. Gambaran umum bagian alur yang menggambarkan kehadiran beberapa tokoh yang belum mempunyai masalah atau menggambarkan suasana yaitu bagian …. a. resolusi b. klimaks c. paparan (eksposisi) d.
peleraian e. penggawatan (komplikasi) 51. Ada tiga unsur utama dalam proses pengakuan sebuah benda untuk dapat disebut karya seni, yaitu…. a. peragaan, properti, seniman b. publik seni, benda seni, penonton c. struktur batin, pesan, seniman d. benda seni, panggung, lighting e. seniman, benda seni,publik seni 52. Dalam pemindahan atau penyaduran karya drama dituntun persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi, kecuali….
a. Plot cerita tidak boleh berubah b. Karakterisasi hanya sebagian yang boleh diubah c. Latar budaya harus utuh d. Karakterisasi dalam keseluruhan teks tidak boleh berubah e. Persoalan-persoalan yang terdapat dalam teks asli kemungkinan terjadi pula di dalam konteks budaya yang diadaptasi 53.
Secara garis besar, latar dalam drama dapat dikelompokkkan menjadi tiga bagian pokok, yaitu …. a. latar waktu, latar tempat, latar sosial b. latar politik, latar geografis, latar sosial c. latar waktu, latar zaman, latar sosial d. latar waktu, latar tempat, latar ekonomi e. latar intern, latar tempat, latar strata 54. Konflik-konflik yang muncul dalam cerita drama saling berkaitan satu dengan lainnya, kecuali ….
a. Adanya hukum kausalitas(sebab-akibat) b. Kesatuan rangkaian peristiwa( unity) c. Terjadinya kejutan (suspensi) d.
Aspek kemasukakalan (plausibiliti) e. Masalah kejiwaan 55. Dalam menciptakan nama penokohan drama cerita drama, dapat mengacu hal-halberikut ini,kecuali ….
a. berdasarkan asal-usul daerah b. berdasarkan profesinya c. berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan tokoh.
d. berdasarkan status sosial e. berdasarkan kondisi fisik 56. Cara memilih pemeran dilakukan dengan Jawaban: casting 57. Bagian kahir naskah disebut. Jawaban: epilog 58. Ekspresi termasuk terknik olah. Jawaban: tubuh 59. Dalam melakukan kegiatan teater perlu diutamakan prinsip. Jawaban: kerja sama 60. Waktu, tempat, dan suasana yang melatarbelakangi terjadinya suatu cerita disebut.
Jawaban: setting 61. Tahapan yang paling dinanti-natikan pemain adalah tahap. Jawaban: pementasan 62. Teknik yang berhubungan dengan dialog-dialog yang dilakukan oleh tokoh dan harus menggambarkan karakter dari tokoh tersebut disebut teknik. Jawaban: memberi isi 63. Pentas atau arena untuk bermain drama pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor.
Jawaban: panggung 64. Pemandangan yang menjadikan latar belakang dari suatu tempat yang digunakan untuk memainkan lakon disebut. Jawaban: dekorasi 65. Pemilihan naskah merupakan bagian.pergelaran Jawaban: persiapan 66. Sebutkan hal-hal yang dilakukan dalam tahap persiapan pementasan teater! Jawaban: a. memilih naskah drama b.
memilih sutradara c. memilih pembantu sutradara d. memilih pemain (casting) 67. Jelaskan yang dimaksud dengan olah tubuh, pikiran, dan suara! Jawaban: 1. Olah tubuh adalah latihan gerakan guna melatih tubuh untuk memainkan tindakan tokoh di depan penonton. 2. Olah suara adalah latihan pengucapan dalam kegiatan teater 3. Olah pikiran adalah latihan yang dilakukan guna menghayati karakter tokoh. 68. Sebutkan unsur-unsur apa saja yang bersentuhan dengan naskah!
Jawaban: a. pimpinan artistik b. stage manager c. property master d. penata cahaya e. penata kostum f. penata setting g. penata rias h. penata musik 69. Sebutkan dan jelaskan ketiga tahap latihan! Jawaban: 1. Pemanasan, yaitu tahapan dalam latihan yang dilakukan dalam bentuk latihan pernapasan, dan konsentrasi 2. Inti, yaitu kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan skill dalam memainkan peran yang meliputi: - Latihan membaca - Latihan blocking - Latihan karya - Latiha pengucapan - Latihan umum 3.
Penenangan, yaitu kegiatan yang dilakukan dengan konsentrasi dan pernapasan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum latihan. 70. Tuliskan lima saja langkah yang harus dilakukan dalam bermain peran menurut Rendra! Jawaban: 1. Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang pemeran dalam drama itu. 2. Mengumpulkan sifat-sifat (watak) sang peran, lalu dihubungkan dengan tindakan pokok.
Tentukan tindakan mana yang harus ditonjolkan. 3. Mencari sifat-sifat yang harus ditonjolkan oleh pemeran. 4. Mencari tekanan-tekanan kata pada kalimat yang harus diucapkan oleh pemeran. 5. Memadukan gerakan-gerakan (pantomimik) dengan air muka (mimik) agar dapat mengekspresikan watak tokoh yang diperankan.
Sumber soal dan jawaban : Nur Fadillah (SMAN 1 KENDARI) Wallahu a'lam Kisah sukses 10 May 2020 at 07:37 CERITA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH Assalamualaikum saya bambang asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah ijazah saya yang kemarin mulai dari SD sampai SMA saya hangus terbakar, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0853-2174-0123, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp/WA 0853-2174-0123, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsun selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.
1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan : – Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja – Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll. – Drop out takut dimarahin ortu – IPK jelek, ingin dibagusin – Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja – Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain – Dll.
2. PRODUK KAMI Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D SARJANA (S1, S2). Hampir semua perguruan tinggi kami punya data basenya.
UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP STIE SUKABUMI YAI ISTN STIE PERBANAS LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA STIMIK UKRIDA UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM UNIVERSITAS SAHID DLL 3.
DATA YANG DI BUTUHKAN Persyaratan untuk ijazah : 1. Nama 2. Tempat & tgl lahir 3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke email kami. 4. IPK yang di inginkan 5. universitas yang di inginkan 6. Jurusan yang di inginkan 7.
Tahun kelulusan yang di inginkan 8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen 9. Semua data di kirim sesuai alamat kantor 10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI, 11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE 4. Biaya – Biaya • SD = Rp. 1.500.000 • SMP = Rp. 2.500.000 • SMA = Rp. 3.000.000 • D3 = 6.000.000 • S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS) • S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS) • S3 / Doktoral Rp. 24.000.000 (kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan) • D3 Kebidanan / keperawatan Rp.
8.500.000 (minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4) • Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000 Reply Delete EBO GAMINGS 10 August 2020 at 16:31 Hai bosku. binggung cari situs judi online langsung gabung aja di situs kami : http://ebobet.vip/ EBOBET situs Master Agen Bola88, IDN Poker, Agen Slot, IDN live casino online terpercaya dan terbaik Asia Berikut keuntungan bergabung dengan Ebobet : - Bonus Member Baru Bola 100% - Bonus Member Baru slot 100% - Bonus Member Baru 20% - Bonus Deposit Harian 10 % - Bonus mingguan Live Casino & Slots 0,8% s/d 1 % - Bonus Cashback Bola 5% s/d 10 % Reply Delete sifabella 2 January 2021 at 23:05 Situs Judi Online Winning303 PENAWARAN PROMOSI: Promo Deposit Pulsa Tanpa Potongan Via TELKOMSEL / XL / AXIS Claim BONUS Memberikan Permainan Paling Seru dengan Tingkat Kemenangan yang tinggi.
Yakin anda susah menang??? coba saja di winning303. Kemenangan tidak akan jauh dari semangat anda!! Raih Jackpot Spesial yang bisa anda dapatkan.dengan modal kecil dapatkan bonus BESAR. Hanya di Winning303. Support Deposit Via : ??Bank BCA ??Bank BRI ??Bank BNI ??Bank MANDIRI ??Bank DANAMON Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID.
DAFTAR SEKARANG ? Welcome Bonus SLOT ONLINE 100% ? Welcome Bonus SPORTSBOOK ? Welcome Bonus KASINO ONLINE ? Bonus Next Deposit 10% ? BONUS CASHBACK DAN ROLLINGAN MINGGUAN ? Bonus 100% Multiple Win Permainan Sabung Ayam Online ?TOGEL 2D (angka) : 29% 3D (angka) : 59% 4D (angka) : 65% ??Ayo Langsung bergabung dengan kami.
Customer Service 24 Jam Hubungi Kami di : Website : www.winning303. casino (ganti koma jadi titik) ?? WA:087785425244 Reply Delete Stevanie Liem 25 January 2021 at 12:18 Yuk Coba Keberuntunganmu Setiap Hari. Join Disini Sekarang Kumpulan Berbagai Macam Permainan Taruhan Online Terbaik di Indonesia, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
Reply Delete Bang Bang Dang 18 February 2021 at 08:24 Hi artikelnya bagus sekali, untuk mencari materi dan ebook tentang akuntansi syariah, perbankan syariah, akuntansi keuangan, manajemen keuangan, perpajakan, dan audit kunjungi saja akuntansimandiri.blogspot.com dan yukbelireksadana.blogspot.com untuk panduan investasi reksadana online Reply Delete Stevanie Liem 26 February 2021 at 11:20 Ayo Cobain Sensasi Bermain Promo Freechip Tanpa Deposit.
Join Disini Sekarang Kumpulan Berbagai Macam Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah. Reply Delete Alexandra Christie 14 May 2021 at 21:49 Ayo Daftar Sekarang, Nikmati Freechip Berlimpah Setiap Hari.
Join Disini Banyak Jenis Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah. Reply Delete Stevanie Liem 1 July 2021 at 22:04 Ayo Daftar Sekarang, Nikmati Freechip Berlimpah Setiap Hari. Join Disini Banyak Jenis Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
Reply Delete
belajar dapatdidefinisikansebagai pengaruh permanen atasperilaku,pengetahuan, dan keterampilan berpikir,yang diperoleh melalui pengalaman.1Untukdapat memahami pengertianinisecara rinci maka sebaiknya kita lihat arti kata tersebutsatu persatudalam kamus besar bahasa Indonesia edisi tahun 2008.Pengaruhartinyadaya yang ada atau timbul darisesuatu (orang, benda) yg ikut membentuk watak,kepercayaan,atau perbuatan seseorang;Permanenartinyatetap (tidak untuk sementarawaktu);Perilakuartinyatanggapan atau reaksi terhadap rangsangan ataulingkungan;Pengetahuanartinyasegala sesuatu yg diketahui,kepandaian;Keter-ampilanartinyakecakapan untuk menyelesaikan tugas;Berpikirartinyamencari upaya untukmenyelesaikan sesuatu denganmenggunakanakal budi,mempertimbangkan The purpose of writing is to describe the application of a behaviour approach in the Christian education paradigm in learning Indonesian for grade VIII to improve student discipline in doing assignments using descriptive qualitative methods in the context of distance pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor.
One indicator of student discipline is doing assignments according to teacher instructions. Based on the presentation of observational data, more than 50% of students do not do assignments. The teacher presents a solution through the application of a behavioural approach by giving gifts, motivation, praise, and consequences to overcome this indiscipline. Teacher's love for students is the key and the reason for applying the behaviour approach with the Christian paradigm.
The conclusion of this paper, by giving gifts, motivation, praise, and consequences in approaching behaviour with a Christian perspective has been shown to increase student discipline. Suggestions for readers, it is necessary to adjust the form of the stimulus if the teacher teaches students pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor initiative and tends to be rebellious so that the class can continue effectively.
