Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Perlindungan fisik dan psikis : Pengamanan dan pengawalan,penempatan di rumah aman, mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan, bantuan rehabilitasi psiko-sosial. 2. Perlindungan hukum : Keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak dapat dituntut secara hukum (Pasal 10 UU 13/2006). 3. Pemenuhan hak prosedural saksi : Pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan dan lain sebagainya sesuai ketentuan Pasal 5 UU 13/2006.
Mendapat perlindungan merupakan hak setiap orang. Bahkan termasuk dalam hak asasi manusia. Yang akan kita bahas kali ini adalah : Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi?. Berikut penjelasannya. 1. Hak mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus. Baik korban maupun pelaku, semua yang terlibat di dalam kasus (beberapa orang tertentu) berhak mendapatkan informasi mengenai kasus mereka. Semua kasus harus ada jalan keluar dan titik terang. 2. Memiliki pendamping (memiliki pengacara) Korban dan pelaku yang di curigai (akan di tetap kan sebagai tersangka).
Berhak memiliki pengacara. Pengacara tersebut fungsi nya untuk memberikan pembelaan dalam kasus tersebut. Semua orang berhak di lindungi. Semua orang juga memiliki hak asasi manusia yang mempunyai akibat seseorang tersebut harus di hargai. Sedikit saja sikap kita salah maka kita bisa merendahkan hak seseorang.
Maka dari itu, jagalah sikap dan perbuatan kita. Pembahasan soal dapat kk lihat dalam link berikut (hak mendapat informasi) : brainly.co.id/tugas/4762931 Mapel : PKN Kelas : 12 Materi : Hak (segala hal tentang hak) Kata kunci : Bentuk perlindungan, hak prosedural saksi Kode apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi : 9 Kode kategorisasi : 12.9.4 #optitimcompetition SOAL 1 Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan jiwa seluruh rakyat Indonesia.
… Jelaskan mengapa Pancasila disebut sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesie: SOAL 2 Jelaskan sikap sikap yang harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia agar dapat mempertahankan persatuan dalam keberagaman
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK merupakan lembaga yang dibutuhkan bagi para saksi dan korban untuk meminta perlindungan dan bantuan dari tindak pidana. Sebab, tidak hanya pelaku yang perlu diadili, namun saksi dan korban juga harus dijamin keamanannya.
Oleh karena itu, LPSK hadir untuk membantu para saksi dan korban. Lembaga yang dibentuk pada Agustus 2008 ini bergerak pada perlindungan saksi dan hak-hak kepada saksi maupun korban tindak pidana.
LPSK hadir sebagai tindak lanjut dari adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Pemohon dapat meminta perlindungan yang berkaitan dengan perlindungan fisik, pemenuhan hak dalam birokrasi secara prosedural, restitusi dan kompensasi, serta bantuan di bidang medis, psikologis, psikososial.
Lembaga ini memiliki berbagai kewenangan untuk menjaga saksi dan korban dari segala bentuk tekanan dan kekerasan.
Sesuai dengan UU No 31 Tahun 2014, kewenangan LPSK antara lain • Meminta keterangan terkait permohonan yang telah dilayangkan kepada pemohon dan pihak yang bersangkutan secara lisan maupun tulisan • Memeriksa keterangan, surat, hingga dokumen untuk memvalidasi kebenaran terhadap permohonan yang dilayangkan • Meminta salinan surat atau dokumen yang dibutuhkan dari instansi yang berkaitan untuk memeriksa laporan pemohon telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan • Meminta informasi kepada penegak hukum mengenai perkembangan kasus yang dialami pemohon • Mengubah identitas terlindung sesuai dengan peraturan • Mengelola rumah aman • Memindahkan terlindung ke tempat yang lebih aman • Melakukan pengawalan dan pengamanan • Melakukan pendampingan untuk Saksi dan Korban saat proses peradilan • Melakukan Restitusi dan Kompensasi dengan penilaian ganti rugi.
Dalam pelaksanaannya, permohonan yang diterima LPSK sangat banyak. Oleh karena itu, LPSK memiliki skala prioritas untuk perlindungan saksi dan korban. Prioritas tersebut antara lain pada saksi dan korban dalam kasus pelanggaran HAM berat, korupsi dan tindak pidana pencucian uang, terorisme, penyiksaan dan penganiayaan berat, tindak pidana perdagangan orang, narkotika, dan psikotropika, tindak pidana seksual terhadap perempuan dan anak, serta lainnya yang berdampak pada posisi saksi dan/atau korban mengalami situasi yang membahayakan jiwa.
JACINDA NUURUN ADDUNYAA TEMPO.CO, Jakarta - Awalnya perlindungan terhadap keberadaan saksi dan korban kurang diperhitungkan di mata hukum. Akibatnya, keselamatan apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi untuk dirinya sendiri maupun keluarga pada kasus tertentu menjadi taruhannya atas kesaksian yang mereka berikan. Dalam hal ini, keberadaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban ( LPSK) menjadi sangatlah penting. Pada 11 Agustus 2006, pemerintah menekan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2006 yang kemudian menjadi cikal berdirinya LPSK.
Melansir laman resmi LPSKlembaga yang bersifat independen ini bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban dalam sistem peradilan pidana. Adapun bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban tertuang dalam sejumlah pasal di UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Beberapa pasal tersebut di antaranya Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 10.
Dirangkum Tempo, berikut tiga bentuk kategori perlindungan LPSK kepada saksi dan korban: Perlindungan berupa fisik dan psikis terhadap saksi maupun korban ini selanjutnya diuraikan dalam bentuk-bentuk yang lebih spesifik. Di antaranya meliputi pengamanan dan pengawalan, penempatan di rumah aman, mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan, serta bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
2. Perlindungan Hukum Perlindungan hukum terhadap saksi adalah jaminan dari undang-undang guna memberikan rasa aman kepada saksi dalam memberikan keterangan pada proses peradilan pidana.
Dengan begitu, seseorang saat menjadi saksi tidak akan terganggu baik keamanan maupun kepentingannya. Dalam memberikan perlindungan hukum, LPSK apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi pada prinsip penghargaan harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum.
3. Pencabutan Hak Prosedural Saksi Dalam pencabutan hak prosedural saksi, LPSK akan memberikan pendampingan berupa pencarian penerjemah, pemberian informasi mengenai perkembangan kasus, dan penggantian biaya transportasi kepada saksi dan korban.
Selain itu, mereka juga mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan, dan lain apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi sesuai ketentuan Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2006.
