Tugu Monas, atau Monumen Nasional Jakarta adalah salah satu monumen simbolis yang paling dikenal. Tidak hanya di Indonesia, tugu monas juga menjadi salah satu landscape yang dikenal di luar negeri. Area monumen ini menjadi tempat wisata dan rekreasi favorit di Jakarta, sekaligus juga wisata edukasi dan sejarah.
Tugu Monas merupakan monumen berbentuk tugu obelisk, dibangun berdasarkan perintah presiden pertama RI, Ir. Seokarno. Pembangunannya dimulai tanggal 17 Agustus 1961 dan secara resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
via KonsumenReview.com Baca juga: info seputar Alive Museum Jakarta Sejarah Monas Sejarah berdirinya Monas cukup panjang. Pembangunan monumen ini sempat terhenti karena adanya peristiwa pemberontakan G30S PKI (gerakan 30 September PKI) Sejarah Monas secara umum, pembangunannya bisa dibagi dalam tiga periode: • Periode tahun 1961 s/d 1965. Pada tahap ini mulai dibangun fondasi.
Kurang lebih terdapat 360 pasak bumi yang digunakan sebagai fondasi pembangunan Monumen Nasional • Periode tahun 1966 s/d 1968. Pada jangka waktu ini, pembangunan Monas terhenti karena adanya peristiwa pemberontakan PKI yang menggoncang Indonesia. • Periode tahun 1969 s/d 1975. Pembangunan tugu Monas, fasilitas, dan area sekitarnya terus dilanjutkan. Pada akhirnya dibuka untuk umum oleh Presiden Soeharto tanggal 12 Juli 1975.
Area dimana Monumen Nasional dibangun memiliki luas 80 hektar. Area ini mengalami beberapa pergantian nama. Awalnya disebut dengan lapangan Gambir, lalu berganti nama menjadi berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Ikeda, lapangan merdeka, lapangan Monas, dan akhirnya dikenal dengan nama Taman Monas.
Daftar hotel sekitar Monas Jakarta, KLIK DISINI Arsitek Tugu Monas Pembangunan Monas diawali dengan sayembara rancangan monumen berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu dilakukan pada tahun 1955. Rancangan yang dipilih harus bisa memenuhi kriteria yang ditetapkan ; mampu melambangkan karakter bangsa Indonesia, dan bisa bertahan berabad-abad lamanya. Dari sekitar 51 rancangan yang masuk, terpilih karya rancangan arsitek Frederich Silaban. Rancangan arsitek Frederich Silaban di revisi oleh Presiden Soekarno untuk memenuhi bentuk Lingga dan Yoni.
Sayangnya, karya rancangan Friederich Silaban membutuhkan biaya yang sangat besar, tidak sesuai dengan kondisi ekonomi negara saat itu. Akhirnya presiden Soekarno menunjuk arsitek RM Soedarsono untuk melanjutkan rancangan Monas. Secara simbolis, RM Soedarsono memasukan angka 17,8, dan 45 dalam rancangannya. Ini melambangkan proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 17 Agustus 1961, akhirnya dilakukan peletakan pasak beton pertama untuk memulai pembangunan tugu Monas. Baca juga: Info seputar Museum Perangko Jakarta Bentuk Tugu Monas Tugu monas dirancang mengacu pada konsep universal pasangan berupa Lingga dan Yoni. Tugu obelisk melambangkan lingga, elemen laki laki yang maskulin dan aktif. Sedangkan pelataran tugu melambangkan Yoni, elemen wanita yang pasif. Pasangan Lingga dan Yoni ini melambangkan kesuburan dan keharmonisan.
Kedua simbol ini sudah dikenal di Nusantara sejak zaman dahulu kala. Tinggi Monas kurang lebih 134 Meter. Terdiri dari 117.7 meter tinggi Obelisk, dan 17 meter tinggi cawan. Emas Monas via Oyi Kresnamurti, google contributor Simak; info seputar wisata Pantai Ancol Di bagian paling atas monumen ini terdapat mahkota berbentuk lidah api obor yang menyala. Lidah api ini awalnya dilapisi emas seberat 35 Kg.
Satu hal yang menarik, sekitar 28 Kg dari keseluruhan emas ini merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang penguasaha Aceh yang terkenal pada saat itu. Luar biasa bukan? Pada tahun 1995, lidah api ini dilapisi ulang sehingga total berat emas Monas di bagian ini mencapai 50 Kg.
Lidah api ini melambangkan api yang tak kunjung berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, perlambang semangat bangsa Indonesia yang tidak akan pernah surut oleh zaman. Hal Menarik / Point Of Interest Apa saja sih yang menarik untuk dilakukan atau dikunjungi di sekitaran Monumen Nasional? Ngga cuma sekedar monumen biasa, disini kita bisa rekreasi bersama keluarga.
Selain itu, terdapat banyak spot wisata bersejarah dan juga edukasi. Tentunya tempat ini akan cocok banget untuk dikunjungi bersama keluarga.
Simak; review Waterboom PIK Taman Kota Yang Hijau via subramanian venkiteswaran, google contributor Baca: daftar tempat wisata di Jakarta Di sekitar monument terdapat area terbuka dan hijau taman kota yang tertata rapi. Suasananya hijau dan rindang, cocok untuk bersantai bersama keluarga disini. Tidak hanya taman, disekitaran area juga terdapat jogging track dan lahan untuk berolahraga.
Karya Seni Patung Dan Monumen via Agustiana Zhen, oogle contributor Di beberapa spot, terdapat juga karya seni indah berupa patung, dan juga beberapa monumen dengan catatan sejarah.
Sebelum masuk ke dalam tugu, anda bisa berkeliling terlebih dulu menikmati taman kota dan juga seni patung yang ada. Simak juga: info seputar Museum Bahari Air Mancur Menari via http://www.vacationbaliindonesia.com Terdapat juga pertunjukan air mancur menari di Monas Jakarta.
Biasanya pertunjukan ini dilakukan di sabtu malam dan minggu malam. Jam pertunjukan ada dua, pukul 19.30 dan pukul 20.30 WIB. Lama setiap sesi pertunjuan kurang lebih 30 menit. Relief Sejarah Indonesia via https://id.wikipedia.org Terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia pada setiap sudut halaman luar monumen nasional. Relief ini disusun secara kronologis berdasarkan waktu. Mulai dari sudut timur laut, terdapat relief yang menggambarkan kejayaan Nusantara berupa sejarah kerajaan Majapahit dan Singhasari.
