Sahabat umma, sebagai umat muslim, kita mengenal Al-Qur’an sebagai kitab suci dalam agama Islam. Tak hanya itu, kita juga percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Ilustrasi Namun pernahkah Sahabat umma berpikir bagaimana asal mulanya Al-Qur’an mulai dibukukan? Dan apakah alasan dibalik pembukuan Al-Qur’an tersebut? Jika melihat pada sejarah awal mula pembukuan Al-Qur’an, disebutkan bahwa yang pertama kali membukukan Al-Qur’an dalam satu mushaf Utsmani ialah Sayyidina Utsman bin Affan. Namun, gagasan penulisan Al-Qur’an telah ada sejak zaman Khalifah Abu Bakar As-Siddiq atas usulan Umar bin Khattab.
Alasan pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf adalah untuk menghindari adanya perbedaan. Banyaknya naskah-naskah Al-Qur’an yang berbeda-beda dikhawatirkan akan menimbulkan perbedaan dalam memahami tulisan pembukuan alquran dilakukan pada masa makna ayat Al-Qur’an itu sendiri. Oleh karena itu, Utsman bin Affan mengumpulkan berbagai macam naskah Al-Qur’an untuk dijadikan satu mushaf, dan mengusulkan mushaf tersebut untuk menjadi acuan, baik dari segi penulisan, tata letak, dan huruf-huruf yang digunakan, demi menjaga persatuan dan kesatuan umat.
Spirit Muslim. Al-Quran merupakan pedoman hidup yang akan meluruskan jalan umat manusia. Didalamnya terdapat berbagai macam pedoman hidup, mulai dari hukum-hukum syari’at hingga ilmu pengetahuan. Namun dibalik begitu agungnya kandungan Al-Quran terdapat upaya yang tidak gampang untuk membukukan shuhuf (lembaran-lembaran) Al-Quran menjadi Mushaf (Kitab) Al-Quran yang utuh seperti sekarang. Al-Quran pada awalnya hanya dihafal dan dipahami oleh Rasulullah S.A.W melalui perantara Jibril yang mengajarkannya, kemudian Rasulullah S.A.W mengajarkan Al-Quran kepada keluarga dan sahabat terdekatnya melalui metode hafalan.
Akan tetapi pada masa pemerintahan Abu Bakar banyak sahabat penghafal Al-Quran gugur dalam medan peperangan dan mucullah inisiatif untuk mengumpulkan shuhuf (lembaran-lembaran) Al-Quran.
Hingga kemudian pada masa pemerintahan Umar Bin Khattab Shuhuf Al-Quran berhasil dibukukan menjadi satu kesatuan Mushaf Al-Quran. Perkembangan selanjutnya terjadi pada masa Khalifah Utsman Bin Affan, pada masa beliau Al-Quran di gandakan dan disebarkan dibeberapa daerah agar Al-Quran dapat diterima dan diajarkan disana. Pada fase inilah mulai dikenal dengan Al-Quran dalam bentuk Mushaf Utsmani.
Pada masa ini masih belum terjadi pembukuan dari shuhuf (lembaran-lembaran) Al-Qur’an. Rasulullah S.A.W mengajarkan langsung kepada keluarga dan para sahabat terdekatnya hingga mereka semua mampu menghafal Al-Qur’an. Dalam mengajarkan hafalan terhadap keluarga dan sahabat terdekatnya, Rasulullah menggunakan metode pembukuan alquran dilakukan pada masa diajarkan oleh Jibril sewaktu Rasulullah menerima wahyu yang pertama. mula-mula Nabi SAW membacakan ayat-ayat yang baru diterimanya.
Bacaan Nabi SAW ini didengarkan penuh perhatian oleh para sahabat. Karena umumnya para sahabat memiliki kecerdasan dan terbiasa menghafal. Setelah hafal, mereka membacaknya dihadapan Nabi SAW, sementara Nabi menyimaknya. Jika Nabi mengajar banyak Sahabat, maka salah seorang diantara mereka yang menyimaknya.
Rasul juga memerintahkan kepada sahabat yang pandai menulis agar menuliskannya di pelepah pohon kurma, kepingan tulang dan lempengan batu. Diantara mereka ada beberapa sahabat yang dikenal sebagai pencatat wahyu seperti Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dsb. Mereka menulis ayat-ayat al-Quran dengan sangat hati-hati, karena mereka menulis firman Allah yang menjadi pedoman hidup umat manusia.
Rasulullah memberi nama surat, juga urutan-urutannya sesuai dengan petunjuk Allah. Tulisan ayat-ayat Qur’an itu disimpan di rumah Rasulullah. Masing-masing sahabat juga menulis untuk disimpan sendiri. Bagi Nabi dan para Sahabat, ayat Al-Qur’an merupakan media yang strategis untuk memperkenalkan Islam.
Umar bi Khattab adalah seorang sahabat Nabi SAW yang masuk Islam karena tertegun oleh kandungan Al-Qur’an. Kepada orang-orang yang menentang Nabi SAW, Al-Qur’an juga dibacakan kepada mereka. Karena Catatan-catatan Al-Qur’an belum terbukukan, Nabi SAW melarang membawa catatan-catatan tersebut ke negeri yang tidak simpatik dengan Islam.
Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari upaya pengacauan ajaran Islam. Nabi SAW tidak merintis proses pembukuan Al-Qur’an, mengingat akhir turunnya wahyu belum diketahui. Akhirnya, pekerjaan ini menjadi tugas para sahabat setelah wafatnya Nabi. Setelah Rasulullah Wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq menggantikan posisi Rasulullah sebagai Khalifah untuk memimpin umat Islam. Pada pemerintahan Abu Bakar terjadi pemberontakan oleh Musailamah Al-Kadzzab yang mengaku sebagai Nabi dan peperangan terjadi hingga banyak dari kalangan sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam peperangan tersebut.
Hingga akhirnya Khalifah Abu Bakar RA dan Umar Bin Khattab memberikan kepercayaan kepada Zaid bin Tsabit RA sebagai orang yang bertanggung jawab atas pengumpulan dan penulisan kembali naskah Al-Qur’an. Dengan penuh ketekunan dan kesabaran, Zaid berhasil menuliskan satu naskah al-Quran lengkap di atas adim (kulit yang disamak) selama kurun waktu 1 tahun.
Setelah selesai, mushaf tersebut diserahkan kepada Abu Bakar dan disimpannya hingga ia wafat. Ketika Khalifah Umar RA ditikam oleh seorang penjahat, lembaran-lembaran Al-Qur’an diserahkan kepada putrinya yang sekaligus istri Nabi SAW, Hafshah RA.
Penyerahan kepada Hafshah dipandang lebih aman daripada orang lain yang belum tentu akan dipilih sebagai kepala negara. Pengangkatan kepala negara pengganti Umar dilakukan melalui musyawarah para sahabat. Karenanya, Khalifah Umar sendiri tidak mengetahui secara pasti siapa penggantinya kelak serta tidak ingin mempengaruhi hasil musyawarah dengan menyerahkan kepada salah seorang sahabat.
Pada masa pemerintahan Utsman bin ‘affan terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak. Dalam peperangan tersebut, Huzaifah bin al-Yaman melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an.
cara membaca al-Quran pun semakin bervarisi. Setidaknya terdapat 7 dialek saat itu: Quraysh, Hudhayl, Thaqîf, Hawâzin. Kinânah, Tamîm, dan Yaman. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segera melaporkan peristiwa tersebut kepada khalifah Utsman pembukuan alquran dilakukan pada masa ‘Affan. Selain itu Para sahabat juga khawatir jika perbedaan mengenai bacaan Al-Qur’an akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan.
