Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

KOMPAS.com - Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta ( SISHANKAMRATA) merupakan sistem pertahanan negara yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, serta sumber daya nasional. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2020-2024. Dalam melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional, Pemerintah Indonesia mempersiapkannya secara total, terpadu, terarah, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman.

Fungsi rakyat dalam SISHANKAMRATA Dalam sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, rakyat berfungsi sebagai kekuatan pendukung. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang berbunyi: Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa dikatakan bahwa kekuatan utama dalam Sistem Pertahanan Kemananan Rakyat Semesta (SISHANKAMRATA) adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan rakyat adalah kekuatan pendukung. Baca juga: Manfaat dari Pembangunan Sosial Budaya Lain bagi Masyarakat Setempat Menurut Anton Suwito dalam jurnal SISHANKAMRATA sebagai Upaya Peningkatan Ketahanan Nasional Indonesia (2017), awalnya pada masa Reformasi, rakyat menjadi komponen dasar. Sedangkan ABRI menjadi komponen utama. Namun, semenjak penghapusan Dwifungsi ABRI, SISHANKAMRATA turut mengalami perubahan dimana TNI dan Polri secara terpisah menjadi komponen utama.

Sedangkan rakyat tetap sebagai komponen pendukung. Walau pada teorinya rakyat menjadi komponen dasar. Namun, dalam kenyataannya, rakyat hanyalah sebagai komponen cadangan serta komponen pendukung, atau kekuatan pendukung.

Karena menjaga pertahanan dan keamanan negara tetaplah menjadi tanggung jawab utama TNI dan Polri. Setiap warga negara Indonesia harus memiliki jiwa mencintai tanah airnya. Bukti kita mencintai tanah air harus dibuktikan dalam kehidupan sehari-hari. Warga negara yang baik harus mencintai dan menjunjung tinggi negara Indonesia. Hal ini karena mencintai dan menjunjung tinggi negara itu sudah merupakan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia.

Engkau kubanggakan Apa makna yang terkandung dalam lagu tersebut? Tentu saja kalian akan menyimpulkan bahwa dalam lagu tersebut menegaskan kecintaan kita terhadap tanah air walaupun pergi jauh. Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai pesona alam yang indah dan unik, yaitu sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Hal itu memberikan kesan tersendiri bagi siapa saja yang datang ke Indonesia. Banyak wisatawan asing yang menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata dan tempat berlibur. Dunia internasional mengakui bahwa keindahan dan kekayaan alam Indonesia sangat menakjubkan. Selain itu, keanekaragaman atau kebhinekaan dalam kehidupan bangsa Indonesia yang meliputi kebhinekaan suku bangsa, bahasa, adat istiadat dan sebagainya menjadi keunggulan kita sebagai bangsa Indonesia.

Keanekaragaman bangsa Indonesia merupakan sebuah potensi dan tantangan tersendiri. Disebut sebagai sebuah potensi, karena membuat bangsa kita menjadi bangsa yang besar dan memiliki kekayaan yang melimpah baik kekayaan alam maupun kekayaan budaya yang dapat menarik minat para wisatawan asing untuk mengunjungi Indonesia dan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, kebhinekaan bangsa Indonesia juga merupakan sebuah tantangan bahkan ancaman.

Adanya kebhinekaan membuat penduduk Indonesia mudah berbeda pendapat dan mudah tumbuhnya perasaan kedaerahan yang sempit sehingga sewaktu-waktu bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, semua warga negara harus mewaspadai segala bentuk ancaman yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Pada kesempatan ini kalian akan diajak untuk mewaspadai ancaman terhadap integrasi nasional dan ipoleksosbudhankam.

Pada akhirnya nanti kalian diharapkan dapat berperan serta untuk mengatasi berbagai ancaman dalam rangka membangun integritas nasional. Link Pembahasan dan Materi PPKN Kelas X / 10 (Sepuluh) SMA-SMK-MA-MAK • Sistem-Konsep-Pembagian dan Pemisahan kekuasaan RI-Tugas Fungsi Kementerian-Pemerintahan Daerah • Zona Batas Wilayah RI-Kedudukan-Status Warga Indonesia Serta-Asas Kewarganegaraan • Arti-Makna Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan • Ringkasan Sistem Pertahanan dan Keamanan Indonesia Serta Kesadaran Bela Negara • Arti Suprastruktur-Infrastruktur-Kewenagan Lembaga Negara-Sistem politik dan Impeachment • Memahami Desentralisasi-Otonomi Daerah-Medebewind-Kesatuan-Civil society • Arti-Makna Kebhinekaan dan Pentingnya Integrasi Nasional Di NKRI • Tantangan-Peran Warga Negara Menjaga Keutuhan Persatuan dan Kesatuan Bangsa • 5 Ancaman-Integrasi dan Tantangan Strategi Nasional-Hambatan Serta Gangguannya • Arti-Fungsi-Aspek-Wawasan Nusantara dan Hubungan Antara Gatra Serta Panca Gatra A.

Ancaman Terhadap Integrasi Nasional Apakah di kelas kalian ada peta dunia? Coba kalian amati peta tersebut, kalian dapat menunjukkan dan melihat posisi negara Indonesia yang berada di tengah-tengah dunia.

Kemudian, dilewati garis khatulistiwa, diapit oleh dua benua yaitu Asia dan Australia, serta berada di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Pasifik. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa wilayah Indonesia berada pada posisi silang yang sangat strategis dan ideal. Posisi silang yang diberikan Tuhan kepada negara Indonesia tidak hanya meliputi aspek kewilayahan saja, melainkan meliputi pula aspek-apek kehidupan sosial, antara lain: • Penduduk Indonesia berada di antara daerah berpenduduk padat di utara dan daerah berpenduduk jarang di selatan • Ideologi Indonesia terletak antara komunisme di utara dan liberalisme di selatan • Demokrasi Pancasila berada di antara demokrasi rakyat di utara (Asia daratan bagian utara) dan demokrasi liberal di selatan • Ekonomi Indonesia berada di antara sistem ekonomi sosialis di utara dan sistem ekonomi kapitalis di selatan • Masyarakat Indonesia berada di antara masyarakat sosialis di utara dan masyarakat individualis di selatan • Kebudayaan Indonesia berada di antara kebudayaan timur di utara dan kebudayaan barat di selatan • Sistem pertahanan dan keamanan Indonesia berada di antara sistem pertahanan continental di utara dan sistem pertahanan maritim di barat, selatan dan timur.

Dengan demikian, maka posisi silang Indonesia merupakan sebuah potensi sekaligus ancaman bagi integrasi nasional bangsa Indonesia. Apa sebenarnya yang menjadi ancaman bagi integrasi nasional negara Indonesia? Ancaman bagi integrasi nasional tersebut datang dari luar maupun dari dalam negeri Indonesia sendiri dalam berbagai dimensi kehidupan.

Ancaman tersebut biasanya berupa ancaman militer dan non-militer. Mengapa ancaman perlu diketahui? Nah, untuk menjawab rasa penasaran dan menambah pengetahun kalian, berikut ini uraian secara singkat ancaman yang dihadapi Bangsa Indonesia baik yang berupa ancaman militer maupun non-milter. 1. Ancaman di Bidang Militer Perkembangan persenjataan militer di setiap negara terus ditingkatkan. Bahkan ada negara yang memiliki senjata pemusnah massal yang berbahan kimia dan nuklir.

Aktivitas ini merupakan ancaman militer yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisir. Ancaman ini dinilai mempunyai kemampuan membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa. Kekuatan senjata ini dapat digunakan untuk melakukan agresi/invasi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, dan ancaman keamanan laut dan udara.

Suatu negara yang melakukan agresi dikategorikan sebagai ancaman kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan suatu bangsa. Agresi ini mempunyai bentuk- bentuk mulai dari yang berskala paling besar sampai dengan yang terendah. Invasi merupakan bentuk agresi yang berskala paling besar dengan menggunakan kekuatan militer bersenjata yang dikerahkan untuk menyerang dan menduduki wilayah negara lain. Bangsa Indonesia pernah merasakan pahitnya diinvasi atau diserang oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sebanyak dua kali, yaitu pada agresi militer I dari tanggal 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947 dan agresi militer II tanggal 19 Desember 1948.

Gambar 6.2 Konvoi pasukan Belanda ketika melakukan Agresi Militer I kepada bangsa Indonesia. Selain itu, bentuk ancaman militer yang sering terjadinya cukup tinggi adalah tindakan pelanggaran wilayah (wilayah laut, ruang udara dan daratan).

Buktinya wilayah negara kita pernah ada yang dicaplok dan diakui oleh negara lain. Hal ini menjadi konsekuensi bagi Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan terbuka sehingga berpotensi terjadinya pelanggaran wilayah. Pemberontakan bersenjata juga menjadi ancaman militer yang harus serius ditangani oleh bangsa Indonesia. Pada dasarnya pemberontakan bersenjata yang terjadi di Indonesia merupakan ancaman yang timbul dan dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di dalam negeri.

Namun, tidak menutup kemungkinan pemberontakan bersenjata tersebut disokong oleh kekuatan asing, baik secara terbuka maupun secara tertutup. Pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Indonesia yang sah merupakan bentuk ancaman militer yang dapat merongrong kewibawaan negara dan jalannya roda pemerintahan.

Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia pernah mengalami sejumlah aksi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh gerakan radikal, seperti DI/TII, PRRI, Permesta, Pemberontakan PKI Madiun, serta G-30-S/PKI. Sejumlah aksi pemberontakan bersenjata tersebut tidak hanya mengancam pemerintahan yang sah, tetapi juga mengancam tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Link Pembahasan dan Materi PPKN Kelas XI / 11 (Sebelas) SMA-SMK-MA-MAK • Konsep-Substansi-Kewajiban Dan Kasus Hak Asasi Manusia Dalam Pancasila Serta Upaya Penegakannya • Hakikat-Asal Usul dan Klasifikasi Demokrasi Serta Prinsipnya • Prinsip-Perkembangan-Penerapan Demokrasi Pancasila Di Indonesia Serta-Karakter Utamanya • Pentingnya Membangun Kehidupan yang Demokratis di Indonesia • Jenis-Makna-Karakter-dan Sistem Hukum Di Indonesia-Tata Serta Tujuannya • Makna-Klasifikasi-Perangkat dan Tingkatan Sistem Peradilan di Indonesia Serta Peranannya • Arti, Makna dan Peran Indonesia Dalam Hubungan Internasional -Perdamaian Dunia Serta Politik Luar Negeri • Strategi Mengatasi Ancaman Integrasi Nasional Indonesia -Di Bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan • Makna, Faktor, Kehidupan Bernegara Dan Perwujudan Persatuan serta Kesatuan Bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Negara Indonesia mempunyai fungsi pertahanan negara yang ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara, objek-objek vital nasional, dan instalasi strategis dari kemungkinan aksi sabotase.

Hal ini memerlukan kewaspadaan yang tinggi didukung oleh teknologi yang mampu mendeteksi dan mencegah secara dini. Indonesia memiliki sejumlah objek vital nasional dan instalasi strategis yang rawan terhadap aksi sabotase sehingga harus dilindungi, seperti istana negara, gedung MPR/DPR, tempat wisata, dan tempat pengelolaan sumber daya alam.

Spionase merupakan kegiatan yang biasanya dilakukan oleh agenagen rahasia dalam mencari dan mendapatkan rahasia pertahanan negara dari negara lain. Kegiatan spionase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena kegiatan ini tidak mudah dideteksi, maka spionase merupakan bentuk ancaman militer yang memerlukan penanganan secara khusus untuk melindungi kepentingan pertahanan dari kebocoran yang akan dimanfaatkan oleh pihak lawan.

Baru-baru ini kita dikejutkan dengan adanya aksi teror di Ibu Kota Jakarta, yaitu Bom Thamrin. Aksi teror ini dilakukan secara terbuka di tengah kesibukan masyarakat.

Aksi teror bersenjata ini memakan banyak korban, baik dari kepolisian dan masyarakat. Aksi teror ini merupakan bentuk kegiatan terorisme yang mengancam keselamatan bangsa dengan menebarkan rasa ketakutan yang mendalam serta menimbulkan korban tanpa mengenal rasa perikemanusiaan.

Sasaran aksi teror bersenjata dapat menimpa siapa saja, sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa. Perkembangan aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris pada dekade terakhir meningkat cukup pesat dengan mengikuti perkembangan politik, lingkungan strategis, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Oleh karena itu, segala bentuk teror harus dicegah dan dibasmi agar kententraman masyarakat tidak terganggugangguan keamanan di laut dan udara juga perlu mendapatkan perhatian.

Gangguan di laut dan udara merupakan bentuk ancaman militer yang mengganggu stabilitas keamanan wilayah nasional Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang memiliki wilayah perairan dan wilayah udara terbentang luas menjadikan pelintasan transportasi dunia yang padat, baik transportasi maritim maupun dirgantara. Hal ini berimplikasi terhadap tingginya potensi gangguan ancaman keamanan laut dan udara.

Adapun bentuk-bentuk gangguan keamanan di laut dan udara yang harus mendapat perhatian dalam penyelenggaraan pertahanan negara, yaitu pembajakan atau perompakan, penyelundupan narkoba, penyelundupan senjata, amunisi, bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa, penangkapan ikan secara illegal, pencurian kekayaan di laut dan pencemaran lingkungan.

2. Ancaman Non-Militer Ancaman non-militer pada hakikatnya ancaman yang menggunakan faktor-faktor non-militer dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, kepribadian bangsa, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman ini salah satunya disebabkan oleh pengaruh negatif dari globalisasi.

Globalisasi yang menghilangkan sekat atau batas pergaulan antar bangsa secara disadari ataupun tidak telah memberikan dampak negatif yang kemudian menjadi ancaman bagi keutuhan sebuah negara, termasuk Indonesia.

Ancaman nonmiliter di antaranya dapat berdimensi ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Contoh ancaman non-militer seperti pengaruh gaya hidup (lifestyle) kebarat-baratan, sudah tidak mencintai budaya sendiri, tidak menggunakan produk dalam negeri, dan sebagainya. Ancaman non-militer memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman militer.

Ancaman non-militer ini berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, informasi, serta keselamatan umum. B. Ancaman di Bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Ancaman non-militer atau nirmiliter memiliki karakteristik yang berbeda dengan ancaman militer, yaitu tidak bersifat fisik serta bentuknya tidak terlihat seperti ancaman militer, karena ancaman ini berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi, informasi serta keselamatan umum.

Berikut ini berbagai ancaman bagi bangsa Indonesia dilihat dari berbagai bidang kehidupan. 1. Ancaman di Bidang Ideologi Secara umum Indonesia menolak dengan tegas paham komunis dan zionis. Akibat dari penolakan tersebut, tentu saja pengaruh dari negara-negara komunis dapat dikatakan tidak dirasakan oleh bangsa Indonesia, kalaupun ada pengaruh tersebut sangat kecil ukurannya.

Akan tetapi, meskipun demikian bukan berarti bangsa Indonesia terbebas dari pengaruh paham lainnya, misalnya pengaruh liberalisme. Saat ini kehidupan masyarakat Indonesia cenderung mengarah pada kehidupan liberal yang menekankan pada aspek kebebasan individual.

Sebenarnya liberalisme yang didukung oleh negara-negara barat tidak hanya mempengaruhi bangsa Indonesia, akan tetapi hampir semua negara di dunia. Hal ini sebagai akibat dari era globalisasi. Globalisasi ternyata mampu meyakinkan kepada masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa manusia ke arah kemajuan dan kemakmuran. Tidak jarang hal ini mempengaruhi pikiran masyarakat Indonesia untuk tertarik pada ideologi tersebut. Akan tetapi, pada umumnya pengaruh yang diambil justru yang bernilai negatif, misalnya dalam gaya hidup yang diliputi kemewahan, pergaulan bebas yang cenderung meng-arah pada dilakukannya perilaku seks bebas dan perbuatan dekadensi moral lainnya.

Hal tesebut apabila tidak segera diatasi akan menjadi ancaman bagi kepribadian bangsa Indonesia yang sesungguhnya. 2. Ancaman di Bidang Politik Ancaman di bidang politik dapat bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, ancaman di bidang politik dilakukan oleh suatu negara dengan melakukan tekanan politik terhadap Indonesia.

Intimidasi, provokasi, atau blokade politik merupakan bentuk ancaman non-militer berdimensi politik yang seringkali digunakan oleh pihak-pihak lain untuk menekan negara lain. Ke depan, bentuk ancaman yang berasal dari luar negeri diperkirakan masih berpotensi terhadap Indonesia, yang memerlukan peran dari fungsi pertahanan non-militer untuk menghadapinya. Ancaman yang berdimensi politik yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa pengerahan massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.

Selain itu, ancaman separatisme merupakan bentuk lain dari ancaman politik yang timbul di dalam negeri. Sebagai bentuk ancaman politik, separatisme dapat menempuh pola perjuangan politik tanpa senjata dan perjuangan bersenjata.

Pola perjuangan tidak bersenjata sering ditempuh untuk menarik simpati masyarakat internasional. Oleh karena itu, separatisme sulit dihadapi dengan menggunakan kekuatan militer. Hal ini membuktikan bahwa ancaman di bidang politik memiliki tingkat resiko yang besar yang dapat mengancam kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan bangsa.

3. Ancaman di Bidang Ekonomi Pada saat ini ekonomi suatu negara tidak bisa berdiri sendiri. Hal tersebut merupakan bukti nyata dari pengaruh globalisasi. Dapat dikatakan, saat ini tidak ada lagi negara yang mempunyai kebijakan ekonomi yang tertutup dari pengaruh negara lainnya.

Gambar 6.3 Kegiatan bongkar muat di pelabuhan merupakan salah satu kegiatan perekonomian antarnegara atau antarprovinsi. Pengaruh globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan di mana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi tanpa rintangan batas teritorial negara.

Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.

Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produkproduk global ke dalam pasar domestik.

Hal tersebut tentu saja selain menjadi keuntungan, juga menjadi ancaman bagi kedaulatan ekonomi suatu negara. Ancaman kedaulatan Indonesia dalam bidang ekonomi, di antaranya adalah sebagai berikut. • Indonesia akan kedatangan oleh barang-barang dari luar dengan adanya perdagangan bebas yang tidak mengenal adanya batas-batas negara.

Hal ini mengakibatkan semakin terdesaknya barang-barang lokal terutama yang tradisional karena kalah bersaing dengan barang-barang dari luar negeri • Perekonomian negara kita akan dikuasai oleh pihak asing, seiring dengan semakin mudahnya orang asing menanamkan modalnya di Indonesia.

Pada akhirnya mereka dapat menekan pemerintah atau bangsa kita. Dengan demikian bangsa kita akan dijajah secara ekonomi oleh negara investor • Persaingan bebas akan menimbulkan adanya pelaku ekonomi yang kalah dan menang. Pihak yang menang secara leluasa memonopoli pasar, sedangkan yang kalah akan menjadi penonton yang senantiasa tertindas. Akibatnya, timbulnya kesenjangan sosial yang tajam sebagai akibat dari adanya persaingan bebas tersebut • Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang, koperasi semakin sulit berkembang dan penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya semakin ditinggalkan sehingga angka pengangguran dan kemiskinan susah dikendalikan • Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dalam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. • Upaya Penyelesaian-Substansi-Kasus dan Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia -Peradilan Serta Sanksinya • Ketentuan dan Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara RI Serta Peran Bank, BPK dan Lembaga Peradilan • Teori, Rumusan, Pengelolaan Kekuasaan, Tujuan Negara Indonesia di Pusat dan Daerah Serta Pembagian Urusan Pemerintahan • Hakikat, Kasus Pelanggaran, Pengingkaran Hak dan Kewajiban Warga Negara Serta Upaya Penanganannya • Makna, Pola, Pentingnya, Perjanjian Hubungan Internasional Indonesia Serta Klasifikasi dan Kedudukan Perwakilan Diplomatik • Strategi dan Partisipasi Warga Negara Mengatasi Berbagai Ancaman dalam Membangun Persatuan-Kesatuan Bangsa Indonesia • Perkembangan, Karakteristik, Proses Penyelenggaraan Negara NKRI dan Federalisme di Indonesia Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi.

Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk.

4. Ancaman di Bidang Sosial Budaya Ancaman di bidang sosial budaya dapat dibedakan atas ancaman dari dalam dan dari luar. Ancaman dari dalam ditimbulkan oleh isu-isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan. Isu tersebut menjadi titik pangkal timbulnya permasalahan, seperti premanisme, separatisme, terorisme, kekerasan, dan bencana akibat perbuatan manusia.

Isu tersebut akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa, nasionalisme, dan patriotisme. Adapun ancaman dari luar timbul sebagai akibat dari pengaruh negatif globalisasi, di antaranya adalah sebagai berikut.

• Munculnya gaya hidup konsumtif dan selalu bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. barangbarang dari luar negeri • Munculnya sifat hedonisme, yaitu kenikmatan pribadi dianggap sebagai suatu nilai hidup tertinggi. Hal ini membuat manusia suka memaksakan diri untuk mencapai kepuasan dan kenikmatan pribadinya tersebut, meskipun harus melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Seperti mabuk-mabukan, pergaulan bebas, foya-foya dan sebagainya • Adanya sikap individualisme, yaitu sikap selalu mementingkan diri sendiri serta memandang orang lain itu tidak ada dan tidak bermakna. Sikap seperti ini dapat menimbulkan ketidakpedulian terhadap orang lain, misalnya sikap selalu menghardik pengemis, pengamen, dan sebagainya • Munculnya gejala westernisasi, yaitu gaya hidup yang selalu berorientasi kepada budaya barat tanpa diseleksi terlebih dahulu, seperti meniru model pakain yang biasa dipakai orang-orang barat yang sebenarnya bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang berlaku, misalnya memakai rok mini, lelaki memakai anting-anting dan sebagainya • Semakin memudarnya semangat gotong royong, solidaritas, kepedulian dan kesetiakawanan sosial • Semakin lunturnya nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat.

5. Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. di Bidang Pertahanan dan Keamanan Seiring dengan berjalannya waktu, proses penegakan pertahanan dan keamanan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak semudah yang dibayangkan atau semudah dalam pembicaraan yang bersifat teoritis semata.

Masih adanya masalah teror dan konflik SARA yang terjadi pada suatu wilayah memiliki tujuan yang sama yaitu tidak ingin bangsa Indonesia hidup damai dan tentram. Oleh karena itu, lemahnya penerapan dan penegakan hukum dan keadilan harus terus ditingkatkan.

Semakin bermunculan masalah di suatu wilayah mengakibatkan hilangnya tingkat kewibawaan hukum dan kemerosotan wibawa para penegaknya. Dengan demikian,kita harus mengantisipasi ancaman sedini mungkin di bidang pertahanan dan keamanan, baik secara militer maupun non-militer. C. Peran Serta Masyarakat untuk Mengatasi Berbagai Ancaman dalam Membangun Integrasi Nasional Peran serta akan timbul jika kita memiliki kesadaran.

Kesadaran adalah sikap yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasi hati ikhlas tanpa ada tekanan dari luar. Konsep atau makna kesadaran dapat diartikan sebagai sikap perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri dengan dilandasai suasana hati yang ikhlas/ rela bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

tekanan dari luar untuk bertindak yang umumnya dalam upaya mewujudkan kebaikan yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya. 1. Kenapa Harus Membangun Kesadaran Berbangsa dan Bernegara? Membangun kesadaran berbangsa dan bernegara kepada generasi muda merupakan hal penting karena generasi muda merupakan penerus bangsa yang tidak dapat dipisahkan dari perjalan panjang bangsa ini.