Anda bisa menyusurinya searah jarum jam, yang menggambarkan masa-masa penjajahan kolonial, perlawanan bangsa, dan juga relief pahlawan nasional Indonesia. Simak: Bermain salju ala Eropa di Trans Snow World Juanda Museum Sejarah Nasional via https://karenblairpaintings.com Letak Museum Sejarah Nasional berada di bagian dasar monumen nasional, kurang lebih dikedalaman 3 meter dari permukaan tanah. Museum Sejarah Nasional memiliki luas 80×80 meter persegi, dan dapat menampung 500 pengunjung.
Terdapat kurang lebih 51 diorama yang memperlihatkan sejarah Nusantara mulai dari masa pra sejarah, masa kerajaan nusantara yang lampau, penjajahan kolonial Eropa, perlawanan pahlawan zaman dulu melawan kolonial Belanda dan VOC, pergerakan nasional, penjajahan jepang, kemerdekaan RI, berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu dengan masa orde baru. Ruang Kemerdekaan Amphiteater ruang kemerdekaan berada di dalam cawan monumen. Untuk menuju kesini, anda bisa menggunakan tangga berputar dari pintu sisi selatan dan utara.
Di dalam ruang kemerdekaan, tersimpan naskah asli prolamasi kemerdekaan RI. Naskah ini disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas. via https://id.wikipedia.org Di sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila.
Patung lambang negara ini dibuat dari perunggu seberat 3,5 ton, dan dilapisi emas. Di sisi timur, terdapat tulisan naskah proklamasi kemerdekaan dengan huruf perunggu. Awalnya, disini tersimpan bendera pusaka merah putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Tapi karena usia, bendera pusaka sekarang tidak dipajang lagi disini.
Di sisi berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, kita bisa melihat kepulauan nusantara berlapis emas. Daftar Hotel Di Jakarta Lengkap, LIHAT DISINI Pelataran Puncak Monas via http://megapolitan.kompas.com Anda bisa naik ke pelataran puncak Monas melalui lift di pintu sisi selatan. Pelataran puncak Monumen nasional berukuran 11×11 meter, dan dapat menampung 50 orang.
Di puncak ini juga terdapat beberapa teropong yang bisa anda gunakan untuk melihat landscape jakarta dari ketinggian. Biasanya, antrian pengunjung ke sini cukup panjang, terutama disaat hari libur.
Simak: liburan ke Kota Tua Jakarta Area Kuliner Lenggang Jakarta via https://myeatandtravelstory.wordpress.com Di area Lenggang Jakarta, anda bisa menikmati berbagai sajian kuliner khas Indonesia. Jenisnya juga cukup beragam mulai dari nasi timbel, soto betawi, sate madura, ayam taliwang, dan lain sebagainya. Anda bisa melepas haus dan lapar sambil beristirahat disini. Selain itu, terdapat juga tempat yang menjual berbagai pilihan oleh-oleh ataupun cindera mata.
Baca juga: info seputar Dufan di Jakarta Lokasi / Alamat Monas Lokasi atau alamat monas mudah untuk dijangkau. Lokasinya berada di pusat Jakarta, tepatnya di Gambir Jakarta Pusat. Harga Tiket Masuk Monas Harga tiket masuk Monumen Nasional terdiri dari tiket masuk museum dan puncak cawan di lantai 4, dan tiket masuk pelataran puncak.
Tiket Masuk Museum • Pelajar Rp 3000 • Dewasa Rp 5000 • Anak-anak Rp 2000 Tiket Masuk Pelataran Puncak • Pelajar Rp 5000 • Dewasa Rp 10.000 • Anak-anak Rp 2000 Jam Buka/Operasional • Hari Selasa – Minggu : pukul 08.00 – 22.00 WIB • Hari senin tutup Jam operasional lift • Pagi dari jam 08.00 – 16.00 WIB • Malam dari jam 19.00 – 22.00 WIB Transportasi Ke Monas Transportasi umum paling mudah untuk menuju kesini adalah dengan menggunakan Busway Trans Jakarta. Rute busway tepat melewati halte Monas yang terletak di pinggir pintu masuk area monumen.
Alternatif lainnya, anda bisa menggunakan taksi, ataupun ojek (atau ojek online) untuk menuju kesini. Video Silahkan lihat video dibawah ini untuk mendapatkan gambaran suasana monumen nasional Jakarta lebih jelas.
Nah, apabila anda berlibur ke Jakara, rasanya kurang afdol ya jika tidak berkunjung kesini. Selamat berlibur! Artikel lainnya • Pulau Pari, Wisata Alam Dengan Fasilitas Lengkap • Ecopark Ancol, Ruang Terbuka Hijau Gratis Di Jakarta • Kampung Main Cipulir, Berwisata Alam Terbuka di Tengah Ibu Kota Negara • Review Waterboom PIK Lengkap Untuk Liburan Keluarga Anda • Pantai Ancol, Wahana Rekreasi Di Tengah Padatnya Jakarta • Taman Cattleya, Spot Nyaman Di Akhir Pekan Di Jakarta Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan.
Mohon bantu kami mengembangkan artikel ini dengan cara menambahkan rujukan ke sumber tepercaya. Pernyataan tak bersumber bisa saja dipertentangkan dan dihapus. Cari sumber: "Monumen Nasional" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR ( Pelajari cara dan kapan saatnya untuk menghapus pesan templat ini) Monumen Nasional Monumen Nasional pada tahun 2010 Informasi umum Lokasi Jakarta Alamat Lapangan Merdeka Negara Indonesia Mulai dibangun 17 Agustus 2006 ; 15 tahun lalu ( 2006-08-17) Selesai 12 Juli 1975 ; 46 tahun lalu ( 1975-07-12) Diresmikan 12 Juli 1975 ; 46 tahun lalu ( 1975-07-12) Pemilik Pemerintah Indonesia Tinggi 137 meter Desain dan konstruksi Arsitek Friedrich Silaban, R.M.
Soedarsono Kontraktor utama P.N. Adhi Karya (tiang fondasi) Gambar Digital Monumen Nasional Di Kota Jakarta Monumen Nasional atau yang disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Soekarno dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala dari rakyat Indonesia.
Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Daftar isi • 1 Sejarah • 2 Pembangunan • 3 Rancang Bangun Monumen • 4 Relief Sejarah Indonesia • 5 Museum Sejarah Nasional • 6 Ruang Kemerdekaan • 7 Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan • 8 Transportasi • 9 Galeri • 10 Referensi • 11 Catatan kaki • 12 Pranala luar Sejarah [ sunting - sunting sumber ] Ide awal pendirian Monumen nasional berasal dari orang biasa yang namanya tak pernah disebut-sebut atau bahkan ditorehkan dalam prasasti.