Akhirnya Mereka sepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertama yang ada pada Abu bakar dan meyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan yang tetap pada satu huruf. ‘Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya.
Kemudian ‘Utsman memanggil Zaid bin Tsabit al-ansari, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Tsabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As, dan Abdurrahman bin Pembukuan alquran dilakukan pada masa bin Hisyam, ketiga orang terakhir ini adalah suku Quraisy; lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf dalam satu dialek, yakni dialek Quraisy, karena Al-Quran turun pertama kali menggunakan dialek bangsa tersebut.
Dialek inilah yang kini disebut dengan “Al-Qur’an dialek Mushaf Utsmani”. Dengan selesainya penulisan menjadi satu mushaf Al-Qur’an dengan logat Quraisy, maka langkah berikutnya adalah menggandakan mushaf al-Qur’an dan mengirimkannya ke berbagai daerah. Oleh khalifah, mushaf Al-Qur’an yang dikirim didaerah disertai dengan pengiriman guru Al-Qur’an yang membacakannya kepada masyarakat. Sementara itu, semua catatan Al-Qur’an dari berbagai media yang telah terkumpul dibakar, sedangkan lembaran Al-Qur’an yang dipinjam dari Hafsah dikembalikan.
Dalam pembakaran tersebut, tidak ada protes dari para sahabat, bahkan ‘Abdullah bin Mas’ud RA yang semula enggan menyerahkan catatannya untuk dibakar akhirnya menyadari keputusan Khalifah ‘Utsman sebagai upaya pemersatu umat.
Ia pun menyerahkan secara langsung catatannya kepada Khalifah ‘Utsman.
Pasca Nabi Muhammad SAW wafat terjadi pergantian kepemimpinan pengganti Rasullah SAW sebagai khalifah. Saat itu, kemudian diganti dengan terpilihnya secara aklamasi Abu Bakar As-Shiddiq menjadi khalifah pertama yang pemilihan waktu itu dilakukan oleh para sahabat baik Anshor maupun Muhajirin. Setelah meninggalnya Nabi SAW, masih menyisakan pekerjaan besar, karena ketika itu Nabi SAW juga tengah berupaya membukukan Al-Quran.
Namun, sampai akhirnya Nabi SAW wafat Al-Quran belumlah sempurna. Agenda besar Umat Islam pasca Rasullah wafat, adalah; kodifikasi Al-Quran.
Kodifikasi Al-Quran, adalah: mengumpulkan Al-Quran yang berserakan dibeberapa media, pembukuan alquran dilakukan pada masa kulit, batu, tulang, pelepah kurma, dan hafalan para sahabat. Terjadi Perang Yamamah Pada masa Khalifah Abu Bakar muncul orang-orang yang belum kuat imannya, bahkan diantara mereka menjadi murtad, terutama daerah Yaman. Kawasan Yaman dikala itu yang menolak membayar zakat dan mengaku sebagai nabi, yaitu Musaylamah Al-Kadzab.
Musaylamah muncul dengan mengubah Surat Al-Fiil untuk menandingi Al-Quran. Dikisahkan, Musaylamah mempunyai pengikut 40.000 orang yang terdiri dari suku Thayyi, Asad,Thulayhah, dan Banu Halifah, hingga Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid memerangi mereka tepatnya di Yamamah, kemudian terkenal istilah Perang Yamamah.
Perang Yamamah, adalah: Perang yang dilakukan terhadap mereka murtad dan para pengikutnya orang mengaku dirinya nabi. Peristiwa perang Yamamah tersebut menyebabkan banyak dari sahabat penghafal Al-Quran yang gugur di medan perang. Setidaknya disebutkan dalam peristiwa itu sekitar 70 penghafal yang meninggal dalam kejadian itu. Diantaranya, yaitu; Salim Mawla Abu Hudzaifah Abu Bakar Sempat Tolak Al-Quran Dibukukan dan Diyakinkan oleh Umar Bin Khattab Semenjak peristiwa Perang Yamamah Al-Quran berserakan hingga Umar bin Khattab mendesak Abu Bakar untuk membukukan Al-Quran.
Namun menurut Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya berjudul “Sejarah Al-Quran” mengatakan usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Abu Bakar, alasannya Nabi Muhammad tidak pernah memerintahkan, juga tidak pernah mencontohkan dengan mengatakan.” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” Penolakan itu disebut sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengerjakan suatu amalan. Meski ditolak, akhirnya menerima usulan mengumpulkan Al-Quran untuk dijadikan sebuah mushaf.
Peran Umar Bin Khattab menyakinkan Abu Bakar tentang pengumpulan Al-Quran begitu besar. Hal ini terlihat pasca perang Yamamah banyak para sahabat Nabi SAW yang meninggal dunia, setidaknya ada 30 orang di antaranya penghafal Al-Quran.
Peristiwa inilah mendera fikiran Umar bin Khattab, yang mendorongnya menjumpai Abu Bakar saat itu sedang dalam majelis di masjid. Dalam pertemuannya dengan Abu Bakar, Umar mengatakan,” Sungguh, perang Yamamah begitu berat bagi penghafal Al-Quran. Saya khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Quran yang akan terbunuh sehingga Al-Quran akan banyak yang hilang. Saya mengusulkan supaya Anda memerintahkan orang menghimpun Al-Quran.” Namun, apa jawaban Abu Bakar yang ditanya Umar bin Khattab tiba-tiba.
Ia tidak langsung memberi jawaban, sehingga Umar terus mendesaknya,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” Mendengar jawaban Abu Bakar Umar bin mengatakan,”Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.”Umar mencoba menyakinkan Abu Bakar.
Tidak hanya sekali menyakinkannya, tetapi berkali-kali mencoba menyakinkan hal itu. Lalu Allah telah membukakan pintu hati dan melapangkan dadaku menerima saran Umar untuk mengumpulkan Al-Quran.”Jelas Abu Bakar. Pembukuan alquran dilakukan pada masa akhirnya memanggil Zaid bin Tsabit, seorang sahabat Nabi yang pandai menghafal dan menulis mushaf Al-Quran. Abu Bakar akhirnya memerintahkan Zaid untuk mengumpulkan Al-Quran dari lembaran kulit, pelepah kurma, dan juga dari hafalan beberapa sahabat.
Peran Umar bin Khattab disebut begitu besar dalam menyakinkan Abu Bakar yang awalnya ragu dan yakin dalam membukukan Al-Quran. Bahkan sekiranya Umar tidak mengoreksi Abu Bakar ketika mengatakan,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” Dan tidak menyakinkannya pentingnya menghimpun Al-Quran, tidak membuat Abu Bakar terdorong mengumpulkan dan memanggil Zain bin Tsabit untuk mengerjakannya.
Membentuk Panitia Pengumpulan Al-Quran Setelah catatan Al-Quran yang tercecer di pelepah kurma hingga di kulit unta terkumpul. Selanjutnya khalifah Abu Bakar membentuk panitia pembukuan Al-Quran dengan mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpun Al-Quran. Penunjukan Zaid bin Tsabit oleh Abu Bakar membuktikan keunggulan Zaid yang dikenal penghafal Al-Quran yang kuat, sampai ditunjuk oleh Rasullah sebagai sekretaris. Zaid dalam menghimpun Al-Quran tidak sendiri, Ia dibantu beberapa sahabat Nabi mulai dari Zaid bin Harist, Utsman bin Affan, dan Usamah bin Zaid.
