Bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Suatu pementasan drama memiliki para pemain yang memerankan peran yang berbeda satu sama lain. Peran pada setiap diri tokoh sangat mendukung jalan nya suatu cerita pada pementasan drama. Namun sering kali para penonton atau penikmat pementasan drama merasa bingung dengan peran apa yang dibawakan oleh tokoh pada saat pementasan itu berlangsung.

Oleh karena itu, dalam artikel ini akan membahas berbagai jenis peran mulai dari pengertian penokohan, jenis penokohan dan pengertian tokoh yang ada dalam pementasan drama. Dengan adanya berbagai macam klasifikasi penokohan ini bertujuan untuk mempermudah penikmat sastra dalam mengidentifikasi peran apa yang sedang dibawakan oleh para pemeran drama.

Selain peran juga terdapat jenis karakter yang dimainkan oleh para pemeran pementasan drama. Karakter-karakter tersebut adalah flat character, round character, teatrikal, dan karikatural. Keduanya sangat berhubungan erat sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk memudahkan mengklasifikasi jenis-jenis karakter, disini juga akan membahas mengenai teknik penggambaran tokoh.

Dalam alur terdapat struktur dramatik, karena keduanya sangat berkaitan erat. Struktur dramatik terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur alur. Banyak para ahli yang berpendapat mengenai unsur dramatik ini, diantaranya pendapat dari Gustav Freytag, Wiliiam Henry Hudson, Brander Mathews, Marsh Cassady, Kernodledan Lynn Altenbernd dan Leslie L.

Lewis. Pendapat para ahli ini berbeda-beda namun maksudnya sama. Oleh karena itu, penokohan dan struktur dramatik akan diulas lebih mendalam pada artikel ini.

Pengertian Tokoh dan Penokohan Menurut Para Ahli Pengertian Penokohan Menurut Para Ahli Pengertian penokohan menurut Dewojati (2010:169 )adalah unsur karakter yang bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut drama biasa disebut tokoh adalah bahan yang paling aktif untuk menggerakkan alur.

Lewat penokohan ini, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Hayati, 1990:119). Menurut Santosa, dkk (2008:90) penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain.

Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil, maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasi tersebut. Penokohan atau perwatakan dalam sebuah lakon memegang peranan yang sangat penting. Egri dalam Santosa, dkk (2008:90), berpendapat bahwa berperwatakanlah yang paling utama dalam lakon. Tanpa perwatakan tidak akan ada cerita, tanpa perwatakan tidak bakal ada alur. Padahal ketidaksamaan watak akan melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan, konflik yang akhirnya melahirkan cerita Hamzah (1985 dalam Santosa, dkk, 2008:90).

Luxemburg membagi pelukisan watak menjadi dua, yaitu pelukisan watak secara eksplisit dan pelukisan watak secara implisit. Pelukisan watak secara eksplisit, watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku lain. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri. Di sini seluruh tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. Pelukisan watak secara implisit, pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan sebetulnya lebih penting daripada pelukisan eksplisit.

Hudson cenderung mengatakan bahwa pementingan terhadap tokoh lebih utama dibandingakan dengan pementingan terhadap alur, hal ini disebabkan sesuatu cerita akan meninggalkan kesan yang dalam dan bahkan mungkin abadi lantaran penokohan di dalam cerita itu begitu kuat dan meyakinkan dalam membangun alur cerita.

Pengertian Tokoh Menurut Para Ahli Dalam bukunya, Hudson mendefinisakan bahwa tokoh adalah unsur yang paling penting dalam sebuah pementasan dramakarena tanpa adanya tokoh pasti tidak akan ada pementasan drama. Penokohan juga dapat digunakan untuk membedakan peran yang satu dengan peran yang lain, karena antara tokoh yang satu dengan yang lain akan mempunyai karakter yang berbeda-beda.

Wahyuningtyas dan Santosa (2011:3) membagi tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya dibedakan menjadi tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.

Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006:50).

Menurut Santosa, dkk (2008:90), peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik. Konflik dapat dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut. Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya sendiri.

Peran ini juga menentukan jalannya cerita. Antagonis adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terhadap tokoh protagonis. “ Brengsek! Konyol! Pemalas!

Bodo kebo! Dasar pribumi! Gelo sia! Begitu saja tidak becus! Mengangkat kardus seperti mengangkat langit. Semprul!

Ayo jangan digondeli. Kerja bukan cari untung! Angkat! Dasar budak! Gotong royong! Maunya kok menelan. Dasar kemaruk! Otak udang! Angkat bangsat! Kuntilanak. Lihat sendiri ini negeri kacau. Manusia-manusia tidak memenuhi syarat. Begini mau merdeka? Berdiri saja tidak bisa. Ini mau mendirikan negara Tahi kerbau! Nggak usah merdeka, belajar jadi budak dulu!”.

Kernodle (dalam Dewojati, 2010:170) mengungkapkan bahwa karakter biasanya diciptakan dengan sifat dan kualitas yang khusus. Karakter tidak hanya berupa pengenalan tokoh melalui umur, bentuk fisik, penampilan, kostum, tempo atau irama permainan tokoh, tetapi juga sikap batin tokoh yang dimilikinya.

Setiap karakter dalam sebuah lakon selalu berhubungan erat dengan karakter yang lain. Character adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams (1981) dalam wahyuningtyas (2011:5)). Menurut Santosa, dkk (2008:91), karakter adalah jenis peran yang akan dimainkan, sedangkan penokohan adalah proses kerja untuk memainkan peran yang ada dalam naskah lakon.

Penokohan ini biasanya didahului dengan menganalisis peran tersebut sehingga bisa dimainkan. Menurut Saptaria (2006 dalam Santosa, dkk, 2008:91), jenis karakter dalam teater ada empat macam, yaitu flat character, round charakter, teatrikal, dan karikatural.

Flat character atau karakter datar adalah karakter tokoh yang ditulis oleh penulis lakon secara datar dan biasanya bersifat hitam putih.

Karakter tokoh dalam lakon mengacu pada pribadi manusia yang berkembang sesuai dengan perkembangan lingkungan. Jadi perkembangan karakter seharusnya mengacu pada pribadi manusia, yang merupakan bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut dari pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi yang dilakukannya dan terus berkembang. Penulis lakon adalah orang yang memiliki dunia sendiri yaitu dunia fiktif, sehingga ketika mencipta sebuah karakter dia bebas menentukan suatu perkembangan karakter.

Flat character ini ditulis dengan tidak mengalami perkembangan emosi maupun derajat status sosial dalam sebuah lakon. Flat character biasanya ada pada karakter tokoh yang tidak terlalu penting atau karakter tokoh pembantu, tetapi diperlukan dalam sebuah lakon.

Round character adalah karakter tokoh dalam lakon yang mengalami perubahan dan perkembangan baik secara kepribadian maupun status sosialnya. Perkembangan dan perubahan ini mengacu pada perkembangan pribadi orang dalam kehidupan sehari-hari.

Perkembangan inilah yang menjadikan karakter ini menarik dan mampu untuk mengerakkan jalan cerita. Karakter ini biasanya terdapat karakter tokoh utama baik tokoh protagonis maupun tokoh antagonis.

Teatrikal adalah karakter tokoh yang tidak wajar, unik, dan lebih bersifat simbolis. Karakter-karakter teatrikal jarang dijumpai pada lakon-lakon realis, tetapi sangat banyak dijumpai pada lakon-lakon klasik dan non realis. Karakter ini hanya simbol dari psikologi masyarakat, suasana, keadaan jaman dan lain-lain yang tidak bersifat manusiawi tetapi dilakukan oleh manusia.

Karikatural adalah karakter tokoh yang tidak wajar, satiris, dan cenderung menyindir. Karakter ini segaja diciptakan oleh penulis lakon sebagai penyeimbang antara kesedihan dan kelucuan, antara ketegangan dengan keriangan suasana. Sifat karikatural ini bisa berupa dialog-dialog yang diucapkan oleh karakter tokoh, bisa juga dengan tingkah laku, bahkan perpaduan antara ucapan dengan tingkah laku.

(2) Secara dramatik, yaitu pengarang tidak langsung mendeskripsikan sikap, sifat, dan tingkah laku tokoh, tetapi melalui beberapa teknik lain, yaitu teknik cakapan (percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan), teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik (teknik melukiskan keadaan fisik tokoh).

Kita banyak berhutang budi kepada Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang telah menulis Poetics untuk mengenali alur, karakter, pemikiran, diksi, musik, dan spektakel dari tragedi. Menurut Santosa, dkk (2008:76), struktur dramatik merupakan bagian dari alur karena di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur alur. Struktur dramatik ini tidak dapat dipisahkan dengan alur karena keduanya memiliki atau membentuk struktur dan saling berkesinambungan dari awal cerita sampai akhir.

Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita.