Ia adalah Sarwoko Martokoesoemo. Mantan Walikota Jakarta Sudiro (1953-1960) dalam tulisannya di halaman 3 harian Kompas, Rabu, 18 Agustus 1971 dengan sangat tegas menyebutkan, ide pertama-tama pendirian Monas tidak muncul dari seorang presiden, menteri, berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu partai, pun tidak dari seorang walikota atau anggota DPR(D). “Yang memiliki ide pertama kali adalah seorang warga negara RI biasa, seorang swasta, warga kota sederhana dari Jakarta bernama Sarwoko Martokoesoemo,” kata Sudiro.
Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950, menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949,perencanaan pembangunan sebuah Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa. Pada tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno. Akan tetapi Soekarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk.
Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Soekarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.
[1] [2] [3] Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R. M. Soedarsono, berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu dibangun 17 Agustus 1961. Pembangunan [ sunting - sunting sumber ] Soekarno menginspeksi pembangunan Monas. Foto ini dibuat sekitar tahun 1963-1964. Pembangunan terdiri atas tiga tahap.
Tahap pertama, kurun 1961/ 1962 - 1964/ 1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969- 1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
[4] [5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Rancang Bangun Monumen [ sunting - sunting sumber ] Monumen Nasional dalam tahap pembangunan. Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari.
Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari.
[6] Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang " alu" dan " Lesung", alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu tangga petani tradisional Indonesia.
Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia. Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas.
Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato [7] sebagai sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan, Dr. Mario, di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro.
Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
Relief Sejarah Indonesia [ sunting - sunting sumber ] Relief timbul sejarah Indonesia menampilkan Gajah Mada dan sejarah Majapahit Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau; menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit.
Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut. Secara kronologis menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern.
Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan kerangka pipa atau logam, namun beberapa patung dan arca tampak tak terawat dan rusak akibat hujan serta cuaca tropis. Museum Sejarah Nasional [ sunting - sunting sumber ] Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama.
Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda.
Diorama berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang kemerdekaan dan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu revolusi, hingga masa Orde Baru pada masa pemerintahan Suharto. Ruang Kemerdekaan [ sunting - sunting sumber ] Ruang kemerdekaan Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga berputar dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia.
Diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. [1] [8] Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia.
Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian.
Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu " Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman suara Soekarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas.
Pada sisi timur terdapat tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akan tetapi karena kondisinya sudah semakin tua dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara dinding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan [ sunting - sunting sumber ] Seorang kakek tampak sedang menikmati panorama Jakarta dari balik kaca di Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan Monas, 1993.
Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat.
Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta.
Bila kondisi cuaca cerah tanpa asap kabut, di arah berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil. Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan.
Lidah api ini sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, [1] akan tetapi untuk menyambut perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas.
[9] Puncak tugu berupa "Api Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan.
Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter, sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter di bawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan).
Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945). Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.
[10] Pandangan Jakarta Pusat dari puncak Monumen Nasional Transportasi [ sunting - sunting sumber ] Monumen Nasional dapat dicapai melalui angkutan umum berikut: • Transjakarta: 1 6A 6B di halte Monumen Nasional, 2 2A 2D 7 (7F) di halte Balai Kota • MetroTrans: 1A Halte Balai Kota-PIK Fresh Market • MetroTrans: 1P Terminal Pasar Senen- Halte Bundaran Senayan • MetroTrans: 1R Terminal Pasar Senen- Stasiun Tanah Abang • MetroTrans: 5A Jelambar-Terminal Kampung Melayu • MetroTrans: DA4 Stasiun Jakarta Kota- Stasiun MRT Dukuh Atas Di dalam kompleks Monumen Nasional terdapat kereta wisata untuk membawa pengunjung ke pintu masuk monumen.
Kereta wisata ini diresmikan pada tanggal 9 Maret 2008 oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. [11] [12] Kereta ini mengangkut penumpang dari Lapangan IRTI (Silang Monas Barat Daya) sampai ke mulut terowongan masuk area tugu, dengan tidak berhenti selain di tempat pemberhentian yang sudah disediakan. Kereta ini beroperasi dari pukul 08.15 WIB hingga pukul 17.30 WIB setiap harinya dan penumpang tidak dipungut biaya.
Galeri [ sunting - sunting sumber ] • Situasi Monas pada tahun 1980. Referensi [ sunting - sunting sumber ] • Heuken, A, (2008) Medan Merdeka - Jantung Ibu kota RI, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta, No ISBN • Jakarta Local Government website: Museums in Jakarta Diarsipkan 2010-03-10 di Wayback Machine.
• National Monument Office, Jakarta Capital City Administration (1996), National Monument: The Monument of the Indonesian National Struggle ISBN 979-95172-0-6 Catatan kaki [ sunting - sunting sumber ] • ^ a b c Heuken (2008) p25 • ^ National monument Office, Jakarta (1996) pp. 3-9 • ^ Tinggi cawan dari halaman adalah 17 meter, lebar dasar monumen adalah 8 meter, serta lebar halaman cawan adalah 45 meter • ^ National monument Office, Jakarta (1996) pp. 12-23 • ^ Jakarta Administration website • ^ Monument Nasional brochure; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Unit Pengelola Monumen Nasional • ^ National monument Office, Jakarta (1996) pp.
28-29 • ^ National monument Office, Jakarta (1996) pp. 24-28 • ^ National monument Office, Jakarta (1996) p28 • ^ Teuku Markam • ^ Kereta Wisata Monas Diresmikan [ pranala nonaktif permanen] • ^ Kereta Wisata Monas Diluncurkan Hari Ini Diarsipkan 2008-05-17 di Wayback Machine.
Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] Wikimedia Commons memiliki media mengenai Monas. • (Indonesia) Informasi tentang Monas di situs web resmi Pemerintah Provinsi Jakarta Diarsipkan 2010-03-10 di Wayback Machine. • (Indonesia) Situs web resmi Pariwisata Indonesia Diarsipkan 2014-09-27 di Wayback Machine.
Gedung Joang '45 · Gedung Kesenian Jakarta · Gedung Mohammad Hoesni Thamrin · Planetarium Jakarta · Monumen Nasional · Museum Adam Malik · Museum Anatomy Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia · Museum Jenderal Besar DR.