Metode yang digunakan pembukuan alquran dilakukan pada masa pengumpulan Al-Quran, yaitu memberikan syarat sebuah ayat Al-Quran harus disaksikan minimal 2 orang sahabat. Tidak hanya mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di hadapan Rasullah SAW. Tidak cukup sampai disitu, yang memiliki catatan dan 2 saksinya pun diminta bersumpah atas nama Allah SWT.
Bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Ia tidak akan menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari Al-Quran. Catatan terakhir menurut suatu riwayat, menyebutkan sahabat Khuzaimah Al-Anshari mempunyai catatan surat akhir At-Taubah dari ayat 120 hingga akhir surat. Setelah catatan dikumpulkan dicocokan semua. Dari metode inilah, Ia pada akhirnya bisa menemukan ayat terakhir surat At-Taubah.
Awalnya kedua ayat itu hanya disaksikan oleh Abu Khuzaimah Al-Ansharidan dikisahkan, tidak ada sahabat lain yang memberi kesaksian. Akibatnya dua pembukuan alquran dilakukan pada masa tersebut tidak segera dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai kemudian datang dua sahabat lagi memberi kesaksian Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab. Dikisahkan pula pengumpulan mushaf tidak memakan waktu lama, sekitar 1 tahun di era khalifah Abu Bakar diperkirakan akhir tahun 11 Hijriyah atau awal 12 Hijriyah sesudah perang Yamamah.
Setelah selesai dikumpulkan menjadi mushaf Al-Quran diserahkan kepada Abu Bakar dan disimpan sampai akhir hayat. Tepat 13 Hijriyah Abu Bakar wafat, mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khattab, lalu ke Sayyidatina Khafsah isteri Rasullah.
Dari mushaf yang dibawa Khafsah dijadikan sumber bagi Utsman bin Affan dalam membukukan Al-Quran. Itulah prestasi Abu Bakar As-Shiddiq yang tidak saja menumpas, memberantas nabi-nabi palsu, kaum murtad, ingkar zakat, tapi juga berhasil membukukan mushaf Al-Quran. Abu Bakar menjalankan urusan Islam sesudah Rasulullah.
Ia dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan pembukuan alquran dilakukan pada masa sebagian orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Qur’an.
Dalam peperangan ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khatab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari’. Abu Bakar menolak usulan itu dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah.
Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut, kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat kedudukannya dalam qiraat, penulisan pemahaman dan kecerdasannya, serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar.
Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zaid bin Sabit melalui tugasnya yang berat ini dengan bersadar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan catatan yang ada pada para penulis.
Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun 13 H, lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada ditangannya hingga ia wafat. Kemudian mushaf itu berpindah ketangan Hafsah putri Umar. Pada pembukuan alquran dilakukan pada masa kekalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
Dengan demikian Abu Bakar adalah orang pertama yang mengumpulkan Al Quran dalam satu mushaf dengan cara seperti ini, disamping terdapat juga mushaf-mushaf pribadi pada sebagian sahabat, seperti Ali, mushaf Ubay dan mushaf Ibnu Mas’ud. Para ulama berpendapat bahwa penamaan Al Quran dengan mushaf, itu baru muncul sejak saat itu, yaitu ketika Abu Bakar mengumpulkan Al Quran.
Dialah orang yang pertama mengumpulkan kitab Allah. “Jam’ul Quran” pada periode Abu Bakar ini dinamakan jam’ul qur-an ats-tsani. Perlu diingat walaupun dimasa pemerintahan Abu Bakar sudah dilakukan pengumpulan Al Quran dalam bentuk satu kumpulan seluruh surat/ayat, akan tetapi para sahabat tetap masih mempunyai simpanan catatan apa yang telah mereka punyai sejak Rasul saw. Dan ternyata pula bahwa bacaan seseorang dari kalangan sahabat kadang-kadang berbeda-beda bunyinya dengan bacaan sahabat lainnya, walaupun masing-masing itu merupakan bacaan yang sah.
Cari untuk: • Tulisan Terakhir • Meninggalkan Shalat 5 Waktu • PERSATUAN UMAT, PELAJARAN DARI SPANYOL • Sihir • Bunuh Diri • Dosa Besar, Membunuh • Arsip • November 2017 • Februari 2016 • Januari 2016 • Januari 2015 • Desember 2014 • September 2013 • Juli 2013 • Juni 2013 • April 2013 • Februari 2013 • Desember 2012 • Oktober 2012 • September 2012 • Juli 2012 • Juni 2012 • Mei 2012 • April 2012 • Maret 2012 • Februari 2012 • Januari 2012 • Kategori • Dosa Besar • English • English akidah • Ilmu Din • motivasi • nasihat • Puasa • puasa • Tafsir • Umum • Uncategorized • العربيه • Meta • Daftar • Masuk • Feed entri • Feed Komentar • WordPress.com
Dalam sejarah pembukuan alquran yang sekaranh berada di tengah-tengah kita, telah melalui perjalanan panjang selama 1400 tahun hingga seperti yang sekarang.
Jaminan keasliannya telah Allah firmankan dalam Al Hijr: 9 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sebaliknya Kami benar-benar memeliharanya.” Bangsa Arab pada awal Islam, sangat mengenal huruf, tidak mengenal baca, namun memiliki kekuatan hafal/daya ingat tingkat tinggi.
Dengan kekuatan daya ingat tersebut, mereka pakai untuk menghafal syair-syair dari para pujangga, silsilah nasab, peperangan yang terjadi di antara mereka, dan peristiwa-masalah penting lainnya.
• 1 Sejarah Pembukuan Alquran • 2 Penyusunan Alquran • 3 Mushaf Ustmani • 4 Membuat Tim Penyusun Alquran • 5 Para Penulis Alquran • 6 Tim Pengumpulan dan Penulisan Alquran: • 6.1 Sistem • 6.2 Jam’ul Qur’an • 6.3 Rasm Mushaf • 7 Akhir kata Sejarah Pembukuan Alquran widiutami.com “Ketika Rosulullah SAW wafat, Alquran masih belum dirangkum dalam satuan bentuk kitab”, demikian kata Zaid bin Tsabit, sekretaris Nabi saw.
Sebagaimana dijelaskan dalam buku Sejarah Teks Alquran (2005) karya Muhammad Mustafa Al-A’zami. Alquran, yang merupakan kitab suci umat islam, memang tidak diturunkan dalam bentuk mushaf (lembaran) yang telah tersusun rapi. Wahyu yang diturunkan kepada Rosulullah SAW juga tidak secara langsung dalam bentuk asli kitab suci yang telah siap dibaca.
Gagasan pembukuan Alquran datang belakangan, yaitu menurut sejarah pada era setelah Nabi saw wafat. Pasca pertempuran di Yamamah, banyak sahabat Nabi saw yang gugur di medan perang. Sebagian besar dari mereka adalah al-qurra (para penghafal Alquran). Umar bin al-Khattab adalah sahabat yang pertama kali mengusulkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, khalifah pertama dalam kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.