Teori dramatik Aristotelian memiliki elemen-elemen pembentuk struktur yang terdiri dari eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi, dan kesimpulan. I de Aristoteles tentang alur drama kemudian dikembangkan oleh Gustav Fteytag (Dewojati, 2010:164). Freytag dalam Santosa, dkk (2008:76) menyatakan bahwa dalam menggambarkan struktur dramatiknya mengikuti elemen-elemen tersebut dan menempatkannya dalam adegan-adegan lakon sesuai laku dramatik yang dikandungnya.

Struktur Freytag ini dikenal dengan sebutan piramida Freytag. Pada bagian ini mulai terjadi kerumitan atau komplikasi yang diwujudkan menjadi jalinan peristiwa. Disini juga sudah mulai dijelaskan laku karakter untuk mengatasi konflik dan tidak mudah untuk mengatasinya sehingga timbul frustasi, amukan, ketakutan, dan kemarahan.

Konflik ini semakin rumit dan membuat karakter-karakter yang memiliki konflik semakin tertekan serta berusaha untuk keluar dari konflik tersebut. Klimaks adalah puncak dari laku lakon dan titik kulminasi mencapai titik. Pada titik ini semua permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan melalui laku karakter maupun lewat dialog yang disampaikan oleh peran.

Dengan terbongkarnya semua masalah yang melingkupi keseluruhan lakon diharapkan penonton akan mengalami katarsis atau bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut membersihkan emosi dan memberikan cahaya murni pada jiwa penonton.

Resolusi adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja berlaku bagi emosi lakon tapi juga untuk menurunkan emosi penonton. Dari awal emosi penonton sudah diajak naik dan dipermainkan. Falling Action ini juga berfungsi untuk memberi persiapan waktu pada penonton untuk merenungkan apa yang telah ditonton. Titik ini biasanya ditandai oleh semakin lambatnya emosi permainan, dan volume suara pemeran lebih bersifat menenangkan.

Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut sangat menegangkan atau menggelikan sehingga emosi penonton tidak bisa apa-apa. Menurut Hudson dalam Santosa, dkk (2008:80), klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan bukan titik balik itu sendiri.

Sedangkan titik balik sudah menunjukan suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun. Dengan mengatur nilai tegangan pada bagian-bagian lakon secara tepat maka efek dramatika yang dihasilkan akan semakin baik. Pengaturan tensi dramatik yang baik akan menghindarkan lakon dari situasi yang monoton dan menjemukan. Titik berat penekanan tegangan pada masing-masing bagian akan memberikan petunjuk laku yang jelas bagi aktor sehingga mereka tidak kehilangan intensitas dalam bermain dan dapat mengatur irama aksi.

Komplikasi merupakan kelanjutan dari penanjakan. Pada bagian ini salah seorang tokoh mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu atau melawan satu keadaan yang menimpanya. Pada tahap komplikasi ini kesadaran akan adanya persoalan dan kehendak untuk bangkit melawan mulai dibangun. Penekanan tegangan dramatik mulai terasa karena seluruh tokoh berada dalam situasi yang tegang.

Tahap akhir dari peristiwa lakon biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas masalahnya.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Pada tahap ini peristiwa lakon diakhiri. Meskipun begitu nilai tensi tidak kemudian nol tetapi paling tidak berada lebih tinggi dari bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang diperagakan pada bagian komplikasi dan klimaks. Model struktur dramatik dari Cassady dalam Santosa, dkk (2008:82) menekankan pentingnya turning atau changing point (titik balik perubahan) yang mengarahkan konflik menuju klimaks. Titik balik ini menjadi bidang kajian yang sangat penting bagi sutradara berkaitan dengan laku karakter tokohnya sehingga puncak konflik menjadi jelas, tajam, dan memikat.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penokohan merupakan unsur penting dalam sebuah pementasan drama. Dengan adanya penokohan ini penonton bisa membedakan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya karena setiap tokoh mempunyai peran dan karakter yang berbeda-beda yaitu p rotagonis, antagonis, deutragonis, tritagonis, foil, utility atau flat character, round character, teatrikal, dan karikatural.

Struktur dramatik merupakan bagian dari alur sehingga struktur dramatik dan alur ini tidak dapat dipisahkan. Bila alur tidak ada maka struktur dramatik ini juga tidak akan ada karena struktur dramatik mengacu pada alur. Struktur dramatik menjelaskan lebih mendetail mengenai unsur-unsur alur dengan berbagai pendapat para ahlinya.

Wahyuningtyas, Sri, dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.Wariatunnisa, Alien dan Yulia Hendrilianti. 2010. Seni Teater untuk SMP atau MTs Kelas VII, VIII, dan IX (Rahmawati, Irma dan Ria Novitasari, Ed). Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional. Bacalah teks berikut! Keesokan harinya, ketika laut sedang pasang siang, Muda Cik Leman dan Anggung Selamat bersiap-siap untuk berangkat. Dua orang awak lancang sudah sejak pagi diperintahkan untuk mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan dalam perjalanan itu.

Lancang Kuning yang akan membawa mereka sudah tertambat di dermaga pelabuhan Galangan. Keadaan dan kelengkapannya sudah diperiksa. Layarnya tak sedikit pun cabik. Badan lancang pun tak ada yang rusak atau bocor. Perbekalan juga sudah dipersiapkan oleh awak lancang. Begitu Muda Cik Leman dan Anggung. Selamat tiba di dermaga, kedua awak lancang melaporkan bahwa mereka sudah siap untuk berangkat. Dikutip dari: Sudamo Mahyudin, Hikayat Muda Cik Letnan. Yogyakarta, Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.

2006 Hikayat adalah karya sastra lama berbentuk prosa berisi cerita, undang-undang, dan silsilah. Teks hikayat dapat dianalisis baik secara unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Latar termasuk ke dalam unsur intrinsik hikayat. Bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut dalam teks hikayat terbagi menjadi tiga, yaitu: • Latar tempat • Latar waktu • Latar suasana Pertama, latar tempat dalam teks tersebut adalah di dermaga.

Hal ini terdapat pada kalimat Lancang Kuning yang akan membawa mereka sudah tertambat di dermaga pelabuhan Galangan. Keadaan dan kelengkapannya sudah diperiksa. Kedua, latar waktu dalam teks tersebut adalah siang hari. Hal ini terdapat pada kalimat Keesokan harinya, ketika laut sedang pasang siang, Muda Cik Leman dan Anggung Selamat bersiap-siap untuk berangkat.

Sementara tidak ada latar suasana dalam teks tersebut. Dengan demikian, latar yang terdapat dalam teks tersebut adalah latar tempat dan latar waktu.
Bisakah kamu sebutkan dan jelaskan struktur cerita hikayat? Seperti karya sastra pada umumnya, hikayat juga memiliki struktur yang membangun keseluruhan cerita secara utuh dan terpadu. Semua karya sastra harus memiliki struktur ini agar keseluruhan bangunan ceritanya utuh dan sempurna. Struktur juga akan membantu pembaca dalam memahami isi cerita dan pesan yang terdapat dalam hikayat.

Lantas, apa saja yang menjadi poin-poin penting terkait struktur hikayat? Yuk berikut ini ulasannya: Struktur Hikayat Hikayat memiliki struktur seperti yang dimiliki oleh novel, drama, dan cerpen. Struktur tersebut yaitu: tema, alur, setting, tokoh, dan penokohan. Berikut ini kami bahas masing-masing struktur tersebut: 1.

Tema (Abstraksi) Struktur hikayat yang pertama adalah tema (abstraksi) cerita. Tema adalah inti, ringkasan, atau gambaran awal dalam cerita hikayat. Tema akan berkembang menjadi rangkaian peristiwa yang diceritakan dalam hikayat. Olehnya itu, bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut dapat diketahui dengan membaca keseluruhan cerita. Umumnya, tema dalam hikayat sama dengan karya sastra modern. Seperti masalah perjuangan, cinta, dendam, dan sebagainya.

Tema dapat disebut sebagai pokok pikiran yang menjadi jiwa dan dasar cerita. Tema terbagi menjadi dua, yaitu: • Tema mayor, yaitu pusat pikiran cerita. • Tema minor, yaitu bagian atau rincian dari tema mayor, umumnya dirumuskan dari setiap peristiwa dalam cerita. 2. Alur / Plot (Komplikasi) Struktur hikayat yang kedua adalah alur (komplikasi). Alur adalah urutan peristiwa-peristiwa dalam cerita hikayat. Seluruh peristiwa tersebut akan terhubungan satu sama lain dengan pola sebab-akibat.

Alur cerita juga akan membantu pembaca mengenali watak atau karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam hikayat. 3. Setting (Latar) Struktur hikayat yang ketiga adalah setting (latar). Latar berkaitan dengan waktu, suasana, dan tempat yang diceritakan dalam hikayat. Bagian ini sangat mudah dikenali karena hikayat memiliki sifat istana sentris. Hikayat tidak jauh-jauh dari cerita tentang kehidupan istana. Namun, terkadang juga dalam hikayat terdapat tambahan latar lain, seperti dunia kahyangan atau dunia gaib.