Abdul Haris Nasution · Museum Kebangkitan Nasional · Museum Nasional Indonesia atau Museum Gajah · Museum Pers ANTARA · Museum Perumusan Naskah Proklamasi berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Museum Puri Bhakti Renatama · Museum Sasmita Loka Ahmad Yani · Museum Sumpah Pemuda · Museum Taman Prasasti · Museum Tekstil · Museum Tosan Aji · Galeri Nasional Indonesia Jakarta Barat Bayt Al Qur'an dan Museum Istiqlal · Monumen Pancasila Sakti · Museum Asmat · Museum Fauna Indonesia · Museum Komodo dan Taman Reptil · Museum Indonesia · Museum Keprajuritan Indonesia · Museum Listrik dan Energi Baru · Museum Loka Jala Srana · Museum Minyak dan Gas Bumi · Museum Olahraga · Museum Penerangan · Museum Pengkhianatan PKI · Museum Prangko Indonesia · Museum Pusaka · Museum Purna Bhakti Pertiwi · Museum Serangga dan Taman Kupu-Kupu · Museum Telekomunikasi · Museum Timor Timur berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Museum Transportasi · Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Taknologi · Taman Aquarium Air Tawar Jakarta Utara • UI (Salemba) • Universitas Negeri Jakarta • Universitas Terbuka • UIN Syarif Hidayatullah • Politeknik Negeri Jakarta • Universitas Trisakti • Universitas Atma Jaya • Universitas Internasional • Universitas Bina Nusantara • Universitas Tarumanagara • Universitas Kristen Indonesia • Universitas Mercu Buana • Universitas YARSI • Universitas Jayabaya Objek wisata dan Markah tanah Kategori tersembunyi: • Artikel berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu pranala luar nonaktif • Artikel dengan pranala luar nonaktif permanen • Templat webarchive tautan wayback • Artikel yang membutuhkan referensi tambahan April 2022 • Semua artikel yang membutuhkan referensi tambahan • Mapframe Infobox tanpa hubungan OSM di Wikidata • Pages using infobox building with unsupported parameters • Pranala kategori Commons ada di Wikidata • Koordinat di Wikidata • Halaman yang menggunakan pranala magis ISBN • Halaman dengan peta • Halaman ini terakhir diubah pada 30 April 2022, pukul 16.31.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
• Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
19 Sep 2019 Monas ( Monumen Nasional ), Benda Cagar Budaya Monas atau Monumen Nasional merupakan ikon kota Jakarta. Terletak di pusat kota Jakarta, menjadi tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Jakarta dan sekitarnya.
Monas selalu ramai dikunjungi wisatawan untuk melihat keindahan kota Jakarta dari puncak Monas, menambah wawasan sejarah Indonesia di ruang diorama ataupun menikmati segarnya hutan kota seluas kira-kira 80 hektar di tengah kota Jakarta.
Setiap hari libur, Monas selalu dikunjungi banyak wisatawan. Banyak jenis wisata dan bahan pendidikan yang bisa dinikmati. Monumen yang menjulang tinggi dapat dinaiki hingga ke puncak Monas. Selain itu areal berolahraga dan taman yang indah dengan berbagai pepohonan yang rimbun dan asri serta hiburan air mancur yang menarik.
Wilayah taman hutan kota di sekitar Monas dahulu dikenal dengan nama Lapangan Gambir. Kemudian sempat berubah nama beberapa kali Lapangan Merdeka, Lapangan Monas dan kemudian menjadi Taman Monas.
Sejarah Monas Sejarah monas berawal dari Pembangunan Monumen Nasional yang awalnya di rencanakan oleh Presiden Soekarno, yang merencanakan ingin membangun sebuah monumen yang mirip dengan Menara Eiffel di lapangan yang berada tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan monumen ini dengan tujuan untuk mengenang perjuangan yang telah di lakukan bangsa Indonesia saat merebut kemerdekaan negara Indonesia pada tahun 1945. Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu itu, agar generasi penerus nantinya bisa terus dibangkitkan inspirasi dan juga semangat patriotismenya. Rencana Presiden Soekarno tersebut selanjutnya menjadikan terbentuknya sebuah komite nasional untuk pembangunan Monas tersebut. Komite itu dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1954, dan kemudian diadakan sayembara untuk mendesain Monas pada tahun 1955.
Sejak sayembara tersebut di mulai, ada sekitar 51 karya yang sudah masuk, tetapi hanya satu karya yang dirasa memenuhi kriteria yang telah ditentukan, yaitu milik Frederich Silaban. Ia mendesain Monas dengan menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan juga dapat bertahan selama berabad-abad.
Pada tahun 1960, sayembara kedua pun di buat kembali. Namun dari 136 peserta yang mengikuti sayembara tersebut, taka da satupun yang memenuhi kriteria. Hingga akhirnya ketua juri dari sayembara tersebut meminta Silaban untuk menunjukan hasil desainnya pada Soekarno. Tapi, Soekarno kurang menyukai desain Silaban tersebut. Karena Soekarno menginginkan sebuah monumen yang berbentuk lingga dan yoni. Dengan begitu, Soekarno meminta Silaban merancang ulang desain monumen tersebut menggunakan lingga dan yoni, namun dikarenakan anggaran yang diperlukan terlalu besar sedangkan kondisi ekonomi Indonesia saat itu sedang tidak baik, maka Soekarno akhirnya meminta arsitek lain untuk melanjutkan desain tersebut.
Arsitek tersebut adalah R.M. Soedarsono. Kemudian R.M. Soedarsono, merancang monument tersebut dengan memasukkan angka 17, 8, dan juga 45, angka-angka tersebut melambangkan hari kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945. Dan akhirnya monumen peringatan tersebut di bangun pada area seluas 80 hektare, yang diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan juga R.M.
Soedarsono, dan mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Pembangunan monument ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu kurun waktu 1961/1962 sampai 1964/1965, yang di mulai pembangunannya secara resmi oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961.
Saat itu Soekarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama pembangunan Monas. Total pasak beton yang dipakai untuk fondasi bangunan ini adalah 284 pasak, dan juga 360 pasak bumi yang ditanam untuk menjadi fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu fondasi tersebut selesai pada bulan Maret 1962.
Kemudian dinding museum yang berada di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober tahun yang sama. Selanjutnya adalah pembangunan obelisk yang selesai pada bulan Agustus tahun 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung dengan kurun waktu mulai 1966 sampai dengan 1968, namun karena adanya Gerakan 30 September 1965 dan juga upaya kudeta, mengharuskan tahap pembangun ini sempat tertunda.
Lalu selanjutnya tahap terakhir berlangsung mulai tahun 1969 sampai dengan 1976, dengan menambahkan diorama pada museum sejarah yang ada di monument tersebut.
Kemudian monument ini resmi dibuka dan juga diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975, oleh Soeharto, yang merupakan presiden Indonesia saat itu. Struktur Bangunan Monumen Nasional Berdasarkan yang direncanakan oleh Soekarno, maka tugu Monas ini di desain dengan konsep Lingga dan Yoni.