Selain ketiga bentuk perlindungan di atas, dilansir dari sebuah jurnal berjudul “Peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dalam Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Saksi dan Korban”, korban kejahatan juga berhak mengajukan restitusi dan kompensasi ke LPSK. Restitusi merupakan ganti rugi yang harus dibayarkan oleh pelaku kejahatan, sementara kompensasi dibayarkan oleh negara. HARIS SETYAWAN Baca juga: Haris Pertama Dipastikan Sudah Dapat Perlindungan dari LPSK Selalu update info terkini.
Simak breaking apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung.
Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kedudukan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP, dan sesuai ketentuan Pasal 1 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang Ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Namun di sisi lain, KUHAP belum mengatur mengenai aspek perlindungan bagi saksi. Adapun pengaturan mengenai perlindungan saksi ditemukan dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UUPSK”), sesuai ketentuan Pasal 4 UUPSK, perlindungan saksi dan korban bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.
Sementara itu, UUPSK mengatur perlindungan terhadap saksi dan/atau korban, baik itu terhadap korban yang juga menjadi saksi, korban yang tidak menjadi saksi dan juga anggota keluarganya.
Sehingga, jaminan perlindungan terhadap korban tindak pidana dan terutama terhadap korban pelanggaran HAM berat diatur sesuai ketentuan UUPSK serta peraturan pelaksana lainnya seperti PP No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada saksi dan korban. Berdasarkan Pasal 189 ayat (4) KUHAP tersebut di atas maka keterangan saksi harus dilandasi pada semangat untuk mengungkap kebenaran materiil dalam setiap proses peradilan pidana.
Dengan demikian, dalam proses pemeriksaan diungkap perbuatan nyata yang dilakukan terdakwa ( actus reus) dan derajat kesalahan terdakwa (mens rea/guilty mind). Perlindungan terhadap saksi, karena itu menjadi hal yang penting, mengingat saksi selama ini seringkali mendapatkan intimidasi maupun tekanan dari berbagai pihak. Jaminan pemberian perlindungan ini untuk memberikan jaminan terhadap saksi untuk mengungkap fakta sebenarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana; b.
bahwa penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana; d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (3), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G, Pasal 28I dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.
2. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 3.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 4. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung, yang Mengakibatkan Saksi dan/atau Korban merasa takut dan/atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana.
5. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat ketiga, atau yang mempunyai hubungan perkawinan, atau orang yang menjadi tanggungan Saksi dan/atau Korban. 6. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 2 Undang-Undang ini memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Pasal 3 Perlindungan Saksi dan Korban berasaskan pada: a. penghargaan atas harkat dan martabat manusia; b. rasa aman; c.
keadilan; d. tidak diskriminatif; dan e. kepastian hukum. Pasal 4 Perlindungan Saksi dan Korban bertujuan memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. BAB II PERLINDUNGAN DAN HAK SAKSI DAN KORBAN Pasal 5 (1) Seorang Saksi dan Korban berhak: a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b.
ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. memberikan keterangan tanpa tekanan; d.
mendapat penerjemah; e. bebas apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi pertanyaan yang menjerat; f. mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h.
mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i. mendapat identitas baru; j. mendapatkan tempat kediaman baru; k. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l. mendapat nasihat hukum; dan/atau m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai Batas waktu perlindungan berakhir.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK.
Pasal 6 Korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk mendapatkan: a. bantuan medis; dan b. bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Pasal 7 (1) Korban melalui LPSK berhak mengajukan ke pengadilan berupa: a.
hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana. (2) Keputusan mengenai kompensasi dan restitusi diberikan oleh pengadilan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 8 Perlindungan dan hak Saksi dan Korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 9 (1) Saksi dan/atau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa.
(2) Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut.
(3) Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Pasal 10 (1) Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
(2) Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.
BAB III LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Bagian Kesatu Umum Pasal 11 (1) LPSK merupakan lembaga yang mandiri. (2) LPSK berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
(3) LPSK mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan keperluan. Pasal 12 LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Pasal 13 (1) LPSK bertanggung jawab kepada Presiden. (2) LPSK membuat laporan secara berkala tentang pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Bagian Kedua Kelembagaan Pasal 14 Anggota LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia, kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, akademisi, advokat, atau lembaga swadaya masyarakat.
Pasal 15 (1) Masa jabatan anggota LPSK adalah 5 (lima) tahun. (2) Setelah berakhir masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota LPSK dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 16 (1) LPSK terdiri atas Pimpinan dan Anggota. (2) Pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap anggota. (3) Pimpinan LPSK dipilih dari dan oleh anggota LPSK. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Pimpinan LPSK diatur dengan Peraturan LPSK.
Pasal 17 Masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua LPSK selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pasal 18 (1) Dalam pelaksanaan tugasnya, LPSK dibantu oleh sebuah sekretariat yang bertugas memberikan pelayanan administrasi bagi kegiatan LPSK.
(2) Sekretariat LPSK dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil. (3) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Sekretaris Negara. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan, organisasi, tugas, dan tanggung jawab sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak LPSK terbentuk. Pasal 19 (1) Untuk pertama kali seleksi dan pemilihan anggota Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi dilakukan oleh Presiden.
(2) Dalam melaksanakan seleksi dan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden membentuk panitia seleksi.
(3) Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 5 (lima) orang, dengan susunan sebagai berikut: a. 2 (dua ) orang berasal dari unsur pemerintah; dan b. 3 (tiga) orang berasal dari unsur masyarakat.
(4) Anggota panitia seleksi tidak dapat dicalonkan sebagai anggota LPSK. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan panitia seleksi, tata cara pelaksanaan seleksi, dan pemilihan calon anggota LPSK, diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 20 (1) Panitia seleksi mengusulkan kepada Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu) orang calon yang telah memenuhi persyaratan. (2) Presiden memilih sebanyak 14 (empat belas) orang dan sejumlah calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Dewan Perwakilan Rakyat memilih dan menyetujui 7 (tujuh) orang dari calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 21 (1) Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengajuan calon anggota LPSK diterima. (2) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan persetujuan terhadap seorang calon atau lebih yang diajukan oleh Presiden, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan calon anggota LPSK, Dewan Perwakilan Rakyat harus memberitahukan kepada Presiden disertai dengan alasan.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Presiden mengajukan calon pengganti sebanyak 2 (dua) kali jumlah calon anggota yang tidak disetujui. (4) Dewan Perwakilan Rakyat wajib memberikan persetujuan terhadap calon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengajuan calon pengganti diterima. Pasal 22 Presiden menetapkan anggota LPSK yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi Presiden.