Setting atau latar hikayat bisa juga kita sebut sebagai sesuatu yang melingkupi pelaku atau peristiwa-peristiwa dalam cerita. Latar hikayat mencakup: • Latar waktu (dahulu kala, siang, dan sebagainya) • Latar tempat (istana, di darat, di laut) • Latar suasana (gembira, sedih, sepi, gaduh, dan sebagainya) • Latar alat (pertanian, peternakan, dan sebagainya) 4. Motif Struktur hikayat yang keempat adalah motif.

Dalam hikayat, motif berkaitan dengan alur cerita yang digerakkan oleh tokoh-tokoh. Dengan kata lain, motif dapat dipandang sebagai alasan suatu cerita bergerak. Dalam hikayat, motif dapat berupa cinta, balas dendam, ataupun kekuasaan. 5.

Penokohan Struktur hikayat selanjutnya adalah penokohan. Penokohan adalah karakteristik dari tokoh atau tindak-tanduk yang dilakukan oleh tokoh. Penokohan dapat kita ketahui dengan mengikut keseluruhan alur hikayat.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

6. Sudut Pandang Struktur hikayat yang keenam adalah sudut pandang. Bagian ini berkaitan dengan cara pengarang menceritakan keseluruhan isi hikayat. Pada umumnya, hikayat mengambil sudut pandang pengarang-pengamat, yaitu sang penulis seolah-olah mengetahui seluruh peristiwa yang terjadi dalam hikayat.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

7. Nilai Struktur hikayat yang terakhir adalah nilai. Setelah pembaca mengikuti keseluruhan cerita, maka akan dipetik pelajaran atau makna yang terangkum di dalamnya. Karena itulah, nilai atau pelajaran yang dipetik dari cerita dapat berbeda-beda, tergantung persepsi pembaca. Bacaan Terkait: • Ciri Ciri Hikayat Untuk memahami struktur dari Hikayat, perhatian kutipan cerita berikut ini: Syahdan dan Permaisuri kuripan pun ingin rasanya ia hendak berputra laki-laki yang baik parasnya.

Maka kata permaisuri "Kakang aji ingin pula rasanya kita ini peroleh anak", maka kata Nata "Sungguh seperti kita Tuan; Kakanda pun demikian juga bila gerangan kakang ini beroleh putera dengan pun Yayi. Akan jadi ganti pun Kakang di dalam dunia ini, kalau-kalau kita kedua dikehendaki oleh Shayang Suka kembali ke Kayangan kita." Maka kata Permaisuri "Kakang Aji marilah kita memuja kepada segala dewa-dewa memohonkan kalau-kalau dianugerahkan oleh Dewa mulia akan kita akan anak ini." Watak Permaisuri dalam cerita di atas adalah Taat beribadah.

Sedangkan nilai atau amanat yang bisa dipetik adalah berdoa dan berusahalah jika menginginkan sesuatu. Kutipan hikayat yang kedua: Sebermula ada sebulan selangnya, maka pada suatu hari raja semayam di balairung diadap oleh segala menteri hulubalang dan rakyat sekalian. Maka barangsiapa bercakap mengobati raja itu; jikalau sembuh penyakitnya, diambil raja akan membantu. (Hikayat Patani) Penggalan hikayat di atas menyajikan tokoh raja yang merupakan salah satu karakteristik hikayat.

Di samping itu, dikisahkan juga secara implisit kesaktian seseorang yang mampu atau cakap mengobati raja. Demikianlah penjelasan tentang Struktur Hikayat. Bagikan materi ini kepada teman yang membutuhkan.

Terima kasih, semoga bermanfaat.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Jawaban: Tema dalam kutipan hikayat tersebut adalah perselisihan. Tokoh dalam kutipan hikayat tersebut adalah Raja Pertukal dan Muda Cik Leman. Penokohan dalam kutipan hikayat tersebut yaitu - Raja Petukal (antagonis) = pemarah, menang sendiri, serakah - Muda Cik Leman (protagonis) = pemberani Latar tempat = di halaman istana Latar waktu = tidak beberapa lama Raja Petukal tiba di istana atau bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut beberapa lama setelah turun dari kapal Latar suasana = mencekam Penjelasan: Amanat yang terdapat dalam kutipan hikayat tersebut adalah - Kita tidak boleh merampas sesuatu yang telah menjadi milik orang lain.

- Kita harus menjaga harkat dan martabat meski harus mempertaruhkan nyawa. - Seorang pemimpin harus bisa menjaga wibawanya, terutama dalam hal percintaan.

Pelajari lebih lanjut unsur intrinsik hikayat pada brainly.co.id/tugas/8111765 #BelajarBersamaBrainly
MENU • Home • SMP • Matematika • Agama • Bahasa Indonesia • Pancasila • Biologi • Kewarganegaraan • IPS • IPA • Penjas • SMA • Matematika • Agama • Bahasa Indonesia • Pancasila • Biologi • Akuntansi • Matematika • Kewarganegaraan • IPA • Fisika • Biologi • Kimia • IPS • Sejarah • Geografi • Ekonomi • Sosiologi • Penjas • SMK • Penjas • S1 • Agama • IMK • Pengantar Teknologi Informasi • Uji Kualitas Perangkat Lunak • Sistem Operasi • E-Bisnis • Database • Pancasila • Kewarganegaraan • Akuntansi • Bahasa Indonesia • S2 • Umum • About Me Hikayat memiliki kesamaan dengan novel.

Keduanya sama-sama karangan prosa dengan bentuknya yang panjang. Perbedaannya, novel merupakan karya sastra yang berkembang pada zaman sekarang, sedangkan hikayat berkembang pada zaman Melayu klasik. Selain itu, novel bertemakan kehidupan sehari-hari, sedangkan hikayat banyak berbicara tentang kehidupan kerajaan ataupun kepahlawanan pada masa lampau.

5.1. Sebarkan ini: Secara etimologi, istilah “hikayat” berasal dari bahasa Arab, yakni ‘haka’, yang berarti menceritakan atau bercerita. Hikayat kemudian diartikan sebagai karya sastra kasik yang pada umumnya mengisahkan kehebatan dan kepahlawanan seseorang lengkap dengan keajaiban, kesaktian, serta mukjizat tokoh utama. Ciri-Ciri Hikayat Berdasarkan pengertian dan contoh-contoh yang ada, hikayat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Contoh Hikayat a.

Ceritanya berbentuk prosa Hikayat merupakan karya sastra yang pada umumnya berbentuk prosa (cerita naratif). Selain hikayat, ada pula: • Cerita rakyat, seperti Hikayat si Miskin dan Hikayat Malim Dewa; • Epos dari India, seperti Hikayat Sri Rama; • Dongeng-dongeng dari Jawa, seperti Hikayat Pandazva Lima dan Hikayat Panji Semirang; • Cerita-cerita Islam, seperti Hikayat Nabi Bercukur dan Hikayat Raja Khaibar, • Sejarah dan biografi, misalnya Hikayat Raja-Raja Pasai dan Hikayat Abdullah; • Cerita berbingkai, misalnya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat Maharaja Ali.

b. Berupa cerita rekaan Rekaan merupakan ciri hikayat yang sangat menonjol. Unsur dan komposisi yang “direka-reka” dalam hikayat sangat dipengaruhi oleh ke- hidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Dalam hikayat, banyak dipenuhi oleh cerita-cerita semacam mite, legenda, dongeng, kepercayaan terhadap makhluk gaib, makhluk raksasa, azimat, dan sejenisnya. Masuknya agama Hindu dan Islam, membawa perubahan yang berarti bagi “perekaan” tema hikayat.

Pengaruh agama Hindu membuat cerita rekaan itu berkisah sekitar kehidupan para dewa dan bidadari. Pengaruh agama Islam menyebabkan timbulnya cerita rekaan yang bernapaskan keislaman, yakni seperti cerita para nabi, cerita hari kiamat, dan sejenisnya. c. Berupa citra karya klasik Rekaan ataupun khayalan merupakan unsur utama hikayat. Akan tetapi, tidak berarti semua karya sastra yang mengandung unsur rekaan itu dapat dikatakan sebagai hikayat.

Karya-karya prosa bergaya baru (modem), tidaklah layak jika disebut hikayat. Istilah “hikayat” tidak dapat dilepas- kan dari citra kemasalaluan. Judul-judul karya yang berlabelkan “hikayat” hanya layak diberikan kepada karya-karya yang lahir pada zaman Melayu klasik.

Hikayat tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan unsur kebudayaan masyarakat Melayu klasik. d. Sebagai karya tulis Pengertian bahwa hikayat itu adalah cerita memang masih tidak jelas. Tidak setiap karya klasik yang berupa cerita (prosa) dikatakan sebagai hikayat.

Sastra klasik yang masih berupa sastra lisan, yang dalam hal ini umumnya berupa cerita-cerita rakyat, tidaklah dikatakan sebagai hikayat. Pengertian hikayat hanya terbatas pada sastra-sastra tulis yang telah dibu- kukan.

Umumnya, cerita-cerita tulis tersebut adalah sastra yang tumbuh dan berkembang di lingkungan-lingkungan kerajaan/ istana. Temanya pun sebagian besar berkisar tentang kehidupan kerajaan/ istana. Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : 22 Contoh Paragraf Narasi Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Hikayat Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan.

Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. 1. Unsur Intrinsik Hikayat Berikut ini terdapat beberapa unsur intrinsik hikayat, terdiri atas: a. Alur (Plot) Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut beberapa bagian : • Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.

• Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku. • Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.

• Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokohnya. • Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap. • Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.

Pengaluran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar adalah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda.

Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran keduanya.

b. Tema dan Amanat Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan.

Tema minor ialah tema yang tidak menonjol. Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makana yang termuat dalam karya sastra tersebut.

c. Tokoh Penokohan Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalny6a baik saja atau buruk saja.

Sejak awal sampai akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya.

Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Cerita Rakyat Adalah Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung melalui uraian pengarang.

Jadi pengarang menguraikan ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu cerita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.

d. Sudut Pandang (Point Of View) Adalah posisi pengarang dalam mem- bawakan cerita. Posisi pengarang ini terdiri atas dua macam : • Berperan langsung sebagai orang pertama, atau sebagai tokoh yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan. • Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat. e. Latar dan Pelataran (Setting) Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial.

Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.

f. Pusat Pengisahan Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita.

Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu. Unsur Ekstrinsik Hikayat Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri.

Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi, filsafat, dan lain-lain. Contoh Hikayat Beserta Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik Berikut ini terdapat beberapa contoh hikayat beserta unsur intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas: HIKAYAT SRI RAMA Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi.

Mereka berjalan menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi. Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri Rama tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa menjaganya.

Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga tak dapat melihat istri-istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya. Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor bangau yang sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu. Bangau mengatakan bahwa ia melihat bayang-bayang seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana.

Sri Rama merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu. Sebagai balas budi, Sri Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau terlalu panjang maka dapat dijerat orang. Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Kebudayaan adalah Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian datanglah seorang anak yang hendak mengail.

Tetapi, anak itu melihat bangau yang sedang minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan memberi anak itu sebuah cincin.

Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu, Laksamana membawanya pada Sri Rama.

Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk. Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber air dimana Laksamana memperolehnya. Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar yang mati di hulu sungai itu.

Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk mengikuti jalan ke hulu sungai itu. Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai Jentayu seperti itu.

Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya melawan Maharaja Rawana. Setelah Jentayu selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin yang dilontarkan Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja Rawana.

Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri Rama. Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi. Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka Puri, Sri Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara Wanam.

Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Setelah Jentayu selesai berpesan, ia pun mati. Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan memberinya sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu.

Lalu ia kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana untuk menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama.

Lalu diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian, api itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya tidak terluka bakar sedikitpun. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat itu. Unsur-unsur intrinsik Hikayat Sri Rama: Tema: Kesetiaan dan pengorbanan • bukti: Para patik Sri Rama berani berkorban nyawa demi membantu Sri Rama yang sedang kesulitan mencari Sita Dewi.

Mereka bakti akan perintah Sri Rama dengan menunujukkan kesetiaan mereka pada Sri Rama. Alur: Maju • bukti: Sri Rama mencari Sita Dewi yang dibawa lari oleh Maharaja Rawana. Dia berhasil menemukan petunjuk tentang keberadaan Sita Dewi saat bertemu dengan Jentayu. Namun, Jentayu mati setelah menceritakan tentang pertarungannya melawan Maharaja rawana. Mayat Jentayu dibakar di atas tangan Sri Rama.

Penokohan: diceritakan secara dramatik (tidak langsung). Tokoh: • • Tokoh utama: Sri Rama • Tokoh tambahan: Laksamana, Sita Dewi, Maharaja Rawana, Jentayu, Dasampani, burung jantan, dan bangau. Setting/latar cerita • Latar waktu: siang hari bukti: pada paragraf enam kalimat pertama pada hikayat • Latar tempat: di hutan rimba belantara bukti: pada paragraf pertama kalimat kedua • Bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut suasana: bahagia, mengharukan bukti: Sri Rama terharu melihat kesetiaan Jentayu atas pengabdiannya menolong Sita Dewi.

Sudut pandang: menggunakan orang ketiga sebagai pelaku utama. Amanat: hargailah pengorbanan seseorang yang telah rela mati demi menbantu kita. Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Deskripsi Adalah PENGEMBARA YANG LAPAR Tersebutlah kisah tiga orang sahabat, Kendi, Buyung dan Awang yang sedang mengembara.

Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu dan buah-buahan. Apabila penat berjalan mereka berhenti dan memasak makanan. Jika bertemu kampung, mereka akan singgah membeli makanan untuk dibuat bekal dalam perjalanan. Pada suatu hari, mereka tiba di kawasan hutan tebal. Di kawasan itu mereka tidak bertemu dusun atau kampung.

Mereka berhenti dan berehat di bawah sebatang pokok ara yang rendang. Bekalan makanan pula telah habis. Ketiga-tiga sahabat ini berasa sangat lapar, “Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia mengurut-ngurut perutnya yang lapar. Badannya disandarkan ke perdu pokok ara. “Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku habiskan,” kata Buyung pula.

“Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara. Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata Awang. “Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang? Perut kita tersangatlah lapar!” ejek Kendi. Buyung mengangguk tanda bersetuju dengan pendapat Kendi. Perbualan mereka didengar oleh pokok ara. Pokok itu bersimpati apabila mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara tersebut lalu bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut tiga helai daun.

Bubb! Kendi, Buyung dan Awang terdengar bunyi seperti benda terjatuh. Mereka segera mencari benda tersebut dicelah-celah semak. Masing-masing menuju ke arah yang berlainan. “Eh,ada nasi sekawah!” Kendi menjerit kehairanan. Dia bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut sekawah nasi yang masih berwap. Tanpa berfikir panjang lalu dia menyuap nasi itu dengan lahapnya. “Ayam panggang sepuluh ekor!

Wah, sedapnya!” tiba-tiba Buyung pula melaung dari arah timur. Serta-merta meleleh air liurnya. Seleranya terbuka. Dengan pantas dia mengambil ayam yang paling besar lalu makan dengan gelojoh. Melihatkan Kendi dan Buyung telah mendapat makanan, Awang semakin pantas meredah semak.

Ketika Awang menyelak daun kelembak, dia ternampak sepinggan nasi berlauk yang terhidang. Awang tersenyum dan mengucapkan syukur kerana mendapat rezeki.

Dia makan dengan tenang. Selepas makan, Awang rasa segar. Dia berehat semula di bawah pokok ara sambil memerhatikan Kendi dan Buyung yang sedang meratah makanannya. “Urgh!” Kendi sendawa. Perutnya amat kenyang. Nasi di dalam kawah masih banyak. Dia tidak mampu menghabiskan nasi itu. “Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi. “Aku sudah kenyang,” jawab Kendi. “Bukankah kamu telah berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” Tanya nasi itu lagi.

“Tapi perut aku sudah kenyang,” jawab Kendi. Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong. Buyung juga kekenyangan. Dia cuma dapat menghabiskan seekor ayam sahaja. Sembilan ekor ayam lagi terbiar di tempat pemanggang.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Oleh kerana terlalu banyak makan, tekaknya berasa loya. Melihat baki ayam-ayam panggang itu, dia berasa muak dan hendak muntah. Buyung segera mencampakkan ayam-ayam itu ke dalam semak.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

“Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba tanya ayam-ayam panggang itu. “Aku sudah kenyang,” kata Buyung. “Makan sekor pun perut aku sudah muak,” katanya lagi. Tiba-tiba muncul sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di kawasan itu.

Mereka meluru ke arah Buyung. Ayam-ayam itu mematuk dan menggeletek tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong. Awang bagaikan bermimpi melihat gelagat rakan-rakannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung pula melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Dia seperti terpukau melihat kejadian itu.

Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Dia meneruskan semula perjalanannya. Sebelum berangkat, Awang mengambil pinggan nasi yang telah bersih.

Sebutir nasi pun tidak berbaki di dalam pinggan itu. “Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya jangan sombong dan tamak. Makan biarlah berpada-pada dan tidak membazir,” kata Awang lalu beredar meninggalkan tempat itu. *** Terjemahan (Penceritaan Ulang) : Diceritakan kisah tiga orang sahabat yaitu Kendi, Buyung, dan Awang yang sedang mengembara. Mereka membawa bekalan makanan seperti beras, daging, susu, dan buah-buahan.

Biasanya, apabila mereka kelelahan, mereka berhenti untuk sekedar beristirahat atau hanya menggenyangkan perut. Jika dalam perjalanan mereka bertemu sebuah desa, biasanya mereka akan singgah membeli makanan untuk bekal perjalanan.

Pada suatu hari, mereka tiba dikawasan hutan belantara. Di kawasan tersebut, mereka tidak menemukan desa atau kampung dalam perjalanan. Mereka berhenti dan beristirahat di bawah sebatang pohon tua yang yang sangat besar dan sangat rindang. Perbekalan makanan mereka sudah habis tak menyisa. Dan ketiga sahabat itu mulai kelaparan.

“Hei, jika ada nasi yang sebanyak kawah pun, aku akan menghabiskannya seorang diri,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia memegangi perutnya yang sedari tadi belum diisinya.