Current research on goal orientation and self-regulated learning suggests a general framework for examining learning and motivation in academic contexts. Moreover, there are some important generalizations that are emerging from this research. It pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor clear that an approach-mastery goal orientation is generally adaptive for cognition, motivation, learning, and performance. The roles of the other goal orientations need to be explored more carefully in empirical research, but the general framework of mastery and performance goals seems to provide a useful way to conceptualize the academic achievement goals that students may adopt in classroom settings and their role in facilitating or constraining self-regulated learning.
There is much theoretical and empirical work to be done, but the current models and frameworks are productive and should lead to research on classroom learning that is both theoretically grounded and pedagogically useful.
87 Higgins,E.T (2000). Self-regulation. In a KAzdin (ed). Encyclopedia of psychology.washington DC> and New York; American Psychological Association and oxford U Press 88 Pintrich, PR The role of goal orientation in self regulated learning.dalam M Boekarts,P.R.
Pintrich,& M Zeidner (eds) Handbooks of self regulation.San Diega.Academic Press 90 Stokes, T. F.,& Baer,D.M.( 1977). An implicit knowledge of generalization. Journal of applied behaviour analysis,11,285-303 Mengaktifkan Belajar Siswa Melalui Kartu Bilangan Bersama Kartu Huruf Pada Mata Pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia Pada Sekolah Dasar. Guru yang mengajar secara klasikal saja tidak akan memenuhi sasarannya, akibatnya anak tersebut menjadi pasif. Apabila hal ini dibiarkan berkelanjutan, maka akan berakibat fatal.
Minat anak terhadap pelajaran akan berkurang sehingga nilai pelajaran pun akan . [Show full abstract] menurun. Masalah ini harus segera diatasi dengan cara mengajar menggunakan alat peraga, dalam hal ini penulis menggunakan kartu huruf dan kartu bilangan sebagai media.
Diharapkan dengan alat peraga ini, aktifitas siswa akan meningkat sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Penelitian dilaksanakan dengan obyek penelitian siswa kelas I a SD Negeri 2 Kelapa Tujuh Kecamatan Kotabumi Selatan Lampung Utara yang berjumlah 30 orang siswa.
Mata pelajaran yang akan diteliti adalah Matematika dan Bahasa Indonesia. Dengan melihat data temuan dan refleksi, tampak bahwa aktifitas siswa dalam proses pembelajaran meningkat. Siswa menjadi lebih agresif terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Proses pembelajaran menjadi lebih hidup dan bermakna. Proses pemahaman materi menjadi lebih cepat karena siswa terpacu untuk segera menguasai materi. Siswa yang tidak mau bertanya lebih sedikit terbuka dan bahkan ada yang memberanikan diri untuk bertanya.
Hal ini dilihat dengan naiknya persentase hasil tes formatif baik pada mata pelajaran matematika dan bahasa Indonesia. Peningkatan hasil ini secara tidak langsung disebabkan karena adanya penerapan alat peraga dalam proses pembelajaran kedua mata pelajaran tersebut. Read more Provinsi Jambi adalah satu daerah di Indonesia dengan potensi kepariwisataan yang relatif beragam.
Agar potensi kepariwisataan tersebut dapat berkembang menjadi industri pariwisata yang mampu mendukung pembangunan daerah, maka pemerintah daerah dan stakeholder kepariwisataan terkait perlu memahami berbagai aspek baik karakteristik wisatawan maupun faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan wisata . [Show full abstract] dari masyarakat. Hal ini bertujuan agar dalam menyusun strategi kepariwisataannya dapat lebih efektif menarik wisatawan melakukan perjalanan ke objek-objek wisata di Provinsi Jambi.
Untuk menganalisis karakteristik perjalanan penduduk, dan karakteristik individu wisatawan dilakukan secara deskriptif melalui pengolahan “raw data†Susenas Provinsi Jambi Tahun 2015.
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan wisata penduduk digunakan model regresi binary logistik. Hasil penelitian menemukan: 1). Secara umum, aktivitas perjalanan penduduk di Provinsi Jambi masih relatif rendah. Hanya 14,14 persen dari total penduduk yang pernah melakukan perjalanan dalam enam bulan terakhir dari saat pencacahan SUSENAS 2016; 2) Selain rendahnya aktivitas perjalanan tersebut, aktivitas perjalanan untuk wisata juga masih relatif terbatas.
Hanya 17,79 persen dari total penduduk yang melakukan perjalanan, yang maksud utamanya untuk berwisata; 3) Objek tujuan wisata penduduk Provinsi Jambi didominasi oleh objek wisata yang ada di Provinsi Jambi sendiri, selain objek wisata yang ada di provinsi-provinsi yang berdekatan yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Bengkulu; 4). Karakteristik perjalanan wisata penduduk di Provinsi Jambi adalah perjalanan wisata keluarga, sehingga dari karakteristiknya terlihat bahwa relatif dominannya anak-anak dan orang tua dalam melakukan perjalanan wisata.
Sebaliknya, relatif sedikitnya penduduk pada usia puncak produksi (20 – 39 tahun) yang melakukan perjalanan wisata; 5) Faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh nyata terhadap perjalanan wisata penduduk di Provinsi Jambi adalah umur, pendidikan dan status dalam keluarga.
Selain itu, terdapat perbedaan probabilita perjalanan penduduk untuk wisata antara kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Read more Pantun Madura sebagai salah satu genre sastra yang ada di Madura mengandung sikap hidup masyarakatnya. Pantun Madura sebagai hasil karya sastra rakyat, ternyata mengungkapkan pesan moral yang perlu dilestarikan dan diteladani oleh generasi muda sekarang.