Yaitu agar menghimpun hafalan-hafalan dan manuskrip-manuskrip dari para sahabat yang berisi Alqur’an supaya tidak hilang. Penyusunan Alquran widiutami.com Penyusunan Alquran pada masa Nabi saw, keberadaan wahyu terpelihara dengan baik lewat hafalan para sahabat dan manuskrip. Menurut Taufik Adnan Amal, dalam buku Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (2005), keberadaan wahyu pada zaman Nabi saw terpelihara lewat tradisi hafalan dan tulisan yang berserakan.
Dalam kitab Fihrist karya Ibnu Nadim disebutkan tujuh sahabat Nabi yang menjadi al-qurra, seperti: • Ubay bin Ka’b • Mu’adz bin Jabal • Zaid bin Tsabit • Ali bin Abi Thalib • Sa’ad bin Ubaid • Abu ad-Darda • Ubaid bin Mu’awiyah Sahabat Usman bin Affan, Tamim ad-Dari, Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qil, Ubadah bin Shamit, Abu Ayyub, dan Mujammi’ bin Jariyah juga tercatat sebagai penghafal Alquran.
Selain dihafal, wahyu juga ditulis atas perintah Nabi saw kepada beberapa sahabat yang terpilih. Media tulis yang dipakai untuk mengabadikan Alquran adalah: • riqa (lembaran lontar) • likhaf (batu tulis berwarna putih) • ‘ashib (pelepah kurma) • aktaf (tulang belikat unta) • adlla (tulang rusuk unta) • adim (kulit binatang) Muhammad Mustafa Al-A’zami, dalam buku Sejarah Teks Al-Qur’an (2005), mencatat tidak kurang dari 56 sahabat ditugaskan oleh Nabi saw untuk menulis Alquran pada masa kehidupan di Madinah.
Setelah Nabi saw wafat (8 Juni 632), kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar ash-Shiddiq terpilih menjadi khalifah pertama yang mendapat amanat memimpin umat Islam untuk menyebarluaskan ajaran samawi paripurna ke seantero jagad.
Periode kepemimpinan Abu Bakar memang amat pendek, tetapi langkah-langkah politiknya cukup signifikan, yakni menaklukan gerakan-gerakan pembelotan dari kelompok yang berusaha membangkang dari ajaran Islam pasca meninggal Nabi SAW. Dalam pertempuran di Yamamah, banyak sahabat Nabi yang gugur. Pembukuan alquran dilakukan pada masa Muhammad Mustafa Al-A’zami, perang Yamamah menjadi penyebab lahirnya gagasan kodifikasi Alquran yang masih berserakan dalam bentuk hafalan-hafalan di kalangan para sahabat.
Dalam pertempuran ini, banyak sahabat yang terdiri dari al-qurra gugur sebagai syuhada. Penggagas intelektual ( intellektuelle urheber/shahib al-fikrah) pengumpulan Alquran adalah sahabat Umar bin Khattab, sebagaimana pendapat Mustafa Al-A’zami. Namun, Taufik Adnan Amal, berpendapat bahwa sahabat Abu Bakar juga punya peran dalam pembentukan gagasan intelektual ini. Adalah sahabat Zaid bin Tsabit, sekretaris Nabi saw, yang mendapat amanat untuk memimpin mega proyek penyusunan Alquran.
Umar bin Khattab mendapat posisi sebagai penasehat khusus dalam mega proyek ini. Setelah Zaid bin Tsabit menyelesaikan mega proyek di bawah pengawasan langsung dari khalifah, maka terbentuklah kompilasi Alquran pertama yang disimpan langsung oleh arsip negara.
baca juga: Kedudukan Alquran di Kehidupan Manusia Mushaf Ustmani widiutami.com Kompilasi Alquran pertama inilah yang kemudian disebut shuhuf (lembaran-lembaran). Dimungkinkan kompilasi Al pertama belum dijilid sehingga menggunakan kata shuhuf yang merupakan bentuk jamak dari kata tunggal shahifah. Mushaf Usmani Setelah melewati periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab, kepemimpinan umat Islam diamanatkan kepada Usman bin Affan. Dia termasuk salah satu di antara sahabat yang menjadi penghafal dan pencatat Alquran.
Pada masa kepemimpinan Usman, umat Islam hampir mengalami perpecahan akibat perbedaan bacaan dalam Alquran. Sebab, Alquran memang diturunkan dalam tujuh model dialek bahasa Arab ( nuzila al-qur’an ‘ala sab’ati akhruf). Adalah Hudaifah bin al-Yaman, panglima perang yang berhasil menyatukan kekuatan pasukan Irak dan Suriah, mendapati umat Islam berbeda bacaan dalam al-Qur’an.
Perbedaan tersebut semakin meruncing sehingga berpotensi memicu perpecahan di kalangan umat Islam. Kepada khalifah Usman, Hudaifah mengadu, “Wahai khalifah, ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka seperti orang Nasrani dan Yahudi.” Membuat Tim Penyusun Alquran sunflowords.com Menyadari perbedaan bacaan di kalangan umat Islam bisa memecah persatuan, Usman bin Affan membentukan tim yang terdiri dari 12 orang, diketuai Zaid bin Tsabit.
Mereka bertugas mengumpulkan dan menabulasikan shuhuf-shuhuf yang tersebar di kalangan umat Islam. Usman berusaha mewujudkan naskah mushaf independen yang dapat menyatukan umat Islam. Para sejarawan Muslim sepakat, bahwa peran shuhuf yang disimpan Hafsah, janda Nabi saw, sangat besar dalam proses pembentukan naskah mushaf independen ini. Shuhuf yang berada di tangan Hafsah merupakan naskah resmi hasil kerja tim kodifikasi Alquran pada masa khalifah Abu Bakar.
Setelah tim 12 bekerja mengumpulkan dan menabulasikan shuhuf-shuhuf yang berserakan di kalangan umat Islam, Usman melayangkan surat kepada Aisyah, janda Nabi saw, untuk meminjam shuhuf yang disimpannya. Khalifah melakukan perbandingan antara hasil kerja tim 12 dengan kandungan shuhuf yang disimpan Aisyah. Dalam hal ini, tim 12 berhasil membenahi beberapa kesalahan dalam mushaf yang kemudian ditashih berdasarkan shuhuf milik Aisyah.
Belum cukup usaha perbandingan dengan shuhuf milik Aisyah, khalifah Usman meminjam pembukuan alquran dilakukan pada masa milik Hafsah untuk melakukan proses verifikasi. Zaid bin Tsabit melakukan proses perbandingan dan verifikasi dengan baik. Setelah proses ini selesai, khalifah Usman merasa senang dan segera menyatakan agar umat Islam membuat duplikat dari mushaf tersebut. Mushhaf yang dikerjakan oleh tim 12 dipimpin oleh Zaid bin Tsabit dan di bawah pengawasan langsung khalifah Usman bin Affan itulah yang di kemudian hari dikenal dengan Mushaf al-Usmani.
Seluruh mushhaf Alquran yang beredar di seluruh dunia saat ini merupakan duplikat dari Mushaf al-Usmani. Para Penulis Alquran minanews.net • Menurut laporan Ibn ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa jumlah penulis wahyu Nabi SAW. mencapai 23 orang. • Al-‘Iraqi bahkan telah menyatakan jumlah mereka 42 orang • Orang Arab Ketika Itu Belum Mengenal Kertas.