Dan badannya ia sandarkan pada pohon tua yang sangat besar itu. Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Karya Sastra Melayu Klasik “Jika aku kelaparan seperti ini, ayam panggang sepuluh ekor pun akan aku habiskan,” kata Buyung pula.

“Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu. Aku pun juga kelaparan. Bagiku, nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “ Kata Awang.

Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Awang barusan. “Hanya dengan nasi sepinggan saja, bagaimana bisa perutmu itu bisa kenyang? Padahal kau juga merasakan kelaparan yang sama seperti yang kami derita!” Dari kejauhan ternyata perbualan mereka tadi didengar oleh pohon tua besar itu. Setelah mendengar keluhan ketiga pengembara tersebut, pohon yang merasa kasihan terhadap mereka itu lalu menggugurkan tiga helai daun miliknya.

Bubb! Terdengar bunyi seperti benda yang terjatuh ditelinga Kendi, Awang, dan Buyung. Mereka langsung mencari-cari asal suara tersebut di dicelah-celah semak. Mereka mencari-cari suara tersebut dari arah yang berlawan-lawanan. “Wah, ada nasi sekawah!” kata Kendi heran dan menjerit karena ia kaget melihatnya. Dia menghampiri nasi sekawah yang masih beruwap itu. Tanpa berfikir lebih lama, ia memakan nasi tersebut dengan lahapnya.

“Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, enaknya!” teriak Buyung dari arah timur. Tiba-tiba air liurnya menetes. Selera makannya muncul seketika. Dengan pasti ia mngambil ayam yang paling besar lalu memakannya dengan lahap. Melihat Kendi dan Buyung yang telah mendapatkan makanan, Awang berjalan semakin dalam ke arah semak-semak tersebut.

Ketika Awang melewati daun kelembak, tampak olehnya sepinggan nasi berlauk terhidang di hadapannya. Awang tersenyum, dan mengucap syukur karena telah mendapat rezeki. Ia memakan nasi sepingan itu dengan tenang. Selepas makan, Awang merasa kenyang. Ia beristirahat ditempat semula, di bawah pohon tua besar sambil memperhatikan Kendi dan Buyung yang sedang makan dengan lahapnya.

“Urgh!” Kendi bersendawa. Perutnya sangatlah kenyang. Nasi di dalam kawah itu masih tersisa banyak. Ia tidak mampu lagi menghabiskan semua nasi tersebut.

“kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya pada Kendi. “Aku sudah kenyang,” jawab Kendi “Bukankah kamu berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” tanya nasi itu lagi. “Tapi perutku sudah kenyang,” jawab Kendi. Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyekap kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggerogoti tubuh Kendi.

Kendi menjerit meminta tolong. Buyung juga kekenyangan. Ia hanya dapat menghabiskan seekor ayam saja. Sembilan ekor ayam lagi tersisa di tempat pemanggang. Kerena terlalu banyak makan, perutnya berasa mual. Melihat baki ayam-ayam panggang itu saja, ia meresa muak dan hendak muntah. Buyung segera pergi meninggalkan ayam-ayam itu ke dalam semak. “Kenapa kamu tidak menghabiskan kami?” tiba tiba ayam panggang itu berbicara.

“Aku sundah nenyang.” Kata Buyung. “makan seekorpun aku sudah muak,” katanya lagi Tiba-tiba muncul Sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di tempat itu. Mereka berlari ke arah Buyung. Ayam-ayam itu mematuk dan mengoyak tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong. Awang bagaikan bermimpi melihat teman-temannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah.

Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Ia seperti terpukau melihat kejadian itu. Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. Ia meneruskan semua perjalanannya. Sebelum berangkat, Awang mengambil bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut nasi yang telah habis.

Sebutir pun tidak menyisa di dalam pinggan itu. “Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya tidak berlaku sombong dan tamak. Makan itu secukupnya jangan berlebihan agar tidak mubazir,” kata Awang lalu ia pergi bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut tempat tersebut.

*** Sinopsis : Hiduplah 3 orang sahabat yang selalu berkelana. Mereka adalah Kendi, Buyung, dan Awang. Suatu ketika mereka beristirahat di bawah pohon besar untuk melepas peluh dan penat perjalanan. Keadaan mereka sangat payah, kelapar dan kehausan.

Buyng dan Kendi yang tidak menerima keadaan tersebut berkeluh kesah, dengan tamaknya mereka berhayal tentang makanan dan berjaji dengan sombongnya akan menghabiskan seluruh makanan tersebut. Awang melerai dan menasihati mereka untuk tidak sombong dan tamak namun mereka menghiraukan nasihat Awang dan malah memaki Awang. Ternyata sedari tadi pohon yang mereka singgahi mendengarnya. Dengan belas kasihan pohon tua tersebut mengabulkan khayalan mereka. Buyung diberi 10 ayam yang sangat besar, Kendi diberi sekawah nasi, sedangkan Awang diberi sepingan nasi.

Mereka memakannya dengan lahap, namun Awang memakannya dengan tenang.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Awang menghabiskan seluruh makanannya tanpa sisa, namun Kendi dan Buyung tidak sanggup untuk menghabiskan seluruh makananya.

Buyung dan Kendi yang tidak menghabiskan makanananya dikeroyok oleh makanan yang tidak mereka habiskan hingga mereka mati. Buyung dan Kendi mendapat buah pahit akibat perbuatannya mereka yang tamak, somong, dan memubazir makanan. Mengetahui kedaan teman-temannya yang sudah tewas, akhirnya Awang melanjutkan perjalanannya.

Unsur Intrinsik Tema : Balasan atas Perilaku Buruk Tokoh dan Penokohan : • Buyung (Antagonis) : Berprilaku sombong, berkhayal tinggi, tamak, ingkar janji, tidak mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, suka mengeluh • Kendi (Antagonis) : Berprilaku sombong, berkhayal tinggi, tamak, ingkar janji, tidak mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, suka mengeluh. • Awang (Protagonis) : Berprilaku baik, tidak sombong, menepati janji, mensyukuri takdir dan pemberian dari tuhan, bersifat baik.

• Pohon tua (Tirtagonis) : Suka berbelas kasih pada semua makhluk, bersifat baik. Latar (Setting) : • Tempat : Di hutan. • Waktu : – • Suasana : Kelaparan Alur (Plot) : Maju. • Perkenalan : Paragraf 1 • Penanjakan : Paragraf 2 – 7 • Klimaks : Paragraf 8 – 13 • Puncak klimaks : Paragraf 14 – 23 • Anti klimaks : Paragraf 24 – 27 Sudut Pandang (POV) : Orang ketiga diluar cerita/orang ketiga serba tau.

Amanat : Janganlah membuat janji yang tidak dapat kau tepati apalagi dengan sombongnya kau lontarkan janji tersebut seolah-olah kau dapat menepatinya namun kenyataannya kau tidak dapat menepatinya.

Pesan Moral : Setiap kata-kata yang terucap harus dapat dikontrol, kita juga tidak di benarkan untuk berkata sombong apalagi berjanji denagn janji yang tidak mungkin dapat kau tepati. Janganlah juga kau menjadi orang yang tamak, karena suatu saat nanti pasti akan ada balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat yang buruk.

Unsur Ekstrinsik • Nilai Budaya : Terlihat bahwa dari jaman dulu kita diharuskan dan diajarkan untuk memiliki sifat dan berprilaku baik.

• Nilai Sosial : Terlihat pada sikap Awang yang sedang menasehati teman-temannya agar tidak berprilaku tamak dan sombong. Berikut • kutipannya : “Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” bagian terjemahan : “Kalian tidak boleh berlaku tamak dan membual seperti itu.

Aku pun juga kelaparan. Bagiku, nasi sepingan pun sudah cukup untuk mengatasi kelaparanku ini, “ Demikianlah pembahasan mengenai Pengertian Hikayat – Ciri, Contoh, Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua, terima kasih banyak atas kunjungannya.