Kesadaran berbangsa dan bernegara ini tidak hanya berlaku pada pemerintah saja, tetapi lebih luas menerapkan arti sadar berbangsa dan bernegara ini dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak tantangan di era globalisasi ini bagi negeri kita untuk menumbuhkan peran serta dan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pemerintah ikut bertanggung jawab mengemban amanat untuk memberikan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi warganya.

Jika rakyat Indonesia sudah tidak memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara, maka ini merupakan bahaya besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengakibatkan bangsa ini akan jatuh ke dalam kondisi yang sangat parah bahkan jauh terpuruk dari bangsa-bangsa yang lain yang telah mempersiapkan diri dari gangguan bangsa lain. Akibatnya, Integrasi nasional akan terganggu. Solusi Cara Mengatasi Ancaman Dalam Membangun Integrasi Peran serta dan kesadaran masyarakat mempunyai makna bahwa individu harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan bangsa dan Negara Indonesia untuk mengatasi ancaman dalam membangun integrasi nasional.

Peran serta masyarakat untuk mengatasi berbagai ancaman dalam membangun integrasi nasional di antaranya adalah sebagai berikut. • Tidak membeda-bedakan keberagaman misalnya pada suku, budaya, daerah dan sebagainya • Menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agama yang dianutnya • Membangun kesadaran akan pentingnya integrasi nasional • Melakukan gotong royong dalam rangka peningkatan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara • Menggunakan segala fasilitas umum dengan baik • Mau dan bersedia untuk berkerja sama dengan segenap lapisan atau golongan masyarakat • Merawat dan memelihara lingkungan bersama-sama dengan baik • Bersedia memperoleh berbagai macam pelayanan umum secara tertib • Menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya pencemaran lingkungan • Mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam guna meningkatkan kesejahteraan rakyat • Menjaga keamanan wilayah negara dari ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam negeri • Memberi kesempatan yang sama untuk merayakan hari besar keagamaan dengan aman dan nyaman • Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan dalam masyarakat dan pemerintah • Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa • Bersedia untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
MENU • Home • SMP • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • IPS • IPA • SMA • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • IPA • Biologi • Fisika • Kimia • IPS • Ekonomi • Sejarah • Geografi • Sosiologi • SMK • S1 • PSIT • PPB • PTI • E-Bisnis • UKPL • Basis Data • Manajemen • Riset Operasi • Sistem Operasi • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • Agama • Bahasa Indonesia • Matematika • S2 • Umum • (About Me) Demokrasi Terpimpin (1959-1965) pada Masa Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia.

Pada periode pemerintahan Indonesia tahun 1959-1965 kekuasaan didominasi oleh Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan makin meluasnya peranan TNI/Polri sebagai unsure sosial poltik. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.

Pada masa demokrasi terpimpin banyak terjadi penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 antara lain pembentukan Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis), Tap. MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup, pembubaran DPR hasil pemilu oleh Presiden, pengankatan ketua DPRGR/MPRS menjadi menteri negara oleh Presiden dan sebagainya.

Dalam demokrasi terpimpin, apabila tidak terjadi mufakat dalam sidang DPR, maka permasalahan itu diserahkan kepada Presiden sebagai pemimpin besar revolusi untuk diputuskan sendiri (lihat Peraturan Tata Tertib Peraturan Presiden No. 14 Tahun 1960 dalam hal anggota DPR tidak mencapai mufakat). Dengan demikian, rak­­yat/wakil rakyat yang dududk dalam lembaga legislative tidak mempunyai peranan yang penting dalam pelaksanaan demokrasi terpimpin.

Akhirnya, pemerintahan Orde Lama beserta demokrasi terpimpinnya jatuh setelah terjadinya peristiwa G-30-S/PKI 1965 dengan diikuti krisis ekonomi yang cukup parah. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Orde Baru Terlengkap Perkembangan Kepemimpinan Politik Para pemimpin berasal dari angkatan 1928 dan angkatan 1945 dengan tokoh politik Soekarno sebagai titik dan pusatnya.

Kepemimpinan tokoh politik ini berdasar pada politik mencari Kambing hitam. Karena sifatnya kharismatik dan paternalistik, tokoh politik ini dapat menengahi dan kemudian memperoleh dukungan dari pihak-pihak bertikai, baik dengan sukarela maupun karena terpaksa. Dengan dialektika, pihak yang kurang kemampuannya akan tersingkir dari gelanggang politik dan yang kuat akan merajainya. Gimnastik politik ini lebih menguntungkan PKI.

Diktaornya Soekarno Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia jatuh pada masa demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin Soekarno bertindak seperti seorang diktator, hampir semua kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada kekuasaannya. Sutan Takdir Alisyahbana menyamakan Soekarno dengan raja-raja kuno yang mengklaim dirinya sebagai inkarnasi tuhan atau wakil tuhan di dunia.

Dekrit tersebut dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-Undang Dasar 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini. Selain itu banyak lagi tindakan yang menyimpang dari ketentuan Undang-Undang Dasar.

Misalnya dalam tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai Prseiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil Pemilihan Umum, bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat pilihan ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol di tiadakan.

Lagipula pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dijadikan menteri dan dengan demikian ditekankan fungsi mereka sebagai pembantu presiden disamping fungsi sebagai sebagai wakil rakyat. Hal terakhir ini mencerminkan telah ditinggalkannya doktrin trias politica. Dalam rangka ini harus pula dilihat beberapa ketentuan lain yang memberi wewenang kepada presiden sebagai badan eksekutif.

Misalnya presiden diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif berdasarkan Undang-Undang No. 19/1964 dan di bidang legislatif berdasarkan Peraturan Tata Tertib Peraturan Presiden No.

14/1960 dalam hal anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak mencapai mufakat. Hal tersebut kemudian menjadikan kaburnya batas-batas wewenang bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. badan eksekutif dan legislatif, keduanya seolah-olah dirangkap oleh presiden.

Akibatnya fungsi dan peranan MPRS dan DPR-GR hilang. Apalagi pada waktu itu menteri-menteri diperbolehkan menjabat sebagai ketua MPRS, DPR-GR, DPA dan MA. MPRS dan DPR-GR yang seharusnya menjadi lembaga perwakilan rakyat yang bertugas sebagai lembaga negara yang mengawasi jalannya pemerintahan pada akhirnya tunduk kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan presiden. Demokrasi terpimpin ialah hypen pendek demokrasi yang tidak didasarkan atas paham liberalisme, sosialisme-nasional, facisme, dan komunisme, tetapi suatu faham demokrasi yang didasarkan keinginan-keinginan luhur bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, menuju satu tujuan yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur yang penuh dengan kebahagiaan material dan spiritual sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.

Akan tetapi dalam prakteknya, apa yang dinamakan dengan demokrasi terpimpin yang mempunyai tujuan yang luhur ini tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen. Sebaliknya sistem bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. sangat jauh dan menyimpang dari arti yang sebenarnya. Dalam prakteknya yang memimpin demokrasi ini bukan pancasila sebagaiman dicanangkan tetapi sang pemimpinnya sendiri. Akibatnya demokrasi yang dijalankan tidak lagi berdasarkan keinginan luhur bangsa Indonesia tetapi berdasarkan keinginan-keinginan atau ambisi-ambisi politik pemimpinnya sendiri.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi telah membawa jalannya pemerintahan jauh dari mekanisme yang ditetapkan dalam UUD 145. kondisi ini diperburuk dengan merosotnya keadaan ekonomi negara. Sebagai akibatnya, keadaan politik dan keamanan sudah sangat membahayakan keselamatan negara. Situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan mengadakan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965.

tujuan utama pemberontakan ialah untuk mengganti falsafah pancasila dengan falsafah lain. Dalam periode demokrasi terpimpin pemikiran ala demokrasi barat banyak ditinggalkan. Presiden Soekarno sebagai Pimpinan Nasional tertinggi ketika itu menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dan negara Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakan sebagai tidak efektif dan Bung Karno kemudian memperkenalkan apa yang kemudian disebut dengan “musyawarah untuk mufakat”.

Banyaknya partai oleh Bung Karno disebut sebagai salah satu penyebab tidak adanya pencapaian hasil dalam pengambilan keputusan, karena dianggap terlalu banyak debat bersitegang urat leher. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin ini, kemudian dibentuk yang dikenal dengan nama Front Nasional.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Orde Baru Serta Sejarah Dan Ciri Umumnya Gaya dan Ideologi Politik Ideologi masih tetap mewarnai periode ini, walaupun sudah dibatasi secara formal melalui Penpres tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian ( penpres no.7-1959). Tokoh politik memperkenalkan gagasan nasionalisme agama dan komunisme (nasakom), kompetisi nasakomis masih dibenarkan karenadalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan.”jor-joran” masih berada dalam penguasaan dan didominasi tokoh politik yang menurut beberapa pengamat, menjalankan cara yang memecah dan kemudian menguasainya.

Ketika kapercayaan terhadap tokoh politikitu meluntur, yaitu pada saat dan sesusah G-30 S/PKI meletus Jor-Joran tersebut berubah menjadi pertarungan terbuka. Sementara tokoh politik itu berkuasa, pengaturan soal-soal kemasyarakatan dan politik lebih cenderung dilakukan secara paksaan. Hal-hal ini di buktikan oleh merajalelaanya teror mental dengan memberikan predikat kontra revolusi kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilai yang mutlak tersebut diatas.

Kondisi Politik Dalam Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin Demokrasi Terpimpin yang menggantikan sistem Demokrasi Liberal, berlaku tahun 1959 – 1965. Pada masa Demokrasi Terpimpin kekuasaan presiden sangat besar sehingga cenderung ke arah otoriter. Akibatnya sering terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945.

Berikut ini beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi semasa Demokrasi Terpimpin. • Pembentukan MPRS melalui Penetapan Presiden No. 2/1959. • Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden. • Presiden membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955.

• GBHN yang bersumber pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” ditetapkan oleh DPA bukan oleh MPRS. • Pengangkatan presiden seumur hidup. Dalam periode Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang Pancasilais. Kekuatan politik pada Demokrasi Terpimpin terpusat di tangan Presiden Soekarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya.

Ajaran Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) ciptaan Presiden Soekarno sangat menguntungkan PKI. Ajaran Nasakom menempatkan PKI sebagai unsur yang sah dalam konstelasi politik Indonesia.

Dengan demikian kedudukan PKI semakin kuat PKI semakin meningkatkan kegiatannya dengan berbagai isu yang memberi citra sebagai partai yang paling manipolis dan pendukung Bung Karno yang paling setia. Selama masa Demokrasi Terpimpin, PKI terus melaksanakan program-programnya secara revolusioner. Bahkan mampu menguasai konstelasi politik. Puncak kegiatan PKI adalah melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah pada tanggal 30 September 1965. Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin Politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin lebih condong ke blok Timur.

Indonesia banyak melakukan kerja sama dengan negara-negara blok komunis, seperti Uni Soviet, RRC, Kamboja, maupun Vietnam. Berikut ini beberapa contoh pelaksanaan politik luar negeri masa Demokrasi Terpimpin.

• Oldefo dan Nefo Oldefo (The Old Established Forces), yaitu dunia lama yang sudah mapan ekonominya, khususnya negara-negara Barat yang kapitalis. Nefo (The New Emerging Forces), yaitu negara-negara baru.

Indonesia menjauhkan diri dari negara-negara kapitalis (blok oldefo) dan menjalin kerja sama dengan negara-negara komunis (blok nefo). Hal ini terlihat dengan terbentuknya Poros Jakarta – Peking (Indonesia – Cina) dan Poros Jakarta – Pnom Penh – Hanoi – Peking – Pyongyang ( Indonesia – Kamboja – Vietnam Utara – Cina – Korea Utara).

• Konfrontasi dengan Malaysia Pada tahun 1961 muncul rencana pembentukan negara Federasi Malaysia yang terdiri dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Rencana tersebut ditentang oleh Presiden Soekarno karena dianggap sebagai proyek neokolonialisme dan dapat membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai. Keberatan atas pembentukan Federasi Malaysia juga muncul dari Filipina yang mengklaim daerah Sabah sebagai wilayah negaranya. Pada tanggal 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul Rahman menandatangani dokumen tentang pembentukan Federasi Malaysia.

Kemudian, tanggal 16 September 1963 pemerintah Malaya memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia.

Menghadapi tindakan Malaysia tersebut, Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi. Pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik antara dua negara putus. Selanjutnya pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengeluarkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora), isinya: • perhebat ketahanan revolusi Indonesia, dan • bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei untuk memerdekakan diri dan menggagalkan negara boneka Malaysia.

Di tengah situasi konflik Indonesia – Malaysia, Malaysia dicalonkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Masalah ini mendapat reaksi keras dari Presiden Soekarno. Namun akhirnya Malaysia tetap terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Terpilihnya Malaysia tersebut mendorong Indonesia keluar dari PBB. Secara resmi Indonesia keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Sistem demokrasi terpimpin ini diambil oleh Presiden Soekarno karena alas an bahwa pada saat demokrasi liberal rakyat Indonesia belum siap menerima kebebasan berpolitik sehingga hasilnya hanya akan mengancam integrasi NKRI sehingga rakyat Indonesia pada saat itu harus dipimpin dalam berdemokrasi yang disebut dengan system demokrasi Terpimpin yang juga memulai pemerintahan otoriter presiden Soekarno.

Pada saat ini kebebasan berpolitik sangat terkekang. Dengan kekuasaan Negara yang berpusat di tangan Presiden Soekarno, semua sector politik dikendalikan olehnya.

Banyak penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dalam pemerintahan otoriternya ini, diantaranya adalah: • Ketua MPRS ada yang diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi menteri Negara, sehingga ini mengindikasikan bahwa MPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif tidak berfungsi dan bahkan MPR menjadi pembantu presiden yang sebagai kedudukannya sebagai menteri itu.

• Pembubaran DPR resmi yang terbentuk dari hasil Pemilu 1955 yang diakibatkan karena DPR tidak menyetujui RAPBN yang diajukan pemerintah sehingga Presiden Soekarno membubarkan DPR pada tahun 1960 yang digantikan oleh DPRGR yang merupakan DPR bentukan Presiden Soekarno yang hak budgetnya tidak berfungsi selama Presiden Soekarno berkuasa.

• Pengangkatan presiden seumur hidup dengan tap MPRS no 3/MPRS/1963 yang bertentangan dengan UUD 1945 yang menerangkan bahwa jabatan presiden selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali. • Pembentukan politik poros-porosan yang menyalahi politik luar negeri Indonesia yaitu politik bebas aktif. Ini antaranya dengan pembentukan poros Jakarta-Beijing, Jakarta-Pyong yang, Jakarta-Hanoi, dll.

• Konfrontasi dengan Malaysia. Yang disebabkan dengan pembentukan Negara serikat Malaysia oleh Inggris yang dianggap dapat membahayakan posisi Indonesia oleh Inggris. • Keluarnya Indonesia dari PBB pada 7 Januari 1965 yang diakibatkan oleh dipilihnya Malaysia menjadi dewan keamanan tidak tetap PBB. Hal-hal tersebut memuncak dengan diadakannya kudeta oleh pasukan Cakrabirawa atau pasukan pengawal Presiden yang dimotori oleh PKI pada tanggal 30 September 1965.

Kudeta itu melancarkan penculikan terhadap jendral-jendral TNI yang dianggapnya dapat merintangi jalannya untuk merebut kekuasaan. Tetapi dengan kesaktian Pancasila dan TNI yang masih setia kepada Pancasila, pemberontakan itu dapat ditumpas sehingga keutuhan NKRI masih dapat terjaga.

Kekerasan Dalam Kancah Politik Bersamaan dengan itu, perilaku ‘premanisme’ justru marak dengan jalinan-jalinan rumit dari dan ke dalam dunia politik maupun kekuasaan, yang amat terasa sebagai penderitaan baru bagi masyarakat dalam kehidupan politik dan kehidupan sosial sehari-hari”. “Mereka yang pernah menyaksikan aksi-aksi massa PKI 1960-1965 akan sukar menemukan perbedaan dengan apa yang dihidangkan melalui gerakan massa masa kini”.

Kekerasan besar ketiga yang dilakukan PKI adalah penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal Angkatan Darat serta beberapa perwira menengah di Jakarta –lalu di Jawa Tengah-Yogya– pada 30 September tengah malam menuju 1 Oktober 1965. Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Peristiwa 30 September 1965.

Meskipun terdapat upaya keras untuk menampilkan bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. ini sebagai pergolakan internal Angkatan Darat, tapi sejauh ini fakta dan bukti yang ada memperlihatkan adanya keterlibatan sejumlah pimpinan PKI dalam Gerakan 30 September 1965. Akan tetapi di lain pihak, harus pula diakui bahwa peristiwa itu sendiri merupakan puncak pertarungan politik yang terutama berlangsung setidaknya sejak tahun 1959 antara kelompok komunis di satu kutub dengan tentara pada kutub yang lain, dengan spektrum keterlibatan unsur-unsur lainnya dalam struktur Nasakom.

Apa dan bagaimana peristiwa tersebut, dapat diikuti dan diperbandingkan satu sama lain melalui sejumlah tulisan berikut dalam blog sosiopolitica ini. Namun terlepas dari masih adanya perbedaan nuansa dalam memandang peristiwa tanggal 30 September 1965, satu hal dapat disimpulkan bahwa dalam perilaku politiknya, PKI senantiasa menggunakan cara-cara kekerasan –mulai dari agitasi, provokasi, gerakan massa yang menekan lawan politik hingga kepada kekerasan-kekerasan fisik berdarah.

Ini berkaitan erat dengan sifat dasar dari ideologi yang mereka anut, yang telah mengalami perkembangan dari Marxisme yang filosofis untuk kemudian dipertajam sebagai komunisme ala Lenin-Stalin maupun komunisme ala Mao. Dengan ideologi ini, mereka senantiasa berpretensi untuk memperjuangkan rakyat, bahkan membalaskan dendam rakyat yang tertindas oleh kelas atas ekonomi, namun pada prakteknya rakyat kelas bawah itu tetap saja adalah alat, karena kekuasaan sesungguhnya ada di tangan penguasa partai yang akan menentukan hitam putih nasib kelas bawah.

Demokrasi Terpimpin sebenarnya, terlepas dari pelaksanaannya yang dianggap otoriter, dapat dianggap sebagai suatu alat untuk mengatasi perpecahan yang muncul di dataran politik Indonesia dalam pertengahan tahun 1950-an.

Untuk menggantikan pertentangan antara partai-partai di parlemen, suatu sistem yang lebih otoriter diciptakan dimana peran utama dimainkan oleh Presiden Soekarno. Ia memberlakukan kembali konstitusi presidensial tahun 1945 pada tahun 1959 dengan dukungan kuat dari angkatan bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

Akan tetapi Soekarno menyadari bahwa keterikatannya dengan tentara dapat membahayakan kedudukannya, sehingga ia mendorong kegiatan-kegiatan dari kelompok-kelompok sipil sebagai penyeimbang terhadap militer.

Dari kelompok sipil ini yang paling utama adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan juga walau tidak begitu signifikan peranan dari golongan agama, yaitu khususnya yang diwakili oleh NU yang tergabung dalam poros nasakom soekarno semasa pemberlakuan demokrasi terpimpin. Meskipun pemimpin PKI maupun Angkatan Darat mengaku setia kepada Presiden Soekarno, mereka sendiri masing-masing terkurung dalam pertentangan yang tak terdamaikan.

Sampai dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945 pada bulan Juli 1959, Presiden Soekarno adalah pemegang inisiatif politik, terutama dengan tindakan dan janji-janjinya yang langsung ditujukan kepada pembentukan kembali struktur konstitusional. Akan tetapi, tekananannya kemudian mulai bergeser kepada tindakan simbolis dan ritual, serta khususnya kepada perumusan ideologi seraya melemparkan gagasan-gagasannya berulang kali.

Presiden Soekarno dalam hal ini menciptakan doktrin negara yang baru. Demokrasi terpimpin dan gagasan presiden yang sehubungan dengan itu sudah menguasai komunikasi massa sejak pertengahan tahun 1958. Sejak itu tidak mungkin bagi surat kabar atau majalah berani terang-terangan mengecam Demokrasi Terpimpin, lambang dan semboyan-semboyan baru. Pada paruh kedua 1959, Presiden Soekarno semakin mementingkan lambang-lambang. Dalam hubungan ini yang terpenting ialah pidato kenegaraan presiden pada ulang tahun kemerdekaan RI tahun 1959 dan selanjutnya hasil kerja Dewan Pertimbangan Agung dalam penyusunan secara sistematis dalil-dalil yang terkandung dalam pidato tersebut.

Pidato kenegaraan yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, sebagian besar memuat alasan-alasan yang membenarkan mengapa harus kembali ke Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. Dasar 1945. Sesungguhnya hanya sedikit tema-tema baru dalam pidato presiden, tetapi pidato itu penting karena berkaitan dengan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar revolusioner tersebut.

Tiga bulan setelah pidato kenegaraannya itu, Presiden Soekarno menyatakan naskah pidato itu menjadi “manifesto politik Republik Indonesia”. Bersamaan dengan itu presiden mengesahkan rincian sistematikanya yang disusun oleh Dewan Pertimbangan Agung. Dalam pidato-pidatonya di awal tahun 1959, presiden selalu mengungkapkan bahwa revolusi Indonesia memiliki lima gagasan penting.

4 Pertama, Undang-Undang Dasar 1945; kedua, sosialisme ala Indonesia; Ketiga, Demokrasi Terpimpin; keempat, Ekonomi Terpimpin; dan yang terakhir kelima, kepribadian Indonesia. Dengan mengambil huruf pertama masing-masing gagasan itu maka muncullah singkatan USDEK.

“Manifesto politik Republik Indonesia” disingkat “Manipol”, dan ajaran baru itu dikenal dengan nama “Manipol-USDEK”. Barangkali daya tarik terpenting Manipo-USDEK terletak pada kenyataan bahwa ideologi ini menyajikan sebuah arah baru.

Mereka tidak begitu banyak tertarik pada makna dasar dari arah tersebut. Yang pokok ialah bahwa presiden menawarkan sesuatu pada saat terjadi ketidakjelasan arah yang dituju. Nilai-nilai dan pola-pola kognitif berubah terus dan saling berbenturan, sehingga timbul keinginan yang kuat untuk mencari perumusan yang dogmatis dan skematis mengenai apa yang baik dalam politik.

Satu tanggapan umum terhadap Manipol-USDEK ialah bahwa Manipol-USDEK bukanlah merupakan ideologi yang sangat baik atau lengkap tetapi pada akhir tahun 1950an dibutuhkan sebuah ideologi dalam kerangka pembangunan Indonesia.

Sebenarnya hanya di sebagian masyarakat politik saja Manipol-USDEK diterima sepenuh hati, sedangkan di sebagian yang lain menaruh kecurigaan dan kekhawatiran. Manipol-USDEK itu sendiri tidaklah begitu jelas. Selain itu, bukan pula suatu upaya unutk menyelaraskan semua pola penting dari orientasi politik yang ada di Indonesia.

Ideologi negara apapun belum mampu menjembatani perbedaan perbedaan besar orientasi politik kutub aristokratis Jawa dan kutub kewiraswastaan Islam. Pada pelaksanaannya, Manipol-USDEK tidak mampu mengatasi permasalahan tersebut.