Menurutnya konsep tersebut adalah ciri khas budaya Indonesia yang juga ditunjukan lewat konsep bangunan candi-candi bersejarah. Lingga di Monas ini adalah tugu obelisk berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu melambangkan laki-laki, elemen maskulin, bersifat aktif dan juga positif, dan juga melambangkan siang hari.
Sementara Yoni di tugu ini adalah pelataran cawan landasan obelisk, yang melambangkan perempuan, elemen feminism, pasif dan juga negative, dan melambangkan malam hari. Lingga dan Yoni ini merupakan suatu lambing yang menggambarkan kesuburan dan juga kesatuan yang harmonis yang keduanya saling melengkapi dari masa prasejarah Indonesia dulu.
Sejarah Monas melalui Bentuk tugunya ini juga bisa diartikan sebagai “alu” dan “lesung”, yang merupakan alat penumbuk padi yang bisa kita dapati di setiap rumah petani di Indonesia. Monas ini memiliki ketinggian 132 meter. Dengan puncak monumen terdapat cawan yang diatasnya terdapat api yang terbuat dari perunggu dengan ketinggian 17 meter dengan diameter 6 meter dan memiliki berat 14,5 ton.
Api perunggu ini dilapisi oleh emas yang memiliki berat 50 kilogram. Api yang berada di puncak Monas tersebut terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Api yang berada di puncak Monas tersebut menjadi lambang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya api tersebut dilapisi emas seberat 35 kilogram, namun saat perayaan setengah abad kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lapisan emas tersebut dilapis ulang hinga mencapai berat 50 kilogram. Emas yang berada di api Monas tersebut merupakan sebuah sumbangan dari Teuku Markam, yang merupakan seorang pengusaha asal Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada saat itu.
Ukuran dan Isi Monas Monas dibangun setinggi 132 meter dan berbentuk lingga yoni. Seluruh bangunan ini dilapisi oleh marmer. Lidah Api Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton. Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg.
Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan. Api yang berada di puncak Monas di lapisi oleh emas ini merupakan sumbangan dari dari Teuku Markam, yang merupakan seorang pengusaha asal Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia pada saat itu.
Puncak Monas yang berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” ini memiliki makna tersendiri, yaitu bermakna agar bangsa Indonesia selalu senantiasa bersemangat yang menyala dalam perjuangan dan juga tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Pelataran Puncak Pelataran puncak luasnya 11x11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit.
Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu. Pelataran Bawah Pelataran bawah luasnya 45x45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter.
Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah. Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsul Jenderal Kehormatan, Dr.
Mario, di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen.
Museum Sejarah Perjuangan Nasional Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80x80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 48 diorama (jendela peragaan) dan 3 diorama berada di tengah ruangan, jadi total ada 51 diorama dalam ruangan museum tersebut. Diorama-diorama ini memiliki cerita tersendiri, mulai dari masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan Majapahit, lalu ada juga yang menceritakan tentang masa penjajahan bangsa Eropa, perlawanan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu pahlawan saat pra kemerdekaan yang melawan VOC dan juga pemerintah Hindia Belanda.
Hingga diorama yang menceritakan tentang masa pergerakan nasional Indonesia di awal abad ke 20, pendudukan Jepang, perang memperebutkan kemerdekaan, masa revolusi dan juga masa Orde Baru pada pemerintahan Soeharto.
Ruang Kemerdekaan di Monumen Nasional Di bagian dalam cawan dari Monas, terdapat sebuah ruangan yang merupakan Ruang Kemerdekaan yang berbentuk amphitheater. Untuk menuju ruangan ini Anda bisa melalui tangga berputar dari pintu di sisi utara dan selatan. Di ruangan ini disimpan lambang kenegaraan dan kemerdekaan Indonesia, yaitu naskah asli dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan di dalam kotak kaca di dalam sebuah gerbang berlapis emas yang terbuat dari perunggu seberat 4 ton, berhiaskan ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, dan juga bunga Teratai yang melambangkan kesucian.
Pintu tersebut berada di sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapiskan marmer hitam. Pintu ini di sebut dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara otomatis akan membuka dan memperdengarkan lagu “Padamu Negeri” dan diikuti rekaman suara Soekarno yang sedang membacakan naskah proklamasi sata 17 Agustus 1945. Selain itu ada symbol negara Indonesia berupa patung Garuda Pancasila, yang terbuat dari perunggu dengan berat 3,5 ton dan berlapiskan emas.
Ada juga peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlapis emas, bendera merah putih, dan juga terdapat sebuah dinding bertuliskan naskah proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dengan huruf terbuat dari perunggu. Ruangan ini memang digunakan untuk ruang tenang mengheningkan cipta dan bermeditasi untuk mengenang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Jejak Telapak Kaki Ala “Walk Of Fame” Di sekitar kawasan Monas terdapat jejak telapak kaki para Presiden Indonesia. Jejak-jejak kaki ini berada di trotoar yang berlokasi di Jalan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat. Para pejalan kaki yang melintasi area tersebut memang banyak yang tidak menyadari bahwa trotoar yang dilalui tersebut adalah cetakan kaki dari 6 Presiden yang telah memimpin Indonesia.
Dari sisi paling timur di trotoar Jalan Merdeka Utara itu, terdapat cetakan sepatu dari Presiden Soekarno. Hanya cetakan kaki Soekarno saja yang tidak ada, namun di gantikan dengan cetakan sepatu miliknya. Pada cetakan tersebut, terdapat tulisan dengan huruf besar yang berisi nama Dr. Ir.
Soekarno, yang merupakan presiden RI pertama, periode 1945-1967, dan sekaligus sebagai proklamator Kemerdekaan Indonesia. Tidak jauh dari cetakan tersebut, ada sebuah cetakan kaki Soeharto.
Di bawah cetakan tersebut tertulis periode kepememimpinan presiden kedua Indonesia ini, yaitu 1967-1998. Kemudian ada cetakan kaki milik presiden ketiga Indonesia periode 1998-1999, Baharuddin Jusuf Habibie.
Yang selanjutnya, yaitu cetakan kaki KH. Abdurrahman Wahid, yang merupakan presiden Indonesia yang keempat, periode 2000-2001. Setelahnya ada cetakan kaki presiden Indonesia kelima, yaitu Megawati Soekarnoputri. Dan yang terakhir adalah cetakan kaki milik Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga pernah memimpin Indonesia. Mengenai penempatan cetakan kaki para Presiden di trotoar Jalan Merdeka Utara, alasannya karena di tempat itu adalah bersebrangan dengan Istana Negara yang menjadi tempat para Presiden menjalankan tugas kenegaraannya.