🙂 🙂 🙂 Sebarkan ini: • • • • • Posting pada Bahasa Indonesia Ditag 12 unsur intrinsik novel, amanat dalam hikayat biasanya ditulis secara, bagaimana persamaan hikayat dengan cerpen, cara menentukan unsur intrinsik cerpen, cara menentukan unsur intrinsik yang dominan, cerita hikayat sri rama, cerita teks hikayat, contoh hikayat melayu, contoh nilai sosial dalam cerpen, contoh soal alur dan jawabannya, contoh soal dan pembahasan unsur intrinsik hikayat, contoh soal latar suasana dalam cerpen, contoh soal menentukan bukti watak tokoh, contoh soal menentukan tema cerpen, contoh soal menentukan tokoh utama dalam cerpen, contoh soal menentukan unsur unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat cerpen atau novel, contoh soal nilai moral dan pembahasannya, contoh soal sudut pandang beserta jawaban, contoh soal tentang watak tokoh pada cerita, contoh soal un tentang unsur intrinsik novel, contoh soal unsur ekstrinsik beserta jawabannya, contoh soal unsur intrinsik cerita anak, contoh soal unsur intrinsik novel beserta jawabannya, contoh soal wacana dan jawabannya, contoh soal yang mengandung unsur cerita, contoh tema babad, contoh tema hikayat, fakta mengenai cerpen, hikayat amir, hikayat yang panjang, jelaskan macam-macam tokoh menurut perannya, jelaskan nilai nilai hikayat, jelaskan unsur-unsur struktur fisik puisi, jelaskan yang dimaksud analisis daur hidup, jelaskan yang dimaksud tema, jenis jenis hikayat, kelebihan dan kekurangan hikayat, konflik dalam kutipan cerita tersebut adalah, kumpulan soal tentang novel, latihan soal unsur ekstrinsik, materi unsur intrinsik dan ekstrinsik novel, menemukan unsur unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat, menentukan unsur intrinsik cerita brainly, menentukan unsur intrinsik drama, menentukan unsur intrinsik fabel, nilai nilai yang terkandung dalam cerpen, pengertian unsur intrinsik, penggalan resensi tersebut berisi tentang, perbedaan tema kutipan buku fiksi, sebut dan jelaskan unsur unsur ekstrinsik hikayat, sebutkan kaidah kebahasaan hikayat, sebutkan macam-macam alur pada hikayat, sebutkan struktur hikayat, sinopsis hikayat abu nawas pesan bagi hakim, soal bahasa indonesia sma tentang unsur intrinsik novel, soal cerita anak, soal kls xii materi novel, soal nilai kehidupan dalam cerpen, soal pilihan ganda tentang prosa, soal un sma tentang novel, sudut pandang dalam hikayat, tema yang dominan dalam hikayat adalah, tujuan dan alasan membaca hikayat, tuliskan 4 contoh hikayat, tuliskan ciri kebahasaan hikayat, unsur ekstrinsik, unsur ekstrinsik cerkak, unsur ekstrinsik cerpen, unsur ekstrinsik drama, unsur ekstrinsik hikayat brainly, unsur ekstrinsik hikayat hang tuah, unsur ekstrinsik hikayat tanjung lesung, unsur ekstrinsik karya sastra, unsur ekstrinsik novel, unsur ekstrinsik teks cerita sejarah, unsur ekstrinsik yang dominan adalah, unsur intrinsik apakah yang terdapat dalam kutipan cerpen tersebut, unsur intrinsik dalam bahasa inggris, unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat si miskin, unsur intrinsik dan ekstrinsik roman, unsur intrinsik drama, Unsur Intrinsik Hikayat, unsur intrinsik hikayat brainly, unsur intrinsik hikayat bunga kemuning, unsur intrinsik hikayat dan cerpen, unsur intrinsik bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut indera bangsawan, unsur intrinsik hikayat si miskin, unsur intrinsik novel dan hikayat, unsur intrinsik puisi, unsur intrinsik yong dikejar harimau, unsur kebahasaan hikayat Navigasi pos • Contoh Teks Editorial • Contoh Teks Laporan Hasil Observasi • Teks Negosiasi • Teks Deskripsi • Contoh Kata Pengantar • Kinemaster Pro • WhatsApp GB • Contoh Diksi • Contoh Teks Eksplanasi • Contoh Teks Berita • Contoh Teks Negosiasi • Contoh Teks Ulasan • Contoh Teks Eksposisi • Alight Motion Pro • Contoh Alat Musik Ritmis • Contoh Alat Musik Melodis • Contoh Teks Cerita Ulang • Contoh Teks Prosedur Sederhana, Kompleks dan Protokol • Contoh Karangan Eksposisi • Contoh Pamflet • Pameran Seni Rupa • Contoh Seni Rupa Murni • Contoh Paragraf Campuran • Contoh Seni Rupa Terapan • Contoh Karangan Deskripsi • Contoh Paragraf Persuasi • Contoh Paragraf Eksposisi • Contoh Paragraf Narasi • Contoh Karangan Narasi • Teks Prosedur • Contoh Karangan Persuasi • Contoh Karangan Argumentasi • Proposal • Contoh Cerpen • Pantun Nasehat • Cerita Fantasi • Memphisthemusical.Com
Siang itu mendung tebal masih menggelayut di wajah Gadis Cik Inam.

Matanya yang biasanya bersinar cemerlang, siang itu tampak redup oleh bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut air mata yang masih menggenang. Muda Cik Leman merasa iba melihatnya. Perempuan itu duduk bersimpuh, tertunduk lesu berseberangan tikar pacar di hadapannya. Mereka baru saja selesai makan siang. Namun, gadis Cik Inam tidak makan sama sekali, dan Muda Cik Leman pun hanya makan sedikit. Muda Cik Leman berusaha tetap tenang, tetapi tak kuasa.

Tanpa disadari ia menjadi gugup. Dadanya berdeburan, tetapi ia berusaha menyembunyikannya. Ramalan ahli nujum Kerajaan Galangan terus menghantuinya. Ia khawatir Gadis Cik Inam ingat ramalan itu. Sesudah mencuci tangannya, Muda Cik Leman memandang istrinya yang masih menunduk. Muda Cik Leman menghempaskan napas cukup keras.

Gadis Cik Inam tetap menunduk, tak kuasa mengangkat kepalanya. "Bung Lung Cik Inam," sapa Muda Cik Leman dengan suara lirih karena tersekat di tenggorokannya. Gadis Cik Inam mengangkat wajahnya. Dengan ujung baju kurungnya, Gadis Cik Inam melap matanya yang basah oleh air mata. Dengan matanya yang sayu dan bolot, ia membalas tatapan mata suaminya. Lalu sepasang matanya itu bersiborok pandang. Gadis Cik Inam tak kuasa menahan kesedihannya. Air bening kembali melimbak memenuhi pelupuk matanya.

Lalu butir-butir air itu menggelinding pelan-pelan ke pipinya. Tak sepatah kata pun keluar dari celah bibirnya yang indah. "Mimpimu memang menyiratkan firasat buruk, Bung Lung Inam," desis Muda Cik Leman lirih. Ia memang tak kuasa melepaskan suaranya. Ia pikir lebih baik berterus terang kepada istrinya. Lebih baik kecemasan itu mereka pikul bersama. Gadis Cik Inam tak menanggapi. Sepasang matanya sembab membalas tatapan mata suaminya.

Air mata semakin deras melimbak keluar dari balik kelopak matanya, lalu berguling-guling di pipinya. ( Dikutip dari: Sudarno Mahyudin, Hikayat Muda Cik Leman, Yogyakarta, Yayasan Putra Jaya bekerja sama dengan Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2006) Hikayat adalah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.

Dalam penyusunannya terdapat unsur-unsur yang memengaruhi penceritaan. Salah satunya adalah unsur intrinsik atau unsur di dalam cerita yang memengaruhi isi cerita. Unsur intrinsik hikayat, di antaranya terdiri atas: • Tema : dasar pikiran atau gagasan utama yang mendasari jalan cerita. • Penokohan : watak atau karakter tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita.

• Latar : gambaran tempat, waktu, dan suasana cerita. • Alur : rangkaian kronologi peristiwa dalam cerita, yang dibedakan atas alur maju, mundur, atau alur campuran. • Sudut pandang : pandangan pengarang terhadap cerita, dapat berupa sudut pandang orang pertama atau sudut pandang orang ketiga. • Amanat : pesan moral yang hendak disampaikan oleh pengarang. • Gaya Bahasa : pemakaian ragam bahasa yang berfungsi untuk memberikan kesan yang lebih menarik dengan menggunakan majas.

Kutipan hikayat di atas menceritakan tentang kesedihan yang dirasakan oleh Cik Inam karena ia takut ramalan kehidupan percintaannya dengan Cik Leman akan benar-benar terjadi, sehingga tema dalam kutipan hikayat tersebut adalah percintaan. Latar dalam kutipan hikayat di atas sebagai berikut: • Latar tempat: diketahui dari kalimat "Perempuan itu duduk bersimpuh, tertunduk lesu berseberangan tikar pacar di hadapannya," maka latar tempatnya adalah di dalam rumah.

• Latar waktu: diketahui dari kalimat "Mereka baru saja selesai makan siang", maka latar waktunya adalah siang hari. • Latar suasana: diketahui dari isi kutipan hikayat di atas bahwa Cik Inam menangis, maka latar suasananya adalah menyedihkan. Tokoh dalam kutipan hikayat tersebut adalah Cik Inam dan Cik Leman.

Penokohan masing-masing tokoh sebagai berikut: • Cik Inam: penakut, terlihat dari sikapnya yang tidak kuat menahan kesedihan akan sebuah ramalan buruk.

• Cik Leman: bijaksana, tersirat salah satunya pada kalimat "Ia pikir lebih baik berterus terang kepada istrinya. Lebih baik kecemasan itu mereka pikul bersama." Dengan demikian, tema kutipan hikayat di atas adalah percintaan. Latar tempat kutipan hikayat di atas adalah di dalam rumah, latar bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut adalah siang hari, dan latar suasananya adalah menyedihkan.