Bagian Ketiga Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 23 (1) Anggota LPSK diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota LPSK harus memenuhi syarat: a.
warga negara Indonesia; b. sehat jasmani dan rohani; c. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling singkat 5 (lima) tahun; d. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat proses pemilihan; e. berpendidikan paling rendah S1 (strata satu); f. berpengalaman di bidang hukum dan hak asasi manusia paling singkat 10 (sepuluh) tahun; g.
memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; dan h. memiliki nomor pokok wajib pajak. Pasal 24 Anggota LPSK diberhentikan karena: a. meninggal dunia; b.
masa tugasnya telah berakhir; c. atas permintaan sendiri; d. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan tugas selama 30 (tiga puluh) hari secara terus menerus; e.
melakukan perbuatan tercela dan/atau hal-hal lain yang berdasarkan Keputusan LPSK yang bersangkutan harus diberhentikan karena telah mencemarkan martabat dan reputasi, dan/atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas LPSK; atau f. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman pidananya paling singkat 5 (lima) tahun. Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota LPSK diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Keempat Pengambilan Keputusan dan Pembiayaan Pasal 26 (1) Keputusan LPSK diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dicapai, apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi diambil dengan suara terbanyak. Pasal 27 Biaya apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi diperlukan untuk pelaksanaan tugas LPSK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB IV SYARAT DAN TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Bagian Kesatu Syarat Pemberian Perlindungan dan Bantuan Pasal 28 Perjanjian perlindungan LPSK terhadap Saksi dan/atau Korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) diberikan dengan mempertimbangkan syarat sebagai berikut: a. sifat pentingnya keterangan Saksi dan/atau Korban; b. tingkat ancaman yang membahayakan Saksi dan/atau Korban; c. hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap Saksi dan/atau Korban; d.
rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh Saksi dan/atau Korban. Bagian Kedua Tata Cara Pemberian Perlindungan Pasal 29 Tata cara memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebagai berikut: a.
Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK; b.
LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan diajukan. Pasal 30 (1) Dalam hal LPSK menerima permohonan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Saksi dan/atau Korban menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban.
(2) Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan; b. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk menaati aturan yang berkenaan dengan keselamatannya; c. kesediaan Saksi dan/atau Korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ia berada dalam perlindungan LPSK; d.
kewajiban Saksi dan/atau Korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya di bawah perlindungan LPSK; dan e. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh LPSK. Pasal 31 LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Saksi dan/atau Korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan kesediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
Pasal 32 (1) Perlindungan atas keamanan Saksi dan/atau Korban hanya dapat dihentikan berdasarkan alasan: a.
Saksi dan/atau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri; b. atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban berdasarkan atas permintaan pejabat yang bersangkutan; c. Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana tertulis dalam perjanjian; atau d. LPSK berpendapat bahwa Saksi dan/atau Korban tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan.
(2) Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi dan/atau Korban harus dilakukan secara tertulis. Bagian Ketiga Tata Cara Pemberian Bantuan Pasal 33 Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan kepada seorang Saksi dan/atau Korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK.
Pasal 34 (1) LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban. (2) Dalam hal Saksi dan/atau Korban layak diberi bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta jangka waktu dan besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35 Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut. Pasal 36 (1) Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan instansi terkait yang berwenang. (2) Dalam melaksanakan perlindungan dan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), instansi terkait sesuai dengan kewenangannya wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 37 (1) Setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan maupun cara-cara tertentu, yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf d sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada tahap pemeriksaan tingkat mana pun, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga menimbulkan luka berat pada Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang melakukan pemaksaan kehendak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehingga mengakibatkan matinya Saksi dan/atau Korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 38 Setiap orang yang menghalang-halangi dengan cara apapun, sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 39 Setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40 Setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak-hak Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1) karena Saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 41 Setiap orang yang memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau Korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 42 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 dilakukan oleh pejabat publik, ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Pasal 43 (1) Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 pidana denda tersebut diganti dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Pidana penjara sebagai pengganti pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan hakim. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 LPSK harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 {satu) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 46 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahunya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2006 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 64 Penjelasan .Original Posted By beno.irwan ► Buat pak danilltd dan kaskuser jika tulisan ini memang dianggap menarik dan berguna, silahkan jika menjadi HT.
Saya akan bantu jawab sebisa sy pak, tentunya yang sesuai pengetahuan dan kapasitas saya, sambil menunggu siapa tau ada yg bis menjawab lebih lebih resmi/ berkompeten Siang Gan Sis, hari ini TS dapat topik yang menarik tentang salah satu LEMBAGA NEGARAyang bertugas memberikan layan Perlindungan bagi Saksi dan Korban suatu Tindak Pidana, namanya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) ingat ya, ini LEMBAGA NEGARA, bukan LSM atau sejenisnya.
Apa sih LSPK itu dan bagaimana seluk beluknya? Cekidot (Chek it out) Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk pelayanan yang wajib diberikan oleh pemerintah untuk memberikan rasa aman kepada setiap warga masyarakat.
berdasarkan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Negara bertanggung jawab atas perlindungan Hak Asasi Manusia merupakan suatu hal yang sangat penting. Seperti yang jelas diurauikan dalam Pasal 28I ayat (4) Undang - undang Dasar (UUD) Tahun 1945 yang berbunyi: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.” Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dibentuk berdasarkan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang kemudian direvisi menjadi UU No.
31 Tahun 2014 (Kedua link UU No 13 Tahun 2006 dan UU No. 31 Tahun 2014 tersebut ada di akhir postingan)Lahirnya Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yang memakan waktu cukup panjang ini ditujukan untuk memperjuangkan diakomodasinya hak-hak saksi dan korban dalam proses peradilan pidana.
Berbeda dengan beberapa negara lain, inisiatif untuk membentuk Undang-Undang perlindungan bagi saksi dan korban bukan datang dari aparat hukum, polisi, jaksa, atau pun pengadilan yang selalu berinteraksi dengan saksi dan korban tindak pidana, melainkan justru datang dari kelompok masyarakat yang memiliki pandangan bahwa saksi dan korban sudah saatnya diberikan perlindungan dalam sistem peradilan pidana.
Di samping itu, minimnya perhatian yang serius oleh aparat penegak hukum terhadap saksi-korban membuat RUU ini harus selalu didesakkan hampir setiap tahun sejak 2001 hingga 2005 agar masuk dalam rencana Prolegnas. Latar Belakang Gagasan untuk menghadirkan undang-undang perlindungan saksi dan korban dimulai pada tahun 1999, di mana beberapa elemen masyarakat mulai mempersiapkan perancangan undang-undang perlindungan saksi.
Hal ini kemudian disusul dengan adanya naskah akademis tentang undang-undang perlindungan saksi dalam proses peradilan pidana. Naskah akademis ini kemudian menghasilkan RUU perlindungan saksi.