Metode yang digunakan adalah metode kualitatuf. Hasil penelitian menggambarkan sikap hidup orang Madura seperti: sikap terhadap Tuhan, sikap . [Show full abstract] terhadap sesama manusia, dan sikap terhadap pribadi. View full-text Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, agama dan pancasila oleh sebagian orang sering diperbincangkan sebagai dua hal yang dipertentangkan, dihadap-hadapkan, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang tidak mungkin dipertemukan sehingga ada sebagian komunitas masyarakat yang anti pancasila akan tetapi mereka pro agama, padahal kalau hendak dikaji secara mendalam.
. [Show full abstract] agama (Islam) dan pancasila merupakan dua hal yang bersinergi dalam membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia memang bukan negara agama dan juga bukan negara sekuler, akan tetapi Indonesia menjadikan agama sebagai spirit kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat pada sila-sila Pancasila, khususnya sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang telah menjiwai dan mendasari sila-sila lainnya.
Dalam tulisan ini akan dibahas lebihlanjut mengenai hal ini dalam konteks masyarakat multikultural Indonesia. Kata kuci : Islam, pancasila, masyarakat multikultural View full-text na·si·o·nal a bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa: cita-cita --; perusahaan --; tarian --; me·na·si·o·nal v menjadi nasional: aspirasi masyarakat tertampung dalam satu wadah hukum yang ~; me·na·si·o·nal·kan v membuat menjadi nasional; pe·na·si·o·nal·an n proses, cara, perbuatan menjadikan bersifat nasional: agar diperjuangkan ~ buruh pada perusahaan asing; ke·na·si·o·nal·an n sifat dan sebagainya yang ada pada bangsa; kebangsaan ★ Pencarian populer hari ini lirih,luruh,papah,tapak,larah,remang aktivitas-atau-aktifitas sinonim izin-atau-ijin halalbihalal cecak aktifitas cari abjad-atau-abjat akomodasi komoditi-atau-komoditas pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor dedikasi miliar-atau-milyar cabai-atau-cabe implikasi justifikasi interpretasi apotek-atau-apotik zaman-atau-jaman antre-atau-antri aktivitas seperti azan-atau-adzan gendala komprehensif tapaktilas efektif andal-atau-handal detail-atau-detil analisis-atau-analisa efektifitas-atau-efektivitas integrasi analisis elite-atau-elit kerja signifikan asas-atau-azaz eksistensi resiko praktik-atau-praktek kapasitas implisit respons modern bokek pengaruh amfibi-atau-amphibi praktik implementasi ★ Mana penulisan kata yang benar?
✔ Tentang KBBI daring ini Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ini merupakan KBBI Daring (Dalam Jaringan / Online tidak resmi) yang dibuat untuk memudahkan pencarian, penggunaan dan pembacaan arti kata (lema/sub lema). Berbeda dengan beberapa situs web ( website) sejenis, kami berusaha memberikan berbagai fitur lebih, seperti kecepatan akses, tampilan dengan berbagai warna pembeda untuk jenis kata, tampilan yang pas untuk segala perambah web baik komputer desktop, laptop maupun telepon pintar dan sebagainya.
Fitur-fitur selengkapnya bisa dibaca dibagian Fitur KBBI Daring. Database Utama KBBI Daring ini masih mengacu pada KBBI Daring Edisi III, sehingga isi (kata dan arti) tersebut merupakan Hak Cipta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemdikbud (dahulu Pusat Bahasa).
Diluar data utama, kami berusaha menambah kata-kata baru yang akan diberi keterangan tambahan dibagian akhir arti atau definisi dengan "Definisi Eksternal". Semoga semakin menambah khazanah pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor pendidikan di Indonesia dan bisa memberikan manfaat yang luas. Aplikasi ini lebih bersifat sebagai arsip saja, agar pranala/tautan ( link) yang mengarah ke situs ini tetap tersedia. Untuk mencari kata dari KBBI edisi V (terbaru), silakan merujuk ke website resmi di kbbi.kemdikbud.go.id ✔ Fitur KBBI Daring • Pencarian satu kata atau banyak kata sekaligus • Tampilan yang sederhana dan ringan untuk kemudahan penggunaan • Proses pengambilan data yang sangat cepat, pengguna tidak perlu memuat ulang ( reload/refresh) jendela atau laman web ( website) untuk mencari kata berikutnya • Arti kata ditampilkan dengan warna yang memudahkan mencari lema maupun sub lema.
Berikut beberapa penjelasannya: • Jenis kata atau keterangan istilah semisal n (nomina), v (verba) dengan warna merah muda (pink) dengan garis bawah titik-titik. Arahkan mouse untuk melihat keterangannya (belum semua ada keterangannya) • Arti ke-1, 2, 3 dan seterusnya ditandai dengan huruf tebal dengan latar lingkaran • Contoh penggunaan lema/sub-lema ditandai dengan warna biru • Contoh dalam peribahasa ditandai dengan warna oranye • Ketika diklik hasil dari daftar kata "Memuat", hasil yang sesuai dengan kata pencarian akan ditandai dengan latar warna kuning • Menampilkan hasil baik yang ada di dalam kata dasar maupun turunan, dan arti atau definisi akan ditampilkan tanpa harus mengunduh ulang data dari server • Pranala ( Pretty Permalink/Link) yang indah dan mudah diingat untuk definisi kata, misalnya : • Kata 'rumah' akan mempunyai pranala ( link) di https://kbbi.web.id/rumah • Kata 'pintar' akan mempunyai pranala ( link) di https://kbbi.web.id/pintar • Kata 'komputer' akan mempunyai pranala ( link) di https://kbbi.web.id/komputer • dan seterusnya Sehingga diharapkan pranala ( link) tersebut dapat digunakan sebagai referensi dalam penulisan, baik di dalam jaringan maupun di luar jaringan.