• Istilah waraq digunakan untuk menyebut daun kayu. Sedangkan qirthas digunakan untuk menyebut benda-benda yang digunakan untuk menulis, seperti kulit binatang (adim), batu tipis (lihaf), pelepah kurma (‘asab), tulang binatang (aktaf), dan lain-lain. Al-Zarqani mengemukakan beberapa alasan: • Umat Islam belum membutuhkannya karena para qurra’ banyak, hafalan lebih diutamakan daripada tulisan, alat tulis-menulis sangat terbatas, dan yang terpenting lagi, Rasul masih hidup sebagai rujukan utama.
• Alquran diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang 23 tahun, dan masih mungkin ada ayat-ayat yang di nashakh oleh Allah SWT. • Susunan ayat-ayat dan surat Alquran tidaklah berdasarkan kronologis turunnya. Pada Tahun 11 H/633 M. Terjadi Perang Yamamah yang menewaskan 70 orang qurra’ dan huffadl. Umar bin al-Khaththab mengkhawatirkan hilangnya sebagian suhuf akibat dampak gugurnya para sahabat qurra’ dan hufadl di medan perang.
Abu Bakar dan Umar mengutus Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Alquran. Zaid bin Tsabit ditunjuk untuk mengumpulkan Alquran oleh Abu Bakar dan Umar karena: • Termasuk barisan huffadl dan penulis wahyu yang ditunjuk Rasul SAW, terlebih lagi dia menyaksikan tahapan-tahapan Alquran diturunkan kepada Rasul SAW. • Terkenal pembukuan alquran dilakukan pada masa, sangat wara’, amanah dan istiqomah Metode Zaid bin Tsabit mengumpulkan Alquran: • Hafalan yang tersimpan dalam dada para sahabat; • Materi yang tertulis didepan Rasul SAW.
dan materi tersebut tidak diterima kecuali dengan kesaksian dua orang yang adil Pengumpulan Alquran dalam satu mushaf terjadi pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq atas saran dari Umar dan bantuan Zaid bin Tasbit. Menurut al-Zarqani dalam Manaahil al-‘Irfan, ayat-ayat yang sudah di nasakh tidak lagi ditulis berdasarkan petunjuk Rasul saw.
tetapi surat demi surat belum lagi tersusun sebagaimana mestinya Berbeda dengan pendapat al-Qattan bahwa mushaf Abu Bakar sudah tersusun ayat-ayat dan surah-surah dan ditulis dengan sangat hati-hati. Mushaf Alquran selanjutnya dibawa dan disimpan oleh Hafsah seorang istri Rasul saw. dan merupakan anak ‘Umar bin Khaththab • Motif Pengumpulan dan Penulisan Alquran: • Terjadinya perbedaan yang meruncing mengenai ragam bacaan.
Karena mushaf pada masa Abu Bakar dapat dibaca dengan berbagai dialek. • Timbulnya perbedaan qiraat menyebabkan salih menyalahkan, bahkan mengkafirkan • Agar menyatukan umat Islam dalam satu qira’at maka Utsman melakukan pengumpulan dan penulisan Alquran Pengumpulan dan penulisan Alquran pada masa Utsman bin ‘Affan yaitu: • Menggandakan tulisan yang sama yang telah dikumpulkan oleh Zaid ibn Tsabit pada zaman Abu Bakar. Dari tangan Hafshah, naskah asli Alquran digandakan menjadi beberapa eksemplar • Zaid ibn Tsabit ditunjuk kembali untuk melaksanakan tugas tersebut dibantu tiga orang dari suku Quraisy • Pembakaran mushaf yang lain, selain yang ada pada Hafshah dan duplikatnya, bertujuan untuk menyamakan mushaf, dan meninggalkan bacaan syadz serta tafsir-tafsir tambahan yang lain.
Tim Pengumpulan dan Penulisan Alquran: widiutami.com Sistem Ketua: Zaid ibn Tsabit Anggota: • Abdullah ibn Zubair • Sa’ad ibn Ash • Abdurrahman ibn Harits ibn Hisyam Jumlah mushaf yang dibuat dan yang dikirim ke berbagai daerah: • Jumlahnya tujuh buah mushaf yang dikirim ke Makah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah • Jumlahnya empat buah dikirim ke Irak, Syam, Mesir, dan Mushaf Imam, atau dikirim ke Kufah, Basrah, Syam, dan mushaf Imam.
Pendapat lain mengatakan satu buah mushaf disimpan untuk dirinya sendiri • As-Suyuti berpendapat jumlahnya ada 5, inilah yang masyhur • Ibrahim Al-Ibyariy dalam Tarikhul Qur’an, Usman membuat 6 buah, dikirim ke Makkah, Syria, Bahrain, Basrah, Kufah dan Madinah Jam’ul Qur’an Menurut Ahmad von Daffer, istilah pengumpulan Alquran ( jam’ al-Qur’an) dalam literatur klasik mempunyai berbagai makna, antara lain: • Alquran dicerna oleh hati • menulis kembali tiap wahyu • menghadirkan materi Alquran untuk ditulis • menghadirkan laporan (tulisan) para penulis wahyu yang telah menghafal Alquran • menghadirkan seluruh sumber, baik lisan maupun tulisan Rasm Mushaf Abu al-Aswad al-Du’ali (69 H/ 688 M) memberi tanda-tanda baca atas Alquran.
• Fathah diberi tanda satu titik di atas huruf. • Kasrah diberi tanda dua titik dibawah huruf, • Dammah diberi titik disela-sela huruf • Tanda suku berupa tanda dua titik Akhir kata Alhamdulillah, pembahasan tentang Sejarah Pembukuan Alquran telah selesai, semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. Terimakasih telah membaca.
Al-Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, sebagai pedoman seluruh umat manusia.
Namun, apakah pembaca sudah mengetahui jika pada masa lampau al-Quran tidak langsung hadir dalam bentuk satu mushaf seperti sekarang ini. Bahkan, dahulu dialek al-Quran beraneka ragam, tidak dalam satu dialek seperti sekarang.
Untuk sampai kedalam bentuk pembukuan al-Quran dalam satu mushaf, ternyata ada sejarah yang unik dan panjang di dalamnya. Oleh karena itu, penulis akan mencoba membahasnya pada artikel kali ini. Latar Belakang Pembukuan al-Quran Penulisan ayat-ayat al-Quran sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Rasulullah, bahkan sejak masa awal diturunkannya al-Quran yang diturunkan secara berangsur-angsur selama sekitar 23 tahun.
Setiap kali wahyu tersebut turun, Rasul selalu membacakan dan mengajarkannya kepada para sahabat serta memerintahkan kepada mereka untuk menghafalkannya. Rasul juga memerintahkan kepada sahabat yang pandai menulis agar menuliskannya di pelepah pohon kurma, kepingan tulang dan lempengan batu.
Mereka menulis ayat-ayat al-Quran dengan sangat hati-hati, karena mereka menulis firman Allah yang menjadi pedoman hidup umat manusia. Rasulullah memberi nama surat, juga urutan-urutannya sesuai dengan petunjuk Allah. Tulisan ayat-ayat Qur’an itu disimpan di rumah Rasulullah. Masing-masing sahabat juga menulis untuk disimpan sendiri.