Jadi, banyak kalangan Islam yang kuat keyakinannya, khususnya dari suku bukan Jawa, melihat rumusan baru itu sebagai pemikiran yang asing. Karena itulah maka pelaksanaan manipol Usdek dapat disimpulkan dilakukan dengan paksaan. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : √ Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka [ Arti, Syarat, Ciri, Dimensi, Sejarah ] Partisipasi Politik Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang dalam menentukan keputusan-keputusan yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya.

Keberadaan struktur-struktur atau institusi-institusi politik di tingkat masyarakat, seperti partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan media massa yang keritis dan aktif, merupakan salah satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik.

Dengan dilandasi suatu kesadaran bahwa, aktivitas-aktivitas politik pemerintah dengan serta merta, secara langsung maupun tidak langsung akan memiliki dampak terhadap kehidupan rakyat secara keseluruhan, maka keterlibatan rakyat adalah suatu kelaziman. Hal pendukung partisipasi politik yang cukup berpengaruh pula adalah media massa.

Dimana kesetaraan media massa dalam partisipasi politik selalu menjadi ajang perhatian dan rebutan para penyandang modal. Karena media massa merupakan lahan yang menguntungkan. Terutama di negara yang menganut sistem demokrasi. mengelola media massa sangat bergantung kepada sistem politik dimana media massa dioprasikan.

Dalam kegiatan komunikasi politik fungsi media massa adalah sebagai sumber informasi, sebagai fungsi partisipasi, sebagai fungsi sosialisasi dan pendidikan politik, fungsi mengembangkan budaya politik, dan sebagai fungsi integritas bangsa. Partisipasi Masyarakat Tidak semua orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Di dalam kenyataan hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif dalam dalam kehidupan politik. Dan lebih besar jumlah orang yang tidak mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Bahkan terdapat orang-orang yang menghindari diri dari semua bentuk partisipasi politik atau hanya berpartisipasi pada tingkatan yang paling rendah.

Sehubungan dengan hal ini dikenal istilah-istilah seperti apatisme, sinisme, alienasi, dan anomi. sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan politik dan sosialisasi politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat. • Pertama, dalam masyarakat kita anak-anak tidak dididik untuk menjadi insan mandiri. Anak-anak bahkan mengalami alienasi dalam politik keluarga. Sejumlah keputusan penting dalam keluarga, termasuk keputusan tentang nasib si anak, merupakan domain orang dewasa.

Anak-anak tidak dilibatkan sama sekali. • Kedua, tingkat politisasi sebagian terbesar masyarakat kita sangat rendah. Di kalangan keluarga miskin, petani, buruh, dan lain sebagainya, tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi, karena mereka lebih terpaku kepada kehidupan ekonomi dari pada memikirkan segala sesuatu yang bermakna politik.

Bagi mereka, ikut terlibat dalam wacana politik tentang hak-hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia dan sejenisnya, bukanlah skala prioritas yang penting. Oleh karena itu, tingkat bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. politik warga masyarakat seperti ini baru pada tingkat kongnitif, bukan menyangkut dimensi-dimensi yang bersifat evaluatif. Oleh karena itu, wacana tentang kebijakan pemerintah menyangkut masalah penting bagi masyarakat menjadi tidak penting buat mereka.

Karena ada hal lain yang lebih penting, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar. • Ketiga, setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan negara tidak mempunyai alternatif lain kecuali mengikuti kehendak negara, termasuk dalam hal pendidikan politik.

Jika kita amati, pendidikan politik di Indonesia lebih merupakan sebuah proses penanaman nilai-nilai dan keyakinan yang diyakini oleh penguasa negara.

Hal itu terlihat dengan jelas, bahwa setiap individu wajib mengikuti pendidikan politik melalui program-program yang diciptakan pemerintah. Setiap warga negara secara individual sejak usia dini sudah dicekoki keyakinan yang sebenarnya adalah keyakinan kalangan penguasa. Partisipasi Partai Politik Betatapun sebuah Negara baru muncul diiringi pembentukan lembaga-lembaga administrasi publik baru dengan diikuti sejumlah perubahan di bidang ekonomi, social dan politik, ciri patrimonial governance masih tetap hidup, terutama setelah 1959 ketika Sukarno mengimplementasikan sistem “Demokrasi Terpimpin” sehingga memudahkan eksekutif mendominasi legislative.

Selama “Demokrasi Terpimpin” dari 1959 sampai 1965, tidak ada pemilihan umum, sehingga tidak ada partisipasi politik warga Negara dalam pemilihan wakil-wakilnya. Sukarno juga memberikan, mempraktekkan patrimonial governance dengan cara mendistribusikan kesempatan bagi keuntungan personal.

Sukarno dan militer setuju terhadap pentingnya dominiasi state pada society dan citizenry. Akibatnya, semua kekuasaan pembuatan keputusan diminopoli oleh birokrasi pusat yang tidak memberikan otonomi pada birokrasi daerah; dan bahkan selama era “Demokrasi Terpimpin,” penggunaan paksaan dalam politik nyata terjadi, sebagian karena militer menjadi partisipan langsung dalam politik sedangkan Parlemen tidak lagi menjalankan negosiasi/kompromi dalam setiap upaya mengatasi konflik politik.

Disamping itu, efektivitas partai-partai politik tergantung bukan pada fungsi representasinya atau kapasitasnya untuk memformulasikan kebijakan tetapi lebih pada hubungan hubungan elit partai dengan pust-pusat kekuasaan atau kemmpuannya memobilisasi para pengikutnya di jalan. peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat juga belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Partai politik cenderung terperangkap oleh kepentingan partai dan/ atau kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibat daripadanya adalah terjadinya ketidak stabilan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan yang ditandai dengan berganti-gantinya kabinet, partai politik tidak berfungsi dan politik dijadikan panglima, aspirasi rakyat tidak tersalurkan akibatnya kebijaksanaan politik yang dikeluarkan saat itu lebih bernuansa kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomi, rasa keadilan terusik dan ketidak puasan semakin mengental, demokrasi hanya dijadikan jargon politik, tapi tidak disertai dengan upaya memberdayakan pendidikan politik rakyat.

Partisipasi Politik Komunitas Tionghoa Yang mengalami ketidakbebasan dalam berpartisipasi politik di era tersebut. Khususnya bagi komunitas tionghoa yang mengalami diskriminasi pada era 1960-an. Kami ambil contoh sosok seorang Tionghoa bernama Soe Hok Gie, adalah seorang cendikiawan yang ulung yang terpikat pada ide, pemikiran, dan yang terus menerus menggunakan akal pikirannya untuk mengembangkan dan menyajikan ide-ide menarik.

Khususnya pada kondisi sosial politik di tahun 1960-an. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh Soe Hok Gie adalah dengan tegas bersuara menuliskan kritik-kritikan tajam di media. Soe Hok Gie sebagai perwakilan golongan etnis Tionghoa yang ikut terlibat langsung dalam pergulatan politik.

Hanya saja partisipasi politik mereka dirsa mengancam keberadaan pribumi di era 1960-an, maka komunitas Tionghoa mulai mengalami tekanan dari berbagai pihak mengenai politik. Dengan munculnya kampanye dan berbagai aksi anti Tionghoa, ditambah lagi tindakan represif penguasa militer yang menimbulkan kekuatiran dan trauma yang berkepanjangan. Peranan pers Peranan pers dapat dirumuskan melalui berbagai fungsi, yakni fungsi politis, ekonomis, dan sosiologis. Dalam fungsi politis-nya, pers digunakan dan berperan untuk tujuan-tujuan politik berbagai kekuatan politik dalam negara.

Sementara dalam fungsi ekonomi, pers bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. institusi pengembangan modal, baik secara internal (modal perusahaan pers sendiri) dan eksternal (modal kekuatan industri). Fungsi sosiologis berlangsung dalam interaksi pers dengan khalayaknya. Dalam kehidupan masyarakat, beberapa peranan pers adalah: • Sebagai penggerak prakarsa masyarakat.

• Memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, dan menemukan potensi-potensinya yang kreatif dalam memperbaiki perikehidupannya • Mampu memberikan kontribusi guna melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan pemerintahan, Sesuai dengan misinya sebagai salah satu alat kontrol sosial terhadap pemerintah Pada era 1960-an, tepatnya zaman demokrasi terpimpin, yang lahir berkat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945, dan sebagai jawaban Bung Karno terhadap demokrasi liberal, pers tak lagi bebas.

Seperti halnya semua parpol dan ormas, ketika itu media massa diwajibkan menjadi alat revolusi, dan harus berpedoman kepada Manipol-Usdek, yaitu tafsir Pancasila ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno. Persis seperti P4 yang merupakan tafsir Pancasila ala Soeharto. Bung Karno menganjurkan agar semua kekuatan politik, termasuk media massa, saling jorjoran manipolis.

Yang tidak manipolis digulung dan dituding sebagai musuh revolusi, reaksioner, kontra revolusi. Tindakan tekanan terhadap pers terus berlangsung yaitu pembreidelan terhadap harian Surat Kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia dan Sin Po di Jakarta. Upaya untuk pembatasan kebebasan pers tercermin dari pidato Menteri Muda penerangan RI yaitu Maladi yang menyatakan Hak kebebasan individu disesuaikan denga hak kolektif seluruh bangsadalam melaksanakan kedaulatan rakyat.

Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana yang dijamin UUD 1945 harus ada batasnya yaitu keamanan negara, kepentingan bangsa, moraldan kepribadian indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan YME. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila Sebagai Dasar Negara Keterlibatan Militer dan Aparat Negara Keterlibatan Militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Pembentukan ABRI Pada tahun 1964 TNI dan Polisi dipersatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Mereka kembali pada peran sosial-politiknya seperti selama zaman perang kemerdekaan. ABRI diakui sebagai salah satu golongan fungsional (karya) yang mempunyai wakil dalam MPRS. Pada masa demokrasi terpimpin itu, Presiden Soekarno melakukan politik perimbangan kekuatan (balance of power) bukan hanya antarangkatan dalam ABRI, melainkan juga antara ABRI dengan partai-partai politik yang ada.

Dengan semboyan “politik adalah panglima” seperti yang dilancarkan oleh PKI, usaha untuk mempolitisasi ABRI semakin jelas. Presiden mengambil alih secara langsung pimpinan ABRI dengan membentuk Komando Operasi Tertinggi (Koti). TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian.

Masing-masing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasca Dekrit Presiden Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, setelah kegagalan Konstituante, Indonesia kembali ke UUD 1945, namun dalam pelaksanaannya kemudian banyak menyimpang dari UUD 1945.

Jabatan Perdana Menteri (Alm. Ir. Juanda) diganti dengan sebutan Menteri Pertama, Polri masih tetap di bawah pada Menteri Pertama sampai keluarnya Keppres No. 153/1959, tertanggal 10 Juli di mana Kepala Kepolisian Negara diberi kedudukan Menteri Negara ex-officio. Dekrit Presiden ini tidak hanya berdampak pada berubahnya struktur tata pemerintahan Negara akan tetapi juga mempunyai pengaruh terhadap perubahan-perubahan struktur dalam organisasi Kepolisian Negara.

Perubahan pertama adalah terbentuk nya departemen kepolisian ber dasarkan SK. Presiden No. 154/1959 tanggal 15 Juli 1959 berikutnya, berdasarkan SK. Presiden No. 1/MP/RI/1959 sebutan Kepala Kepolisian Negara berubah menjadi Menteri Muda Kepolisian namun bukan termasuk kedalam menteri anggota kabinet, dalam hal ini yang menjabat adalah R.S.

Soekanto. Untuk membantu Menteri Muda kepolisian dibentuklah lembaga Direktorat Jenderal yang dipegang oleh seorang direktur. Kebijakan lainnya adalah mengubah wewenang kepengurusan bidang keuangan yang semula di bawah Perdana Menteri ke Menteri Muda Kepolisian Negara. Selain itu, R.S. Soekanto sebagai menteri Muda Kepolisian Negara menindak lanjuti Dekrit tersebut dengan mengadakan Konferensi Dinas Kepolisian pada tanggal 19-20 Oktober 1959 di departemen Kepolisian.

Hasil dari konferensi tersebut melahirkan manifesto kepolisian, maksudnya dengan sepengetahuan, kesadaran, dan tanggung jawab, kepolisian secara konkret kembali pada jiwa UUD 1945 dan benar-benar mengabdikan diri pada tujuan revolusi guna mewujudkan masyarakat yang adil dan bahagia. Tap MPRS No.

II dan III tahun 1960 Menyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.

Tanggal 19 Juni 1961, DPR-GR mengesahkan UU Pokok kepolisian No. 13/1961. Dalam UU ini dinyatakan bahwa kedudukan Polri sebagai salah satu unsur ABRI yang sama sederajat dengan TNI AD, AL, dan AU. Dengan Keppres No. 94/1962, Menteri Kapolri, Menteri/KASAD, Menteri/KASAL, Menteri/KSAU, Menteri/Jaksa Agung, Menteri Urusan Veteran dikoordinasikan oleh Wakil Menteri Pertama bidang pertahanan keamanan. Dengan Keppres No. 134/1962 menteri diganti menjadi Menteri/Kepala Staf Angkatan Kepolisian (Menkasak).

Kemudian Sebutan Menkasak diganti lagi menjadi Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Menpangak) dan langsung bertanggung jawab kepada presiden sebagai kepala pemerintahan negara. Dengan Keppres No. 290/1964 kedudukan, tugas, dan tanggung jawab Polri ditentukan sebagai berikut: • Alat Negara Penegak Hukum.

• Koordinator Polsus. • Ikut serta dalam pertahanan. • Pembinaan Kamtibmas. • Kekaryaan. • Sebagai alat revolusi. Dwifungsi ABRI Dwifungsi adalah suatu doktrin di lingkungan militer Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan. Peran militer diwujudkan dalam konsep Dwifungsi yang muncul pada periode awal kemerdekaan ini adalah sebagai akibat dari peran sosial politik oleh militer dan kristalisasi ideologi yang menopang tugas tersebut.

Peran sospol militer diperlukan karena banyaknya kekosongan jabatan yang ditinggal pergi Belanda, antara lain pada perusahaan-perusahaan milik Belanda yang dinasionalisasi sebagai akibat Belanda menolak negosiasi soal Irian Barat. Nah, masuknya militer ke dalam bidang non-militer ini juga dilegalisir oleh aturan pada waktu itu. Dwifungsi ini merupakan evolusi dari ketidaksukaan terhadap Demokrasi Liberal.

Ini merupakan bentuk perlawanan terhadap “civilian supremacy over the military”. Jadi dari sudut pandang ini maka konsep Dwifungsi memang diformulasikan, dilaksanakan, dan dilembagakan sebagai peran ABRI sejak awal berdirinya Republik ini.

Ide Dwifungsi memang berasal dari Pak AH Nasution pada saat beliau menjabat sebagai Menpangad, dimana beliau menyatakan bahwa TNI itu tidak sama seperti tentara di negara Barat, di mana posisinya hanya sebagai alat pemerintahan (di bawah kendali sipil), namun juga tidak seperti tentara di Amerika Latin yang memonopoli kekuasaan, melainkan TNI adalah tentara yang berjuang bahu membahu dengan rakyat.

Oleh karena tampaknya ide Pak Nasution ini tidak Barat dan tidak Selatan maka dijuluki konsep Jalan Tengah. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Kabinet Burhanuddin Harahap” Sejarah & ( Program Kerja – Berakhirnya ) Aparat Negara Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

dimasa Demokrasi Terpimpin Posisi pegawai negeri sipil (PNS) kini kembali diperbincangkan dalam perspektif politik. Ibarat gadis cantik, ia diperebutkan lelaki yang ingin meminangnya. Lelaki itu adalah partai politik (parpol). Lembaga yang dibentuk untuk meraih kekuasaan. Memang aturan untuk meminang PNS terlibat dalam partai politik telah tertutup. Namun, politik adalah cara untuk mendapatkan sesuatu. Termasuk untuk menarik PNS. POLEMIK tentang posisi politik PNS sesungguhnya bukan hal baru dalam perjalanan politik di Indonesia.

Sejak zaman kolonial hingga era reformasi sekarang ini, PNS (birokrasi) terus menjadi rebutan partai politik karena organisasi itu memiliki kekuatan dahsyat yang bisa menentukan kemenangan parpol dalam pemilihan umum (pemilu). Dalam perkembangan kepartaian di Indonesia, terlihat jelas adanya upaya ‘menyeret’ PNS ke kancah politik. Pada zaman kolonial Belanda (1918), terdapat Volsksraad (lembaga legislatif) yang salah satu unsur pentingnya adalah fraksi pribumi yang berasal dari Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumiputra.

Akibat adanya politisasi birokrasi, PNS menjadi terkotak-kotak dan muncul loyalitas ganda. Di satu sisi loyal kepada pemerintah, tetapi di sisi lain juga loyal kepada parpol yang dianutnya. Pengembangan karier tidak diukur dengan kualitas dan prestasi kerja, tetapi lebih diwarnai pertimbangan politik. Kondisi tersebut tentu saja tidak menguntungkan, baik dalam aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) aparatur maupun pembangunan bangsa.

Sebagai koreksi terhadap kelemahan itu, muncul pemikiran dan konsepsi menyatukan kembali PNS sehingga dapat melaksanakan tugas pengabdiannya dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat. POLRI pada masa Demokrasi Terpimpin Harus diakui bahwa kedudukan Polri sebagai alat pemerintahan langsung dibawah Presiden membuat posisi ini rentan dengan pengaruh intervensi penguasa atau Pemerintah.

Kesalahan yang terjadi pada jaman orde baru tidak boleh diulangi oleh Polri. Polri harus mampu memperlihatkan sosok sebagai pelindung, penagyom dan pelayan masyarakat dan bukan sebagai alat penguasa.

Namun demikian, dalam tataran antara tugas menjaga keberlangsungan demokrasi sebagai bagian dari kemanan nasioanal dan tugas menjaga kamtibmas, terkadang membuat peran Polri dalam harkamtibmas menjadi sulit. Contohnya adalah dalam penetapan status tersangka kepada aktifis LSM Komite Indonesia Bangkit, Rizal Ramli dan Ferry Julianto dalam kasus terkait unjuk rasa BBM pada sepanjang bulan mei – Juni 2008.

Dalam kasus tersebut banyak kecaman yang dialamatkan pada Polri dengan tuduhan bahwa Polri telah menjadi alat penguasa untuk menekan pihak – pihak oposisi sebagai lawan – lawan pemerintah yang sah.

Proses yang paradoksal tersebut memerlukan pengelolaan yang bijak agar tugas pemeliharaan kamtibmas tetap dapat dilakukan tanpa mengorbankan salah satu dari dua kepentingan tersebut yaitu kepentingan kemanan nasional dan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu Polri ditingakt KOD harus berkomitmen bahwa dalam melaksanakan tugasnya bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Hal ini sejalan pula dengan konsep pemolisian di negara demokratis. Dengan berorientasi kepada rakyat maka Polri akan semakin dicintai dan dipercaya oleh masyarakat, dan tugas Harkamtibmas kan menjadi lebih ringan karena partisipasi masyarakat dalam membantu tugas Polri.

Bila hal ini tercapai, maka kondisi Kamtibmas akan semakin kondusif. Dengan kondusifnya kamtibmas maka tentunya pembangunan demi terwujudnya masyrakat Indonesia yang sejahtera akan berjalan dengan lancar. Sejarah militer Indonesia tidak lepasdari berdirinya TNI Awalnya TNI hanya sebuah bentuk darikonsolidasi kekuatan para pemuda yang tengah memiliki semangat revolusi yangtinggi. Selain menempuh perjuangan melalui jalur peperangan, bangsa Indonesia juga melakukan perjuangan melalui jalur diplomasi dalam hal ini dilakukan oleh golongan sipil.

Ketika golongan sipil yang dalam hal ini adalah wakil-wakil partaipolitik mulai saling berebut pengaruh di parlemen, TNI merasa bahwa golongansipil tidak dapat diandalkan untuk mengurus negara. Pengaruh TNI pun mulaiterasa ketika presiden Soekarno mengumumkan Dekrit presiden dan memulai periodeDemokrasi Terpimpin.

Pada periode Demokrasi Terpimpin, TNI telah tampil sebagai kekuatan pendukung Demokrasi Terpimpin sebagai alternative untuk memberikan dukungan terhadap keberlakuannya kembali UUD 1945 sebagai UUD negara. Hal itu telah diusulkan oleh Pimpinan TNI-Angkatan Darat pada 1958. Pandangan Pimpinan TNI-Angkatan Darat itu didasari oleh kehendak untuk menyelesaikan masalah keamanan di dalam negeri.

Presiden Soekarno merumuskan Demokrasi Terpimpin untuk menyelesaikan kemelut pemerintahan partai-partai yang sangat mendominasi, tetapi tidak berjalan secara stabil. Di dalam situasi pemerintahan dan keamanan seperti itu, Jenderal Nasution sebagai pimpinan TNI-Angkatan Darat tampil dan mengajukan konsep Jalan Tengah, untuk memiliki peluang bagi peranan terbatas TNI di dalam pemerintahan sipil.

Jalan tengah yang dimaksud adalah memberikan cukup saluranpada tentara bukan sebagai organisasi, tetapi sebagai perorangan-perorangan yang menjadi eksponen dari pada organisasi, untuk turut serta menentukan, kebijaksanaan Negara kita pada tingkat-tingkat yang tinggi.

Rumusan Jalan Tengah Pimpinan TNI-Angkatan Darat itu diterima oleh Presiden Soekarno dan iamenempatkan perorangan-perorangan perwira TNI untuk posisi-posisi tertentu yang memang dianggap dibutuhkan oleh pemerintah dalam arti negara.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Hal yang menarikitu ialah bahwa berbeda dengan tindakan tentara pada tanggal 17 Oktober 1952 yang ditolak oleh Presiden Soekarno, karena dianggap tidak demokratis, maka konsep Jalan Tengah diterima oleh Presiden. Peran Eksekutif Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat.

Di masa Demokrasi Terpimpin, peranan lembaga eksekutif jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan peranannya di masa sebelumnya.

Peranan dominan lembaga eksekutif tersentralisasi di tangan Presiden Soekarno. Lembaga eksekutif mendominasi sistem politik, dalam arti mendominasi bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. tinggi negara lainnya maupun melakukan pembatasan atas kehidupan politik. Partai politik dibatasi dengan hanya memberi peluang berkembangnya partai-partai berideologi nasakom.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Stabilitas dan Dampak Politik Demokrasi Terpimpin harus mengembalikan keadaan politik negara yang tidak setabil sebagai warisan masa Demokrasi Parlementer/Liberal menjadi lebih mantap/stabil.

Demokrasi Terpimpin merupakan reaksi terhadap Demokrasi Parlementer/Liberal. Hal ini disebabkan karena: Pada masa Demokrasi parlementer, kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara. Sedangkan kekuasaan Pemerintah dilaksanakan oleh partai. Dampaknya: Penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (pemusatan kekuasaan di tangan presiden). Penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan Demokrasi terpimpin dari UUD 1945 adalah sebagai berikut: Kedudukan Presiden Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR.

Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

Pembentukan MPRS Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR.

Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat : • Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. • Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. • Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).

Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

Tugas DPR GR adalah sebagai berikut: • Melaksanakan manifesto politik • Mewujudkan amanat penderitaan rakyat • Melaksanakan Demokrasi Terpimpin Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan.

Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960.

Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Peristiwa 10 November 1945” Definisi & ( Kedatangan Sekutu – Terjadinya ) Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin.

Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh.

Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang. Tugas Depernas : • Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana • Menilai Penyelenggaraan Pembangunan • Tahun 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan • Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.

Penurunan Nilai Uang Tujuan dilakukan devaluasi : • Guna membendung inflasi yang tetap tinggi • Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat • Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan. Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut. • Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50 • Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100 • Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp.