• Aplikasi dikembangkan dengan konsep Responsive Design, artinya tampilan situs web ( website) KBBI ini akan cocok di berbagai media, misalnya smartphone ( Tablet pc, iPad, iPhone, Tab), termasuk komputer dan netbook/laptop. Tampilan web akan menyesuaikan dengan ukuran layar yang digunakan. • Tambahan kata-kata baru diluar KBBI edisi III • Penulisan singkatan di bagian definisi seperti misalnya: yg, dng, dl, tt, dp, dr dan lainnya ditulis lengkap, tidak seperti yang terdapat di KBBI PusatBahasa.
✔ Informasi Tambahan Tidak semua hasil pencarian, terutama jika kata yang dicari terdisi dari 2 atau 3 huruf, akan ditampilkan semua. Jika hasil pencarian dari daftar kata "Memuat" sangat banyak, maka hasil yang dapat langsung di klik akan dibatasi jumlahnya.
Selain itu, untuk pencarian banyak kata sekaligus, sistem hanya akan mencari kata yang terdiri dari 4 huruf atau lebih. Misalnya yang dicari adalah "air, minyak, larut", maka hasil pencarian yang akan ditampilkan adalah minyak dan larut saja.
Untuk pencarian banyak kata sekaligus, bisa dilakukan dengan memisahkan masing-masing kata dengan tanda koma, misalnya: ajar,program,komputer (untuk mencari kata ajar, program dan komputer). Jika ditemukan, hasil utama akan ditampilkan dalam kolom "kata dasar" dan hasil yang berupa kata turunan akan ditampilkan dalam kolom "Memuat". Pencarian banyak kata ini hanya akan mencari kata dengan minimal panjang 4 huruf, jika kata yang panjangnya 2 atau 3 huruf maka kata tersebut akan diabaikan.
Edisi online/daring ini merupakan alternatif versi KBBI Offline yang sudah dibuat sebelumnya (dengan kosakata yang lebih banyak). Bagi yang ingin mendapatkan KBBI Offline (tidak memerlukan koneksi internet), silakan mengunjungi halaman web ini KBBI Offline.
Jika ada masukan, saran dan perbaikan terhadap kbbi daring ini, silakan mengirimkan ke alamat email: ebta.setiawan -- gmail -- com Kami sebagai pengelola website berusaha untuk terus menyaring iklan yang tampil agar tetap menampilkan iklan yang pantas. Tetapi jika anda melihat iklan yang tidak sesuai atau tidak pantas di website kbbi.web.id, ini silakan klik Laporkan Iklan [{"x":5,"w":"aman","d":"aman<\/b> a<\/em> 1<\/b> bebas dari bahaya: rakyat mengungsi ke tempat yang --;<\/em> 2<\/b> bebas dari gangguan (pencuri, hama, dan sebagainya): kampungku akhir-akhir ini tidak --;<\/em> 3<\/b> terlindung atau tersembunyi; tidak dapat diambil orang: simpanlah barang berharga ini di tempat yang --;<\/em> 4<\/b> pasti; tidak meragukan; tidak mengandung risiko: membeli obat di apotek lebih -- daripada membeli di warung;<\/em> 5<\/b> tenteram; tidak merasa takut atau khawatir: tindakan sewenang-wenang akan membuat rakyat tidak merasa --;<\/em>
meng·a·man·kan<\/b> v<\/em> 1<\/b> menjadikan tidak berbahaya, tidak rusuh (kacau, kemelut, dan sebagainya): alat negara telah berhasil ~ daerah yang dilanda kerusuhan<\/em>; 2<\/b> menjadikan tenteram (hati); 3<\/b> melindungi; menyelamatkan: penutupan perairan Maluku dimaksudkan untuk ~ kekayaan laut di sekitar kepulauan tersebut<\/em>; 4<\/b> menjinakkan (ranjau, granat, meriam); 5<\/b> menyimpan atau menyembunyikan supaya tidak diambil orang; 6<\/b> menahan orang yang melanggar hukum demi keamanan umum dan keamanan orang itu dari kemungkinan tindakan main hakim sendiri: polisi ~ penjambret itu<\/em>;
mem·per·a·man<\/b> v<\/em> menjadikan lebih aman: ia ~ rumahnya dengan memasang kawat berduri di atas pagar temboknya<\/em>;
peng·a·man<\/b> n<\/em> 1<\/b> orang yang mengamankan (negeri, kota); 2<\/b> alat untuk menghindarkan atau mencegah terjadinya kecelakaan;
peng·a·man·an<\/b> n<\/em> proses, cara, perbuatan mengamankan: pemeliharaan dan ~ tempat ibadah lebih diperkuat<\/em>;~ arsip<\/b> Adm<\/em> pemeliharaan surat;
ke·a·man·an<\/b> n<\/em> keadaan aman; ketenteraman: polisi bertugas menjaga (memelihara) ~ dan ketertiban<\/em>;~ bersama<\/b> Pol<\/em> 1<\/b> persetujuan resmi di antara negara (sebagian besar negara) di dunia untuk memelihara perdamaian internasional melalui badan-badan; 2<\/b> liga atau konfederasi negara yang diberi kekuasaan untuk menyusun perbedaan internasional dan menggunakan kekuatan untuk melawan agresor; ~ nasional<\/b> Pol<\/em> kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya dari ancaman luar","msg":""},{"x":5,"w":"badan","d":"ba·dan<\/b> n<\/em> 1<\/b> tubuh (jasad manusia keseluruhan); jasmani; raga; awak: akibat kecelakaan itu -- nya cacat<\/em>; 2<\/b> batang tubuh manusia, tidak termasuk anggota dan kepala; 3<\/b> bagian utama dari suatu benda; awak: -- perahu (kapal); -- pesawat<\/em>; 4<\/b> diri (sendiri): tuan -- lah yang harus datang menghadap<\/em>; 5<\/b> sekumpulan orang yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu: di samping -- pengurus, koperasi itu mempunyai -- penasihat<\/em>;hancur -- dikandung tanah, budi baik terkenang jua, pb<\/em> budi bahasa yang baik tidak akan dilupakan orang;