Selanjutnya, tahun 2001 undang-undang perlindungan saksi diamanatkan untuk segera dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Juni 2002 Badan Legislasi DPR RI mengajukan RUU Perlindungan Saksi dan Korban yang ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi sebagai RUU usul inisiatif DPR.
Indonesia meratifikasi UN Convention Against Corruption pada tahun 2003. Dalam pasal 32 dan 33 konvensi ini disebutkan bahwa kepada setiap negara peratifikasi wajib menyediakan perlindungan yang efektif terhadap saksi atau ahli dari pembalasan atau intimidasi termasuk keluarganya atau orang lain yang dekat dengan mereka. Awal 2005 Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) yang disusun oleh Bappenas menjadwalkan pembahasan RUU Perlindungan Saksi pada triwulan kedua 2005.
Februari 2005 Rapat Paripurna ke 13 DPR RI Peridoe 2004-2009, telah menyetujui Program Legislasi Nasional. Salah satu RUU yang diprioritaskan untuk segera dibahas adalah RUU Perlindungan Saksi. Sepuluh fraksi di DPR RI memandang bahwa RUU Perlindungan Saksi memiliki peran strategis dalam upaya penegakan hukum dan memciptakan pemerintahan yang bebas dari korupsi. Akhirnya Juni 2005 RUU Perlindungan Saksi dan Korban disampaikan dalam surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.
Lalu, tanggal 30 Agustus 2005 Presiden mengeluarkan surat penunjukan wakil untuk membahas RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menugaskan Menteri Hukum dan HAM mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut.
Januari 2006 pemerintah yang diwakili Departemen Hukum dan HAM menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah, tentang RUU Perlindungan Saksi dan Korban kepada DPR RI. Awal Februari 2006 komisi III DPR RI membentuk Panitia Kerja yang terdiri dari 22 orang untuk membahas RUU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada bulan Juli 2006, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan RUU Perlindungan Saksi dan Korban menjadi UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Sepuluh fraksi di DPR RI mendukung keberadaan UU tersebut. 11 Agustus 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64). Salah satu amanat yang ada dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban ini adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dibentuk paling lambat setahun setelah UU Perlindungan Saksi dan Korban disahkan.
Dalam perkembangan selanjutnya, LPSK dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2008. Di dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban disebutkan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri namun bertanggung jawab kepada Presiden. Disebutkan pula bahwa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Ruang lingkup perlindungan ini adalah pada semua tahap proses peradilan pidana. Tujuan Undang-undang ini adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Lembag.ksi_dan_Korban Tata cara memperoleh Perlindungan LPSK Tata cara memperoleh Perlindungan yakni sebagai berikut: a. Saksi dan/atau Korban yang bersangkutan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, mengajukan permohonan secara tertulis kepada LPSK; b.
LPSK segera melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. Keputusan LPSK diberikan secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan Perlindungan diajukan. Bentuk-bentuk Perlindungan dari LPSK bagi Saksi dan Korban Bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban dapat dikategorikan sebagai berikut: • Perlindungan fisik dan psikis: Pengamanan dan pengawalan,penempatan di rumah aman, mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan, bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
• Perlindungan hukum: Keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak dapat dituntut secara hukum (Pasal 10 UU 13/2006). • Pemenuhan hak prosedural saksi: Pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat hukum, bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan dan lain sebagainya sesuai ketentuan Pasal 5 UU 13/2006. Kinerja LPSK Semester 1 Tahun 2015 Berikut kinerja LPSK semester 1 2015, mulai penerimaan permohonan dan pemenuhan layanan perlindungan & bantuan: • Januari-Juli 2015, LPSK menerima 755 laporan, terdiri kasus 544 HAM, 52 korupsi, 37 kekerasan pd anak, 10 TPPO, 2 narkotika, 1 TPPU • Sisanya 109 laporan dr pidana umum lain, seperti KDRT, penganiayaan, kekerasan fisik&penelantaran apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi, pengrusakan, pembunuhan, dll • Khusus kasus dgn anak jd korban, dr 37 kasus yg dilaporkan, 24 permohonan di antaranya dr kasus kekerasan seksual pd anak • Utk perlindungan, LPSK beri layanan bagi 293 orang, terdiri dr korupsi 76 org, TPPO 88 org, penganiayaan 57 org, kekerasan seksual 24 org • Penggelapan pajak 1 org & 47 org pidana lain.
Tuk catatan, prlindungan dan bantuan tak hnya dr laporan 2015, tp jg akumulasi thn sblumnya • Tuk bantuan, LPSK beri layanan berupa medis, psikologis, fasilitasi restitusi dan kompensasi, yang total diberikan pd 1.300 org • antuan 1.300 org itu, terdiri dr kasus HAM berat apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi org (861 medis & 351 psikologis), KDRT 2 org (1 psikologis & 1 restitusi) • Kekerasan seksual anak 17 org (7 medis & 14 psikologis), korupsi 3 org (1 medis, 2 psikologis & 2 restitusi) • Penganiayaan 3 org (1 medis, 2 psikologis & 2 restitusi), TPPO 63 org (12 medis, 12 psikologis & 56 restitusi.
• Pd semester 1 2015, LPSK jg beri perlindungan thd saksi berstatus whistleblower (WB) dan apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi collaborator (JC) • Untuk JC ada 8 orang dan WB ada 4 orang. Semuanya terkait kasus korupsi dr sejumlah daerah di Indonesia. • LPSK juga aktif melakukan kerja sama dgn berbagai pihak utk peningkatan pemberian lyanan pemenuhan hak saksi dan korban • PSK menandatangi MoU dgn Kemenkumham ttg peningkatan kapasitas perlindungan saksi dan korban pidana dr aspek hukum & HAM • LPSK juga menjalin kerja sama dgn kampus, salah satunya dengan UII Yogya ttg kerja sama perlindungan saksi korban dgn perguruan tinggi • Terbaru, LPSK dapat mandat tambahan melalui Inpres 7/2015 ttg aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi tahun 2015.
• Melalui Inpres 7/2015, LPSK ditunjuk sbg instansi pelaksana peningkatan pelaksanaan whistleblowing system (WBS) pd 17 kmenterian/lembaga • WBS Inpres 7/2015 bertujuan meningkatkan perlindungan bg whistleblower guna pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan wewenang di K/L Itulah info untuk kinerja LPSK selama semester 1 tahun 2015.
Tunggu update info terbaru lainnya dr LPSK. Sumber akun resmi twitter LPSK di https://twitter.com/infoLPSK Demikian kiranya gambaran singkat mengenai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), semoga bisa bermanfaat bagi Gan Sis kaskuser sekalian, jika ada apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi mengetahui info lebih lanjut tentang LPSK, monggo silahkan share di sini dan infokan ke TS supaya bisa ditarik ke Pejwan, jika ada yg mau bertanya-tanya.