25.000 Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut. Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang.

Hal ini disebabkan karena : Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun. Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman. Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat. Kenaikan Laju Inflasi Latar Belakang meningkatnya laju inflasi : • Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.

• Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan • Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar • Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada • Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil • Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh • Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.

Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena: • Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran. • Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New EmergingForces ) dan Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. (Conference of the New EmergingForces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya. Dampaknya : • Inflasi semakin bertambah tinggi • Harga-harga semakin bertambah tinggi • Kehidupan masyarakat semakin terjepit • Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa • Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.

1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldonegatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat. Kebijakan Pemerintah : • Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.

• 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1 Sebarkan ini: • • • • • Posting pada IPS, Sejarah, SMA, SMK Ditag Apa latar belakang lahirnya Demokrasi Terpimpin?, Apa pengertian terpimpin dalam demokrasi terpimpin?, Apa yang di sebut Demokrasi Terpimpin?, apa yang dimaksud dengan nasakom, berakhirnya demokrasi terpimpin, ciri ciri demokrasi terpimpin, ciri ciri demokrasi terpimpin brainly, Ciri-ciri demokrasi liberal, dampak demokrasi terpimpin, deklarasi ekonomi, demokrasi liberal, demokrasi liberal dan terpimpin brainly, demokrasi pancasila, demokrasi tahun 1965 sampai 1998, demokrasi terpimpin adalah brainly, demokrasi terpimpin brainly, demokrasi terpimpin pdf, demokrasi terpimpin ppt, demokrasi terpimpin tercantum dalam, dinamika politik masa demokrasi terpimpin, Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin, isi dekrit presiden 5 juli 1959, kabinet demokrasi terpimpin, Kapan berlakunya demokrasi terpimpin di Indonesia?, kebijakan demokrasi terpimpin, kebijakan kabinet natsir, kebijakan politik pada masa demokrasi liberal, kehidupan politik pada masa demokrasi terpimpin, kehidupan sosial pada masa demokrasi liberal, kelebihan dan kekurangan demokrasi pancasila, kelebihan dan kekurangan demokrasi terpimpin, kelebihan demokrasi terpimpin, Keterlibatan Militer dan Aparat Negara, kondisi ekonomi pada masa demokrasi liberal, Latar belakang demokrasi liberal, latar belakang demokrasi terpimpin, makalah demokrasi terpimpin, makna penting dikeluarkannya dekrit presiden, masa demokrasi pancasila, masa demokrasi parlementer, materi demokrasi terpimpin doc pdf, pada masa demokrasi terpimpin ada 3 kekuatan politik, Partisipasi Politik, pelaksanaan demokrasi terpimpin, pengertian demokrasi terpimpin, penyimpangan demokrasi terpimpin, perancang depernas, Perkembangan Kepemimpinan Politik, prinsip demokrasi secara universal adalah, prinsip demokrasi terpimpin, proses pembentukan mprs dan dpas, rangkuman demokrasi terpimpin, salah satu asas pokok demokrasi adalah, sebutkan langkah untuk perbaikan pelaksanaan demokrasi, sejarah demokrasi terpimpin, sistem pemerintahan demokrasi terpimpin, Stabilitas dan Dampak Politik, tokoh depernas, tokoh perancang depernas, tokoh tokoh demokrasi terpimpin, tujuan demokrasi terpimpin, yang merancang depernas Navigasi pos Apa itu Wawasan Nusantara?

– Wawasan Nusantara merupakan cara pandang terhadap bangsa dengan tujuan menjaga persatuan dan kesatuan, yang diwujudkan dengan mengutamakan kepentingan nasional dibanding kepentingan pribadi, kelompok atau golongan tertentu. Wawasan Nusantara sendiri digunakan sebagai pedoman, motivasi, dorongan, dan rambu-rambu dalam menentukan kebijaksanaan, keputusan, tindakan dalam penyelenggaraan negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Simak penjelasan lebih lengkapnya mengenai wawasan nusantara berikut ini: Daftar Isi • Pengertian Wawasan Nusantara • Pengertian Wawasan Nusantara Menurut Para Ahli • Anda Mungkin Juga Menyukai • 1. Prof. Wan Usman • 2. Munadjat Danusaputro, 1981 • 3. Sumarsono, 2002 • 4. Samsul Wahidin, 2010 • 5. M. Panggabean, 1979 • 6. Sabarti Akhadiah MK, 1997 • 7. Srijanti, Kaelan, dan Achmad Zubaidi, 2007 • Fungsi Wawasan Nusantara • Asas Wawasan Nusantara • 1.

Asas Solidaritas • 2. Asas Kejujuran • 3. Asas Kesamaan Tujuan • 4. Asas Keadilan • 5. Asas Kerja Sama • Implementasi Wawasan Nusantara • 1. Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan • 2. Implementasi di Bidang Politik • 3.

Implementasi di Bidang Ekonomi • 4. Implementasi di Bidang Sosial • Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara di Era Modern • 1. Perkembangan Pesat Teknologi • 2. Kapitalisme • 3. Pemberdayaan Masyarakat • Buku Terkait Wawasan Nusantara • • Kategori Ilmu Ekonomi • Materi Terkait Pengertian Wawasan Nusantara Pengertian wawasan nusantara secara etimologi berasal dari bahasa Jawa wawas yang berarti pandangan, nusa yang berarti kesatuan kepulauan dan antara yang bermakna dua samudera.

Jadi pengertian secara umum dari Wawasan nusantara adalah cara pandang atau cara melihat kesatuan kepulauan yang terletak diantara (Asia dan Australia) juga dua samudera (Hindia dan Pasifik).

Berdasarkan TAP MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia, tentang jati diri dan lingkungan yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah demi tercapainya tujuan nasional. Sementara pengertian Wawasan Nusantara menurut dokumen ketetapan MPR tahun 1999 menyatakan: “Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa mengenai diri dan lingkungan yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan tujuan mencapai tujuan nasional.” Wawasan nusantara memiliki dua tujuan utama, diantaranya: Tujuan wawasan nusantara ke Luar adalah menjamin kepentingan nasional dalam era globalisasi yang kian mendunia maupun kehidupan dalam negeri.

Kemudian turut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial, dengan sikap saling menghormati. Bangsa Indonesia harus terus-menerus mengamankan dan menjaga kepentingan nasionalnya dalam kehidupan internasionalnya di semua aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan demi tercapainya tujuan nasional yang tertera dalam UUD 1945.

Tujuan wawasan nusantara ke dalam adalah menjamin persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah maupun aspek sosial. Bangsa Indonesia harus meningkatkan kepekaannya dan berupaya mencegah faktor-faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa sedini mungkin, juga terus mengupayakan terjaganya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Rp 74.000 Pengertian Wawasan Nusantara Menurut Para Ahli Kemunculan konsep dan pemikiran wawasan nusantara disebabkan oleh lokasi geografis, geopolitik, geostrategi, historis dan yuridis formal.

Berikut ini beberapa definisi dan makna wawasan nusantara dilihat dari berbagai sudut pandang ahli: 1. Prof.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Wan Usman Menurut Prof. Wan Usman, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah air sebagai negara kepulauan dalam segala aspek kehidupan yang beragam.

2. Munadjat Danusaputro, 1981 Menurut Munadjat Danusaputro, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensi yang saling berhubungan serta penerapannya di tengah lingkungan berdasarkan asas nusantara.

Asas nusantara sendiri merupakan suatu ketentuan dasar yang harus ditaati, dipatuhi dan dipelihara agar kepentingan nasional dapat terwujud. Cara pandang Bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya juga harus sesuai dengan ide nasional Pancasila, sebagai aspirasi suatu bangsa yang merdeka, berdaulat dan bermartabat di tengah-tengah lingkungan yang menjiwai tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan perjuangan bangsa.

3. Sumarsono, 2002 Menurut Sumarsono, wawasan nusantara merupakan nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan pada setiap strata di seluruh wilayah negara, sehingga menggambarkan sikap dan perilaku, paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi dan merupakan identitas atau jati diri Bangsa Indonesia. Wawasan nusantara sebagai cara pandang Bangsa Indonesia tentang merupakan gejala sosial yang dinamis dengan tiga unsur: • Wadah dari wawasan nusantara adalah Wilayah negara kesatuan RI berupa nusantara dan organisasi negara RI sebagai kesatuan utuh.

• Isi wawasan nusantara adalah inspirasi Bangsa Indonesia berupa cita-cita nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. • Tata laku dari wawasan nusantara adalah tindakan Bangsa Indonesia untuk melaksanakan falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang apabila dilaksanakan dapat menghasilkan wawasan nusantara.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

4. Samsul Wahidin, 2010 Menurut Samsul Wawasan Nusantara merupakan cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, cara bertindak, cara berpikir dan bertingkah laku bagi bangsa Indonesia sebagai hasil dari interaksi psikologis, sosiokultural dalam arti luas dengan aspek-aspek astagatra.

5. M. Panggabean, 1979 Menurut M. Panggabean, wawasan nusantara merupakan doktrin politik bangsa Indonesia untuk mempertahankan kelangsungan hidup NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan mempertimbangkan pengaruh ekonomi, geografi, demografi, teknologi dan peluang strategis lainnya.

Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia, dan nilai yang terkandung di dalam wawasan nusantara telah diintegrasikan dalam lima aspek secara intern yaitu kesatuan wilayah, kesatuan bangsa, kesatuan ekonomi, kesatuan budaya, dan kesatuan pertahanan.

Sedangkan untuk ekstern nilai integrasi diarahkan untuk mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 6.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Sabarti Akhadiah MK, 1997 Menurut Sabarti Akhadiah, wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya sesuai dengan Pancasila serta UUD 1945 sebagai bentuk aspirasi bangsa yang merdeka, berdaulat dan bermartabat yang menjiwai kebijakan dalam mencapai tujuan bangsa.

7. Srijanti, Kaelan, dan Achmad Zubaidi, 2007 Menurut Srijanti, Kaelan, dan Achmad Zubaidi, wawasan nusantara ialah cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta sesuai wilayah geografis nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa demi mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Fungsi Wawasan Nusantara Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan Nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dibanding kepentingan individu, kelompok, golongan, suku, atau daerah.

Kedudukan Wawasan Nusantara sendiri berada dalam Hirarki Paradigma Sosial, dimulai dari: Dalam mewujudkan nasionalisme yang tinggi itu bukanlah hal yang mudah, dimana dengan adanya globalisasi saat ini mengakibatkan liberalisasi serta dominasi pasar bebas.

Buku berjudul Nasionalisme dan Ketahanan Budaya Indonesia: Sebuah Tantangan yang dibuat oleh M. Azzam Manan berupaya mencari sebuah solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hirarki I = Landasan Ideologi atau Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dasar negara Hirarki II = Landasan Konstitusionalnya UUD 1945 Hirarki III = Landasan Visional adalah Wawasan Nusantara Hirarki IV = Landasan Konsepsional merupakan Ketahanan Nasional Hirarki V = Landasan Operasional adalah GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) Jika mengacu pada pengertian wawasan nusantara, sebenarnya fungsi utama dari wawasan nusantara adalah sebagai panduan, pedoman, acuan bagi bangsa Indonesia dalam bernegara.

Fungsi wawasan nusantara sendiri terbagi lagi ke dalam 4 kategori, yaitu: • Wawasan Pertahanan dan Keamanan nasional: Mengarah pada pandangan geopolitik Negara Indonesia. Pandangan tersebut mencakup tanah air serta segenap wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Wawasan Kewilayahan Indonesia: Termasuk pemahaman mengenai batas wilayah Indonesia agar terhindar dari potensi sengketa dengan negara lain.

• Wawasan Pembangunan: Dengan beberapa unsur di dalamnya, seperti sosial politik, kesatuan politik, pertahanan serta keamanan negara, ekonomi, dan sosial ekonomi. • Konsep Ketahanan Nasional: Konsep ketahanan sosial yang memegang peranan penting dalam perencanaan pembangunan, kewilayahan, serta pertahanan keamanan nasional. Asas Wawasan Nusantara 1.

Asas Solidaritas Solidaritas adalah perasaan emosional dan moral yang terbentuk pada hubungan antar individu atau kelompok berdasarkan rasa saling percaya, kesamaan tujuan dan cita-cita, adanya kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan. Sikap solidaritas sendiri merupakan bentuk kepedulian terhadap orang lain. Sikap solidaritas sudah selayaknya dijalankan oleh seluruh masyarakat Indonesia, tanpa membeda-bedakan dari dan kepada siapa. Kesetiaan menjadi tonggak utama dalam menciptakan persatuan serta kesatuan suatu negara.

Rasa setia kawan atau solidaritas dapat menjadi kekuatan tersendiri untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.

2. Asas Kejujuran Kejujuran dalam berpikir serta bertindak menjadi sebuah asas wawasan nusantara yang sangat penting. Berani berpikir dan bertindak hanya yang sesuai bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. fakta serta kenyataan, wajib dilakukan demi tercapainya kemajuan. 3. Asas Kesamaan Tujuan Mempunyai tujuan serta kepentingan yang sama. Sebagai contoh, di masa kemerdekaan saat semua rakyat Indonesia melakukan berjuang bersama-sama mengusir para penjajah.

4. Asas Keadilan Seluruh elemen masyarakat mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan keadilan dan mewujudkan tujuan serta cita-cita nasional tidak boleh merugikan pihak tertentu maupun mengutamakan kepentingan kelompok atau golongan sendiri. Hal ini berlaku dalam segala aspek kehidupan bernegara, baik keadilan secara hukum, ekonomi, politik, serta sosial. 5. Asas Kerja Sama Dengan adanya kesadaran pada tujuan serta kepentingan yang sama akan menciptakan kerjasama antar elemen masyarakat.

Kerjasama serta koordinasi tersebut dapat dilaksanakan atas dasar kesetaraan agar terciptanya efektivitas dalam mencapai tujuan bersama. Sebab kebersamaan dan gotong royong ini akan memudahkan serta meringankan suatu pekerjaan termasuk dalam menghadapi tantangan terhadap implementasi wawasan nusantara.

Baca juga : Aturan Pengibaran Bendera Indonesia Implementasi Wawasan Nusantara Penerapan nyata wawasan nusantara dapat dilakukan melalui cara berpikir, bersikap, bahkan berucap. Contoh penerapan wawasan nusantara sendiri dimulai dari menjadikan Pancasila sebagai falsafah dan pedoman hidup bernegara serta bermasyarakat.

Hal ini bisa atau dapat dilakukan dengan tindakan nyata sehari-hari yang mencerminkan nilai-nilai religius, kekeluargaan, serta menjaga persatuan sesuai dengan Pancasila.

Sikap cinta tanah air yang diwujudkan dengan adanya sikap yang lebih menitikberatkan pada kepentingan bangsa serta negara di atas kepentingan pribadi, golongan, serta agama. Mewujudkan pembangunan bangsa dengan tindakan nyata serta prestasi. Berikut penerapan wawasan Nusantara dan Tantangan yang dihadapi dalam perwujudannya di era: 1. Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan Implementasi wawasan nusantara di bidang pertahanan dilakukan dengan membentuk sikap dan kedisiplinan diri dalam membela Tanah Air, serta melaporkan segala hal yang mengganggu keamanan pada aparat yang berwenang, meningkatkan rasa persatuan serta solidaritas baik dalam satu daerah yang sama atau daerah yang berbeda.

Terakhir membangun sarana serta prasarana bagi kegiatan atau aktivitas pengamanan wilayah Indonesia. 2. Implementasi di Bidang Politik Implementasinya ada dalam Pelaksanaan kehidupan berpolitik Indonesia. Terdapat juga dalam Undang-Undang, misalnya UU Partai Politik, dan UU Pemilu.

Implementasi wawasan nusantara di bidang politik juga dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat, bersih, dan dapat dipercaya oleh masyarakatnya. Contoh implementasi wawasan nusantara di bidang politik yakni: Menjalankan komitmen politik pada lembaga pemerintahan serta partai politik dalam rangka meningkatkan persatuan serta kesatuan bangsa.

Keikutsertaan Indonesia di dalam politik luar negeri, dan memperkuat korps diplomatik untuk menjaga seluruh wilayah Indonesia. Pelaksanaan Pemilu dengan sistem demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan.

Mengembangkan sikap pluralisme dan HAM untuk mempersatukan keberagaman di Indonesia 3. Implementasi di Bidang Ekonomi Implementasi wawasan nusantara di bidang ekonomi terdapat pada pemanfaatan kekayaan alam di indonesia sambil menjaga kelestarian lingkungan hidupnya.

Kekayaan dan letak geografis Indonesia yang strategis dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk perekonomian negara. Orientasi bidang ekonomi di sektor pemerintahan, industri, serta pertanian. Pembangunan ekonomi yang seimbang serta adil di tiap-tiap daerah Indonesia sehingga tidak terjadi kemiskinan di daerah tertentu. Otonomi daerah sendiri diharapkan dapat atau bisa menciptakan segala macam upaya keadilan ekonomi ini Partisipasi seluruh masyarakat Indonesia dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi.

Hal ini kemudian akan didukung dengan pemberian fasilitas kredit mikro guna mengembangkan usaha kecil. 4. Implementasi di Bidang Sosial Implementasi wawasan nusantara di bidang sosial berada pada saling menghargai dan menghormati setiap perbedaan atau keragaman yang ada di Tanah Air.

Mulai dari perbedaan, suku, ras, agama hingga budaya. Upaya lainnya juga ada pada pelestarian serta pengembangan budaya Indonesia dan menjadikan budaya sebagai tujuan wisata yang memberikan sumber penghasilan daerah atau nasional.

Menjaga keberagaman Indonesia, baik dari segi budaya, bahasa, serta status sosial, dan juga mengembangkan keserasian di dalam kehidupan bermasyarakat.

Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara di Era Modern Sementara tantangan yang akan dihadapi dalam Implementasi Wawasan Nusantara di Era Modern, diantaranya: Kesadaran Warga Negara Pandangan Indonesia tentang Hak dan Kewajiban Manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.

Kesadaran bela negara dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan non fisik untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, penguasaan IPTEK, peningkatan kualitas SDM, memberantas KKN, transparan dan pemeliharaan persatuan. 1. Perkembangan Pesat Teknologi Perkembangan teknologi serta perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan dunia tanpa batas yang tentu saja menjadi tantangan tersendiri untuk Wawasan Nusantara, mengingat perkembangan ini dapat mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Kenichi Omahe dalam bukunya Borderless Word dan The End of Nation State menyatakan dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang semakin individual.

2. Kapitalisme Kapitalisme merupakan suatu sistem ekonomi yang berdasarkan kepada hak milik swasta atas beragam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta mencapai laba untuk dirinya sendiri. Lester Thurow dalam bukunya The Future of Capitalism menyatakan untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance) antara paham individu dan sosialis.

James Fulcher dalam bukunya Kapitalisme: Sebuah Pengantar Singkat juga berusaha mempertanyakan apakah terdapat alternatif dari bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. kapitalisme.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Jika Grameds tertarik, klik “beli sekarang” yang ada di bawah ini. 3. Pemberdayaan Masyarakat Memberi peranan dalam bentuk aktivitas dan partisipasi bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara maju dengan Buttom Up Planning, sedang untuk negara berkembang dengan adanya keterbatasan kualitas SDM sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN. Kondisi nasional (Pembangunan) yang tidak merata mengakibatkan keterbelakangan dan hal ini merupakan ancaman bagi integritas.

Pemberdayaan masyarakat diperlukan terutama untuk daerah-daerah tertinggal. Setiap warga negara sesungguhnya mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam membela negara dan bangsa. Dengan konsep Wawasan Nusantara secara geografis, kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang utuh dengan melihat kepada kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam. Demikian info mengenai Wawasan Nusantara, semoga bermanfaat! Buku Terkait Wawasan Nusantara 1. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila 2. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Baca juga artikel terkait dengan “Wawasan Nusantara” : Kategori • Administrasi 5 • Agama Islam 126 • Akuntansi 37 • Bahasa Indonesia 95 • Bahasa Inggris 59 • Bahasa Jawa 1 • Biografi 31 • Biologi 101 • Blog 23 • Business 20 • CPNS 8 • Desain 14 • Design / Branding 2 • Ekonomi 152 • Environment 10 • Event 15 • Feature 12 • Fisika 30 • Food 3 • Geografi 62 • Hubungan Internasional 9 • Hukum 20 • IPA 82 • Kesehatan 18 • Kesenian 10 • Kewirausahaan 9 • Kimia 19 • Komunikasi 5 • Kuliah 21 • Lifestyle 10 • Manajemen 29 • Marketing 17 • Matematika 20 • Music 9 • Opini 3 • Pendidikan 35 • Pendidikan Jasmani 32 • Penelitian 5 • Pkn 69 • Politik Ekonomi 15 • Profesi 12 • Psikologi 31 • Sains dan Teknologi 30 • Sastra 32 • SBMPTN 1 • Sejarah 84 • Sosial Budaya 98 • Sosiologi 53 • Statistik 6 • Technology 26 • Teori 6 • Tips dan Trik 57 • Tokoh 59 • Uncategorized 31 • UTBK 1
MENU • Home • SMP • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • IPS • IPA • SMA • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • IPA • Biologi • Fisika • Kimia • IPS • Ekonomi • Sejarah • Geografi • Sosiologi • SMK • S1 • PSIT • PPB • PTI • E-Bisnis • UKPL • Basis Data • Manajemen • Riset Operasi • Sistem Operasi • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • Agama • Bahasa Indonesia • Matematika • S2 • Umum • (About Me) 8.1.

Sebarkan ini: Bela negara ialah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dilakukan secara teratur, menyeluruh dan terpadu serta dijiwai oleh kecintaan kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup Bangsa dan Negara. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Fungsi Negara” Pengertian Menurut Para Ahli & ( Tujuan Negara ) Dasar hukum undang-undang tentang upaya bela negara yaitu: • Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa semua waraga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

• Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Dasar Hukum Bela Negara Dasar hukum pelaksanaan bela negara di Indonesia termuat dalam berbagai aturan yaitu Batang tubuh UUD 1945, Undang-undang Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR.

• UUD 1945 • Pasal 27 Ayat 3: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan negara.” • Pasal 30 Ayat 1: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.” • Pasal 30 Ayat 2: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.” • Pasal 30 Ayat 3: “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.” • Pasal 30 Ayat 4: “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.” • Pasal 30 Ayat 5: “Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.” • TAP MPR No.

IV/MPR/1999 tentang Garis Besar Haluan Negara Dalam Bab IV, ketetapan arah kebijaksanaan pertahanan dan keamanan, antara lain disebutkan pengembangan kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada kekuatan rakyat, TNI dan Polri sebagai kekuatan utama yang didukung komponen lainnya dengan meningkatkan kesadaran bela negara, melalui wajib latih dan membangun kondisi juang, serta mewujudkan kebersamaan TNI, Polri, dan rakyat.

• UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 2: “Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” • UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 68: “Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Patriotisme Dan Nasionalisme Beserta Contohnya Pentingnya Bela Negara Upaya bela negara adalahsikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan uud 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Setiap manusia normal secara naluriah pasti akan selalu melindungi, membela, dan mempertahankan apa yang mimiliki dari ganguan orang lain. Lebih-lebih jika sesuatu itu sangat disenangi, sangat penting, dan sangat berharga bagi kalian. Menurut Rukmini (2011:6) kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras.

Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.Dan Bela Negara merupakan tekad, sikap, perilaku, dan tindakan warga negara dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, yang dijiwai oleh kecintaan kepada NKRI.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam bela negara adalah cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara. Yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban bagi bangsa dan Negara serta memiliki kemampuan awal bela Negara.Salah satu strategi dalam membangun daya tangkal bangsa untuk menghadapi kompleksitas ancaman ini adalah melaksanakan revitalisasi pembinaan kesadaran bela negara kepada setiap warga negara.Strategi itu akan terwujud bila ada keterpaduan penyelenggaraan secara lintas sektoral, sebagai wujud tanggung jawab bersama pembinaan SDM untuk mewujudkan keutuhan dan kelangsungan hidup NKRI.

Fungsi Dan Tujuan Bela Negara Tujuan bela negara diantaranya • Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara. • Melestarikan budaya. • Menjalankan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945. • Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

• Menjaga identitas dan integritas bangsa/negara. Fungsi Bela Negara diantaranya • Mempertahankan negara dari berbagai ancaman. • Menjaga keutuhan wilayah negara. • Merupakan kewajiban setiap warga negara. • Merupakan panggilan sejarah. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Pancasila Sebagai Dasar Negara Terlengkap Manfaat Bela Negara Berikut ini beberapa manfaat yang didapatkan dari bela negara yaitu: • Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas dan pengaturan kegiatan lain.

• Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan. • Membentuk mental dan fisik yang tangguh. • Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri. • Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok. • Membentuk iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu. • Berbakti pada orang tua, bangsa, agama. • Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan. • Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.

• Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat dan kepedulian antar sesama. Unsur-unsur Bela Negara • Cinta tanah air • Kesadaranberbangsadan bernegara • Yakin akanpancasilasebagai ideologi negara • Relaberkurbanuntukbangsadan negara • Memilikikemampuanawalbelanegara Bentuk-bentuk Bela Negara • Bentuk penyelenggaraan usaha bela Negara Persoalan kita sekarang adalah bagaimana wujud penyelenggaraan keikutsertaan warga negara dalam usaha pembelaan negara?

Warga Negara Indonesia dapat turut berupaya dalam usaha pembelaan negara melalui: Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Kerajaan Bali, Sejarah, Raja, Dan Peninggalan Beserta Kehidupan Politiknya Secara Lengkap • • Pendidikan kewarganegaraan. • Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib. • Pengabdian sebagai prajurit tentara nasional Indonesia secara suka rela atau secara wajib.

• Pengabdian sesuai dengan profesi. • Bentuk bela Negara di lingkungan • Bentuk bela negara di lingkungan masyarakat • Siskamling • Ikut serta menanggulangi akibat bencana alam • Ikut serta mengatasi kerusakan masal dan komunal • Keamanan rakyat (karma) yaitu berartisipasi langsung di bidang keamanan • Perlawanan rakyat (wanra) yaitu bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

partisipasi rakyat langsung dalam bidang pertahanan. • Pertahanan sipil (hansip) yaitu kekuatan rakyat yang merupakan kekuatan pokok unsur – unsur perlindungan masyarakat yang dimanfaatkan dalam menghadapi bencana akibat perang dan bencana alam serta menjadi sumber cadangan nasional untuk menghadapi keadaan luar biasa Contoh Bela Negara Adapun contoh bela negara dalam kehidupan sehari-hari dizaman sekarang di berbagai lingkungan yaitu: • Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga (lingkungan keluarga).

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

• Membentuk keluarga yang sadar hukum (lingkungan keluarga). • Meningkatkan iman dan takwa dan iptek (lingkungan sekolah). • Kesadaran untuk menaati tata tertib sekolah (lingkungan sekolah). • Menciptakan suasana rukun, damai dan aman dalam masyarakat (lingkungan masyarakat). • Menjaga keamanan kampung secara bersama-sama (lingkungan masyarakat). • Mematuhi peraturan hukum yang berlaku (lingkungan negara).

• Membayar pajak tepat pada waktunya (lingkungan negara). Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Unsur Pertahanan Negara” Di Indonesia Beserta Tujuan & Fungsi Sebarkan ini: • • • • • Posting pada Kewarganegaraan, SMA, SMK Ditag 50 soal dan jawaban tentang bela negara, analisa kasus bela negara, arti penting pembelaan negara bagi suatu negara yaitu, artikel bela negara beserta gambarnya, bela negara adalah brainly, bentuk bela negara, cerita tentang bela negara, contoh bela negara, contoh kegiatan bela negara, contoh kegiatan mahasiswa dalam bela negara, daftar program bela negara, dasar hukum bela negara, fungsi bela negara, gambar kartun bela negara, isu bela negara, jelaskan arti bela negara, jelaskan hubungan antara pertahanan negara dan bela negara, kompas bela negara, kontra pendidikan bela negara di indonesia, landasan hukum bela negara, makalah bela negara, materi bela negara, materi bela negara pdf, mengapa kita harus membela negara, mengapa kita wajib membela negara, pengertian bela negara dan contohnya, pengertian bela negara menurut para ahli, pengertian kader bela negara, pengertian sistem bela negara, pentingnya bela negara, pertanyaan tentang bela negara, pertanyaan tentang bela negara mahasiswa, pilar negara, sat bela negara, sebutkan contoh kasus bela negara, tujuan bela negara, unsur bela negara Navigasi pos Pos-pos Terbaru • Pengertian Kata Berimbuhan • Pengertian Coelentarata – Ciri, Habitat, Reproduksi, Klasifikasi, Cara Hidup, Peranan • Pengertian Gerakan Antagonistic – Macam, Sinergis, Tingkat, Anatomi, Struktur, Contoh • Pengertian Dinoflagellata – Ciri, Klasifikasi, Toksisitas, Macam, Fenomena, Contoh, Para Ahli • Pengertian Myxomycota – Ciri, Siklus, Klasifikasi, Susunan Tubuh, Daur Hidup, Contoh • “Panjang Usus” Definisi & ( Jenis – Fungsi – Menjaga ) • Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran Dan Fungsinya • “Masa Demokrasi Terpimpin” Sejarah Dan ( Latar Belakang – Pelaksanaan ) • Pengertian Sistem Regulasi Pada Manusia Beserta Macam-Macamnya • Rangkuman Materi Jamur ( Fungi ) Beserta Penjelasannya • Contoh Soal Psikotes • Contoh CV Lamaran Kerja • Rukun Shalat • Kunci Jawaban Brain Out • Teks Eksplanasi • Teks Eksposisi • Teks Deskripsi • Teks Prosedur • Contoh Gurindam • Contoh Kata Pengantar • Contoh Teks Negosiasi • Alat Musik Ritmis • Tabel Periodik • Niat Mandi Wajib • Teks Laporan Hasil Observasi • Contoh Makalah • Alight Motion Pro • Alat Musik Melodis • 21 Contoh Paragraf Deduktif, Induktif, Campuran • 69 Contoh Teks Anekdot • Proposal • Gb WhatsApp • Contoh Daftar Riwayat Hidup • Naskah Drama • Memphisthemusical.Com
BAB I PENDAHULUAN Barang publik memiliki sifat unik dan menarik karena hampir mustahil untuk menyediakan suatu barang publik murni (pure public good) melalui mekanisme pasar.

Untuk barangbarang lainnya, pasar telah mendominasi dalam menentukan alokasi dan distribusi, dan semakin lama ketergantungannya menjadi semakin besar. Pada awal millenium ketiga, pasar telah dianggap sebagai cara yang paling efisien untuk mengalokasikan sumber daya, bahkan sekarang pasar bebas telah muncul sebagai ideologi yang lazim dunia.

Bahkan Partai Komunis China, yang pernah menganggap dirinya sebagai penjaga paling murni Marxisme, telah merubah sistem ekonomi negaranya melalui mekanisme pasar di bawah rubrik “market socialism” atau sosialisme pasar.

Melintasi waktu dan budaya, barang publik hampir seluruhnya disediakan oleh pemerintah. Bahkan Adam Smith, pendiri ekonomi klasik yang pertama kali mengembangkan argumen yang mendukung pasar bebas, berpendapat bahwa untuk penyediaan barang publik dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh pasar. Smith berpendapat bahwa dua fungsi utama pemerintah adalah untuk menyediakan dua barang publik, yaitu pertahanan nasional dan sistem hukum.

Ia menyarankan bahwa keduanya harus dibayar dari kas negara. Kecenderungan masyarakat untuk menyediakan barang publik dengan menggunakan kas negara telah terjadi secara konsisten dari tahun ke tahun. Dwight Waldo, salah satu penemu ilmu administrasi publik (public administration), telah melakukan survei sejarah administrasi pemerintahan dan mengidentifikasikan tiga fungsi inti pemerintah yaitu: pertahanan, pengadilan, dan sistem perpajakan yang mutlak dibutuhkan untuk membayar mereka.

Barang publik, seperti pertahanan nasional, harus dibeli melalui kas negara karena mereka sulit disediakan oleh pasar.

Tanpa adanya campur tangan pemerintah, ketersediaan barang publik mungkin akan “undersupplied”, atau bahkan tidak tersedia sama sekali. Dengan menyediakan barang publik, pemerintah menjadi kontributor penting untuk efisiensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. BAB II LANDASAN TEORI A. DEFINISI BARANG PUBLIK Konsep barang publik muncul dalam berbagai istilah dalam literatur akademis, termasuk barang publik murni (pure public goods), barang konsumsi kolektif (collective consumption goods), dan barang sosial (social goods).

Namun, barang publik (public goods) adalah istilah yang paling umum digunakan. 1. Origin of the Term “Public” berasal dari istilah Latin “publicus”, yang berarti dewasa, yang dalam konteks ini berarti gagasan yang berkaitan dengan orang-orang.

Dalam bahasa Inggris, “public” berarti milik bangsa, negara, atau masyarakat pada umumnya atau dipelihara oleh atau digunakan oleh orang atau masyarakat secara keseluruhan. Jadi kata “publik” menyampaikan gagasan bahwa hal-hal yang publik tersedia untuk semua. “Good,” sebagai kata sifat, berasal dari bahasa Anglo-Saxon “god”, yang menyenangkan atau menyesuaikan.

Ketika kata tersebut digunakan sebagai kata benda, akan mengacu pada komoditas dan properti pribadi. Kata “good” memiliki konotasi positif dan menyampaikan gagasan tentang manfaat.

Ketika kita menaruh kata “public” dan “goods” bersama-sama, “public goods” menyampaikan gagasan manfaat yang tersedia untuk semua orang atau kepada masyarakat secara keseluruhan. Sebenarnya, belum ada kata baku yang paling tepat untuk menggambarkan jenis barang ini.

Namun, dalam sebagian besar buku literatur tentang konsep barang publik, frase “public goods” adalah frase yang paling sering digunakan dan lawan katanya adalah private goods. Istilah lain yang juga sering digunakan selain “public goods” adalah “collective goods” atau barang kolektif dan “social goods” atau barang sosial. Istilah “barang kolektif” dan “barang sosial” sebenarnya memiliki keunggulan karena mereka menambahkan konotasi penggunaan bersama (joint cost) dan menggambarkan barang yang digunakan secara bersamaan.

Namun demikian, meskipun masing-masing istilah tersebut memberikan gambaran yang sedikit berbeda, namun semua menyampaikan gagasan yang sama, yaitu manfaat yang tersedia untuk masyarakat secara keseluruhan.

2. Casual Definition of Public Goods Pada definisi kasual, barang publik dinyatakan sebagai barang atau layanan yang diberikan melalui sektor publik. Penyediaan barang publik tidak selalu berarti diproduksi oleh pemerintah. Sebagai contoh, perusahaan swasta biasanya memproduksi pesawat tempur, tapi pesawat tersebut selanjutnya dibeli dengan menggunakan dana dari kas negara. Definisi kasual, dapat dibenarkan, namun tidak sepenuhnya akurat, karena pemerintah juga dapat menyediakan barang-barang privat.

Sebuah contoh barang privat yang disediakan oleh sektor publik adalah perumahan publik (public housing). Hal lain yang juga menarik adalah bahwa ketika pemerintah menyediakan barang publik, mereka sering bertindak seperti perusahaan swasta yaitu mengenakan biaya untuk layanan yang diberikan.

Misalnya, pengenaan biaya sewa untuk penggunaan perumahan publik, universitas negeri mengenakan iuran kepada mahasiswanya, dan kantor pos publik mengenakan biaya pengiriman. Oleh karena itu, ketentuan pemerintah harus menyediakan barang-barang publik hampir selalu benar, namun, tidak semua barang yang disediakan oleh pemerintah merupakan barang publik.

Pengecualian lain muncul untuk definisi kasual ketika sebuah barang publik disediakan oleh pihak swasta meskipun hal tersebut jarang terjadi untuk barang publik murni. Yang seringkali terjadi adalah penyediaan barang publik yang digabungkan dengan kepentingan swasta. Sebagai contoh, sebuah perusahaan swasta dapat mensponsori pertunjukan kembang api.

Pertunjukan kembang api adalah contoh umum barang publik, namun dalam pertunjukan tersebut dapat diselipkan unsur iklan yang merupakan kepentingan pribadi/barang privat. Jadi, pertunjukan kembang api tersebut menjadi contoh tidak murni barang publik, dimana pihak swasta bersedia membayar pertunjukan tersebut karena nilai iklan yang akan mereka terima dari acara tersebut. 3. Abstract Definition of Public Goods Definisi abstrak menyatakan bahwa “barang publik” adalah barang dan jasa yang bersifat nonrival in consumption dan non-excludable.

Meskipun definisi ini tepat, namun perlu dipahami terlebih dahulu dua konsep penting, rivalry dan excludability, dalam memahami definisi abstrak seutuhnya. a. Rivalry/Persaingan Sebuah barang bersifat “rivalry in consumption” adalah ketika tindakan seseorang yang sedang mengkonsumsi barang tersebut dapat menghalangi orang lain untuk menikmati barang yang sama.

Sepasang kaus kaki adalah contoh “a rival good”, karena ketika seseorang memakai kaos kaki tersebut, orang lain tidak dapat menggunakannya diwaktu yang sama. Sedangkan “nonrival bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. adalah barang yang dapat dinikmati secara bersamaan oleh banyak orang. Misalnya, beberapa orang secara bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

dapat menikmati kembang api. Kemampuan kita untuk menikmati kembang api sama sekali tidak berkurang apabila terdapat tambahan beberapa orang yang mengamati kembang api tersebut. Sekali Anda menghasilkan barang nonrival untuk seseorang, barang tersebut juga tersedia untuk semua orang. Barang publik adalah “nonrival in consumption”. Istilah “nonrival” sebenarnya tidak universal.

Beberapa konsep lain menyebutnya sebagai “collective consumption” dan “joint consumption”. Meskipun istilah “collective consumption” dan “joint consumption” kurang umum, mereka memiliki keuntungan karena lebih menggambarkan barang yang dinikmati oleh kelompok atau komunitas. b. Excludability Suatu barang dikatakan “excludable” ketika barang tersebut mampu mengecualikan pihak-pihak lain untuk menikmati barang tersebut kecuali bagi mereka yang membayarnya.

Sekaleng softdrink adalah contoh sebuah “excludable good”, dimana mesin penjual otomatis dapat dengan mudah mencegah orang yang tidak membayar untuk mendapatkan softdrink. Sebuah barang dikatakan “nonexcludable” ketika barang tersebut tidak mampu mengecualikan pihak lain yang tidak membayar untuk menikmati barang tersebut. 4. Public Goods Can Be Differentiated from Alternative Categories Barang publik adalah barang yang memiliki sifat “nonrival” dan “nonexcludable”.

Konsep “rivalry” dan “excludability” disamping dapat memperjelas definisi dari barang publik, mereka juga dapat dijadikan dasar untuk membedakan barang publik dengan barang lainnya. Para ekonom menjadikan “rivalry” dan “excludability” sebagai variabel dikotomi. Sebuah barang dapat bersifat “rival” atau “nonrival” dan juga bisa bersifat “excludable” atau “nonexcludable”.

Kedua variabel dikotomi tersebut dapat menciptakan empat kemungkinan kombinasi, yang dapat disajikan dalam tabel taksonomi empat kuadran berikut ini: Figure 1: Taxonomy of Goods Rival in Consumption No Yes Excludable Toll Goods (Kuadran I) Private Goods (Kuadran II) Examples: toll road, cable TV, Examples: chewing gum, can of movie theater, college course.

soda, pair of stockings Nonexcludable Public Goods (Kuadran III) Examples: National Common Goods (Kuadran IV) Defense, lighthouse, fireworks display Examples: fish in the sea, common pastures, clean air, clean water.

Toll Goods (Kuadran I), adalah barang-barang yang bersifat “nonrival in consumption” tapi “excludable”. Istilah lainnya adalah “natural monopolies”. Yang termasuk jenis dari “Toll Goods” adalah jalan tol; jembatan tol; film bioskop, dan TV kabel. Barang-barang tersebut bersifat nonrival. Sebagai contoh, program TV kabel yang sedang ditonton oleh seseorang tidak menghalangi jutaan pihak lain dari berbagai negara untuk menikmati program yang sama. Namun, barang-barang tersebut “excludable”.

Sebagai contoh, sistem TV kabel dapat menghalangi mereka yang tidak membayar untuk melihat program-program tertentu. Sifat excludable ini menciptakan timbulnya iuran bagi pemirsa yang menikmati program TV kabel tersebut. Dengan pembayaran iuran tersebut, memungkinkan penyedia program TV kabel untuk membayar tenaga kerja mereka. Private Goods (Kuadran II) adalah kebalikan dari barang publik, yang mana bersifat “rival in consumption” dan “excludable”. Contohnya adalah makanan dan pakaian.

Sekaleng softdrink adalah contoh yang bagus untuk menggambarkan barang privat. Seseorang yang sedang meminum softdrink akan menghalangi orang lain untuk menikmati softdrink tersebut dalam waktu yang sama.

Sekaleng softdrink juga bersifat excludable, dimana mesin penjual otomatis dapat dengan mudah mencegah orang yang tidak membayar untuk mendapatkan softdrink.

Pada umumnya, barang yang diperoleh melalui pasar merupakan barang publik. Sifat “excludability” menjamin produsen untuk mendapatkan pembayaran sesuai dengan usaha mereka, dan sifat “rivalry in consumption” mengurangi kemungkinan konsumen untuk mencoba menikmati barang orang lain daripada membelinya.

Public Goods (Kuadran III) memiliki sifat “nonrival” dan “nonexcludable”. Contoh barang publik termasuk pertunjukan kembang api, pertahanan nasional, sistem keadilan, peraturan lalu lintas, perlindungan lingkungan, dan bahkan sinyal radio. Barang publik juga dapat disebut “barang kolektif” dimana barang-barang tersebut dapat digunakan oleh banyak orang secara bersamaan.

Barang publik tidak mampu mengecualikan pihak-pihak yang tidak membayar untuk menikmati barang publik. Hal inilah yang menjadikan pihak swasta kurang bersedia untuk menyediakan barang publik karena mereka akan sulit mendapatkan penggantian dari biaya yang telah dikeluarkan. Common Goods (Kuadran IV) adalah barang-barang yang bersifat “rivalry in consumption” namun “nonexcludable”. Istilah common goods tidaklah universal.

Barang tersebut biasa disebut juga sebagai “common pool resourses” atau “common resources”. Contohnya termasuk cadangan air dan minyak bumi, lingkungan, dan ikan di laut. Barang-barang tersebut tersedia dalam jumlah besar dan dapat diakses dari berbagai lokasi sehingga bersifat nonexcludable. Namun, Barang umum berbeda dengan barang publik karena mereka bersifat “rivalry in consumption”. Misalnya, ikan di laut bersifat rivalry in consumption karena ikan yang telah ditangkap oleh seseorang tidak akan tersedia untuk digunakan oleh orang lain.

Penggunaan barang umum oleh seseorang dapat mencegah orang lain untuk menggunakannya. PURE PUBLIC GOODS Barang publik murni adalah suatu anomali yang langka di dunia karena kebanyakan barang memiliki sifat sebagian “rivalry” dan sebagian “excludable”. Barang publik murni adalah barang-barang dan jasa yang tidak ada persaingan sama sekali dalam melakukan konsumsi dan pengecualiannya mustahil. Barang publik di mana karakteristik nonrivalry atau nonexcludability-nya dapat dikompromikan beberapa derajat disebut barang publik tidak murni (impure public goods).

Contoh-contoh kemurnian barang publik dapat bermanfaat bagi kita untuk membayangkan secara jelas dinamika penyediaan barang publik. 1. Degrees of Rivalry and Excludability Pengklasifikasian barang akan menjadi lebih sederhana apabila kita memperlakukan “rivalry” dan “excludability” sebagai dikotomi/pemisah dalam menentukan jenis barang.

Sifat rivalry maupun excludability jarang ada yang mutlak, yang ada hanya masalah perbedaan tingkatan/level (degree). Beberapa ekonom memvisualisasikan karakteristik seperti rivalry dan excludability sebagai kontinum, dengan berbagai derajat.

Jika persaingan dan dikecualikan berada di continua, taksonomi jenis barang akan diganti dengan grafik dua dimensi, yang dapat menampung berbagai tingkat persaingan/rivalry dan excludability. Figure II: Revised Taxonomi of Goods with Degrees of Rivalry and Excludability a. Degrees of Rivalry Dalam dunia nyata, sedikit sekali barang-barang yang memiliki sifat rivalry dan nonrivalry sepenuhnya.

Sebagian besar sifat barang terletak diantara dua kondisi ektrim tersebut. Barang yang memiliki sifat nonrivalry sepenuhnya (0%) adalah pertahanan nasional.

Setiap warga dapat menerima keseluruhan manfaat dari pertahanan nasional tanpa memperhatikan jumlah penduduknya. Sebagai konsekuensinya, tidak ada biaya tambahan dalam memberikan tingkat perlindungan yang sama persis apabila ada tambahan penduduk. Lawan dari tanpa persaingan sepenuhnya (totally nonrival) adalah persaingan sepenuhnya (totally rival).

Topi memiliki sifat persaingan sepenuhnya (100%) karena hanya dapat dipakai oleh satu orang pada satu waktu. Sebagai Akibatnya, ada biaya tambahan untuk menyediakan topi untuk setiap tambahan orang yang ingin memakainya. Tingkat rivalry in consumption yang terletak diantaranya (0% – 100%) timbul karena adanya eksternalitas. Eksternalitas timbul jika tindakan dari seseorang dapat menimbulkan biaya atau memberikan manfaat bagi orang lain. Eksternalitas positif terjadi ketika tindakan seseorang memberikan manfaat bagi orang lain.

Eksternalitas negatif terjadi ketika tindakan seseorang menimbulkan beban/biaya bagi orang lain. Sebuah jalan umum yang besar, pada suatu waktu bisa dikategorikan sebagai barang nonrival. Sebuah jalan dapat dianggap mendekati nonrival sepenuhnya pada jam tiga pagi pada saat tidak ada mobil lain yang melintasi jalan.

Namun di pagi hari, persaingan mulai muncul karena ada tambahan mobil yang melintasi jalan. Sebuah jalan berbeda secara fundamental jika dibandingkan dengan barang nonrival murni seperti pertahanan nasional. Dengan pertahanan nasional, semua warga berbagi posisi/manfaat yang sama dari serangan pihak luar. Berbeda halnya dengan jalan dimana dapat memunculkan persaingan pada tingkat tertentu sehingga mencegah setiap orang berbagi posisi yang sama persis.

Dua mobil tidak dapat berbagi ruang yang sama di jalan, dan setiap usaha untuk melanggar prinsip ini akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Selama jam sibuk, tingkat persaingan meningkat ke level baru. Setiap tambahan mobil akan memperlambat perjalanan, meningkatkan waktu perjalanan, dan membebani biaya pada pengemudi yang lain. Jadi, meskipun jalan umum masih bersifat “nonexcludable”, tingkat persaingan dalam konsumsi akan semakin bertambah seiring bertambahnya mobil baru.