-- adam<\/b> tubuh yang dapat membusuk; tubuh manusia;
-- air<\/b> Geo<\/em> kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief permukaan bumi, kesarangan batuan pembendungnya, curah hujan, suhu, dan sebagainya, misalnya sungai, rawa, danau, laut, dan samudra;
-- astral<\/b> Fil<\/em> badan orang yang sudah meninggal yang tampak sebagai bayangan sinar yang pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor (bersifat metafisika); badan (roh) halus;
-- eksekutif<\/b> badan pelaksana undang-undang yang menjalankan roda pemerintahan (sehari-hari);
-- hukum<\/b> badan (perkumpulan dan sebagainya) yang dalam hukum diakui sebagai subjek hukum (perseroan, yayasan, lembaga, dan sebagainya);
-- judikatif<\/b> badan yang menentukan atau menangani masalah (bidang) hukum;
-- kapal<\/b> badan sebuah kapal, tidak termasuk tiang-tiang, tali-temali, layar, permesinan, dan peralatan;
-- Kepegawaian Nasional (BKN)<\/b> badan yang mengelola seluruh permasalahan kepegawaian secara nasional, dari pengangkatan, kenaikan pangkat, mutasi, pemberhentian, pensiun, dan seterusnya;
-- legislatif<\/b> badan (dewan) yang berkuasa membuat undang-undang;
-- pekerja<\/b> panitia yang mengurus pelaksanaan tugas sehari-hari pada suatu organisasi;
-- pembayaran dividen<\/b> Ek<\/em> bank atau badan yang bertugas membayarkan dividen kepada pemegang saham;
-- pembuat undang-undang<\/b> Pol<\/em> badan yang terdiri atas orang-orang yang menduduki jabatannya melalui pemilihan umum dan membuat keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat;
-- Pemeriksa Keuangan<\/b> (Bepeka) instansi pemerintah Indonesia yang setingkat dengan departemen yang bertugas mengawasi penggunaan uang negara oleh instansi pemerintah;
-- penasihat<\/b> panitia yang diangkat untuk memberikan nasihat tentang suatu hal;
-- perwakilan<\/b> dewan yang mewakili;
-- siasat<\/b> badan penyelidik (yang bertugas mengusut kejahatan, mencari keterangan-keterangan rahasia);
-- tanpa saham<\/b> Ek<\/em> badan (hukum) yang tidak memberikan saham kepada anggota atau pesertanya, termasuk perkumpulan keagamaan dan perusahaan asuransi;
-- terkocak<\/b> cak <\/em>kurus sekali;
-- usaha unit desa<\/b> (BUUD) organisasi di tingkat desa yang diselenggarakan oleh pemerintah, bertujuan mengatur kegiatan penduduk di bidang produksi, perdagangan, dan kesejahteraan;
ber·ba·dan<\/b> v<\/em> mempunyai badan (tubuh); ada badannya;- dua<\/b> ki<\/em> hamil;
se·ba·dan<\/b> n<\/em> setubuh;
ber·se·ba·dan<\/b> v<\/em> bersetubuh;
me·nye·ba·dani<\/b> v<\/em> menyetubuhi; bersanggama dengan"},{"x":5,"w":"bahasa1<\/sup>","d":"ba·ha·sa1<\/sup><\/b> n<\/em> 1<\/b> Ling<\/em> sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2<\/b> percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik; sopan santun: baik budi -- nya<\/em>;-- menunjukkan bangsa, pb<\/em> budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau keturunan);
-- aglutinatif<\/b> tipe bahasa yang pembentukan katanya melalui proses pengimbuhan pada akar kata;
-- akusatif<\/b> tipe bahasa yang mempunyai penanda eksplisit untuk objek langsung, misalnya bahasa Inggris yang mempunyai kalimat seperti They kill him,<\/em> kata him<\/em> adalah bentuk akusatif dari kata he<\/em>;
-- alamiah<\/b> 1<\/b> bahasa yang mencerminkan pemakaian yang lazim tanpa harus dipelajari terlebih dahulu; 2<\/b> bahasa dan dokumen yang diindeks; bahasa indeks; bahasa manusia;
-- analitis<\/b> tipe bahasa yang menyatakan pelbagai segi gramatika, terutama dengan kata terpisah dan urutan kata; bahasa isolatif;
-- asing<\/b> bahasa milik bangsa lain yang dikuasai, biasanya melalui pendidikan formal dan yang secara sosiokultural tidak dianggap sebagai bahasa sendiri;
-- bagongan<\/b> ragam bahasa Jawa yang dipakai dalam lingkungan keraton di Yogyakarta;
-- baku<\/b> bahasa standar;
-- berfleksi<\/b> bahasa fleksi (flektif);
-- bermajas<\/b> Sas<\/em> bahasa yang menggunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi;
-- buatan <\/b> 1<\/b> bahasa yang direka dengan tujuan khusus untuk memperbaiki komunikasi internasional; 2<\/b> sistem kode berupa lambang abstrak, seperti yang dipakai dalam pemrograman komputer; 3<\/b> bahasa yang dibuat orang untuk pemakaian tertentu, misalnya bahasa Esperanto dan bahasa yang dipakai dalam logika simbolis atau penggunaan komputer;
-- buku<\/b> ragam bahasa yang dipakai dalam karangan (tertulis);
-- daerah<\/b> bahasa yang lazim dipakai di suatu daerah; bahasa suku bangsa, seperti-- Batak, -- Jawa, -- Sunda<\/em>;