Dan cetakan kaki para presiden tersebut adalah asli, termasuk cetakan sepatu Soekarno, itupun juga asli. Di trotoar Jalan Medan Merdeka Selatan, juga terdapat jejak kaki, namun dari orang yang berbeda. Yaitu di belakang halte bus Transjakarta, Monas, terdapat cetakan sepatu Letjen (Purn) Tjokro Pranolo, Gubernur DKI Jakarta pada periode 1977-1982, cetakan kaki Letjen (Purn) HR Soeprapto (1982-1987) dan Letjen (Purn) Wiyogo Atmodarminto (1987-1992), serta Jenderal (Purn) Surjadi Soedirdja (1992-1997).
Dan ada juga cetakan kaki Sutiyoso yang pernah memimpin Jakarta pada 1997-2007. Nomor Urut SK. 475/1993 : 17 Nama Bangunan : Monumen Nasional (MONAS) Nama Lama : Tugu Nasional Lokasi : Jalan Taman Silang Monas, Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, Jakarta 10110 Pemilik : Pemda DKI Jakarta Tahun dibangun : 17 Agustus 1961 – 1975 Arsitek : Ir. Soekarno (Presiden Pertama RI) dibantu IR.
Rooseno Gaya Arsitektur : Indonesia Kuno Perpaduan antara simbol Lingga dan Yoni ( Nasionalism) Monumen Nasional yang biasa disebut Monas merupakan sebuah tugu peringatan kegigihan rakyat Indonesia melawan kolonialisme Hindia Belanda yang kejam. Monumen ini didirikan pada tahun yang sama dengan peresmian gerakan Pramuka Indonesia.mPendirian bangunan dimulai pada hari jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1961.
Proyek bangunannya diborong oleh P.N. Adhikarya sebagai kontraktor utama. Sementara arsitek perancangnya mengkolaborasikan keunikan arsitek ternama. Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono menjadi arsitek yang diamanahi tugas mulia ini. Tugu setinggi 132 meter akhirnya diselesaikan tepat pada tanggal 12 Juli 1975 yang kemudian segera diresmikan Presiden pada hari itu juga. Sekarang Tugu Monas menjadi salah satu destinasi wisata yang digemari masyarakat ibu kota.
Letaknya tepat di jantung ibukota. Tepatnya di Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Selain monumen, di sana juga didirikan sebuah museum yang menceritakan pengalaman Indonesia merebut kedaulatannya. Tugu Monas terbuka untuk masyarakat umum tujuh jam setiap harinya. Anda dapat berkunjung ke sini untuk menikmati keunikan bangunannya yang membawa lidah api berlapis emas sekaligus menambah wawasan sejarah bangsa.
Awal Terbentuk • Gagasan mendirikan tugu monas Tentu saja sebuah monumen semegah Tugu Monas tidak didirikan tanpa tujuan. Ada fungsi dan tujuan besar yang mendasari pembangunan tugu tersebut. Semua ide awal pembangunan ini bermula dari keinginan Presiden pertama RI, Ir.
Soekarno. Keinginan mengembalikan kehormatan RI dan menunjukkan wibawanya di mata rakyat sendiri dan dunia internasional. Karenanya bangunan ini akan diletakkan di depan istana merdeka. Gagasan ini lahir di masa awal kemerdekaan Indonesia. Saat itu banyak konflik yang terjadi.
Baik konflik dari dalam negeri maupun halangan-halangan yang terus dilancarkan untuk meruntuhkan kedaulatan NKRI. Hingga pada akhirnya, demi menjaga kedaulatan bangsa Indonesia, ibu kota kita sempat dipindahkan ke kota Yogyakarta.
Sejarah berdirinya tugu monas di awali pada tahun 1949, dimana keadaan nasional mulai membaik. Di tahun itulah Belanda yang masih sangat bernafsu mencengkeram kembali bumi Indonesia telah mengakui kedaulatan negara Indonesia. Karena telah memperoleh pengakuan itulah, ibukota negara dikembalikan ke pusat, Jakarta. Sekembalinya ke Istana Merdeka, Presiden Soekarno teringat akan kebesaran bangsa Indonesia.
Pada zaman dahulu ketika manusia masih berperadaban rendah, kita sebagai bangsa Indonesia telah memberi peninggalan berupa hasil budaya yang megah. Candi Borobudur yang menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia adalah bentuk kebesaran budaya dan kegagahan bangsa Indonesia. Setelah beratus-ratus tahun Indonesia berusaha mengembalikan kehormatannya, kini kedaulatan Indonesia telah diakui utuh di mata dunia. Tidak ada lagi bangsa asing yang berhak merongrong kedaulatan kita.
Dan karena itulah Soekarno ingin mendirikan sebuah bangunan besar dan megah yang menggambarkan semangat bangsa Indonesia. Dalam pikiran Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu saat itu, monumen peringatan ini akan menjadi pengingat berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu penyemangat bagi generasi mendatang. Monumen yang ditinggalkan haruslah sama megahnya dengan Menara Eiffel di Paris, Perancis atau tugu-tugu lain di ibukota negara kuat kala itu.
• Melakukan sayembara perancangan tugu monas Untuk mendapatkan rancangan yang memiliki nilai seni sekaligus filosofis, negara mengadakan sayembara.
Sayembara yang terbuka untuk umum ini diikuti oleh 51 peserta. Panitia nasional melakukan seleksi ketat bagi setiap karya yang masuk. Seleksi tersebut hanya menyisakan sebuah karya rancangan Frederich Silaban. Diterima panitia nasional bukan berarti karya tersebut langsung dijadikan acuan pendirian bangunan.
Ternyata alasan diterimanya karya Frederich adalah karya tersebut menjadi satu-satunya karya yang sesuai dengan kriteria sayembara. Karya dari Frederich Silaban memiliki dua keunggulan yang sesuai dengan permintaan panitia. Rancangannya dapat bertahan kokoh dalam hitungan abad dan mewakili karakter bangsa Indonesia.
Akhirnya panitia pembangunan monumen kembali menggelar sayembara kedua. Sayembara ini digelar di tahun 1960. Minat masyarakat terhadap rencana Presiden ternyata cukup tinggi. Terbukti dengan meningkatnya peserta sayembara menjadi 136 peserta. Sayangnya hasil penilaian menunjukkan tidak ada satu buah karya pun yang layak menjadi pemenang. Karena keadaan sudah semakin berlarut-larut tanpa hasil, akhirnya Presiden meminta Frederich membuat rancangan baru berkonsep lingga dan yoni.
Konsep rancangan dari Frederich terlalu besar, sehingga baru bisa diwujudkan jika perekonomian Indonesia membaik. Frederich mengajak arsitek lain bernama R.M Soedarsono sebagai partnernya bekerja. Kedua arsitek ini kemudian berhasil memenangkan hati Soekarno dengan konsep hasil rancangannya. • Pembangunan tugu monas Pembangunan Tugu Monas terdiri dari beberapa tahapan.