Pada kondisi tertentu, sebuah jalan mungkin tidak dapat dilewati sepenuhnya, sebuah kondisi yang mendekati sifat rivalry penuh. Namun, kejadian tersebut jarang terjadi, karena kebanyakan pengemudi akan tetep dapat melewati jalan meskipun sedikit-sedikit sehingga tidak sepenuhnya rival in consumption. Eksternalitas juga dapat memodifikasi persaingan dari suatu barang yang secara teoritis bersaing (rivalry in consumption).

Sebagai contoh, vaksin untuk penyakit menular adalah bersifat rivalry jika hanya satu orang dapat menerima bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. Jika hanya satu orang yang divaksinasi, penerima vaksin akan menikmati semua manfaat inokulasi. Namun, jika sebagian besar penduduk yang divaksinasi, orang lain yang tidak divaksinasi juga akan menikmati manfaat dalam bentuk penurunan risiko terkena suatu menular penyakit.

Jika semua orang divaksinasi, mungkin akan memberantas penyakit itu sama sekali. Sebagai contoh, program vaksinasi cacar internasional mampu menghilangkan penyakit tersebut. Dalam hal ini, tidak hanya penerima yang menerima manfaat kekebalan dari penyakit ini, tetapi semua generasi masa depan juga akan menerima barang publik berupa bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. penyakit ini. Sedikit sekali barang yang murni rival atau murni nonrival yang mungkin ada, sebagian besar dari mereka menimbulkan beberapa eksternalitas yang membuat mereka tidak sepenuhnya murni rival maupun nonrival.

b. Degree of Excludability Seperti halnya rivalry, excludability juga jarang bersifat mutlak. Sangat sedikit barang yang bersifat excludable sepenuhnya atau nonexcludable sepenuhnya. Sebuah contoh barang yang seutuhnya nonexcludable adalah pertahanan nasional, karena pertahanan nasional tidak hanya melindungi warga yang membayar jasa tersebut tetapi juga melindungi warga yang tidak membayarnya.

Sebaliknya, satu kaleng soda dapat menjadi barang excludable jika kita meletakkannya ke dalam mesin otomatis penjual softdrink. Kebanyakan barang berada dalam posisi antara excludability dan nonexcludability. Jalan kota mungkin dikategorikan sebagai barang nonexcludable karena banyak pintu masuk dari berbagai kota lain kejalan tersebut dan tidak mungkin untuk menempatkan pintu tol ditiap jalan masuk tersebut sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada pendapatan yang diterima.

Pada jalan tol, dipintu masuk dan pintu keluarnya ditempatkan pintu karcis sehingga memudahkan dalam menarik biaya tol dan juga untuk mencegah orang yang tidak membayar karcis untuk masuk sehingga lebih efisien. Figure: Road on two dimensional continuum of rivalry and excludability Jika kita perhatikan sifat rivalry dan excludability dari jalan umum di atas, jelas terlihat bahwa jalan umum tidak hanya menempati satu titik pada kontinum tetapi beberapa titik yang membentuk kurva luas yang membentang dari satu sudut ke sudut lain yang berlawanan.

Karakteristik ini dapat berubah dan tidak mutlak. Sebagai contoh, excludability dapat diubah dengan menggunakan teknologi dimana pembebanan biaya jalan tol mungkin dapat dikenakan secara elektronik tanpa mengharuskan mobil tersebut berhenti di pabean/pintu masuk.

Di masa depan, mungkin pengenaan biaya tol dapat diterapkan di semua tipe jalan, termasuk jalanan kota. Kebijakan ini dapat mengurangi kemacetan jalan karena para pengendara mobil akan berusaha melakukan perjalanan saat off-peak hours, ketika tarif toll yang dikenakan masih lebih murah. 2. Differentiating Pure Public Goods from Alternative Categories Sejak lama para ekonom telah berusaha untuk membuat suatu ketentuan yang dapat membedakan suatu barang.

Wilayah abu-abu antara barang publik murni dengan barang privat murni telah tumbuh baik dalam ukuran maupun kepentingan. Figure 4: Two-dimensional continuum of rivalry and excludability Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa letak dari barang publik murni dan barang privat murni berada di sudut yang berlawanan dimana barang publik murni memiliki tingkat rivalry dan excludability sebesar 0% sedangkan barang privat murni memiliki tingkat rivalry dan excludability sebesar 100%.

Pada faktanya, hampir tidak ada barang yang masuk dalam kategori barang publik murni maupun barang privat murni. Sebagian besar dari mereka terletak di antara keduanya dan belum dapat didefinisikan seutuhnya. Oleh karenanya, pemahaman akan barang publik akan dimulai dari pemahaman atas pure public goods sebagai istilah yang sudah umum. a. Pure Public Goods Istilah barang publik murni jarang digunakan apabila dibandingkan dengan istilah barang publik.Barang publik murni adalah barang yang benar-benar memiliki sifat nonrival dan non excludable.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Karena sifatnya yang nonrivalry, maka tidak ada biaya tambahan yang dikenakan apabila ada tambahan pengguna baru dan tidak ada pembebanan biaya bagi pengguna yang sudah ada atas tambahan pengguna baru tersebut.

Demikian pula, karena sifatnya yang nonexcludable, maka tidak mungkin untuk mencegah orang yang tidak membayar barang tersebut untuk menikmatinya.

1) Barang Publik Internasional Barang publik murni dengan cakupan geografis yang paling universal adalah barang publik internasional, Karena tidak ada penghuni planet ini yang dikecualikan. Barang publik internasional termasuk keamanan internasional, pengetahuan, lingkungan, dan stabilitas ekonomi.

Barang publik internasional otomatis menguntungkan semua orang, di manapun di bumi, tanpa harga. 2) Barang Publik Nasional Barang publik nasional adalah barang publik murni yang tidak bisa dipisahkan, tetapi hanya dalam batas-batas suatu negara. Barang publik nasional meliputi pertahanan nasional, sistem hukum, dan kadang-kadang bahkan pemerintah yang efisien. Barang-barang ini tanpa pesaing dan tidak eksklusif dalam suatu negara.

Barang publik nasional secara otomatis menguntungkan semua orang di dalam suatu negara, tanpa harga. 3) Barang Publik Lokal Barang publik lokal adalah barang publik murni karena mereka tanpa pesaing dan tidak ada yang dikecualikan untuk tidak membayar.

Tapi keuntungan mereka terbatas pada wilayah geografis yang kecil. Banyak contoh klasik dari barang publik, seperti mercusuar dan kembang api, tidak bisa dipisahkan karena kita tidak harus membayar untuk menikmati mereka, tapi untuk menikmati barang-barang ini kita akan harus pergi mendekatinya. Biaya transportasi sering membuat ekonomi tidak rasional bagi kita untuk menikmati manfaat dari barang publik lokal di tempat yang jauh.

Barang publik lokal yang tersedia untuk semua orang tanpa harga, tetapi orang harus datang mendekat untuk menikmatinya. Internasional, nasional, dan barang-barang publik lokal adalah barang publik murni, karena tidak mungkin untuk mengecualikan orang-orang yang tidak membayar.

Masalah geografis dapat membuat keterbatasan praktis pada kemampuan kita untuk mengambil keuntungan dari barang-barang. b. Barang Swasta Murni Barang swasta murni merupakan musuh utama konsumsi dan untuk menyisihkan orang yang tidak membayar. Contoh barang swasta murni termasuk permen karet, sekaleng soda, sepasang kaos kaki, dan anting-anting.

Barang swasta hanya tersedia bagi mereka yang bersedia membayar. Sebagian besar ekonom berpendapat bahwa barang swasta murni tidak memiliki eksternalitas. Eksternalitas terjadi ketika transaksi antara dua pihak membebankan biaya atau memberi manfaat pada pihak ketiga.

Kebalikan dari barang swasta, yaitu barang publik, dapat dipandang sebagai kasus ekstrim eksternalitas. c. Barang Publik Tidak Murni Barang publik tidak murni berada diantara barang publik murni dan barang swasta murni. Ada barang publik yang tidak murni dan barang pribadi murni. Konsep barang publik murni lebih umum, sehingga merupakan tempat yang logis untuk memulai.

1) Barang Publik yang dikecualikan Barang Publik yang dikecualikan adalah barang publik yang dapat dibuat terpisah. Sebuah sinyal siaran televisi adalah barang publik lokal, tidak ada saingan dan tidak eksklusif, setidaknya untuk televisi dalam waktu sekitar 50 mil dari pemancar televisi. Tapi program yang sama dapat dibuat terpisah dengan menempatkan program pada kabel.

Karakteristik yang membedakan antara barang publik lokal dan barang klub adalah bahwa barang publik lokal terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmatinya, sedangkan upaya sadar dibuat untuk membatasi akses ke barang-barang klub untuk anggota yang membayar untuk mendukung proyek tersebut. Aturan cepat praktis untuk membedakan barang klub dari barang publik lokal adalah bahwa barang publik lokal yang tersedia untuk semua, bahkan turis. Barang klub, bagaimanapun, adalah hanya tersedia untuk anggota.

2) Barang Publik Congestible Barang publik congestible adalah barang publik yang nonrival dalam penggunaan biasa tetapi menjadi penuh dalam penggunaan yang terus menerus atau jam sibuk.

Setiap pengguna tambahan membebankan biaya pada pengguna lainnya. Barang publik yang padat kadang-kadang juga disebut barang publik ambien. Jalan raya adalah contoh yang baik dari barang publik congestible. Selama jam nonpeak menyerupai barang publik, tetapi dapat menjadi penuh pada jam sibuk.

3) Publik Barang Campuran Barang publik juga dapat dicampur dengan barang jenis lain, yang mengakibatkan barang tidak murni. Sebuah contoh umum adalah pencampuran program radio dan iklan radio. Program radio adalah barang publik, karena mereka tanpa pesaing dan tidak eksklusif. Dari perspektif pendengar radio, program radio tanpa pesaing, seperti sejumlah orang dapat mendengarkan tanpa mengganggu pendengar yang ada. Mereka juga tanpa pengecualian, seperti orang dengan radio dapat mendengarkan secara gratis.

Iklan radio secara jelas barang-barang swasta karena mereka berdua saingan dan dikecualikan. 4) Barang Swasta tidak murni Kategori ini adalah yang paling umum digunakan. Beberapa ekonom menganggap barang-barang yang tidak umum atau swasta murni sebagai barang publik murni. Tapi barang swasta tidak murni memiliki lebih banyak kesamaan dengan barang swasta murni. Barang pribadi murni keduanya benar-benar saingan dalam konsumsi dan benar-benar terpisah. a) Barang Swasta dengan Eksternalitas Eksternalitas terjadi setiap kali ada transaksi oleh dua pihak baik dengan membebankan biaya atau memberikan manfaat pada pihak ketiga yang bukan bagian dalam transaksi asli.

Dalam kasus eksternalitas positif, kebocoran manfaat kepada pihak ketiga melanggar asumsi persaingan lengkap dari yang baik swasta murni. Dalam kasus eksternalitas negatif, biaya yang dikenakan pada pihak ketiga, yang bukan merupakan pihak dalam transaksi sebenarnya. Dengan demikian pihak dalam transaksi tidak membayar biaya penuh, melanggar asumsi barang pribadi murni yang dikecualikan.

Eksternalitas negatif adalah pembenaran bagi intervensi pemerintah, baik untuk mengendalikan dampak negatif dari eksternalitas pada pihak terluka atau kompensasi untuk cedera mereka. Oleh karena itu transaksi dengan eksternalitas tidak lagi murni swasta. b) Barang Swasta Campuran Barang swasta Campuran serupa dengan barang publik campuran, kecuali mereka mulai keluar sebagai barang swasta. Mereka mungkin berbeda dari barang-barang pribadi dengan eksternalitas saat eksternalitas merupakan bagian dari barang yang dimaksudkan.

Misalnya, kampanye internasional untuk memberantas cacar terdiri dari memvaksinasi banyak individu, yang merupakan barang swasta karena setiap dosis vaksin adalah persaingan dan dikecualikan. Tapi hasil penting dari vaksinasi universal pemberantasan penyakit, yang merupakan barang publik seperti yang tanpa pesaing dan tidak eksklusif. dan dikelola universal di seluruh dunia. c) Barang Swasta yang disediakan untuk publik Dalam kasus yang langka, pemerintah menyediakan barang-barang yang pada dasarnya barang swasta untuk warga negara mereka (Stiglitz, 2000, hal 136).

Perumahan adalah contohnya, perumahan adalah barang swasta dan dalam kebanyakan kasus adalah barang swasta murni. Sementara perumahan jelas barang swasta, beberapa komunitas menyediakan perumahan publik dengan sewa bersubsidi kepada mereka yang tidak dapat membeli rumah. Keterlibatan publik dalam barang swasta seperti perumahan adalah dilakukan di bawah premis bahwa masyarakat juga memperoleh beberapa nilai atau manfaat dari mengetahui bahwa beruntung warganya memiliki kebutuhan dasar.

Cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan yang sama bagi pemerintah untuk mensubsidi sewa perumahan swasta bagi mereka yang dinyatakan tidak mampu membeli rumah. Seperti yang kita lihat, barang murni menjadi tidak murni karena mereka memiliki karakteristik lebih dari satu jenis yang barang. Beberapa barangbarang murni mungkin mirip dengan lebih dari satu jenis barang murni. Kami membedakan barang publik murni dari kategori ini dengan tidak murni sehingga kita dapat menggunakan contoh murni ketika berpikir tentang tantangan penyediaan barang publik dalam ekonomi pasar.

C. TANTANGAN PENYEDIAAN BARANG PUBLIK Meskipun barang publik diperlukan dalam ekonomi pasar, penyediaan barang-barang publik tersebutlah yang menyajikan tantangan sulit untuk pasar tersebut.

Pasar sangat efisien dalam memproduksi barang swasta karena barang tersebut baik persaingan dalam konsumsi dan pengecualian. Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

menghadapi kesulitan besar mengalokasikan sumber daya untuk produksi barang publik karena kurangnya barang publik kualitas kedua. Salah satu cara untuk memahami pasar menghadapi kesulitan dalam memproduksi barang publik murni adalah untuk mengidentifikasi mekanisme yang memungkinkan pasar untuk secara efektif menghasilkan barang swasta murni dan untuk mengidentifikasi bagaimana perbedaan antara barang publik murni dan swasta murni.

1. Pasar menggunakan Persaingan dan Pengecualian untuk Mengalokasikan Barang Persaingan dan pengecualian sangat penting untuk penyediaan barang di pasar untuk beberapa alasan. Persaingan memungkinkan produsen untuk secara akurat mengukur permintaan produk mereka, dan pengecualian memungkinkan produsen untuk mendapatkan bayaran untuk barang-barang mereka. Fitur-fitur ini, bersama dengan asumsi kepentingan sepihak, menyebabkan keefisienan dan mungkin alokasi yang optimal atas sumber daya yang ada.

Adam Smith, dalam buku klasiknya, The Wealth of Nations (1776), menunjukkan bahwa pasar bertindak sebagai invisible hands untuk mengkoordinasikan tindakantindakan individu, masing-masing bertindak secara sukarela demi kepentingannya sendiri, untuk melayani kepentingan bersama. Namun kita tidak bergantung pada kebaikan dari tukang daging atau tukang roti untuk menyediakan makanan untuk meja kita, tetapi atas kepentingan diri sendiri (Smith, 1991, hal 20). Seorang tukang roti, ingin mencari nafkah sendiri, akan memanggang barang yang orang inginkan.

2. Kesulitan yang dihadapi dalam menyediakan Barang Publik melalui Pasar. Karena Barang publik dan barang privat merupakan dua hal yang saling bertolak belakang maka alasan mengapa pasar sangat efektif dalam menyediakan barang privat adalah sama dengan alasan mengapa pasar tidak efektif dalam menyediakan barang publik.

a. Nonrivalry menciptakan suatu insentif bagi setiap orang untuk menyembunyikan kesukaan mereka yang sebenarnya Orang-orang dapat menikmati barang nonrival yang diproduksi untuk tetangga mereka. Oleh karenanya, orang-orang lebih memilih untuk tidak bersuara untuk memberikan apresiasi atas barang nonrival tersebut karena takut dimintai kontribusi atas barang tersebut.

Jadi, permintaan atas barang publik mungkin tersembunyi sehingga pasar tidak mencoba untuk menawarkan barang publik yang mereka anggap sebagai tidak diinginkan. b. Non-excludable menciptakan suatu insentif bagi setiap orang bahwa mereka tidak perlu berkontribusi untuk menikmati barang publik tersebut.

Karakteristik dari barang publik yang “nonexcludable” membuat orang-orang dapat menikmati mereka tanpa harus membayar. Ini dapat menciptakan seseorang dapat menjadi free rider. 1) Free Rider sebagai suatu kekurangan dalam sifat dasar manusia Fenomena free rider dapat dianggap sebagai suatu kekurangan dari sifat manusia. Setiap manusia berusaha untuk menghindarkan diri dari masalah dan biaya dan lebih suka untuk membebankannya/berpangku tangan kepada orang lain.

2) Free Rider sebagai peningkat kegunaan rasional (Rational Utility Maximizer) Asumsikan hanya ada dua barang, yaitu makanan dan pertahanan. Makanan adalah barang privat dan pertahanan adalah barang publik. Setiap individu memiliki dua pilihan, menghabiskan sebagian besar dari pendapatan mereka pada makanan atau menghabiskannya pada pertahanan. Jika seseorang memberikan kontribusi paling besar untuk kepentingan publik, pertahanan nasional, maka kesejahteraan keluarga akan mengalami penurunan yang nyata sedangkan dalam tingkat pertahanan tidak terlihat.

Namun, jika individu yang sama menghabiskan mayoritas penghasilannya pada makanan, belanja pangan yang lebih tinggi akan membuat perbaikan yang nyata dalam kesejahteraan keluarga tapipengurangan belanja publik tidak terlihat pengaruhnya dalam keamanan nasional. Pada tingkat individu, akan muncul pemikiran untuk berkontribusi lebih sedikit untuk pertahanan nasional. Setiap individu akhirnya menghadapi godaan untuk menjadi free rider dan bergantung pada kontribusi orang lain untuk barang publik seperti pertahanan nasional.

Pada tingkat bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah., jutaan orang yang memilih untuk menjadi free rider dapat menimbulkan masalah yang serius pada penyediaan barang publik. 3) Free Rider menghalangi timbulnya pareto efficiency karena kurang tersedianya barang publik Pareto efficiency tidak akan tercapai dengan pendanaan sukarela atas barang publik karena barang publik akan kurang didanai sekalipun mereka akan disediakan.

Masyarakat secara keseluruhan mungkin lebih suka untuk menukarkan beberapa barang privatnya untuk level barang publik yang lebih besar, tetapi tidak ada individu yang mempunyai keinginan untuk melakukannya. Karena tidak ada individu yang dapat melakukan, dan mereka berperilaku sendiri-sendiri di dalam pasar, mengakibatkan timbulnya keinginan secara terstruktur ke semua warga lainnya untuk menjadi free rider. Oleh karenanya, upaya untuk menyediakan barang publik melalui mekanisme pasar merupakan kegagalan struktural yang disebabkan oleh sifat nonrivalry dan nonexcludability atas barang publik.

BAB III PENYEDIAAN BARANG PUBLIK DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA A. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang Publik dan Jasa Publik di Indonesia Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik adalah unsur penunjang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bappenas melalui Sekretaris Utama. Lembaga ini dipimpin oleh seorang kepala.

Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi: penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi penyelesaian masalah di bidang pengadaan pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem pengadaan nasional B.

Permasalahan dalam Penyediaan Barang Publik 1. Kebocoran dan Penyimpangan atas penyediaan barang publik sehingga tidak mampu memberikan utilitas yang optimal Terjadinya begitu banyak kebocoran dan penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta rendahnya profesionalisme aparat pemerintah dalam mengelola anggaran publik. Korupsi menjadi sindrom klasik yang senantiasa menggerogoti negara-negara yang ditandai oleh superioritas pemerintah salah satunya Indonesia.

Kendati sulit dibuktikan, kebocoran anggaran publik terus berlanjut dan merugikan negara. Berdasarkan data ICW (September 20 2010) adalah besarnya kebocoran APBN mencapai 30%. Kebocoran anggaran itu mengakibatkan proyek infrastruktur yang dibangun dengan anggaran pemerintah lebih cepat rusak dibandingkan dengan umur rencananya.

Masalah efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran juga masih sering dipertanyakan. Rendahnya efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan pemerintah akibat maraknya irasionalitas pembiayaan kegiatan negara. Kondisi ini disertai oleh rendahnya akuntabilitas para pejabat pemerintah dalam mengelola keuangan publik.

Hal ini menyebabkan beberapa masalah dalam penyediaan barang publik, yaitu: a. Banyak dalam merencanakan kebutuhan tidak sesuai dengan barang yang dibutuhkan oleh masyarakat karena memang tidak ada ada partisipasi atau melibatkan masyarakat, karena hanya beberapa tokoh, itupun untuk kepentingan partai atau golongan tertentu.

b. Tidak merencanakan biayaperawatan/pemeliharaan yang semakin hari akan membebani APBN/APBD. c. Barang yang masih layak operasional sudah diusulkan untuk dihapuskan atau diremajakan 2. Kurangnya Kesadaran atas Pembayaran Pajak Barang publik tidak dapat disediakan tanpa adanya partisipasi dari rakyat dalam penyediaan dana.

Ukuran partisipasi rakyat secara kasar bisa dihitung dengan membandingkan tax ratio negara Indonesia dengan negara lainnya sehingga bisa diperkirakan pula seberapa banyak free rider atas barang publik yang ada di Indonesia. Berdasarkan data tax ratio tahun 1989 – 2010 diperoleh data sebagai berikut: Tax Ratio negara-negara berkembang yang selevel dengan Indonesia sudah mampu bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

tax ratio sebesar 20%. Dari tabel diatas bisa kita simpulkan bahwa selama kurun waktu 21 tahun indonesia hanya mampu menaikkan tax rationya sebesar 5.11% yang bisa kita hitung dari tax ratio 2010 sebesar 13.30 % dikurangi tax ratio 21 tahun yang lalu yaitu pada akhir pelita 1 tahun 1989 sebesar 8.19 %.

Dan dengan data diatas juga kita bisa mengatahui bahwa untuk meningkatkan tax ratio indonesia sebesar 1% rata-rata indonesia membutuhkan waktu 4,1 tahun (diperoleh dari 21 tahun dibagi 5,11 %), sementara untuk bisa setara dengan tax ratio negara-negara tetangga yang sedang berkembang yang sudah mencapai sekitar 20% bisa anda hitung sendiri.

3. Sistem hukum yang bisa dibeli menyebabkan rakyat kecil terkecualikan dalam mendapatkan keadilan Korupsi menyebabkan keadilan di negeri ini menjadi hal yang langka yang seharusnya bisa dinikmati oleh semua orang.

Aparat hukum di negara ini yang masih bisa dibeli menyebabkan banyak masyarakat miskin yang tersingkirkan dan keadilan itu sendiri menjadi barang privat yang mungkin bukan dalam artian keadilan yang sesungguhnya. 4. Negara belum mampu sepenuhnya menyediakan sistem pendidikan yang dapat dinikmati oleh seluruh penduduk di Indonesia khususnya rakyat miskin. Ketentuan yang menyatakan bahwa sekolah tingkat SD dan SMP menjadi kewajiban pemerintah belum dapat dilaksanakan.