-- dagang<\/b> ragam bahasa yang lazim dipakai dalam dunia perdagangan;
-- dalam<\/b> kata yang lazim dipakai di istana, raja seperti beradu, bersiram, gering, mangkat,<\/em> santap<\/em>;
-- flektif<\/b> bahasa yang kata-katanya mengalami perubahan bentuk sehubungan dengan perubahan jenis, subjek (pelaku), waktu, dan sebagainya;
-- gunung<\/b> ragam bahasa Melayu yang dipakai oleh petani, orang desa, dan sebagainya;
-- hantu<\/b> bahasa (kata-kata) yang biasa digunakan oleh pawang;
-- hidup<\/b> bahasa yang masih dipakai oleh masyarakat bahasa;
-- ibu<\/b> bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya;
-- induk<\/b> satu dari kelompok bahasa berkerabat yang menurunkan bahasa lain, misalnya bahasa Latin Rakyat yang dianggap menurunkan bahasa Romanika, seperti bahasa Prancis, Italia, dan Romania;
-- inflektif<\/b> bahasa yang menggunakan perubahan bentuk kata (dalam bahasa fleksi) yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal (seperti deklinasi nomina, pronomina, adjektiva, dan konjugasi verba);
-- inkorporatif<\/b> tipe bahasa yang menyatakan hubungan gramatikal dan struktur kata dengan menderetkan morfem terikat menjadi kata tunggal, misalnya bahasa Eskimo;
-- isolatif<\/b> bahasa analitis;
-- isyarat<\/b> 1<\/b> Antr<\/em> bahasa yang tidak menggunakan bunyi ucapan manusia atau tulisan dalam sistem perlambangannya; 2<\/b> Ling<\/em> bahasa yang menggunakan isyarat (gerakan tangan, kepala, badan dan sebagainya), khusus diciptakan untuk tunarungu, tunawicara, tunanetra, dan sebagainya;
-- Jawi<\/b> bahasa Melayu Kuno, khususnya yang ditulis dengan huruf Arab;
-- jurnalistik<\/b> bahasa pers;
-- kacukan<\/b> bahasa Melayu percakapan; bahasa Melayu pasar;
-- kalangan<\/b> bahasa (kata-kata) yang lazim dipakai dalam lingkungan pekerjaan;
-- kanak-kanak<\/b> bahasa yang digunakan pada tahap permulaan pertumbuhan bahasa yang ciri-cirinya secara khas dapat dihubungkan dengan kelompok kanak-kanak;
-- kasar<\/b> bentuk bahasa yang dianggap substandar dan rendah;
-- kawat<\/b> bahasa singkatan yang digunakan untuk pengiriman berita kawat menghemat biaya;
-- kedua<\/b> bahasa yang dikuasai oleh bahasawan bersama bahasa ibu pada masa awal hidupnya dan secara sosiokultural dianggap sebagai bahasa sendiri;
-- kentum<\/b> bahasa Indo-Eropa yang tetap mempertahankan fonem velar Indo-Eropa Purba \/k\/; bahasa Latin adalah bahasa kentum;
-- kerabat<\/b> bahasa yang mempunyai hubungan genealogis dengan bahasa lain;
-- kesat<\/b> penggunaan kata atau frasa di luar jangkauan makna yang biasa, misalnya penggunaan nama binatang untuk manusia dalam caci maki;
-- kiasan<\/b> penggunaan kiasan untuk meningkatkan efek pernyataan atau pemerian;
-- klasik<\/b> Ling<\/em> 1<\/b> dialek temporal bahasa yang dianggap mewakili puncak perkembangan kebudayaan pemakaiannya; 2<\/b> bahasa kuno yang mempunyai kesusastraan tinggi;
-- komputer<\/b> sistem perlambangan yang biasa digunakan untuk memproses data dalam komputer;
-- konsonantis<\/b> tipe bahasa yang tidak mempunyai ciri-ciri seperti bahasa vokalis;
-- kuno<\/b> bahasa klasik;
-- laut<\/b> bahasa orang laut (pelaut);
-- lisan<\/b> ragam bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi secara lisan;
-- madya<\/b> bahasa purba dari kelompok dalam keluarga bahasa yang mempunyai satu bahasa purba bersama;
-- mati<\/b> bahasa yang tidak dipakai lagi dalam pemakaian sehari-hari, hanya terdapat dalam bentuk tertulis, misalnya bahasa Sanskerta atau bahasa Jawa Kuno;
-- mesin<\/b> informasi dalam bentuk fisik yang dapat ditangani oleh komputer, seperti kode yang tepat berupa kartu keterangan pada pita kertas atau kartu, dalam bentuk elektrik atau magnetik pada pita magnetik;
-- modern<\/b> dialek temporal yang digunakan oleh manusia, yang berbeda dari bahasa klasik;
-- moyang<\/b> bahasa yang menurunkan bahasa yang sekerabat, misalnya bahasa Latin merupakan rumpun bahasa dari bahasa Italia, Prancis, Portugis, Romania, dan Spanyol;<\/em>
-- nasional<\/b> bahasa yang menjadi bahasa standar atau lingua franca<\/em> di negara yang mempunyai banyak bahasa karena perkembangan sejarah, kesepakatan bangsa, atau ketetapan perundang-undangan;
-- negara<\/b> bahasa resmi negara;
-- pasar <\/b> 1<\/b> bahasa yang dipakai sebagai alat komunikasi dalam perdagangan oleh orang yang memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda; 2<\/b> bahasa perantara yang terbentuk dari berbagai bahasa yang intinya berasal dari satu bahasa tertentu;
-- pengantar<\/b> bahasa yang dipakai untuk berkomunikasi dalam perundingan, pemberian pelajaran di sekolah, dan sebagainya;
-- perantara<\/b> bahasa yang dipakai untuk mengatasi ketidakpahaman dalam interaksi sosial karena pesertanya menguasai dan memahami bahasa yang berbeda;