Pada masa Rasulullah masih hidup, tulisan ayat-ayat al-Quran belum dikumpulkan dalam satu mushaf, tetapi masih berserakan. Setelah Rasulullah wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, terjadi Perang Yamamah yang merengut korban 70 penghafal al-Quran. Banyaknya penghafal yang gugur menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat khuususnya Umar ibn al-Khatab. Umar khawatir pembukuan alquran dilakukan pada masa hal ini terus terjadi maka al-Quran akan hilang dan tidak ada yang mengingatnya.
Oleh karena itu, Umar menyarankan kepada Abu Bakar untuk menghimpun surah-surah dan ayat-ayat yang masih tersebar ke dalam satu mushaf. Pada awalnya Abu Bakar keberatan dengan permintaan Umar, karena hal seperti itu tidak dilakukan oleh Rasul. Maka Umar meyakinkannya bahwa hal tersebut semata-mata untuk melestarikan al-Aquran. Setelah diyakinkan Umar, Abu Bakar akhirnya menyetujui permintaan untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Quran ke dalam satu mushaf.
Abu Bakar menunjuk Zaid ibn Tsabit sebagai pemimpin pengumpulan itu, dengan berpegang pada tulisan yang tersimpan di rumah Rasul, hafalan-hafalan para sahabat dan naskah-naskah yang ditulis oleh para sahabat untuk diri mereka sendiri. Usaha untuk Melakukan Pembukuan al-Quran Zaid Ibn Tsabit selain menjadi pemimpin pengumpulan dan pembukuan ayat-ayat al-Quran, ia juga menjadi salah satu penulis ayat-ayat al-Quran.
Dengan penuh ketekunan dan kesabaran, Zaid berhasil menuliskan satu naskah al-Quran lengkap di atas adim (kulit yang disamak). Setelah selesai, mushaf tersebut diserahkan kepada Abu Bakar dan disimpannya hingga ia wafat. Ketika Umar menjadi khalifah, mushaf itu berada dalam pengawasannya. Sepeninggal Umar, mushaf tersebut disimpan di rumah Hafsah binti Umar, Istri Rasulullah. Pada masa pemerintahan Usman ibn Affan, muncul perbedaan cara membaca al-Qruan di kalangan umat Islam.
Kondisi pembukuan alquran dilakukan pada masa disebabkan oleh sikap Rasul yang memberi kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan al-quran menurut dialek mereka masing-masing. Seiring dengan adanya perluasan wilayah Islam dan bertambahnya bangsa-bangsa yang memeluk Islam, maka cara membaca al-Quran pun semakin bervarisi. Setidaknya terdapat 7 dialek saat itu: Quraysh, Hudhayl, Thaqîf, Hawâzin.
Kinânah, Tamîm, dan Yaman. Sahabat Huzaifah ibn Yaman yang pernah mendengar sendiri perbedaan tentang qira’ah inimengusulkan kepada Khalifah Usman agar menetapkan aturan penyeragaman pembacaan al-Quuran dengan membuat mushaf standar yang kelak akan dijadikan pedoman bagi seluruh umat Islam di berbagai penjuru dunia.
Untuk itu, Usman membentuk suatu panitia yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit. Tugas utama panitia tersebut adalah menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan dialeknya, yaitu dialek Quraisy (al-Quran diturunkan melalui dialek Quraisy). Setelah proyek itu selesai, mushaf dikembalikan kepada Hafsah.
Zaid membuat salinan sejumlah 6 buah. Khalifah sendiri meminta agar salinan tersebut dikirim ke beberapa wilayah Islam. Sementara naskah dengan dialek lain diperintahkan untuk dibakar sehingga keotentikan kitab suci al-Quran dapat terjaga.
Mushaf yang sudah diseragamkan dialeknya itu disebut Mushaf Usmani. Salah satunya disimpan oleh khalifah Usman, dengan nama Mushaf al-Iamam, sementara yang lain dikirimkan ke Mekkah, Madinah, Basrah, Kufah dan Syam. BIBLIOGRAFI Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Gema Insani. Hasan, Hasan Ibrahim. 1989. Sejarah Kebudayaan Islam.
Yogyakarta: Kota Kembang. Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Kulsum, Umi. “Peradaban Islam Masa Khulafa’ al-Rasidun”. Dalam Siti Maryam dkk (ed). 2012. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Pembukuan alquran dilakukan pada masa. Yogyakarta: LESFI. Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II.
Terj. Ghufron A. Mas’adi.
Jakarta: RajaGrafindo Persada Syalabi, Ahmad. 1992.
Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna Baru. Similar Posts: • Kaum Ad • Sejarah Pemikiran Hukum Islam • Sejarah Mazhab-Mazhab dalam Islam Pencarian Search for: Kategori • Filsafat Sejarah (2) • Kebudayaan (16) • Kerajaan-Kerajaan di Indonesia (11) • Sejarah Pembukuan alquran dilakukan pada masa (6) • Sejarah Dunia (97) • Sejarah Indonesia (86) • Sejarah Islam (77) Postingan Terbaru • Sepak Terjang Tentara Afrika di Hindia-Belanda • Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah • Kehidupan Buruh di Tambang Batu Bara Ombilin Masa Kolonial • Biografi Christiaan Eijkman (1858-1930) • Bandit-Bandit di Jawa Masa Kolonial1.
Periode Nabi Muhammad SAW Pembukuan alquran dilakukan pada masa merupakan sumber ajaran islam yang diwahyukan kepada rasulullah secara mutawatir pada saat terjadi suatu peristiwa, disamping rasulullah menghafalkan secara pribadi, Nabi juga memberikan pengajaran kepada sahabat-sahabatnya untuk dipahami dan dihafalkan, ketika wahyu turun Rasulullah menyuruh Zaid bin Tsabit untuk menulisnya agar mudah dihafal karena Zaid merupakan orang yang paling berpotensi dengan penulisan, sebagian dari mereka dengan sendirinya menulis teks Al-qur’an untuk di milikinya sendiri diantara sahabat tadipara sahabat selalu menyodorkan al-Qur’an kepada Nabi dalam bentuk hafalan dan tulisan-tulisan.
Pada masa rasullah untuk menulis teks al-Qur’an sangat terbatas sampai-sampai para sahabat menulis Al-Qur’an di pelepah-pelepah kurma,lempengan-lempengan batu dan dikeping-keping tulang hewan, meskipun al-qur’an sudah tertuliskan pada masa rasulullah tapi al-qur’an masih berserakan tidak terkumpul menjadi satu mushaf, Pada saat itu memang sengaja dibentuk dengan hafalan yang tertanam didalam dada para sahat dan penulisan teks Al-Qur’an yang di lakukan oleh para sahabat.
Dan tidak dibukukan didalam satu mushaf di karenakan rasulullah masih menunggu wahyu yang akan turun selanjutnya, dan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang dimansukh oleh ayat yang lain, jika umpama Al-Qur’an segera dibukukan pada masa rasulullah, tentunya ada perubahan ketika ada ayat yang turun lagi atau ada ayat yang dimanskuh oleh ayat yang lain. 2. Periode Abu Bakar r.a Ketika rasullulah wafat dan kekholifaaan jatuh ketangan Abu Bakar, banyak dari kalangan orang islam kembali kepada kekhafiran dan kemurtatan, dengan jiwa kepemimpinannya umar mengirim pasukan untuk memerangi.