Presiden Soekarno benar-benar antusias memonitori perkembangan pembangunan monumen tersebut. Tugu Monas dibuat dengan konsep lingga-yoni sebagaimana kebanyakan bangunan yang ada di Indonesia pada masa terdahulu. Lingga dan yoni merupakan bagian bangunan yang melambangkan kebudayaan Indonesia. Keberadaannya selalu menyertai bangunan masa lampau yang dibangun oleh Kerajaan Maritim dan kerajaan kuat lain di wilayah Nusantara. Lingga-yoni hampir sama dengan ying dan yang di China.
Lingga merupakan lambang dari energi positif yang dirupakan juga dengan alu pada alat penumbuk padi yang digunakan masyarakat Indonesia. Yoni merupakan bagian cawan yang menjadi alas tempat lingga berada. Yoni ini melambangkan energi negatif yang biasa diberikan oleh para wanita. Yoni juga bisa disamakan dengan lesung sebagai tempat menumbuk padi tradisional.
Lingga dan yoni ini saling melengkapi, saling terikat dan ketergantungan. Sama seperti sejarah Indonesia yang panjang. Semua rentetan peristiwanya bernilai dan memilik hubungan ketergantungan yang kuat. 1.Tahap I (1961-1965) Pembangunan Monas tahap I diawali dengan peletakan beton pertama sebagai pondasi bangunan. Presiden sendirilah yang melakukannya di atas lahan seluas 80 ha.
Peletakan ini dilangsungkan tepat di tanggal 17 Agustus 1961. Ada 284 pasak beton yang ditanam sebagai bagian dari monumen nasional. MONAS Sementara pasak bumi yang digunakan sebagai pondasi museum sejarah nasional total ada 360 buah. Penyelesaian bagian bangunannya juga bertahap. • Maret 1962 : Pondasi tugu Monas selesai • Oktober 1962 : Dinding tugu bagian dasar selesai • Agustus 1963 : Obelisk (bangunan menjulang) selesai 2.Tahap II (1969-1976) Tahap selanjutnya sempat tertunda akibat adanya peristiwa pengkhianatan peristiwa G30S/PKI 1965.Pembangunan lanjutan dilakukan pada tahun 1969 hingga 1976.
Pada tahap ini masih terjadi masalah air yang menggenang di beberapa titik museum. Walaupun begitu, di periode kedua ini pembangunan Monas sudah dapat diselesaikan. Penambahan diorama pada museum sejarah nasional juga telah dirampungkan pada periode ini. Selanjutnya, tugu Monas baru dibuka untuk umum pada pemerintahan Presiden Soeharto.
Tanggal 12 Jul 1975 menjadi hari peresmian tugu Monas oleh penguasa orde baru. Berikut ini bagian-bagian bangunan yang ada di Monas : Monas lebih dari sekedar tugu peringatan yang menjulang.
Ada beberapa bagian bangunan yang memiliki nilai sejarah tersendiri. Arsitek Monas sengaja membuat bangunan yang bernilai seni sekaligus filosofis. Ia membuat bangunan yang berbentuk gelombang, riak dengan segala keunikannya yang akan berujung di sebuah puncak emas yang berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu semangat rakyat Indonesia.
1. Puncak Monumen Sudah menjadi rahasia umum bahwa lidah api yang tak kunjung padam di atas monumen nasional ini mengandung emas. Api di atas monumen melambangkan semangat rakyat Indonesia yang akan selalu menyala. Pelataran yang ada di pucuk Monas ini jika diukur dari tanah berkedudukan di 115 meter menjulang ke atas. Ada emas sebanyak 28 kg dari 38 kg emas yang menjadi pelapis awal obor semangat di puncak Monas.
Emas sebanyak itu adalah hasil sumbangan dari seorang pengusaha sukses di tanah Aceh, Teuku Markam yang biografinya akan sedikit diulas pada bagian akhir artikel ini. Selain menyumbang emas bagi kemegahan Monas, Teuku Markam juga menjadi salah satu pembebas tanah Senayan yang digunakan sebagai kawasan olahraga nasional. Di pelataran puncak ini cukup menampung sekitar 50 orang. Selain itu, yang termahal dari bagian puncak Monas ini adalah lidah api kemerdekaan. Sebenarnya lidah api itu bukan hanya satu bagian utuh.
Tetapi terdiri dari 77 bagian terpisah yang disatukan menjadi 1 bagian utuh. Diameternya mencapai 6 meter dengan tinggi hingga 14 meter. Di puncak Monas ini juga terdapat sebuah cawan lampu yang terbuat dari perunggu. Bahan perunggu yang digunakan total sebanyak 14,5 ton. Perunggu sebegitu banyaknya masih juga diberi lapisan emas sebanyak 38 kg. Namun untuk memperingati Dirgahayu Indonesia saat itu, pada tahun 1995 lapisan emas di puncak Monas ini ditambah lagi hingga beratnya terhitung 50 kg.
Dari pucuk Monas inilah semua pengunjung bebas menikmati pemandangan modern kota Jakarta sekaligus keindahan Gunung Salak. Kabarnya ada patung seorang wanita yang rambutnya tergerai di puncak Monas.
Patung ini hanya dapat dilihat dari sudut tertentu di Istana Merdeka. Sampai sekarang patung wanita misterius itu belum dapat dijelaskan fungsi filosofisnya dan alasan mengapa dibangun secara samar. 2. Ruang Kemerdekaan Ruangan ini juga mengandung bahan-bahan berlapis emas dan perunggu. Di dalam ruang hening ini, kita dapat mengenangkan makna dari kemerdekaan Indonesia yang telah diraih dengan susah payah oleh para pendahulu kita.
Di dalam ruang ini, sebuah pintu mekanik dari campuran perunggu dan emas akan terbuka sendiri sambil mempedengarkan lagu Padamu Negeri, sekaligus rekaman naskah proklamasi yang dibacakan Soekarno. Di samping itu, ada sebuah kotak kaca berlapis emas yang digunakan sebagai tempat penyimpanan naskah asli proklamasi.
Ada pula peta negara Indonesia yang terbentang luas dilengkapi lambang negara. Bendera pusaka yang dikibarkan saat 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur Raya Nomor 56 sudah tidak lagi dikibarkan di sini.
Kondisi berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu yang semakin berumur tidak memungkinkan untuk dipertontonkan kepada umum. Lebih dari itu, lambang-lambang negara yang lain yang ada di ruangan ini semuanya dibuat dari lapisan emas atau perunggu. 3. Museum Sejarah Museum ini merupakan salah satu museum sejarah terlengkap skala nasional.