TS akan bantu menjawab sebisanya, atau jika tidak bisa menjawab, silahkan Gan Sis bisa meluncur ke website, facebook atau twitter resmi LPSK Terima kasih, dan selamat siang MAMPIR JUGA KE TRIT HT ANE YANG LAINNYA ✔ Udah Tau Kalung Dog Tag (Military ID-Tag)?
Gimana Sih Asal-Usulnya? #HT ke-24 ✔ Mengenal Lebih Dekat Tim Pemburu Preman POLRES JAKARTA BARAT #HT ke-23 ✔ 7 Alasan Mengapa Anda Harus Membawa Senter Taktis untuk Beladiri #HT ke-22 ✔ Kerajinan Alat Musik Terbuat dari Rongsokan Senjata dan Bagian bagiannya #HT ke-20 ✔ Daerah - Daerah ini Naikan Pamor Batu Akik #HT ke-19 ✔ MENGENAL LEBIH DEKAT, RESINTELMOB (RESERSE INTELEJEN MOBILE) BRIMOB POLRI #HT ke-18 ✔ MISS INDONESIA 2015, MARIA HARFANTI - D.I. YOGYAKARTA #HT ke-17 ✔ MENGENAL SUBDIT CYBER CRIME POLRI #HT ke-16 ✔ Aceh Punya Museum Batu Giok Pertama di Dunia #HT ke-15 ✔ Mengenal Unit KBR (Kimia Biologi dan Radio Aktif) Brimob Polri #HT ke-14 ✔ Mengenal Berbagai Jenis Batu dari Tiap Provinsi Seluruh Indonesia #HT ke-13 ✔ Kisah Kasih di Sekolah #HT ke-12 ✔ Teknis Tata Cara Eksekusi Pidana Mati #HT ke-11 ✔ Beragam Sandi Untuk Menyebut UANG / DUIT dalam Transaksi Korupsi #HT ke-10 ✔ Polisi Gelar Operasi Tematik, Ini 25 Titik Operasi Tematik di Jakarta (Jan-Feb 2015) #HT ke-9 ✔ Mengenal Lebih Dekat NCB - INTERPOL INDONESIA #HT ke-8 ✔ Mengenal Misi Internasional Polri, POLICE ADVISER PBB #HT ke-7 ✔ Mengenal Lebih Dekat Disaster Victim Investigation (DVI) #HT ke-6 ✔ Mengenal Lebih Dekat Misi Internasional Polri, FPU GARUDA BHAYANGKARA #HT ke-5 ✔ Ini Jadwal Buka Tutup Jalur Puncak Jelang Pergantian Tahun Baru 2015 #HT ke-4 ✔ Mengenal Lebih Dekat Serba Serbi Tilang #HT ke-3 ✔ Macam-macam Minuman Oplosan dan Bahayanya #HT ke-2 ✔ Mengenal Ragam Corak Batik Tiap Propinsi di Indonesia #HT ke-1 31-07-2015 15:00 Abdul Haris Semendawai, S.H., LLM.
Lahir di Ulak Baru OKU TIMUR - Sumatera Selatan, 28 September 1964. Abdul Haris Semendawai menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta (1991) dan Master Hukum di Northwestern University School of Law (2004) di Chicago Amerika Serikat.
Setelah menyelesaikan studinya di UII, Semendawai kemudian bergabung dengan Lembaga Kajian Hak-Hak Masyarakat (Lekhat) Yogyakarta (1991 – 1993); menjadi pengacara praktek di salah satu law office sejak (1994 – 1998) di Yogyakarta.
Sejak 1998, hijrah ke Jakarta, bergabung dengan ELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) sebagai pengacara dan terakhir menjabat sebagai Wakil Direktur ELSAM di bidang Program; menjadi Koordinator Divisi Capacity Building TAPAL Jakarta (2000 – 2003); dan Koordinator Observatory Body of Sawit Watch Bogor (2004 – 2008).
Sejak (2006 apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi 2008) sebagai Ketua Komite Nasional untuk advokasi perubahan KUHP, juga terlibat dalam penyusunan sejumlah tim rancangan Undang-Undang yang dibentuk Direktorat Jenderal Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI. Pada Tahun 2008 terpilih sebagai Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk periode (2008 – 2013) dan dipercaya sebagai Ketua LPSK periode pertama.
Sejak 2010 – sekarang sebagai salah satu Anggota Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi Pembina Ikatan Alumni UII (IKA UII). Menjadi Majelis Pakar Majelis Nasional KAHMI masa bakti (2012 – 2017). Tahun 2013 kembali terpilih sebagai Anggota LPSK periode (2013 – 2018) dan juga terpilih kembali menjadi Ketua LPSK untuk periode kedua. Lies Sulistiani, S.H., M.H. Lahir di Bandung, 10 Juli 1962, Lies Sulistiani menyelesaikan studi S1 Hukum di Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung (1985) dan S2 Magister Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang (2000).
Candidat Doktor yang sedang menyelesaikan Program S3 di UNPAD ini memulai karirnya sebagai Dosen Tetap di Fakultas Hukum UNPAD sejak 1986; Anggota Biro Bantuan Hukum Fakultas Hukum UNPAD (1986-1996); Dosen Non organik Pusdikintel POLRI Bandung (2003); Sekretaris Pusat Penelitian Peranan Wanita (P3W) Lembaga penelitian UNPAD (2004-2007); Dosen Non organik SESKOAD Bandung (2006), dan Widyaiswara di Diklat Kejati Jawa Barat.
Aktivitas lainnya adalah sebagai anggota Paguyuban Hak Asasi Manusia (PAHAM) UNPAD yang giat melakukan kajian dan penelitian dalam beberapa topik HAM, khususnya isu anak, perempuan, saksi dan korban; Narasumber dan Moderator dalam beberapa kegiatan di bidang HAM, Pidana, KDRT dan Traficking; serta saksi ahli dalam beberapa kasus tindak pidana (sejak 2001 –sekarang). Setelah terpilih sebagai salah satu Anggota LPSK periode 2008-2013. Lili Pintauli Siregar, S.H., M.H.
(Anggota/Komisioner Penanggungjawab Bidang Pengawasan, Penelitian & Pengembangan, dan Pelaporan) Lahir di Tanjung Pandan, 29 Januari 1966, Lili Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi menyelesaikan studi S1 Hukum di Universitas Islam Sumatera Utara (1991).