Terlihat jelas dengan tingginya biaya sekolah yang semakin lama semakin mahal menjadikan pendidikan menjadi barang yang sulit/excludable. Kondisi ini memang bukan sepenuhnya salah pemerintah, melainkan semua pihak yang secara terstruktur mengakibatkan sistem pendidikan di Indonesia belum dapat dinikmati oleh seluruh penduduk di Indonesia.

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Barang publik merupakan barang yang nonrival dan tidak terpisahkan. Salah satu contoh dari barang publik adalah pertahanan dan keamanan. Sekali barang publik tersebut dinikmati oleh satu orang maka sangat sulit atau mustahil untuk mencegah orang lain untuk menikmati barang publik tersebut walaupun orang tersebut tidak memberikan suatu kontribusi atas barang publik itu.

Nonrivalry dan nonexcludability menciptakan beberapa kesulitan dalam usaha-usaha untuk menyediakan barang publik secara sukarela melalui transaksi pasar. Orang menghadapi godaan untuk bebas menggunakan dan menikmati barang yang dibayar oleh orang lain. Oleh karena itu hampir semua masyarakat, bahkan ekonomi pasar, memilih untuk penyediaan layanan atau barang publik melalui pendapatan pajak.

B. SARAN Penyediaan barang publik di Indonesia masih belum dapat dilakukan secara optimal. Oleh karenanya, perlu dilakukan beberapa perbaikan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum di Indonesia (law enforcement) dalam rangka melindungi semua hak dan kewajiban seluruh penduduk di Indonesia 2. Meningkatkan kesadaran pentingnya pajak dalam penyediaan barang publik di Indonesia 3.

Penyediaan barang publik yang tepat sasaran dalam memperoleh utilitas yang maksimal.Naskah UUD 1945, diterbitkan pada tahun 1946. Ikhtisar Yurisdiksi Indonesia Penyusunan 1 Juni – 18 Agustus 1945 Penyampaian 18 Agustus 1945 Tanggal berlaku 18 Agustus 1945 Sistem Kesatuan republik Struktur pemerintahan Cabang 3 Kepala negara Presiden Lembaga legislatif Bikameral ( MPR, terdiri dari DPR dan DPD) Lembaga eksekutif Presiden, dibantu oleh menteri kabinet Lembaga kehakiman MA, MK, dan KY Lembaga lain BPK Federalisme Kesatuan Kolese elektoral Tidak ada Pembatasan amendemen 1 Sejarah Pembentukan badan legislatif 29 Agustus 1945 ( KNIP) 15 Februari 1950 (DPR) Pembentukan badan eksekutif 18 Agustus 1945 Pembentukan badan peradilan 18 Agustus 1945 Amendemen 4 Amendemen terakhir 11 Agustus 2002 Referensi UUD 1945 Asli (PDF) UUD 1945 Satu Naskah (PDF) Lokasi dokumen Arsip Nasional, Jakarta Penetap PPKI Perumus BPUPK Jenis media Dokumen teks tercetak Naskah lengkap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di Wikisource • l • b • s Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (disingkat UUD 1945; terkadang juga disingkat UUD '45, UUD RI 1945, atau UUD NRI 1945) adalah konstitusi dan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Republik Indonesia.

UUD 1945 menjadi perwujudan dari dasar negara ( ideologi) Indonesia, yaitu Pancasila, yang disebutkan secara gamblang dalam Pembukaan UUD 1945. Perumusan UUD 1945 dimulai dengan kelahiran dasar negara Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang pertama BPUPK. Perumusan UUD yang rill sendiri mulai dilakukan pada tanggal 10 Juli 1945 dengan dimulainya sidang kedua BPUPK untuk menyusun konstitusi.

UUD 1945 diberlakukan secara resmi sebagai konstitusi negara Indonesia oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Pemberlakuannya sempat dihentikan selama 9 tahun dengan berlakunya Konstitusi RIS dan UUDS 1950. UUD 1945 kembali berlaku sebagai konstitusi negara melalui Dekret Presiden yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959. Setelah memasuki masa reformasi, UUD 1945 mengalami empat kali perubahan (amendemen) dari tahun 1999–2002.

UUD 1945 memiliki otoritas hukum tertinggi dalam sistem pemerintahan negara Indonesia, sehingga seluruh lembaga negara di Indonesia harus tunduk pada UUD 1945 dan penyelenggaraan negara harus mengikuti ketentuan UUD 1945.

Selain itu, setiap peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang melakukan pengujian atas undang-undang, sementara Mahkamah Agung atas peraturan di bawah undang-undang, yang bertentangan dengan ketentuan UUD 1945.

[1] Wewenang untuk melakukan pengubahan terhadap UUD 1945 dimiliki Majelis Permusyawaratan Rakyat, seperti yang telah dilakukan oleh lembaga ini sebanyak empat kali. Ketentuan mengenai perubahan UUD 1945 diatur dalam Pasal 37 UUD 1945. Daftar isi • 1 Struktur • 1.1 Pembukaan • 1.2 Batang Tubuh • 1.2.1 Bab I: Bentuk dan Kedaulatan • 1.2.2 Bab II: Majelis Permusyawaratan Rakyat • 1.2.3 Bab III: Kekuasaan Pemerintahan Negara • 1.2.4 Bab IV: Dewan Pertimbangan Agung • 1.2.5 Bab V: Kementerian Negara • 1.2.6 Bab VI: Pemerintahan Daerah • 1.2.7 Bab VII: Dewan Perwakilan Rakyat • 1.2.8 Bab VIIA: Dewan Perwakilan Daerah • 1.2.9 Bab VIIB: Pemilihan Umum • 1.2.10 Bab VIII: Hal Keuangan • 1.2.11 Bab VIIIA: Badan Pemeriksa Keuangan • 1.2.12 Bab IX: Kekuasaan Kehakiman • 1.2.13 Bab IXA: Wilayah Negara • 1.2.14 Bab X: Warga Negara dan Penduduk • bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

Bab XA: Hak Asasi Manusia • 1.2.16 Bab XI: Agama • 1.2.17 Bab XII: Pertahanan dan Keamanan Negara • 1.2.18 Bab XIII: Pendidikan dan Kebudayaan • 1.2.19 Bab XIV: Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial • 1.2.20 Bab XV: Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan • 1.2.21 Bab XVI: Perubahan Undang-Undang Dasar • 1.2.22 Aturan Peralihan • 1.2.23 Aturan Tambahan • 2 Sejarah • 2.1 Perumusan • 2.2 Pengesahan dan pemberlakuan • 2.3 Penangguhan • 2.4 Pemberlakuan kembali dan penyimpangan • 2.4.1 Masa Demokrasi Terpimpin • 2.4.2 Masa Orde Baru • 2.5 Proses perubahan • 3 Perubahan • 3.1 Latar belakang • 3.2 Asal dan tujuan • 3.3 Ketentuan perubahan • 3.4 Daftar • 3.4.1 Perubahan pertama • 3.4.2 Perubahan kedua • 3.4.3 Perubahan ketiga • 3.4.4 Perubahan keempat • 4 Catatan • 5 Referensi • 5.1 Daftar pustaka • 6 Pranala luar Struktur UUD 1945 telah mengalami perubahan struktur yang signifikan semenjak UUD 1945 diamendemen sebanyak empat kali.

Bahkan, diperkirakan hanya 11% dari keseluruhan isi UUD yang tetap sama seperti sebelum adanya perubahan UUD. Sebelum diamendemen, UUD 1945 terdiri atas: [2] • Pembukaan, yang terdiri dari empat alinea.

• Batang Tubuh, yang terdiri dari: • 16 bab, 37 pasal, atau 65 ayat aturan utama. • 4 pasal aturan peralihan. • 2 ayat aturan pertambahan. • Penjelasan, yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Setelah diamendemen, UUD 1945 saat ini (menurut Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945) terdiri atas: [2] • Pembukaan, yang terdiri dari empat alinea. • Pasal-Pasal, yang terdiri dari: • 21 bab, 73 pasal, atau 194 ayat aturan utama. • 3 pasal aturan peralihan.

• 2 pasal aturan tambahan. Meskipun bagian " Penjelasan UUD 1945" tidak disebutkan secara formal dari UUD 1945 setelah perubahan keempat, isi-isi dari bagian Penjelasan telah diintegrasikan secara materiel ke dalam Batang Tubuh dan masih menjadi bagian tidak terpisahkan dari UUD 1945.

[3] Berikut ini merupakan struktur UUD 1945 dalam satu naskah (setelah amendemen keempat). Pembukaan Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian pendahuluan dari UUD 1945 yang berupa teks empat alinea. Setiap alinea dalam Pembukaan mempunyai makna yang berbeda-beda, yaitu: [4] • Alinea I bermakna bahwa bangsa Indonesia anti penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kemudian, bangsa Indonesia juga mengakui bahwa setiap bangsa berhak untuk merdeka. oleh karena itu bangsa Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia. • Alinea II menggambarkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yaitu ingin mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. • Alinea III berisi pernyataan kemerdekaan Indonesia, dan juga pengakuan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan yang dicapai adalah berkat rahmat Tuhan dan bukan semata-mata hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri.

• Alinea IV memuat tujuan dibentuknya pemerintahan dan negara Republik Indonesia, serta memuat dasar negara Pancasila. Batang Tubuh Batang Tubuh UUD 1945 merupakan bagian isi dari UUD 1945 yang berupa pasal-pasal dan ayat-ayat.

Batang Tubuh terdiri dari 16 bab, yang terdiri dari 37 pasal atau 194 ayat. Materi muatan Batang Tubuh ini berisi garis-garis besar berupa identitas negara, lembaga tinggi negara, warga negara, sosial ekonomi, hak asasi manusia, demografi, dan aturan perubahan UUD. Bab I: Bentuk dan Kedaulatan Bab I terdiri dari satu pasal atau 3 ayat.

Bab I (yang hanya terdiri dari Pasal 1) menyatakan bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan republik, kedaulatan negara berada di tangan rakyat, dan sistem negara Indonesia sebagai negara hukum. Bab II: Majelis Permusyawaratan Rakyat Lambang MPR-RI Bab II terdiri dari dua pasal atau 5 ayat. Bab II mengatur hal-hal mengenai lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI atau MPR). Isi Bab II berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 2: susunan, sidang, dan putusan MPR.

• Pasal 3: wewenang MPR. Bab III: Kekuasaan Pemerintahan Negara Lambang Presiden dan Wakil Presiden RI Bab III terdiri dari 17 pasal atau 38 ayat, sehingga menjadi bab dengan jumlah pasal dan ayat terbanyak di dalam UUD ini. Bab III mengatur hal-hal yang menyangkut Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Isi Bab III berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 4: Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara, dengan dibantu oleh Wakil Presiden.

• Pasal 5: wewenang Presiden mengenai peraturan perundang-undangan. • Pasal 6: syarat calon Presiden dan Wakil Presiden. • Pasal 6A: tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. • Pasal 7: periode jabatan Presiden dan Wakil Presiden. • Pasal 7A: alasan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

• Pasal 7B: tata cara pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden. • Pasal 7C: Presiden yang tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR. • Pasal 8: prosedur bila terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

• Pasal 9: sumpah atau janji Presiden dan Wakil Presiden dalam pelantikan. • Pasal 10: kekuasaan tertinggi kemiliteran di tangan Presiden. • Pasal 11: hubungan internasional yang dibuat Presiden Indonesia. • Pasal 12: wewenang Presiden dalam menyatakan keadaan bahaya • Pasal 13: pengangkatan dan penerimaan duta dan konsul oleh Presiden. • Pasal 14: pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi oleh Presiden.

• Pasal 15: pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lain oleh Presiden. • Pasal 16: pembentukan dewan pertimbangan. Bab IV: Dewan Pertimbangan Agung Setelah amendemen keempat, isi Bab IV dihapuskan. Dengan kata lain, keberadaan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapuskan dari struktur Pemerintahan Indonesia. Peran DPA digantikan oleh suatu dewan pertimbangan seperti yang disebutkan dalam Bab III Pasal 16 UUD 1945.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

Bab V: Kementerian Negara Bab V terdiri dari satu pasal atau 4 ayat. Bab V (yang hanya terdiri dari Pasal 17) mengatur hal-hal mengenai lembaga-lembaga Kementerian Negara. Bab VI: Pemerintahan Daerah Bab VI terdiri dari tiga pasal atau 4 ayat.

Bab VI mengatur hal-hal mengenai pemerintahan daerah di Indonesia, khususnya pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Isi Bab VI berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 18: ciri-ciri wilayah admistratif di Indonesia beserta pemerintahan daerahnya.

• Pasal 18A: hubungan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. • Pasal 18B: satuan pememerintahan daerah khusus dan kesatuan masyarakat hukum adat. Bab VII: Dewan Perwakilan Rakyat Lambang DPR-RI Bab VII terdiri dari 7 pasal atau 18 ayat. Bab VI mengatur hal-hal utama mengenai lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI atau DPR) dan pembentukan undang-undang (UU).

Isi Bab VII berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 19: pemilihan anggota, susunan, dan sidang DPR. • Pasal 20: wewenang DPR dalam membuat UU. • Pasal 20A: fungsi, hak, dan hak anggota DPR. • Pasal 21: pengajuan UU oleh DPR. • Pasal 22: peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).

• Pasal 22A: tata cara pembentukan UU. • Pasal 22B: pemberhentian anggota DPR. Bab VIIA: Dewan Perwakilan Daerah Lambang DPD-RI Bab VIIA terdiri dari dua pasal atau 8 ayat. Bab VIIA mengatur hal-hal mengenai lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI atau DPD).

Isi Bab VIIA berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 22C: pemilihan anggota, susunan, dan sidang DPD. • Pasal 22D: wewenang dan pemberhentian anggota DPD. Bab VIIB: Pemilihan Umum Bab VIIB terdiri dari satu pasal atau 6 ayat. Bab VIIB (yang hanya terdiri dari Pasal 22E) mengatur pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia.

Bab VIII: Hal Keuangan Bab VIII terdiri dari 5 pasal atau 7 ayat. Bab VIII mengatur hal-hal yang berhubungan dengan keuangan negara.

Isi Bab VIII berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 23: anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). • Pasal 23A: pajak dan pungutan lain.

• Pasal 23B: mata uang. • Pasal 23C: hal-hal keuangan negara lainnya. • Pasal 23D: bank sentral. Bab VIIIA: Badan Pemeriksa Keuangan Lambang BPK-RI Bab VIIIA terdiri dari tiga pasal atau 7 ayat. Bab VIIIA mengatur hal-hal mengenai lembaga Badan Pemeriksa Bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah.

Republik Indonesia (BPK-RI atau BPK). Isi Bab VIIIA berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 23E: tugas BPK. • Pasal 23F: susunan BPK. • Pasal 23G: kedudukan BPK. Bab IX: Kekuasaan Kehakiman Lambang MA-RI, MK-RI, dan MK-RI.

Lembaga MK-RI menggunakan lambang Garuda Pancasila tanpa embel-embel (atau bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah. disertai nama lembaga di bawahnya). Bab IX terdiri dari 5 pasal atau 19 ayat.

Bab IX mengatur segala hal mengenai lembaga dan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Isi Bab IX berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 24: garis besar kekuasaan kehakiman di Indonesia. • Pasal 24A: Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI atau MA). • Pasal 24B: Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY-RI atau KY). • Pasal 24C: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI atau MK).

• Pasal 25: syarat-syarat menjadi hakim. Bab IXA: Wilayah Negara Bab IXA terdiri dari satu pasal atau satu ayat. Bab IXA (yang hanya terdiri dari Pasal 25A) mengatur wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bab X: Warga Negara dan Penduduk Bab X terdiri dari tiga pasal atau 7 ayat. Bab X mengatur pengertian, hak, dan kewajiban dari warga negara dan penduduk Indonesia. Isi Bab X berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 26: pengertian warga negara dan penduduk.

• Pasal 27: hak dan kewajiban utama sebagai warga negara. • Pasal 28: kebebasan berserikat dan berpendapat. Bab XA: Hak Asasi Manusia Bab XA terdiri dari 10 pasal atau 26 ayat. Bab XA memuat segala hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh UUD ini. Isi Bab XA berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 28A: hak hidup dan mempertahankan hidup • Pasal 28B: hak berkeluarga dan hak anak • Pasal 28C: hak mengembangkan diri, hak memanfaatkan pendidikan dan budaya, serta hak memajukan diri untuk memperjuangkan hak kelompoknya.

• Pasal 28D: hak keadilan dalam hukum, pekerjaan, dan pemerintahan, serta hak kewarganegaraan. • Pasal 28E: hak kebebasan memeluk agama atau meyakini kepercayaan, serta hak berserikat dan berpendapat. • Pasal 28F: hak berkomunikasi dan bertukar informasi. • Pasal 28G: hak perlindungan individu dan kelompok, hak bebas dari perbudakan, dan hak mencari suaka. • Pasal 28H: hak hidup sejahtera, hak mendapat keadilan dan persamaan hak, hak jaminan sosial, serta hak milik pribadi.

• Pasal 28I: HAM yang tidak dapat dikurangi, hak bebas dari diskriminasi, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional, serta peran negara atas HAM. • Pasal 28J: kewajiban menghormati HAM orang lain dan pembatasan HAM dalam kasus khusus oleh UU.

Bab XI: Agama Bab XI terdiri dari satu pasal atau dua ayat. Bab XI (yang hanya terdiri dari Pasal 29) menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan mengatur jaminan kebebasan beragama dan beribadat sesuai agamanya.

Bab XII: Pertahanan dan Keamanan Negara Lambang Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Bab XII terdiri dari satu pasal dan 5 ayat. Bab XII (yang hanya terdiri dari Pasal 30) mengatur sistem pertahanan dan keamanan negara, terutama mengenai satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta keterlibatan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Bab XIII: Pendidikan dan Kebudayaan Bab XIII terdiri dari dua pasal dan 7 ayat. Bab XIII mengatur pendidikan nasional untuk warga negara dan kemajuan kebudayaan nasional. Isi Bab XIII berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 31: jaminan untuk warga negara memperoleh pendidikan dan kewajiban mengenyam pendidikan, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). • Pasal 32: pengembangan nilai dan kekayaan budaya nasional.

Bab XIV: Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Bab XIV terdiri dari dua pasal dan 9 ayat. Bab XIV mengatur garis-garis besar perekonomian nasional dan program kesejahteraan sosial. Isi Bab XIV berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 33: mekanisme perekonomian nasional dan pengelolaan sumber daya vital dalam negeri. • Pasal 34: pemeliharaan orang miskin dan anak terlantar, serta pengadaan jaminan sosial, fasilitas kesehatan, dan fasilitas umum.

Bab XV: Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Bendera Sang Merah Putih dan Garuda Pancasila Bab XIV terdiri dari 5 pasal dan 5 ayat.

Bab XV memberi penjelasan atas beberapa identitas negara Indonesia. Isi Bab XV berdasarkan pasal-pasal, yaitu: • Pasal 35: bendera negara Indonesia sebagai Sang Merah Putih. • Pasal 36: bahasa nasional Indonesia sebagai bahasa Indonesia. • Pasal 36A: lambang negara Indonesia sebagai Garuda Pancasila dan semboyan negara sebagai Bhinneka Tunggal Ika.

• Pasal 36B: lagu kebangsaan Indonesia sebagai lagu Indonesia Raya. • Pasal 36C: ketentuan lebih lanjut atas identitas-identitas negara yang disebutkan di atas. Bab XVI: Perubahan Undang-Undang Dasar Bab XVI terdiri dari satu pasal dan 5 ayat. Bab XVI mengatur ketentuan-ketentuan untuk mengubah UUD ini.

Aturan Peralihan Aturan-aturan peralihan memberikan ketentuan-ketentuan kepada pemerintah agar penyesuaian dengan perubahan-perubahan pada UUD 1945 dapat berjalan dengan mulus. Aturan-aturan tersebut, yaitu: • Pasal I memberikan legitimasi terhadap undang-undang yang berlaku sebelum perubahan UUD agar tetap berlaku hingga undang-undang pengganti disahkan menurut UUD.

• Pasal II memberikan legitimasi terhadap lembaga-lembaga yang telah usang setelah perubahan UUD untuk tetap berfungsi sepanjang melaksanakan aturan baru dari perubahan UUD, hingga dibentuknya lembaga yang baru menurut UUD. • Pasal III memberikan legitimasi terhadap MA agar menjalankan kewenangan-kewenangan MK sebelum lembaga tersebut dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003. Aturan Tambahan Aturan-aturan tambahan memberikan ketentuan-ketentuan tambahan yang tidak perlu disisipkan pada aturan utama dan aturan peralihan.

Aturan-aturan tersebut, yakni: • Pasal I memberi tugas pada MPR untuk menyaring Ketetapan MPR dan MPRS sebelum sidang umum berikutnya (pada tahun 2003). • Pasal II menegaskan bahwa UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal. Sejarah Perumusan Piagam Jakarta sebagai cikal bakal Pembukaan UUD 1945 Penyusunan rancangan UUD 1945 dilakukan secara bertahap oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), yaitu badan yang dibentuk dengan izin Jepang pada tanggal 29 April 1945.

[5] Sidang pertama BPUPK, yang dilaksanakan dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni tersebut, menghasilkan gagasan "dasar negara", dengan mengacu pada rumusan " Pancasila" yang digagas oleh Soekarno.

Selain itu, sidang ini juga menghasilkan kesepakatan untuk membentuk Panitia Sembilan yang akan membahas lebih jauh mengenai gagasan tersebut agar menghasilkan rumusan yang matang. [6] Satu setengah bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan yang telah mengadakan sidang-sidang akhirnya merampungkan rumusan dasar negara tersebut dan menamakannya Piagam Jakarta.

Naskah piagam inilah yang menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah itu, sidang kedua BPUPK yang berlangsung dari tanggal 10–17 Juli membahas perihal piagam tersebut dan komponen-komponen negara, seperti bentuk negara, bentuk dan susunan pemerintahan, kewarganegaraan, bendera dan bahasa nasional, dan sebagainya.

Setelah beberapa perdebatan mengenai Piagam Jakarta, akhirnya BPUPK merampungkan naskah rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) yang terdiri dari Pembukaan UUD yang mengacu pada Piagam Jakarta dan Batang Tubuh UUD yang berisi komponen-komponen tersebut.

bentuk partisipasi warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan di lingkungan masyarakat adalah...

{INSERTKEYS} [7] [8] Pengesahan dan pemberlakuan Sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945) yang menghasilkan salah satunya pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Setelah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merupakan kelanjutan dari BPUPK mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 18 Agustus.

Sidang tersebut kemudian menghasilkan, salah satunya, penetapan rancangan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD yang dihasilkan BPUPK sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sah. Namun sebelum itu, PPKI melakukan beberapa perubahan pada naskah UUD hasil rancangan BPUPK, terutama pada bagian-bagian yang dianggap lebih menonjolkan agama Islam.

Perubahan-perubahan tersebut di antaranya: [9] [10] • Kata "Mukadimah" diganti dengan kata "Pembukaan". • Pada salah satu frasa (yang merupakan sila pertama Pancasila) dalam alinea keempat yang berbunyi, "... dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, ..." diubah menjadi "... dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, ...". • Frasa "yang beragama Islam" dalam Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam" dihapuskan.

• Beberapa kata dalam kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dalam Pasal 28 Ayat (1) diganti, sehingga menjadi Pasal 29 Ayat (1) yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". • Penyisipan Pasal 28 yang berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang".

Dalam kurun waktu 1945–1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP, karena MPR dan DPR masih belum terbentuk.