Sementara itu, watak/penokohan Cik Inam adalah penakut dan penokohan Cik Leman adalah bijaksana.Tahukah kamu, apa unsur bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut dalam hikayat? Pada umumnya, hikayat memiliki unsur intrinsik yang sama dengan karya sastra prosa lainnya. Unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat di dalam suatu karya, dan ikut membangun karya tersebut. Termasuk pada hikayat, unsur inilah yang menyebabkan suatu hikayat hadir menjadi sebuah karya yang utuh. Unsur intrinsik dapat disebut juga sebagai struktur yang membangun suatu cerita.

Unsur intrinsik hikayat yang pertama adalah tema. Dalam hikayat, tema berfungsi sebagai gagasan dasar yang melandasi seluruh cerita hikayat. Oleh karena itu, tema dapat disebut juga sebagai intisari, pokok pikiran atau pokok permasalahan yang disajikan dalam cerita hikayat. Tema suatu hikayat dapat diketahui dengan membaca keseluruhan isi cerita.

2. Alur/Plot Bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut Unsur intrinsik hikayat yang kedua adalah alur atau plot. Dalam sebuah hikayat, alur adalah jalinan cerita, bagaimana hikayat itu disusun, sehingga masing-masing peristiwa dapat terjalin dengan baik. Seluruh peristiwa yang diceritakan dalam hikayat memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Alur pada hikayat terdiri dari beberapa bagian, yaitu: • Awal: Pengarang hikayat mulai memperkenalkan tokoh-tokoh dalam hikayat.

• Tikaian: konflik yang terjadi di antara tokoh-tokoh hikayat. • Rumitan atau Gawatan: konflik dalam hikayat semakin seru.

• Puncak: puncak konflik di antara para tokoh hikayat. • Leraian: konflik dalam hikayat mulai reda dan perkembangan alur hikayat mulai terungkap. • Akhir: seluruh peristiwa dalam hikayat telah terselesaikan. 3. Latar Hikayat
Hikayat merupakan salah satu jenis prosa lama yang biasanya menceritakan hal ajaib. Contohnya ada banyak sekali.

Salah satunya yang kamu bisa temukan di sini adalah hikayat bunga kemuning. Buat yang penasaran, simak saja kisahnya berikut ini. Kalau menyimak legenda dari suatu tempat mungkin sudah biasa. Tapi bagaimana kalau legenda asal-usul sebuah tanaman?

Kalau belum pernah, kamu bisa membaca cerita hikayat bunga kemuning ini. Hikayat atau prosa Melayu lawas yang menceritakan tentang kisah bersaudara yang tidak akur ini menarik untuk diikuti.

Selain itu, cerita ini pun mengandung pesan moral yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kamu tentunya sudah penasaran banget dan nggak sabar buat menyimaknya, kan? Kalau gitu, nggak usah basa-basi lagi. Langsung saja simak hikayat bunga kemuning, ulasan unsur-unsur instrinsik, beserta fakta menariknya di bawah ini, ya!

Cerita Hikayat Bunga Kemuning Sumber: Transmedia Pustaka Dahulu kala, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang begitu adil dan bijaksana. Sang raja memiliki sepuluh orang anak perempuan yang cantik-cantik. Putri-putri raja tersebut memiliki nama berdasarkan warna. Dimulai dari si sulung yang diberi nama Putri Jambon, kemudian Jingga, Nila, Hijau, Kelabu, Oranye, Merah Merona, dan si bungsu Kuning. Mereka biasanya memakai pakaian yang sama dengan nama mereka.

Sayangnya, kesepuluh putri tersebut kekurangan kasih sayang. Ayahnya tentu saja begitu sibuk pergi ke luar untuk mengurusi kerajaan. Sementara itu, ibunya sudah lama meninggal setelah melahirkan si bungsu. Sehari-hari, mereka hanya diasuh oleh inangnya. Mereka tumbuh menjadi gadis yang pemalas dan kerjaannya hanya bermain saja.

Sesama saudara yang lain juga tidak akur. Hingga pada suatu hati, sang raja akan pergi ke tempat yang cukup jauh. Ia kemudian mengumpulkan semua anaknya. Katanya, “Anak-anakku, ayah akan pergi jauh dalam waktu yang cukup lama. Kalian mau oleh-oleh apa?” Sontak, anak-anaknya pun ramai dan menyebutkan apa yang mereka inginkan.

“Aku ingin perhiasan yang mahal,” jawab Putri Jambon. “Aku mau kain sutra yang berkilau,” jawab Putri Jingga tak mau kalah. Putri-putri yang lain pun menyebutkan barang-barang yang tidak kalah mahal. Hanya saja, ada satu putrinya, yaitu Putri Kuning yang tak menginginkan apa-apa. Si bungsu ini memang berbeda dari yang lainya.

“Aku tidak ingin apa-apa. Aku ingin supaya Ayah kembali dengan selamat,” katanya. Mendengar perkataan sang adik, kakak-kakaknya mencemooh dan mengatainya bodoh. “Anakku, sungguh baik perkataanmu.

Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Beberapa saat setelah itu, raja pun pergi menjalankan tugas kerajaan. Kenakalan Para Putri yang Semakin Menjadi Selama raja pergi, anak-anaknya semakin nakal dan tidak bisa dikendalikan. Mereka pun sering membentak pengasuhnya dan selalu menyuruh melakukan sesuatu.

Akibatnya, para inangnya tak bisa melakukan pekerjaan lain. Pada suatu hari, Putri Kuning sedang berjalan-jalan di taman istana. Ia merasa sedih saat melihat kalau tempat tersebut begitu kotor dan tidak terawat. Padahal, itu adalah taman favorit sang ayah. Beruntungnya, ia itu bisa memaklumi keadaan tersebut karena para inang sibuk menuruti kakak-kakaknya yang begitu rewel.

Kemudian tanpa ragu, ia mengambil sapu dan membersihkan tempat tersebut. Sebenarnya, para pengasuh sudah melarangnya, tapi sang putri tetap ingin melakukannya. Mulai dari merontokkan daun-daun kering, mencabut rumput liar, memangkas dahan-dahan, ia lakukan semuanya sendiri hingga rapi. Melihat adiknya sedang bersih-bersih, kakak-kakaknya malah mengolok-olok. Kata salah satu dari mereka, “Lihat, tampaknya kita punya pelayan baru.” Mereka kemudian melemparkan sampah ke taman tersebut.

“Hai pelayan! Masih ada kotoran, nih!” Taman yang semula sudah bersih dan rapi kini menjadi kotor lagi akibat ulah kakak-kakaknya. Tak mau membuat keributan, Putri Kuning kembali membersihkannya. Kakak-kakaknya kembali mengotori dan kemudian ia bersihkan lagi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang sehingga membuatnya merasa lelah. Kesabaran gadis itu pun sampai pada batasnya.

Dengan marah, ia berkata, “Kalian ini benar-benar keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” Mendengar hal itu, kakak-kakaknya bersikap acuh dan memilih untuk pergi bermain ke danau.

Sayang sekali, kenakalan kakak-kakaknya itu tak berhenti di hari itu saja. Tiap kali Kuning membersihkan taman, mereka selalu mengganggunya. Baca juga: Legenda Aji Saka dan Asal Usul Aksara Jawa Beserta Ulasan Lengkapnya Kepulangan Sang Ayah Ketika Raja tiba di istana setelah melakukan perjalanan jauh, ia melihat putri bungsunya sedang merangkai bunga di teras. Sementara itu, seperti biasa anak-anaknya yang lain menghabiskan waktu di danau.

Ia lalu menemui putrinya tersebut dan memberikan sebuah kalung cantik berwarna hijau. “Anakku… Ayah tak mampu memberi apa-apa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu,” katanya.

Melihat hadiah yang dibawakan oleh sang ayah, Putri Kuning tentu saja senang. Tetapi, ia lebih senang karena ayahnya kembali dengan selamat. “Sudahlah Ayah, tak mengapa. Yang terpenting Ayah sudah kembali dengan selamat. Lagi pula, batu hijau pun cantik!

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning, kan?” timpalnya. Setelah mengucapkan terima kasih, ia kemudian ke dapur dan membuatkan sang ayah minuman. Saat gadis itu ke dapur, kakak-kakaknya datang dan menyambut sang ayah. Mereka kemudian ribut sendiri mencari hadiah dan saling pamer. Kepergian Si Bungsu Keesokan harinya, seperti biasa para putri sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Hingga kemudian, Putri Hijau melihat Putri Kuning sedang memakai kalung hijau pemberian ayahnya. Ia pun merasa iri karena perhiasan itu memang terlihat begitu cantik. Katanya, “Wah adikku, bagus benar kalungmu itu. Tapi, seharusnya itu adalah milikku karena berwarna hijau.” “Tapi ayah memberikannya padaku, bukan padamu,” jawabnya tak acuh. Mendengar hal tersebut, sang kakak merasa begitu marah.