Tragedi ini dinamakan perang Yamamah (12 H),yang menewaskan sekitar 70 para Qori’dan Hufadz. dari sekian banyaknya para hufadz yang gugur, umar khawatir Al-Qur’an akan punah dan tidak akan terjaga, kemudian umar menyusulkan kepada Abu Bakar yang saat itu menjadi khalifah untuk membukukan Al-Qur’an yang masih berserakan kedalam satu mushaf, pada awalnya Abu Bakar menolak dikarenakan hal itu tidak dilakukan pada masa rasulullah, dengan penuh keyakinan dan semangatnya untuk melestarikan Al-Qur’an umar berkata kepada Abu Bakar “ Demi allah ini adalah baik” dengan terbukanya hati Abu Bakar akhirnya usulan Umar diterima.
Abu Bakar menyerahkan urusan tersebut kepada Zaid Bin Tsabit. Pada awalnya Zaid bin Tsabit menolaknya dikarenakan pembukuan Al-Qur’an tidak pernah dilakukan pada masa rasulullah sebagaimna Abu Bakar menolaknya. Zaid bin Tsabit dengan kecerdasannya mengumpulkan Al-Qur’an dengan berpegang teguh terhadap para Hufadz yang masih tersisa dan tulisan-tulisan yang tadinya ditulis oleh Zaid atas perintah rasullullah.
Zaid sangat hati-hati didalam penulisannya, karena al-Qur’an merupakan sumber pokok ajaran islam. Yang kemudian Zaid menyerahkan hasil penyusunannya kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpannya sampai wafat. Yang kemudian dipegang oleh umar Bin Khattab sebagai gantinya kekhalifaan. 3. Periode Umar Bin Khattab Pada masa masa Umar Bin Khattab tidak terjadi penyusunan dan permasalahan apapun tentang Al-Qur’an karena al-Qur’an dianggap sudah menjadi kesepakatan dan tidak ada perselisihan dari kalangan sahabat dan para tabi’in.
dimasa kekhalifaan umar lebih konsen terhadap perluasan wilayah, sehingga ia wafat. Yang selanjutnya kekhalifaan jatuh ketangan Ustman pembukuan alquran dilakukan pada masa Affan. 4. Periode Ustman Bin Affan Semakin banyaknya negara yang ditaklukkan oleh Umar Bin Khattab, semakin beraneragamlah pula pemeluk agama islam, disekian banyaknya pemeluk agama islam mengakibatkan perbedaan tentang Qiro’ah antara suku yang satu dengan yang lain, masing-masing suku mengklaim Qiro’ah dirinyalah yang paling benar.
Perbedaan Qiro’ah tersebut terjadi disebabkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan Nabi kepada Kabilah-kabilah Arab dalam membaca Al-Qur’an menurut dialeknya masing-masing.
Hufaidzah bin Yaman yang pernah ikut perang melawan syam bagian Armenia bersamaan Azabaijan bersama penduduk Iraq. Telah melihaT perbedaan tentang Qiro’ah tersebut. Setelah pulang dari peperangan. Hufaidzah menceritakan adanya perbedaan qiro’ah kepada Ustman Bin Affan, sekaligus ia mengusulkan untuk segera menindak perbedaan dan membuat kebijakan, dikhawatirkan akan terjadi perpecahan dikalangan ummat islam tentang kitab suci, seperti perbedaan yang terjadi dikalangan orang yahudi dan Nasrani yang mempermasalahkan perbedaan antara kitab injil dan taurat.
Selanjutnya Ustman Bin Affan membentuk lajnah (panitia) yang dipimpin oleh Zaid Bin Harist dengan anggotanya Abdullah bin Zubair. Said ibnu Ash dan Abdurahman bin Harits. Ustman Bin Affan memerintahkan kepada Zaid untuk mengambil Mushaf yang berada dirumah Hafsah dan menyeragamkan bacaan dengan satu dialek yakni dialek Qurays, mushaf yang asli dikembalikan lagi ke hafsah.
Ustman Bin Affan menyuruh Zaid untuk memperbanyak mushaf yang diperbaruhi menjadi 6 mushaf, yang lima dikirimkan kewilayah islam seperti Mekkah, Kuffah, Basrah dan Suria, yang satu tersisa disimpan sendiri oleh Ustaman dirumahnya. Mushaf ini dinamai Al-Imam yang lebih dikenal mushaf Ustmani, demikian terbentuknya mushaf ustmani dikarenakan adanya pembaruan mushaf pada masa ustmani.
Kesimpulan Pada masa rasulullah Al-Qur’an hanya berupa hafalan-hafalan yang berada benak dada para sahabat dan tulisan di lempeng-lempeng batu, pelepah kurma dan di keping-keping tulangpada masa itu Al-Qur’an masih berserakan belum ada pembukuan al-Qur’an dalam satu mushaf, atas usulan Umar pada Masa Abu Bakar mulailah terbentuk pembukuan Al-Qur’an, yang dipicu oleh banyak para Qori’ dan hufadz yang gugur pada peperangan Yamamah ( melawan orang yang murtad dari Islam ), dikawatirkan Al-Qur’an akan punah.
Pada masa Umar Bin Khattab tidak terjadi permasalahan dengan Al-Qur’an, karena pembukuan alquran dilakukan pada masa masa pemerintahan Umar Bin Khattab lebih berorientasi terhadap perluasan wilayah. Masa Ustman terjadi perubahan Mushaf Al-Qur’an karena adanya perbedaan antar suku, atas usulan hufaidazh ustman menyeragamkan pembacaan Al-Qur’an dengan dialek Qurays, yang kemudian Mushaf tersebut disebut Al-Imam yang lebih dikenal dengan mushaf Ustmani.
saudara yoga, kalau yang anda tanyakan adalah saya, maksudnya misalkan sayalah yang hafal dan menuliskan alquran, maka jawaban saya adalah “iya, 100%”. Lagipula Zaid bin Tsabit menulis tidak sendirian, beliau mempunyai tim penulis, diantaranya Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Pandangan kita terhadap Alquran : 1. kita tdk boleh meragukan Alquran (Albaqarah : 2) 2. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
(Al-Hijr. 9) ayat-ayat Allah memang terbukti kebenarannya 🙂kalian tahu gak kalo ada aplikasi pencari lafaz Alquran menggunakan huruf latin? meskipun panjang pendek dsb pada bacaan tersebut tidak tepat, asal pengucapan benar dalam tulisan bisa ketemu looh 😀 silahkan coba http://apps.cs.ipb.ac.id/lafzi/web/ terima kasih 🙂 Kategori Kategori Info Terakhir pembukuan alquran dilakukan pada masa Pembaruan Islam di Indonesia • Pemikiran Islam Sebelum Pembaharu Modern • Tahapan-Tahapan Pembaruan Islam • Pembaruan Dalam Islam • Sanad dan Matan Hadist • Istilah yang Berhubungan dengan Sumber Pengutipan Hadits • Hadist Muadu’ • Istilah – Istilah dalam Ulumul Hadits • SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS PERIODE KELIMA SAMPAI PERIODE KETUJUH • Sejarah Periode Hadist • Istilah-Istilah dalam Ilmu Hadist • PENGKLASIFIKASIAN HADIST • Ramuan Sedih • Kemuliaan Rasio Menurut Plato • Aliran-Aliran Dalam Filsafat • Ibnu Khaldun • Abu Yazid Al-Bustomi dan Ajarannya • Pembaruan Turki Usmani • Hub Tasawuf dan Akhlak • Thales dan Profesinya Artikel Terbaru Aku • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok.