Pada tanggal 14 November setelahnya, Soekarno membentuk kabinet semiparlementer yang pertama (karena adanya jabatan Perdana Menteri di dalamnya), sehingga peristiwa ini merupakan peristiwa perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia yang seharusnya seperti yang disebutkan dalam UUD 1945. Setelah Indonesia dan Belanda beberapa kali melakukan pertempuran dan perjanjian gencatan senjata, pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949, perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan Majelis Permusyawaratan Federal (BFO) bentukan Belanda melakukan pertemuan di di Den Haag (Belanda) yang disebut Konferensi Meja Bundar (KMB) untuk perjanjian damai terakhir kalinya dengan Belanda.

KMB tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa kedaulatan negara Indonesia akan diberikan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakui oleh Belanda.

RIS kemudian terbentuk pada tanggal 27 Desember 1949. Oleh karena hal ini, UUD 1945 dibatalkan secara otomatis setelah negara tersebut berdiri. Penangguhan Artikel utama: Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) dibentuk dan Indonesia menjadi negara federasi, konstitusi yang digunakan di Indonesia juga secara otomatis berubah.

[11] Sejak hari terbentuknya, RIS menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS). Konstitusi RIS ini tidaklah bertahan lama dan akhirnya dicabut pada tanggal 15 Agustus 1950, [12] yang diikuti dengan pembubaran negara RIS dan kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Setelah peralihan tersebut, Indonesia memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950) yang merupakan modifikasi dari UUD RIS.

Oleh karena itu, UUDS 1950 mengenal sistem pemerintahan Indonesia sebagai sistem parlementer. Setelah beberapa tahun berlaku, Indonesia pada tahun 1955 melaksanakan pemilihan umum untuk pertama kalinya dalam dua tahap, yaitu pemilihan anggota DPR pada tanggal 29 September dan pemilihan anggota konstituante pada tanggal 15 Desember. [13] [14] Konstituante Republik Indonesia yang terdiri atas anggota-anggota terpilih pemilu tahap kedua tersebut bertugas mengadakan sidang-sidang untuk membahas dan merumuskan rancangan UUD yang baru menggantikan UUDS 1950.

Namun badan tersebut tidak dapat menghasilkan rancangan UUD baru dan bahkan sebagian besar anggotanya berencana untuk menarik diri dari sidang konstituante. Keadaan genting ini memaksa Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan badan Konstituante Republik Indonesia, memberlakukan kembali UUD 1945 dan membatalkan UUDS 1950, serta membentuk MPR dan DPA sementara secepatnya. [15] [16] Pemberlakuan kembali dan penyimpangan Masa Demokrasi Terpimpin Prangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen, untuk merayakan pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

Setelah pemerintah mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 yang sempat tidak berlaku selama sembilan tahun akhirnya kembali berlaku sebagai konstitusi negara. [17] Akibat pemberlakuan ini, jabatan Perdana Menteri Indonesia dihapuskan dan sistem pemerintahan Indonesia kembali menganut sistem presidensial sesuai amanat UUD 1945. Pada masa Demokrasi Terpimpin, terdapat berbagai penyimpangan terhadap UUD 1945.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut di antaranya ialah: [18] [19] • Konsep Pancasila ditafsirkan sepihak oleh Soekarno. • Konsep demokrasi terpimpin yang digagas oleh Presiden Soekarno yang menekankan bahwa semua keputusan kenegaraan berpusat pada presiden, padahal Pemerintah Indonesia tersebut berdasarkan sistem konstitusional dan bukan sistem absolutisme (Penjelasan UUD [a]), sementara UUD 1945 menyiratkan bahwa kekuasaan pemerintahan di Indonesia menganut asas pembagian kekuasaan.

• Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), padahal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah kekuasaan negara tertinggi dan lebih tinggi daripada posisi presiden (Penjelasan UUD [a]), sehingga presiden tidak berhak untuk mengatur MPR. • Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong yang anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno, padahal presiden tidak berhak untuk membubarkan DPR (Penjelasan UUD [a]).

• Presiden Soekarno membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), padahal Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bertugas memberi pertimbangan atas usulan presiden dan berhak memberi usulan kepada pemerintah (Pasal 16 [a]) serta menjadi penasihat pemerintah (Penjelasan UUD [a]). Presiden tidak seharusnya mengatur badan yang mengawasi pemerintah seperti hal tersebut. • MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa jabatan Presiden Indonesia hanya boleh dipegang selama lima tahun (Pasal 5 [a]), dan setelah itu harus dipilih kembali oleh MPR (Pasal 6 [a]).

• Manipol USDEK yang dijadikan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh Soekarno, padahal yang berhak menentukan GBHN adalah MPR (Pasal 3 [a]). • Konsep nasakom (nasionalis, agama, dan komunis) yang digagas oleh Presiden Soekarno perlahan-lahan menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945. Masa Orde Baru Pada masa Orde Baru, pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. [20] UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan, yaitu: • Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 dan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 yang di antaranya berisi pernyataan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 dan tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang salah satunya menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.

Meskipun penyimpangan UUD 1945 secara eksplisit tidak tampak pada zaman Orde Baru, terdapat beberapa penyimpangan Pancasila sebagai dasar dari UUD 1945 yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, yakni: [21] [22] • Konsep Pancasila masih ditafsirkan sepihak oleh Soeharto, dan terlebih lagi digunakan sebagai alat legitimasi politik untuk menguasai rakyat. • Pemusatan kekuasaan pada presiden yang masih terjadi di tangan Soeharto, meskipun pemusatan tersebut lebih terstruktur.

Soeharto hanya mempercayakan orang-orang terdekatnya untuk menguasai perusahaan besar negara. • Pemerintahan Soeharto yang melarang adanya kritikan-kritikan untuk pemerintah dengan alasan menganggu kestablilan negara, termasuk juga pers. • Hak-hak politik dibatasi oleh pemerintah dengan mengurangi jumlah partai politik yang resmi menjadi tinggal tiga.

Proses perubahan Sistem politik Indonesia sebelum dan setelah amendemen (dalam bahasa Inggris). Setelah pemerintahan Orde Baru jatuh dan masa reformasi dimulai, terdapat banyak tuntutan untuk melakukan pengubahan pada naskah UUD 1945. Alasan adanya tuntutan perubahan UUD 1945 tersebut antara lain karena kenyataan bahwa kekuasaan tertinggi bukan di tangan rakyat tetapi di tangan MPR yang dikuasai pemerintah, kekuasaan yang terlalu besar pada presiden, banyaknya pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir, serta kenyataan bahwa isi rumusan UUD 1945 yang mengatur penyelenggaraan negara yang belum cukup.

Latar belakang dari tuntutan tersebut dapat dilihat dari bukti bahwa banyaknya penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 yang dapat terjadi di masa-masa sebelumnya. Oleh sebab itu, MPR mengadakan sidang-sidang umum yang menghasilkan perubahan (amendemen) UUD 1945 sebanyak empat kali. [23] [24] [25] • Perubahan pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung antara 14–21 Oktober 1999.

• Perubahan kedua dilakukan pada Sidang Umum MPR 2000 yang berlangsung antara 7–18 Agustus 2000. • Perubahan ketiga dilakukan pada Sidang Umum MPR 2001 yang berlangsung antara 1–9 November 2001. • Perubahan keempat dilakukan pada Sidang Umum MPR 2002 yang berlangsung antara 1–11 Agustus 2002. Setelah amendemen, dampak yang paling terasa adalah pembagian kekuasaan yang lebih setara dan seimbang, tidak ada lagi lembaga pemerintahan tertinggi, sehingga lembaga pemerintahan yang diatur di dalam UUD 1945 menjadi lembaga tinggi negara yang masing-masing dapat saling mengawasi dan bekerja sama tetapi tidak boleh mengontrol satu sama lain.

Lembaga-lembaga tersebut juga memiliki wewenang, batasan, dan cara pengangkatan yang lebih jelas setelah amendemen, sehingga lembaga-lembaga tersebut dapat menjalankan peran yang semestinya. Selain itu, adanya hak-hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam UUD 1945 menjadikan HAM sebagai salah satu tujuan konstitusi. [26] Perubahan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan proses untuk mengubah salah satu atau beberapa pasal yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945.

Perubahan UUD ini merupakan salah satu wewenang dari MPR-RI yang diatur dalam UUD 1945. Sepanjang sejarah, MPR telah melakukan empat kali pengubahan pada UUD 1945. Latar belakang Meskipun Soekarno sendiri sebagai Presiden Indonesia pertama mengeluarkan dekret presiden untuk memberlakukan kembali UUD 1945, beliau selalu menganggap bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi yang tidak lengkap.

Namun semenjak Soeharto menjabat sebagai presiden pada tahun 1967, pemerintahan rezim Orde Baru selalu menolak menyetujui bentuk perubahan (amendemen) apa pun itu terhadap UUD 1945.

Mereka menganggap bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi yang bersifat final dan "kemurniannya" harus tetap dilindungi. [27] Pada tahun 1983, MPR, melalui Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983, menetapkan posisi untuk tidak melakukan pengubahan pada UUD 1945. Meskipun begitu, MPR juga mengatur ketentuan untuk mengubah UUD 1945 pada ketetapan MPR yang sama. Namun, ketentuan tersebut menyebutkan syarat keharusan untuk mengadakan referendum yang telah disetujui oleh Presiden atas rancangan amendemen UUD yang telah diloloskan oleh MPR.

[28] Terlebih lagi, UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum atas perubahan UUD 1945 menyatakan bahwa referendum tersebut harus mencapai partisipasi pemilih minimum sebesar 90% dan hasil suara dukungan minimum sebesar 90% agar proses amendemen dapat dilanjutkan dan perubahan UUD dapat disahkan. [29] Peraturan-peraturan ini membuat pengubahan UUD 1945 semakin sulit dilakukan, dan selain itu juga dianggap bertentangan dengan Pasal 37 UUD 1945 yang tidak pernah menyebutkan tentang referendum.

Setelah kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998, ketetapan MPR dan UU tersebut dihapuskan, sehingga membuka jalan yang lebih lebar untuk dilakukannya amendemen UUD 1945. Akhirnya pada tahun 1999–2002, UUD 1945 mengalami perubahan (amendemen) sebanyak empat kali yang seluruhnya diputuskan dalam sidang-sidang umum MPR. Asal dan tujuan Berkaca dari penyimpangan-penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru, salah satu tuntutan demonstrasi penuntut reformasi adalah dilakukannya perubahan (amendemen) terhadap UUD 1945.

Alasan-alasan terbesar UUD 1945 diamendemen, yaitu karena pasal-pasal dalam UUD 1945 asli yang jumlahnya terlalu sedikit dan mudah menimbulkan multitafsir.

Sementara itu, tujuan dari perubahan-perubahan UUD 1945 tersebut sebagian besar berupa penyempurnaan atas aturan-aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.

Perubahan UUD 1945 dilakukan dengan beberapa syarat, di antaranya adalah Pembukaan UUD 1945 tidak boleh berubah, bentuk negara tetap dalam bentuk negara kesatuan, serta sistem pemerintahan tetap dalam bentuk sistem presidensial. Ketentuan perubahan Sebelum amendemen, ketentuan perubahan di dalam UUD 1945 hanya memberikan syarat bahwa anggota MPR yang hadir dalam sidang pengubahan UUD harus berjumlah dua pertiga (2/3) dari keseluruhan anggota dan putusan perubahan UUD hanya bisa dilakukan bila mendapat persetujuan dari 2/3 anggota MPR.

Setelah perubahan keempat, ketentuan perubahan UUD tersebut menjadi lebih mendetail. Suatu usulan perubahan dapat diagendakan dalam sidang MPR bila diajukan oleh sepertiga (1/3) dari keseluruhan anggota dan usulan tersebut harus dituliskan secara mendetail.

Dan sama seperti sebelum amendemen, anggota MPR yang hadir dalam sidang pengubahan UUD harus setidaknya 2/3 dari jumlah anggota. Namun tidak seperti sebelumnya, putusan perubahan UUD hanya bisa dilakukan bila mendapat persetujuan dari 50% ditambah satu anggota dari keseluruhan jumlah anggota MPR.

Selain itu, terdapat ayat pembatasan perubahan UUD ( entrenchment clause) yang menyatakan bahwa khusus bentuk " Negara Kesatuan Republik Indonesia" tidak dapat diubah. Daftar Berikut ini merupakan daftar perubahan UUD yang telah disahkan sebagai bagian dari UUD 1945 yang utuh dan tidak terpisahkan. Perubahan pertama Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: Artikel utama: Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-12 pada tanggal 19 Oktober 1999, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 1999 yang berlangsung pada tanggal 14– 21 Oktober 1999.

Perubahan ini secara garis besar bertujuan untuk membuat kekuasaan legislatif dan eksekutif lebih seimbang dan sejajar, serta membatasi masa jabatan Presiden. [30] [31] Dalam perubahan pertama ini, MPR mengubah beberapa pasal, yaitu Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2) dan (3), Pasal 20, dan Pasal 21. Perubahan kedua Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: Artikel utama: Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-9 pada tanggal 18 Agustus 2000, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2000 yang berlangsung pada tanggal 7–18 Agustus 2000.

Perubahan tersebut utamanya bertujuan melakukan penguatan otonomi daerah, penguatan peran legislatif, jaminan HAM dalam konstitusi, penguatan peran TNI dan Polri, dan penambahan identitas nasional. [30] [31] Dalam perubahan kedua tersebut, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal 22B, Bab IXA, Pasal 25E, [b] Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

Perubahan ketiga Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: Artikel utama: Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-7 pada tanggal 9 November 2001, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2001 yang berlangsung pada tanggal 1–9 November 2001.

Perubahan ini terutama memberi penguatan pada kekuasaan kehakiman ( yudikatif) agar sejajar dengan kekuasaan legislatif dan eksekutif, menambah DPD ke dalam susunan lembaga legislatif, memperbarui kelembagaan BPK, dan memperjelas mekanisme demokrasi dalam tata negara. [30] [31] Dalam perubahan ketiga ini, MPR mengubah dan/atau menambahkan beberapa pasal dan bab, yaitu Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3), [b] dan (4); [b] Pasal 6 Ayat (1), dan (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); Pasal 7A; Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); Pasal 7C; Pasal 8 Ayat (1) dan (2); Pasal 11 Ayat (2) dan (3); Pasal 17 Ayat (4); Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); serta Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6).

Perubahan keempat Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: Artikel utama: Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan dalam Rapat Paripurna MPR ke-6 pada tanggal 10 Agustus 2002, yang merupakan rangkaian dari Sidang Umum (Tahunan) MPR Tahun 2002 yang berlangsung pada tanggal 1– 11 Agustus 2002.

Perubahan tersebut menitiberatkan pada penyempurnaan ayat-ayat atau pasal-pasal tunggal yang hilang serta penyempurnaan pasal-pasal di bidang pendidikan, kebudayaan, perekonomian, keuangan, dan kesejahteraan sosial. [30] [31] Dalam perubahan keempat ini, MPR menetapkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.

• Pernyataan MPR mengenai naskah UUD 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

• Penambahkan pernyataan penutup pada naskah perubahan kedua (sebelum kolom-kolom tanda tangan) yang hilang. • Perubahan penomoran pada Pasal 3 Ayat (3) dan (4) dalam perubahan ketiga menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan (3), serta Pasal 25E menjadi Pasal 25A.

• Penghapusan Bab IV dan pemindahan Pasal 16 ke Bab III. • Pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 Ayat (1); Pasal 6A Ayat (4); Pasal 8 Ayat (3); Pasal 11 Ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 Ayat (3); Bab XIII, Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Pasal 23 Ayat (1) dan (2); Bab XIV, Pasal 33 Ayat (4) dan (5); Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; serta Aturan Tambahan Pasal I dan II.

Catatan • ^ "Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan". Pasal 9, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011. • ^ a b Maarif, Syamsul Dwi (2021-09-27). "Sistematika UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen". Tirto.id . Diakses tanggal 2022-01-28. • ^ Asshiddiqie, Jimly. "Status Keberlakuan Penjelasan UUD 1945". Hukumonline.com . Diakses tanggal 2022-01-28. • ^ Lisfianti, Widya (2021-09-13). "Pembukaan UUD 1945: Sifat, Makna Tiap Alinea dan Pokok Pikiran Pancasila".

Tribunnews.com . Diakses tanggal 2022-01-28. • ^ Ricklefs 2005, hlm. 424. • ^ Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-12-07). "Sidang Pertama BPUPKI: Tokoh, Kapan, Tujuan, Proses, dan Hasil".

Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-25. • ^ Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-12-08). "Sidang Kedua BPUPKI: Kapan, Tujuan, Agenda, dan Hasil". Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-25. • ^ Raditya, Iswara N. (2021-08-12). "Sejarah Hasil Sidang BPUPKI Kedua: Tanggal, Tujuan, Agenda, Anggota". Tirto.id . Diakses tanggal 2022-01-26. • ^ "Perubahan Naskah Piagam Jakarta dan Rancangan UUD oleh PPKI". Kumparan. 2021-11-24 . Diakses tanggal 2022-01-27.

• ^ Ardanareswari, Indira (2019-08-18). "Sidang Pertama PPKI dan Detik-Detik Pengesahan Undang Undang Dasar". Tirto.id . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Ricklefs 2005, hlm. 466-468. • ^ "Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia".

Undang-Undang RIS No. 7 Tahun 1950. • ^ "Pemilu Pertama tahun 1955". Museum Kepresidenan Balai Kirti. 2020-09-29 . Diakses tanggal 2022-01-26. • ^ Gischa, Serafica (2020-02-06). "Sejarah Pemilu 1955 di Indonesia". Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-26. • ^ Adryamarthanino, Verelladevanka (2021-11-01). "Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959".

Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-26. • ^ Raditya, Iswara N. (2022-01-05). "Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Sejarah, Alasan, Tujuan, & Dampak". Tirto.id . Diakses tanggal 2022-01-26. • ^ Ricklefs 2005, hlm. 522-526. • ^ Wulandari, Trisna (2021-08-19). "Periode 1959 sampai 1966, Periode Demokrasi Terpimpin dan Penyimpangannya". Detikedu . Diakses tanggal 2022-01-27.

• ^ Heryansyah, Tedy Rizkha (2021-07-05). "7 Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap Pancasila dan UUD 1945: Sejarah Kelas 9". Ruang Guru . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Ricklefs 2005, hlm. 593-623. • ^ Welianto, Ari (2021-12-17). "Penyimpangan terhadap Pancasila pada Masa Orde Baru".

Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Retno, Devita (2019-07-05). "8 Penyimpangan Pada Masa Orde Baru dalam Bidang Politik".

Sejarah Lengkap . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Affifah, Farrah Putri (2021-09-14). "Amandemen UUD 1945: Pengertian, Latar Belakang, Tujuan, dan Hasil-hasilnya". Tribunnews.com . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Raditya, Iswara N. (2020-12-01). "Amandemen UUD 1945 Dilakukan 4 Kali, Sejarah, & Perubahan Pasal". Tirto.id . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Rizal, Jawahir Gustav (2021-09-14). "Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Masa ke Masa Halaman all".

KOMPAS.com . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Prakoso, Juniarto (2020-12-29). "Dampak Amandemen UUD 1945 Terhadap Masyarakat". Kumparan . Diakses tanggal 2022-01-27. • ^ Adnan Buyung Nasution (2001) • ^ "Peraturaan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat". Ketetapan MPR No. I/MPR/1983. • ^ "Referendum". Undang-Undang No. 5 Tahun 1985. • ^ a b c d Rizal, Jawahir Gustav (2021-09-14). "Sejarah Amendemen UUD 1945 dari Masa ke Masa".

Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-30. • ^ a b c d Welianto, Ari (2020-02-06). "Amandemen UUD 1945: Tujuan dan Perubahannya". Kompas.com . Diakses tanggal 2022-01-30.

Daftar pustaka • Ricklefs, Merle Calvin (2005). Syawie, Husni; Ricklefs, Merle Calvin, ed. A History of Modern Indonesia since c. 1200 Third Edition [ Sejarah Indonesia Modern 1200-2004]. Diterjemahkan oleh Wahono, Satrio; Bilfagih, Bakar; Huda, Hasan; Helmi, Miftah; Sutrisno, Joko; Manadi, Has. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. ISBN 9789791600125. OCLC 192076429. • Ricklefs, Merle Calvin (2008).

A History of Modern Indonesia since c. 1200 (E-Book version) (edisi ke-4). New York: Palgrave Macmillan. Parameter -url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • Asshiddiqie, Jimly (2003). Konsolidasi Naskah UUD 1945. Jakarta: Yarsif Watampone. • Adnan Buyung Nasution (2001) The Transition to Democracy: Lessons from the Tragedy of Konstituante in Crafting Indonesian Democracy, Mizan Media Utama, Jakarta, ISBN 979-433-287-9 • Dahlan Thaib, Dr.

H, (1999), Teori Hukum dan Konstitusi ( Legal and Constitutional Theory), Rajawali Press, Jakarta, ISBN 979-421-674-7 • Denny Indrayana (2008) Indonesian Constitutional Reform 1999-2002: An Evaluation of Constitution-Making in Transition, Kompas Book Publishing, Jakarta ISBN 978-979-709-394-5.

• Jimly Asshiddiqie (2005), Konstitusi dan Konstitutionalisme Indonesia (Indonesia Constitution and Constitutionalism), MKRI, Jakarta. • Jimly Asshiddiqie (1994), Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia (The Idea of People's Sovereignty in the Constitution), Ichtiar Baru - van Hoeve, Jakarta, ISBN 979-8276-69-8. • Jimly Asshiddiqie (2009), The Constitutional Law of Indonesia, Maxwell Asia, Singapore.

• Jimly Asshiddiqie (2005), Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi (Constitutional Law and the Pillars of Democracy), Konpres, Jakarta, ISBN 979-99139-0-X. • R.M.A.B. Kusuma, (2004) Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 ( The Birth of the 1945 Constitution),Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, ISBN 979-8972-28-7. • Nadirsyah Hosen, (2007) Shari'a and Constitutional Reform in Indonesia, ISEAS, Singapore • Saafroedin Bahar,Ananda B.Kusuma,Nannie Hudawati, eds, (1995) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usahah Persiapan Kemerdekaan Indonesian (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Minutes of the Meetings of the Agency for Investigating Efforts for the Preparation of Indonesian Independence and the Preparatory Committee for Indonesian Independence), Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta • Sri Bintang Pamungkas (1999), Konstitusi Kita dan Rancangan UUD-1945 Yang Disempurnakan ( Our Constitution and a Proposal for an Improved Version of the 1945 Constitution), Partai Uni Demokrasi, Jakarta, No ISBN Pranala luar Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Naskah Asli) • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( Dokumen Asli) • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ( Dokumen Satu Naskah) • Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Kumpulan naskah UUD 1945 beserta perubahan-perubahannya • Hukum Pidana (KUHP) • Hukum Perdata (KUHPer/BW) • Acara Pidana (KUHAP) • Advokat • Aparatur Sipil Negara • Cipta Kerja ( Omnibus Law) • Desa • Hak Asasi Manusia • Informasi dan Transaksi Elektronik • Kementerian Negara • Keterbukaan Informasi Publik • Pelayanan Publik • Pemerintahan Aceh • Pemilihan Umum • Penanggulangan Keadaan Bahaya • Penyiaran • Pers • Pokok Agraria • Pornografi • Sistem Pendidikan Nasional • Telekomunikasi • Tindak Pidana Kekerasan Seksual Rancangan • Halaman ini terakhir diubah pada 25 April 2022, pukul 10.13.

• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •{/INSERTKEYS}

Peranan Masyarakat Dalam Bela Negara




2022 www.videocon.com