Lili Pintauli yang pernah mengikuti berbagai pelatihan seperti Pelatihan Para Legal LBH Medan (1991), Pelatihan Advokasi Kasus Pelanggaran HAM se-Sumut (1999), Training Dasar HAM I Region Sumtera oleh CESDA-LP3IS di Medan (2000), dan Pelatihan Pengawasan Pemilihan Umum (2003) ini mengawali karirnya sebagai Asisten Pembela Umum LBH Medan (1991-1992); kemudian menjadi Asisten Pengacara pada Kantor Pengacara Asamta Paranginangin, SH & Associates (1992-1993); Koordinator Divisi Advokasi Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan (1994-1997); Koordinator Divisi Perburuhan Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan (1997-1999); Pemantau Pemilu Independen oleh Lembaga AciLS (1999); Direktur Eksekutif Pusat Bantuan dan Penyadaran Hukum Indonesia (Pusbakumi) Medan (1999-2002); Advokat (2000-sekarang); dan Anggota Panwaslu Kota Medan (Juni 2003- November 2004).
Setelah terpilih sebagai salah satu Anggota LPSK periode 2008-2013, Lili Pintauli Siregar bertanggungjawab memimpin Bidang Bantuan, Kompensasi, dan Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi LPSK.
Prof. Teguh Soedarsono Anggota/Komisoner Penanggungjawab Bidang Kerjasama dan Diklat Lahir di Cirebon, 10 Juni 1950, Teguh Soedarsono menyelesaikan studi S1 Hukum di Fakultas Hukum UNTAG (Perdata) pada 1989; S2 Ilmu Lingkungan & Ekologi Manusia (ILEM) di Universitas Indonesia (1993); S3 ilmu Hukum di Universitas Indonesia (1998).
Lulusan AKABRI Bagian Kepolisian Angkatan ”Prjagupta”-1974 ini, selama di Kepolisian pernah memegang beberapa jabatan penting seperti: Komandan Sektor Kepolisian Muaradua (Polres OKU)- Polda Sumbangsel (1975); Komandan Satuan Reserse Polres OKU- Polda Sumbangsel (1979); Wakil Kepala Satlantas Polda Sumbar (1985); Kepala Detasemen Provoost Polda Metro Jaya (1993); Pembantu Asisten III- Menteri Negara Lingkungan Hidup (1994); Kepala Pusat Pengembangan Informasi dan Penataan Lingkungan (Ka.
PPIPL) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (1998); Kepala Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Polri 2000; Kepala Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisisan (PPITK)-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (2001); Wakil Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) (Mei- Oktober 2001); Kepala Pusat Informasi Kriminal Nasional (PIKNAS)- Koserse Polri (Oktober 2001-Oktober 2002); Kepala Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) - Divisi Telematika Polri (Oktober 2002- Agustus 2003); Wakil Kepala Kepolisian Daerah Bali (Agustus 2003- Desember 2005); Widyaisawara Utama Sespati polri (Desember 2005- Oktober 2006); Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri (2006).
Setelah terpilih sebagai salah satu Anggota LPSK periode 2008-2013, Teguh Soedarsono bertanggung jawab memimpin Bidang Kerjasama dan Diklat LPSK Edwin Partogi Pasaribu, SH Lahir di Tanjung Karang, Lampung 20 Maret 1971. Edwin Partogi menyelesaikan study S1 Hukum di Universitas Indonesia (2000).
Pada awal karirnya Edwin pernah menjadi Kadiv. Investigasi, Kepala PMES, Kepala Divisi Riset, Kadiv. ADV. Pol dan HAM, Kepala Operasional di Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) pada 2000-2010.
Pada tahun 2002 Edwin pernah menjadi peneliti di Tim Asistensi KPP HAM, Trisakti, Semanggi 1 dan 2 pada 2006-2010. Edwin pernah menjadi Tim pembela Kasus Munir. Pada 2008-2010, Edwin pernah menjadi penyelidik Ad Hoc peristiwa Petrus 1983-1985. Sebelum menjadi Anggota Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban (LPSK), Edwin bekerja sebagai Direktur Hukum Dan Hak Asasi Manusia Institute Kebijakan Publik.
Setelah terpilih menjadi Anggota LPSK periode 2013-2018, Edwin menjadi Wakil Ketua LPSK Penanggungjawab Unit Penerimaan Permohonan (UPP). Drs. Hasto Atmojo Suroyo Lahir di Bandung 9 Maret 1959. Hasto Atmojo mengenyam pendidikan Sosiolog Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Di Universitas Gadjah Mada tahun 1983 dan untuk selanjutnya di jurusan kriminologi pada fakultas yang sama.
Banyak kegiatan yang dilakukan Hasto Atmojo sebelum menjabat Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Salah satunya adalah sebagai Komisi Delegasi Ombudsman Indonesia di Canberra, Sidney, Australia pada 2000. Hasto Atmojo juga pernah melakukan penelitian dan program pengembangan di lembaga bantuan hukum Indonesia di Australia, Belanda, Malaysia, Jepang maupun Taiwan. Sebelum terpilih menjadi Anggota LPSK, Hasto menjabat sebagai dosen FISIP Universitas Nasional, Jakarta Selatan.
Setelah terpilih menjadi Anggota LPSK periode 2013-2018, Hasto Atmojo menjadi Wakil Ketua LPSK Penanggungjawab Divisi Pemenuhan Hak-hak Saksi dan Korban (PHSK). DR. Askari Razak, SH., MH. Lahir di Sidrap Sulawesi Selatan, 12 Oktober 1966. Askari menyelesaikan S1 Hukum Tata Negara di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makssar pada 1990. S2 dan S3 juga diselesaikan dosen Fakultas Hukum UMI di kampus yang sama. Sebelum menjadi Anggota Lembaga perlindungan Saksi dan Korban, Askari sebagai pengajar hukum Mahkamah Konstitusi dengan jabatan sebagai Ketua DPD wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Askari juga Anggota Dewan Pakar di kampus UMI, Makassar. Sejak tahun 2011 sampai sekarang sebagai tenaga ahli SHVT-KSN MAMMINASATA. Setelah terpilih menjadi Anggota LPSK Periode 2013 – 2018, beliau menjadi Wakil Ketua LPSK Penanggungjawab Divisi Hukum, Kerjasama, dan Pengawasan Internal (HKPI).
sumber: http://www.lpsk.go.id/profil Original Posted By vena.amalia ► Untuk saksi-saksi yang dilindungi oleh LPSK dengan ancaman tinggi, ada Satgas Pamwal yang merupakan anggota Polri yang setelah melalui beberapa tahapan seleksi kemudian diperbantukan oleh Bag Gassus Mabes Polri, jadi terlindung bisa merasakan aman dan nyaman selama dalam perlindungan LPSK, berikut beberapa kegiatan Satgas Pamwal LPSK.