Coba lagi nanti. Alkhoirot Info • Mengambil uang Bos karena Kerja Tidak Dibayar • Hukum menelan ludah saat puasa apakah batal? • Tidak puasa karena dilarang perusahaan, apa bisa membayar fidyah?
• Hukum memaki dan mendengar kata makian • Suami dipaksa mentalak istri kedua, apakah sah? • Kita Cerai Saja, apa jatuh talak? • Hukum talak sharih secara tertulis • Ada kotoran kucing dekat baju apakah baju dianggap najis? • Gusi berdarah apakah membatalkan wudhu? • Ukuran Najis Yang Dimaafkan
none
Pertanyaan: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ustadz, ana adalah seorang ikhwan yang masih belajar ilmu syar’i yang – Alhamdulillah – ana tuntut dari ustadz salafi.
Ana pernah berdiskusi dengan orang yang berpikiran sekuler yang menyatakan bahwa menurut tinjauan politik ( karena dia kuliah di fakultas politik universitas negeri terkenal di Yogyakarta ), mushaf Al-qur’an yang telah ada di tangan kaum muslimin sekarang ini adalah mushaf Ustmani. Dia menyatakan bahwa pada masa pemerintahan sahabat Ustman r.a ada pergolakan politik antara Ustman r.a. dengan Ali bin Abi Thalib r.a. Karena pergolakan politik inilah, Ustman yang merupakan khalifah pertama yang membukukan al – qur’an tidak mau mengambil hafalan al – qur’an dari para sahabat pendukung Ali r.a.
Ana jadi kasihan sama dia karena dia terpengaruh pemikiran sekuler. Tolong ustadz memberikan penjelasan tentang hal ini ! dan bagaimana saya memberikan nasehat padanya tentang hal ini ? Atas perhatian dan jawaban ustadz, saya ucapkan jazakallah khairan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jawaban Ustadz: Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan setiap orang yang meniti jalannya hingga hari kiamat, amiin. Langsung saja, ucapan orang tersebut membuktikan bahwa ia tidak paham/tidak pernah membaca sejarah umat islam.
Sebab khalifah pertama yang membukukan/mengumpulkan Al Quran adalah khalifah Abu bakar As Shiddiq rodhiallohu ‘anhu, dan bukan khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu. Yang dilakukan oleh sahabat Utsman bin Affan adalah menyatukan bacaan Al Quran dengan menggunakan logat bahasa orang-orang Quraisy, tak lebih dan tak kurang dari itu.
Adapun pembukuan Al Quran pertama dilakukan pada zaman Abu Bakar, akan tetapi kala itu tidak disatukan dengan satu logat. Karena perlu diketahui bahwa Al Quran diturunkan oleh Alloh dalam tujuh logat bahasa Arab, dan dahulu Rasulullah shalallahu pembukuan alquran dilakukan pada masa wa sallam membenarkan/membolehkan seluruh bacaan Al Quran tersebut, dengan berbagai perbedaan logat bahasa.
Akan tetapi karena perbedaan logat bahasa ini menimbulkan perselisihan di tengah-tengah umat Islam, yaitu pada masa Utsman bin Affan, maka beliau memerintahkan agar seluruh umat islam membaca Al Quran dengan satu logat, yaitu logat orang-orang Quraisy dan pembukuannya pun disesuaikan dengan logat tersebut.
Inilah ringkas cerita yang terjadi pada masa khalifah Utsman bin Affan. Bukan seperti yang dikatakan oleh orang tersebut. Sebab kedua, tidak pernah ada di zaman khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu terjadi pergolakan politik antara Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu dengan sahabat Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu. Bahkan sahabat Ali bin Abi Thalib rodhiallohu ‘anhu adalah salah seorang kepercayaan Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu. Sehingga ini adalah salah satu bukti besar bahwa orang tersebut over acting, mentang-mentang belajar ilmu politik, kemudian dengan sembarangan berkomentar tentang Islam dan sejarah Islam.
Dan menganalisa berbagai kejadian sejarah islam berdasarkan kaidah-kaidah ilmu politik yang ia pelajari, walaupun kaidah-kaidah tersebut menyelisihi prinsip-prinsip agama islam. Umat Islam apalagi para sahabat tidaklah jahat semacam para politikus yang ia kenal. Umat Islam, apalagi para sahabat memiliki hati nurani yang bersih dan jujur lagi obyektif dalam menyikapi setiap masalah.
Dan sikap mereka senantiasa mencerminkan bahwa mereka berjiwa luhur dan penuh iman kepada Alloh dan hari pembalasan. Mereka tidak mengenal penghalalan segala macam cara untuk mencapai tujuan, apalagi sampai memanipulasi atau menolak kebenaran karena hanya faktor kepentingan pribadi atau golongan. Kejiwaan para sahabat jauh dan terlalu luhur bila dibanding dengan beraneka ragam manusia yang hidup di zaman ini, apalagi para politikus yang kebanyakannya berhati kejam, tidak kenal kemanusiaan dalam mencapai tujuannya.
Dengan pendek kata, ucapan orang itu merupakan tuduhan dan celaan terhadap sebagian sahabat, yaitu sahabat Khalifah Utsman bin Affan rodhiallohu ‘anhu, tuduhan ia telah mementingkan kepentingan pribadi daripada Al Quran dan umat Islam seluruhnya.
Ini adalah tuduhan hina nan keji, tidak layak keluar dari seorang yang beriman kepada Alloh dan hari Akhir. Alloh berfirman: مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً “Muhammad itu adalah utusan Alloh, dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka: Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Alloh dan keridhoan Nya.
Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Alloh dengan mereka hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir.” (QS.
Al Fath: 29) Oleh karena itu Imam Malik bin Anas berdalilkan dengan ayat ini bahwa orang-orang rafidhah (syi’ah) adalah kafir, karena mereka telah membenci para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Padahal Alloh telah menyatakan orang-orang kafirlah yang membenci pembukuan alquran dilakukan pada masa sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga jawaban pendek ini cukup memberikan gambaran betapa sesatnya ucapan orang tersebut, wallohu a’alam bisshawab. Wassalamu ‘alaikum warahmatullah. *** Penanya: Rizki Mula Dijawab Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android. Download Sekarang !! KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi Pembukuan alquran dilakukan pada masa dan DONATUR.
• SPONSOR hubungi: 081 326 333 328 • DONASI hubungi: 087 882 888 727 • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK 🔍 Hukum Makan Di Rumah Orang Kristen, Doa Agar Dicintai Semua Orang, Azab Orang Yang Meninggalkan Sholat, Rukun Sholat Id, Lafadz Adzan Subuh, Kisah Syekh Siti Jenar Vs Sunan Kalijaga POPULAR CATEGORIES • FIKIH 1490 • AQIDAH 931 • Ibadah 790 • Sholat 599 • Halal Haram 552 • Pernikahan 517 Recent Posts • Bolehkah Ayah Mencium Anak Perempuannya yang Sudah Dewasa?
• Apakah Jual Beli Kurma Secara Online Termasuk Riba? • Hukum Shalat di Antara Tiang-tiang dalam Shalat Jama’ah • Hukum Meminjam Uang di Pinjaman Online (Pinjol) • Apa yang Dilakukan Masbuk ketika Masuk ke Shaf? • Sembuh Sakit karena Bersedekah