-- percakapan<\/b> ragam bahasa yang dipakai dalam percakapan sehari-hari;
-- pers<\/b> ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan yang memiliki sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, dan menarik;
-- peringkat tinggi<\/b> Komp<\/em> bahasa yang dirancang sedemikian rupa sehingga program komputer dapat ditulis secara bebas untuk sistem komputer yang digunakan, misalnya basic, fentron, pascal<\/em>;
-- persatuan<\/b> bahasa yang digunakan dalam masyarakat bahasa yang mempersatukan bangsa secara politis, kultural, dan ekonomi;
-- program<\/b> Komp<\/em> metode terarah dalam penulisan sejumlah instruksi, setiap instruksi hanya mempunyai satu arti;
-- prokem<\/b> Ling<\/em> ragam bahasa dengan leksikon tertentu digunakan oleh kaum remaja (seperti kata bokap<\/em> untuk bapak<\/em>, sepokat<\/em> untuk sepatu<\/em>, dan bokin<\/em> untuk bini<\/em>); bahasa sandi remaja dan kelompok tertentu;
-- purba<\/b> Ling<\/em> bahasa hipotetis yang dianggap menurunkan beberapa bahasa yang nyata-nyata ada, misalnya bahasa proto-Austronesia adalah bahasa purba dari bahasa-bahasa Filipina, bahasa-bahasa Indonesia, bahasa-bahasa Polinesia;
-- rakitan<\/b> Komp<\/em> suatu susunan yang mewakili sandi komputer yang dapat ditulis atau dibaca oleh pemrogram;
-- remaja<\/b> bahasa prokem;
-- resmi<\/b> 1<\/b> bahasa yang digunakan dalam komunikasi resmi, seperti dalam perundang-undangan dan surat-menyurat dinas; 2<\/b> bahasa yang diakui sebagai sarana interaksi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi suatu jabatan;
-- roh<\/b> Kris<\/em> karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam doa dengan bahasa, biasanya tidak dapat dipahami, baik oleh orang yang memakainya maupun oleh orang lain;
-- santai<\/b> bahasa yang digunakan dalam situasi yang bersifat pribadi dan suasana akrab;
-- sasaran<\/b> 1<\/b> bahasa yang menjadi medium suatu amanat yang berasal dari bahasa sumber setelah melalui proses pengalihan; 2<\/b> bahasa yang digunakan untuk mendeskripsikan makna lema yang terdapat dalam kamus;
-- satem<\/b> bahasa dari keluarga Indo-Eropa yang dalam perkembangan historisnya mengubah fonem oklusif palatal menjadi frikatif palatal atau frikatif alveolar, misalnya bahasa Sanskerta;
-- sehari-hari<\/b> bahasa percakapan;
-- semu<\/b> bahasa kiasan yang menyiratkan makna tersembunyi yang digunakan dalam teks kakawin untuk memperkatakan ulah sanggama;
-- sintetis<\/b> tipe bahasa yang hubungan sintaktisnya diungkapkan dengan infleksi dan peleburan afiks dalam akar, misalnya bahasa Latin dan Arab;
-- slang<\/b> ragam bahasa nonbaku dipakai oleh kelompok sosial tertentu seperti kelompok anak-anak nakal;
-- sopan santun<\/b> ragam bahasa yang dipakai dalam situasi sosial yang mewajibkan adanya norma sopan santun;
-- standar<\/b> 1<\/b> (ragam) bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi pokok pikiran dari teks terletak pada kalimat nomor, seperti dalam perundang-undangan dan surat-menyurat resmi; 2<\/b> bahasa persatuan dalam masyarakat bahasa yang mempunyai banyak bahasa; bahasa baku;
-- sulung<\/b> perkataan anak kecil ketika mulai dapat bercakap-cakap;
-- sumber<\/b> 1<\/b> bahasa yang diterjemahkan ke dalam bahasa yang lain; 2<\/b> bahasa yang dipakai sebagai pengantar dalam pengajaran bahasa asing; 3<\/b> bahasa yang menjadi asal kata serapan;
-- tarzan<\/b> bahasa yang digunakan di antara orang-orang yang berlainan bahasanya dan tidak mudah saling mengerti, dicampuri gerak isyarat;
-- tulis<\/b> ragam bahasa baku yang digunakan sebagai sarana komunikasi secara tertulis; ragam tulis;
-- tutur<\/b> bahasa lisan;
-- umum <\/b> 1<\/b> bagian khazanah leksikal, gramatikal, dan stilistis suatu bahasa yang dimengerti dan diterima sebagai pemakaian yang baik oleh semua orang yang mengenal bahasa itu;
-- vokalis<\/b> tipe bahasa yang dalam fonotaktiknya mengharuskan kata-kata berakhir pada vokal, misalnya bahasa Jepang;
ber·ba·ha·sa<\/b> v<\/em> 1<\/b> menggunakan bahasa; 2<\/b> sopan santun; tahu adat;
ber·ba·ha·sa-ba·ha·sa<\/b> a<\/em> malu karena teramat sopan: jangan - anggaplah seperti rumah sendiri<\/em>;
mem·ba·ha·sa·kan<\/b> v<\/em> 1<\/b> mengungkapkan dengan perkataan; menuturkan; menyatakan: tanpa -nya, orang lain tidak akan mengerti maksudnya; ia tidak mampu - kesedihan yang dialaminya<\/em>; 2<\/b> menyebutkan dirinya: ia - (dirinya) adik kepadanya<\/em>; 3<\/b> menegur (menyilakan dan sebagainya); menghormat: sekalian yang hadir - dia duduk di kursi yang paling depan<\/em>;
per·ba·ha·sa<\/b> n<\/em> perbahasaan;
per·ba·ha·sa·an<\/b> n<\/em> 1<\/b> peribahasa; 2<\/b> cara berbicara; 3<\/b> sopan santun;
mem·per·ba·ha·sa·kan<\/b> v<\/em> membahasakan;