Semoga bisa memberikan tambahan gambaran tentang LPSK maaf, tidak bisa mencantumkan keterangan foto dan lokasi, foto-foto di atas tidak dalam formasi full team dikarenakan saat kegiatan banyak juga rekan-rekan satgas pamwal yang sedang melaksanakan tugas baik di jakarta seperti pendampingan di KPK, sidang di Pengadilan Tipikor, dll juga ada yang sedang bertugas ke daerah terima kasih terima kasih tambahan infonya sist Original Posted By beno.irwan ► LPSK membuka lowongan pegawai baru hanya pada saat saat tertentu saja pak, jika dirasa memang sangat mendesak untuk menambah personil, jadi penerimaan pegawai tidak setiap thaun.
sebagai gambaran berikut komposisi pegawai lpsk - 7 orang anggota LSPK / Komisioner LPSK - PNS dari Kementrian dan Lembaga yang ditempatkan di LPSK seperti dari Setneg, dsb - Staff LSPK dengan status Honorer - Anggota Polri yang diperbantukan di LPSK sebagai Satgas Pengamanan dan Pengawalan dalam Aktivitas Perlindungan Saksi dan Korban di LPSK Jadi bapak bisa mendaftar sebagai PNS LPSK maupun Pegawai Honorer LPSK Demikian, semoga bisa memberikan gambaran, silahkan pantau akun2 resmi LPSK yang dicantumkan pak danielldt dihalaman depan Terima kasih CONTOH LOWONGAN CPNS LPSK DARI WEBSITE SETNEG Pengumuman Nomor P-02/D-2/09/2013 Tentang Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Tahun 2013 Dalam rangka mengisi lowongan formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun Anggaran apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi, sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan reformasi Birokrasi Nomor 175 Tahun 2013, tanggal 21 Agustus 2013, Kementerian Sekretariat Negara membuka kesempatan bagi Warga Negara Indonesia Republik Indonesia yang berminat menjadi CPNS Kementerian Sekretariat Negara, untuk ditempatkan di lingkungan Sekretariat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan ketentuan sebagai berikut : Persyaratan Umum • Warga Negara Indonesia • Berusia minimal 18 tahun dan maksimal 26 tahun (D3), 28 tahun, (S1) dan 30 tahun (S2) • Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karen amelakukan tindak pidana kejahatan • Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta • Tidak berkedudukan sebagai Calon / Pegawai Negeri • Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang diperlukan • Berkelakukan baik • Sehat jasmani dan rohani Sumber: http://www.setneg.go.id/images/stori.pengumuman.pdf Original Posted By beno.irwan ► Utk hal tersebut ditangani oleh Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban (PHSK) namun sayangnya hal tersebut tidak bisa dishare ke publik.
Jika bapak perhatikan dalam semester 1, dari sekian banyak yg ditulis pak danilltd di depan, mungkin hanya sedikit yg diketahui publik atau media masa. Original Posted By elhadeyete ►mantap nais trit gan. kalo bisa tambahin profil komisionernya gan. ada 7 apa 9 org kalo gak salah. sementara kesekretariatan hanya dipimpin oleh sekretaris bukan sekjen, artinya eselon 2. rada susah kalo nyari kantornya, krn kecil dan tersembunyi.
apa sengaja ya. kebetulan ane pernah bantuin pansel dlu gan, buat tracking profil capimnya. lembaga ini jg punya coreng yg dilakukan 2 oknum komisionernya dulu. kasus susno CMIIW. v v v Original Posted By beno.irwan ► Ada 7 orang pak, utk profil nanti sy info jk ol melalui PC/ laptop tapi untuk sementara utk profilnya bisa dicari di website lspk, ada koq di situ berikut nama nama anggota LPSK Periode 2013-2018 1.
Abdul Haris Semendawai (advokat/ketua lpsk) 2.
Edwin Partogi Siregar (kontras) 3. Lili Pintauli (advokat) 4. Askari Razak (akademisi) 5. Hasto Atmojo Suroyo (akademisi) 6. Lies Sulistiani (akademisi) 7. Teguh Soedarsono (Purn Polri, terakhir pangkat Irjen. Pol) Sudah direvisi di uu no 31 2014 ada penguatan lembaga lpsk, sekarang sdh sekjen pak Original Posted By beno.irwan ► Contoh kasus Utk saksi kunci (nelayan yang selamat) dalam peristiwa penembakan yg menewaskan 5 org nelayan oleh oknum tentara di perairan pulau papan, raja ampat mendapatkan perlindungan lpsk.
Ybs dikawal oleh satgas pamwal, selama pemeriksaan bahkan selama sidang berlangsung di ruang sidang pengadilan militer jayapura, selengkapnya bapak bisa baca di link bawah ini www.lpsk.go.id/berita/berita_detail/905 Original Posted By beno.irwan ► Maaf pak, ada pertanyaannya yg terlewatkan.
Belum sy jawab ya Syarat perlindungan LPSK terhadap saksi dan Korban yaitu: 1.
Sifat pentingnya keterangan saksi 2. Tingkat ancaman yang membahayakan saksi 3. Hasil analisis tim medis atau psikologis terhadap ybs 4. Rekam jejak tindak pidanan yang pernah dilakukan oleh saksi Selain itu juga kasus tersebut merupakan tindak pidana tertentu yg menjadi prioritas lpsk seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika dan apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi serta tindak pidana seksual terhadap anak Demikian jawaban saya, trima kasih pak Original Posted By beno.irwan ► Sekali lagi sy infokan LPSK ADALAH LEMBAGA NEGARA, Jadi bukan LSM dan sangat beda jauh dengan LSM.