Ia kemudian pergi mencari saudara-saudara yang lain dan menghasut mereka. Ia berkata pada yang lain bahwa kalung yang dipakai Kuning seharusnya adalah miliknya. Ia berkata kalau si bungsu mengambilnya dari saku ayah. Dirinya juga mengajak yang lain untuk memberikan pelajaran padanya. Setelah mendengar hal tersebut, mereka kemudian sepakat untuk mengambil paksa kalung itu.

Ketika putri Kuning muncul, kakak-kakak membekap nya lalu memukul kepalanya. Tak dinyana, pukulan tersebut terlalu keras dan membuat si bungsu meninggal. Mereka pun panik. “Bagaimana ini? Kalau ketahuan ayah kita bisa diusir. Kita harus segera menguburnya,” kata Putri Jingga. Mereka setuju dan kemudian menguburkannya di taman istana bersama dengan kalung yang menjadi sumber petaka tadi. Munculnya Bunga Kemuning Sementara itu di tempat lain, sang ayah mencari-cari Putri Kuning tetapi tak kunjung bertemu.

Ia juga sudah menanyai anak-anaknya, tetapi mereka semua tak ada yang berani menjawab. Akhirnya, raja menyuruh para pengawal mencari anak bungsunya sampai ketemu. “Hai para pengawal!

Cari dan temukanlah Putri Kuning sampai ketemu!” titahnya. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, sang putri tetap saja belum ditemukan. Sang ayah merasa begitu sedih. Semua usaha telah ia lakukan, tetapi anaknya seperti hilang ditelan bumi. Sang raja agaknya juga merasa kesepian. Ia mengirim putri-putrinya untuk belajar di luar negeri supaya tidak terus-terusan menjadi malas dan bisa memperbaiki sikap mereka.

Kemudian pada suatu hari, di atas makam Putri Kuning, tumbuh sebuah tanaman yang begitu cantik. Saat melihatnya, sang raja begitu heran. “Tanaman macam apakah ini? Batangnya seperti jubah putri, daunnya bulat berkilau bagai kalung batu hijau, dan bunganya putih kekuningan dan sangat wangi!” ucapnya dalam hati.

Dikarenakan tanaman itu mengingatkannya pada sosok si putri bungsu, raja kemudian memberinya nama kemuning. Tak hanya memiliki bau yang wangi, tumbuhan tersebut juga ternyata memiliki banyak manfaat.

Baca juga: Cerita Rakyat Si Pahit Lidah yang Sakti Beserta Ulasan Menariknya Unsur Intrinsik Cerita Hikayat Bunga Kemuning Sumber: Cerita Asli Indonesia Tadi kamu sudah menyimak kisahnya, kan? Selanjutnya, di sini kamu juga akan membaca ulasan singkat unsur-unsur intrinsik dari cerita hikayat bunga kemuning.

Mulai dari tema, penokohan, alur, latar, hingga pesan moralnya. 1. Tema Tema dari cerita hikayat bunga kemuning ini adalah kesibukan orang tua mempengaruhi tumbuh kembang anak-anaknya. Seperti yang telah kamu baca di atas, anak-anak raja kekurangan kasih sayang karena sering ditinggal pergi. Akibatnya, mereka menjadi malas dan bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut sendiri. 2. Tokoh dan Perwatakan Di dalam cerita hikayat bunga kemuning ini, sudah pasti yang menjadi tokoh utamanya adalah Putri Kuning.

Tetapi, tokoh-tokoh yang lain seperti raja dan saudara-saudaranya juga akan diulik, kok. Yang pertama, Putri Kuning adalah seorang gadis yang berkepribadian baik, sabar, dan rajin. Buktinya, walaupun dikerjai oleh kakak-kakaknya, ia lebih memilih untuk tak menghiraukan daripada menjadi ribut.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Kemudian, ada kakak-kakaknya yang memiliki sifat pemalas, tidak mau diatur, dan merepotkan. Selain itu, Putri Hijau juga memiliki sifat iri dengki sehingga menghasut saudara yang lain untuk berpihak padanya. Yang terakhir, ada raja yang memiliki sifat adil dan bijaksana. Ia memang begitu bertanggung jawab terhadap kerajaan dan rakyatnya. Sayangnya, hal itu membuat anak-anaknya menjadi kurang perhatian. Namun, raja juga sudah sebaik mungkin memberikan waktunya jika sedang tidak bertugas.

3. Latar Selanjutya, beralih ke latar atau setting dari cerita hikayat bunga kemuning. Ada dua yang akan dibahas, yaitu latar tempat dan latar waktu. Ada beberapa latar tempat yang disebutkan dalam kisah tersebut. Yang pertama adalah kerajaan tempat di mana keluarga raja tinggal.

Setelah itu, ada taman, danau, dan teras istana. Untuk latar waktunya memang tidak dijelaskan secara spesifik. Tetapi yang jelas, cerita ini berlatar waktu pada zaman dahulu kala.

4. Alur Sementara itu, kisah Putri Kemuning ini diceritakan menggunakan alur maju. Kisahnya dimulai dari seorang raja yang memiliki sepuluh orang anak.

Anak-anaknya punya sifat pemalas, kecuali Putri Kuning.

bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut

Puncak masalah terjadi ketika raja membelikan Putri Kuning kalung cantik dan si Putri Hijau iri. Kemudian, ceritanya diakhiri dengan meninggalnya Putri Kuning di tangan saudara-saudaranya. 5. Pesan Moral Ada beberapa amanat atau pesan moral dari cerita hikayat bunga kemuning yang bisa kamu petik.

Salah satunya adalah jangan iri dengan kepunyaan orang lain. Sama seperti Putri Hijau yang mengingini kalung milik sang adik yang membuatnya kehilangan nyawa. Selanjutnya adalah jangan serakah dan bersyukurlah dengan apa yang kamu dapatkan. Putri Hijau sebenarnya juga sudah mendapatkan hadiah yang indah dari ayahnya, tetapi ia serakah dan menginginkan perhiasan sang adik.

Dari cerita tersebut kamu juga bisa belajar untuk rukun terhadap saudara. Sesama saudara harus saling menyayangi supaya tidak ada yang bernasib sama seperti Putri Kuning.

Yang terakhir, jika suatu saat nanti menjadi orang tua, kamu harus memperhatikan dan mencurahkan kasih sayang yang berlimpah untuk anakmu. Bukan hanya soal materi saja, tetapi kamu juga harus meluangkan waktumu untuk bagaimana latar tokoh dan penokohan kutipan hikayat tersebut. Karena waktu tidak bisa diulang, jangan sampai kamu menyesal kehilangan momen-momen emas bersama anak-anakmu. Nah, tak hanya unsur intrinsiknya saja, kamu juga jangan lupa memperhatikan unsur-unsur ekstrinsik yang membangun cerita hikayat bunga kemuning.

Unsur ekstrinsik tersebut biasanya berhubungan dengan latar belakang masyarakat, penulis, dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Baca juga: Dongeng Kancil dan Buaya Beserta Ulasannya yang Akan Membuatmu Terkesan! Fakta Menarik Seputar Bunga Kemuning Sumber: Wikimedia Commons Setelah menyimak isi pokok hikayat bunga kemuning beserta ulasannya, selanjutnya di sini kamu akan menemukan fakta menarik mengenai bunga tersebut untuk menambah wawasanmu.

1. Bunga Langka yang Memiliki Banyak Manfaat Tanaman yang memiliki nama ilmiah Murraya Paniculata tersebut berasal dari India dan termasuk ke dalam jenis perdu. Ia bisa tumbuh hingga delapan meter. Bunga kemuning merupakan tumbuhan berkhasiat yang sering digunakan untuk obat herbal. Sayangnya, karena terlalu banyak dieksploitasi, tanaman ini saat ini keberadaanya sudah mulai sulit ditemukan.

Kegunaan dari tanaman yang juga biasa disebut kemoneng ini banyak sekali, lho. Beberapa di antaranya sebagai obat radang saluran pernapasan, infeksi saluran kencing, obat pelangsing, dan obat sakit gigi. Sementara itu untuk kecantikan, bunga kemuning bisa dijadikan lulur untuk menghaluskan kulit.

Tak hanya dijadikan obat, tumbuhan ini juga bisa dijadikan sebagai tanaman hias. Baca juga: Kisah Asal-Usul Kesenian Populer Reog Ponorogo Beserta Ulasan Menariknya Sudah Puas Menyimak Cerita Hikayat Bunga Kemuning Ini?

Itulah tadi cerita hikayat tentang bunga kemuning yang bisa kamu simak di sini. Bagaimana? Seru sekali, kan? Semoga saja kamu tidak hanya menikmati ceritanya, tetapi juga mengambil pesan moralnya. Nah, buat kamu yang masih pengin membaca legenda atau kisah rakyat yang lainnya, mending langsung saja cek artikel-artikel PosKata yang lainnya, yuk! Contohnya ada Bawang Merah Bawang Putih, asal-usul Kota Semarang, Malin Kundang, legenda batu menangis, cerita rakyat Tangkuban Perahu, dan lain-lain.

Editor Khonita Fitri Seorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri.

Materi Bahasa Indonesia Tema, Alur, Latar dan Amanat dalam sebuah cerita




2022 www.videocon.com