Namun untuk gambaran berikut ada perlindungan LPSK yg mirip berita tsb Kuswanto korban penyiksaan oleh oknum aparat polres kudus mendapatkan layanan bantuan berupa bantuan medis, bisa diklik link di bawah ini m.tempo.co/read/news/2015/01/06/078633106/lpsk-bantu-obati-kuswanto-yang-disiksa-polisi Original Posted By dnv ►mas TS, ane bantu apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi nya.kurang lebihnya sedikit faham ama LPSK ini Begini gan, klo tersangka scara normatif UU, LPSK tidak dapat memberikan perlindungan, toh namanya Perlindungan Saksi dan Korban Tapi klo lihat contoh kasus diatas, ada peluang yg bisa dilakukan oleh Dedi.yaitu membuat laporan kepolisian salah tangkapnya.mungkin bisa buat laporan perbuatan tidak menyenangkan, bisa juga melaporkan ke propam.nah, bila posisi demikian, korban salah tangkap menjadi seorang pelapor.nah dari pintu itu, LPSK bisa masuk memberikan perlindungan kepada saksi pelapor.sedangkan posisinya sbg tersangka, LPSK bisa melakukan koordinasi dengan para aparat hukum bisa gan.bila ancaman sangat tinggi, LPSK bisa memberikan perlindungan kepada keluarganya juga iya.sudah diutak-utik, singkatanya jadinya begitu gans sedang dalam pembahasan dengan Komisi II DPR TS, ane bantu2 nambahin gpp yak doakan aja gans, negara ini sedang mengarah ke negara yg berdasarkan hukum.masih ada bbrp pejabat yg perduli kok.makanya LPSK dibentuk.LPSK ada utk memberikan kepada para saksi yg takut itu agar saksi tsb nyaman dan aman dlm memberikan keterangan terima kasih bantuannya gan, nanti ane tarik ke pejwan BERITA DARI WEBSITE LPSK: LPSK Bantu Obati Kuswanto yang Disiksa Polisi Kuswanto korban penyiksaan oleh aparat negara menunjukkan luka bakar di lehernya akibat kekerasan penyidik Polres Kudus ditemani keluarga korban dan pengurus KontraS saat memberikan keterangan pers di Kantor KontraS, Jakarta, 6 Desember 2014.
KontraS mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap praktik pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. TEMPO/Frannoto SELASA, 06 JANUARI 2015 - 12:14 WIB TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pihaknya akan membantu pengobatan korban penganiayaan polisi, Kuswanto.
Kata Edwin, pekan ini timnya yang terdiri dari tiga orang akan mendatangi rumah Kuswanto di Kudus pada Rabu, 7 Januari mendatang. "Belum dipastikan di mana pengobatannya, apa cukup di Kudus atau di Jakarta," kata Edwin saat dihubungi, Senin, 5 Januari 2015. Sebelum diobati, LPSK akan memeriksakan kondisi Kuswanto di rumah sakit Kudus. LPSK juga akan meminta pendapat ahli penanganan apa yang tepat untuk luka bakar di leher Kuswanto. Pada pemeriksaan yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, beberapa waktu lalu, dokter menyarankan operasi.
(Baca: Kuswanto yang Disiksa Polisi Bisa Dapat Bantuan) Kuswanto diduga menjadi korban salah tangkap polisi di Kudus. Kuswanto dipaksa mengaku sebagai pelaku perampokan toko penjual es krim Walls. Namun, Kuswanto tak mengakuinya karena saat kejadian, ia berada di luar kota.
Sebanyak 13 polisi pun memasukkan Kuswanto ke dalam mobil Xenia dengan kasar. Beberapa polisi kemudian memukulinya. Saat mobil berada di jalan lingkar dekat PT Pura Barutama Kudus, kedua mata Kuswanto dilakban dan kedua tangannya diborgol.
Kuswanto kemudian dibawa ke lapangan tempat uji surat izin mengemudi (SIM) yang lokasinya bersebelahan dengan Universitas Muria Kudus.
"Begitu sampai, saya disuruh turun dan dipukuli beramai-ramai. Saya jatuh lalu seorang polisi meminta saya mengaku atau dibakar.
Saya tetap tidak mengaku dan bensin disiram ke tubuh saya. Saya tetap tidak mengaku, lalu korek api dinyalakan ke baju saya. Saya teriak kesakitan dan berguling-guling di tanah. Saya tidak mau mati," kata Kuswanto. (Baca: Dituduh Rampok, Pria Ini Disiksa 13 Polisi) Menurut Kuswanto, setelah disiksa dengan dada dan leher melepuh, dia dibawa ke ke kantor Polres Kudus.
Polisi yang membakar Kuswanto penasaran karena dirinya masih bertahan tidak mengakui perbuatannya. Polisi itu kemudian menyiram cairan ke lehernya hingga Kuswanto berteriak kesakitan. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit untuk berobat dan sebulan dia dibiarkan tanpa perawatan. - Apa saja bentuk perlindungan hak prosedural saksi more at: http://www.lpsk.go.id/berita/berita_detail/2208 31-07-2015 15:00 Original Posted By kusaramoe ►Sementara cuman ada satu ya gan gedungnya?
DIkira sudah dibuka cabang per-daerah. But nice info gan info yang TS dapat, LPSK masih di jakarta saja, di jakarta juga katanya ada kantor yang di Raden saleh dan juga sedang membangun Gedung LSPK sendiri di daerah cijantung jakarta timur.
Kita tunggu info dari yang lain deh, siapa tahu ada yang lebih update. Memang untuk wacana LPSK di daerah sudah menguat, ya kita tunggu realisasinya gan Original Posted By twisctre ►Ane baru tau lpsk ini.tapi ribet jg alurnya. iya gan, tidak juga sih. dari hasil baca2 artikel yang ada, pastikan pemohon adalah saksi atau korban TINDAK PIDANA, kemudian membawa berkas berkas pendukung ke kantor LPSK untuk mengajukan permohonan. Jika dianggap sudah lengkap, maka akan dibawa ke rapat paripurna pimpinan LSPK dan diputuskan di sana apakah pemohon bisa mendapatkan perlindungna, sekaligus bentuk perlindungan seperti apa yang akan diberikan oleh LPSK 31-07-2015 15:42 Original Posted By killerpizza ►kalo kasusnya sama mafia berani emang ngelindungin gan?
Mafia istrinya Pa Fia gan maksudnya? Tadi baca baca di om gugle, banyak juga kasus korupsi yang pelakunya berhasil dihukum dengan berat karena saksi saksinya dilindungi lpsk gan. Coba deh dibaca baca, ga tau deh yg agan maksud mafia yg mana ya? 31-07-2015 18:48 Original Posted By killerpizza ►kalo kasusnya sama mafia berani emang ngelindungin gan? Untuk saksi-saksi yang dilindungi oleh LPSK dengan ancaman tinggi, ada Satgas Pamwal yang merupakan anggota Polri yang setelah melalui beberapa tahapan seleksi kemudian diperbantukan oleh Bag Gassus Mabes Polri, jadi terlindung bisa merasakan aman dan nyaman selama dalam perlindungan LPSK, berikut beberapa kegiatan Satgas Pamwal LPSK.
Semoga bisa memberikan tambahan gambaran tentang LPSK maaf, tidak bisa mencantumkan keterangan foto dan lokasi, foto-foto di atas tidak dalam formasi full team dikarenakan saat kegiatan banyak juga rekan-rekan satgas pamwal yang sedang melaksanakan tugas baik di jakarta seperti pendampingan di KPK, sidang di Pengadilan Tipikor, dll juga ada yang sedang bertugas ke daerah terima kasih 31-07-2015 20:42