Terdapat 51 diorama di dalam museum sejarah nasional ini. Anda dapat mengetahui sejarah lengkap Indonesia. Mulailah perjalanan dari bagian timur laut di ruang museum lalu bergeraklah ke kanan hingga menyelesaikan diorama. Diorama sejarah Indonesia ini memberitahukan kepada pengunjung perkembangan keadaan Indonesia secara kronologis dan lengkap.
Anda akan mulai diberitahu bagaimana keadaan Indonesia pada zaman pra sejarah kemudian berlanjut berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu zaman kerajaan yang sempat membesarkan nama Indonesia. Diorama ini mengakhiri perjalanan Indonesia sampai pasca kemerdekaan era orde baru.
4. Relief Sejarah Selain memiliki museum sejarah, ternyata Monas juga mempunyai relief timbul sejarah Indonesia yang terletak di bagian luar monumen. Anda dapat menjumpai relief sejarah lengkap Indonesia ini di setiap sudut yang ada di halaman luar. Relief sejarah ini hampir sama dengan diorama yang ada di museum sejarah nasional.
Relief timbul yang dibuat berjajar menceritakan sejarah Indonesia secara kronologis. Bedanya, sejarah yang diceritakan di sini adalah sejarah Nusantara yang dimulai dengan adanya sistem kerajaan di tanah kita. Dimulai dengan kerajaan paling jaya di masa silam, sejarah kerajaan majapahit dan juga sejarah kerajaan singosari. Kedua kerajaan ini memiliki kelebihan masing-masing yang dapat dibanggakan dan diteladani oleh generasi muda.
Kemudian relief berjalan ke kanan untuk menceritakan mengenai tanah pertiwi yang dijajah oleh bangsa asing. Mulai zaman kedatangan hingga mulai melakukan usaha perlawanan terhadap kolonialisme dicantumkan dalam relief bangunan sejarah ini. Begitu pula dengan perubahan strategi Indonesia yang ingin lepas dari Hindia–Belanda.
Strategi yang dulu melawan Belanda secara berkelompok sesuai daerah dan kepentingannya sendiri kemudian mulai menyusun strategi. Mereka mencoba menyatukan negara ini dengan mendirikan organisasi yang dapat mewadahi kepentingan semua pihak. Berdirilah organisasi Boedi Oetomo yang memotivasi pendirian organisasi-organisasi lain di Hindia-Belanda pada waktu itu. Relief di sini juga memuat cerita mengenai sumpah pemuda hingga bagaimana kondisi Indonesia di era modern.
5. Kolam dan Patung Pangeran Diponegoro Sebenarnya ini bukan bagian utama bangunan Monas. Namun kolam dan patung Pangeran Diponegoro menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Tugu Monas karena masih berada di area Taman Monas. Fungsi adanya kolam ini untuk memperindah nilai seni yang sudah ada di bangunan Monas.
Kolam seluas 25 meter x 25 meter tersebut dilengkapi dengan pembangunan air mancur. Patung Diponegoro yang berada di dekat kolam sendiri dibangun dari 8 ton perunggu sumbangan Dr. Mario Bross. • Pemberian Nama Monas Sebagai Monumen Nasional, masalah nama menjadi hal yang tidak luput dari perhatian.
Daerah tempat keberadaan tugu ini sempat mengalami beberapa kali pergantian nama, sampai akhirnya ditetapkan dengan resmi menjadi Monumen Nasional. • Lapangan Gambir • Lapangan Ikada • Lapangan Merdeka • Lapangan Monas • Taman Monas Itulah beberapa nama yang pernah kita kenal sebelum diresmikan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Monumen Nasional.
Biografi Singkat Teuku Markam Pada pembahasan mengenai bagian puncak Monas, nama Teuku Markam disebut-sebut sebagai penyumbang emas puluhan kilogram yang digunakan sebagai pelapis api nan tak kunjung padam. Peran beliau yang vital tidak banyak diketahui orang awam. Media tidak banyak yang meliput, sejarah pun tidak banyak yang memuat nama besarnya. Teuku Markam merupakan seorang saudagar kaya yang berasal dari tanah Aceh. Perjalanan hidupnya berliku, namun ia senantiasa menyisihkan penghasilannya yang berlebih untuk kepentingan negara.
Beliaulah yang membantu pemerintah menyelesaikan proyek impian Soekarno, Monas. Di samping itu, beliau juga aktif mendanai kebutuhan finansial KTT Asia Afrika yang pernah diadakan di Indonesia, membuat beberapa jalan penghubung antar kota di Jawa dan Sumatera, membeli tanah Senayan untuk digunakan sebagai area olahraga nasional dan mendukung sepenuhnya usaha kemerdekaan Irian Barat yang ingin kembali ke pangkuan Indonesia pada waktu itu.
Nasib tragis membalikkan keadaan Teuku Markam yang dikenal dekat dengan Bung Karno.
Jika dahulu orang-orang menghormati Teuku Markam luar dalam, setelah orde lama berakhir, jasa-jasa beliau kepada negeri ini ikut terlupakan.
Di akhir hayatnya, ia meninggal akibat penyakit komplikasi yang dideritanya berkelanjutan. [accordion] [toggle title=”Artikel Terkait”] • Sejarah Istana Al Hamra • Sejarah Piramida Mesir • Sejarah Machu Picchu Sejak Ditemukan • Sejarah Kota Tua Jakarta • Sejarah Jembatan Ampera • Sejarah Ka’bah di Saudi Arabia • Sejarah Candi Kalasan • Sejarah Candi Gedong Songo • Sejarah Situs Ratu Boko • Sejarah Candi Mendut • Sejarah Grand Canyon di Amerika Serikat • Sejarah Great Wall China [/toggle] [toggle title=”Artikel”] [one_fourth] • Biografi W.R.
Soepratman • Pertempuran Medan Area • Sejarah Pembela Tanah Air • Sejarah Berdirinya Budi Utomo • Sejarah PKI • Sejarah Lagu Indonesia Raya • Danau Situ Gintung • Sejarah Burung Garuda • Sejarah Bahasa Indonesia • Perundingan Hooge Valuwe • Agresi Militer Belanda 2 • Sejarah Televisi di Indonesia • Pahlawan Nasional Wanita • Sejarah Kerajaan Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu • Sejarah 12 Kerajaan Islam Di Indonesia [/one_fourth] [one_fourth] • Sejarah Islam di Indonesia • Sejarah Danau Toba • Sejarah Minangkabau • Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara • Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah • Sejarah Partai Nasional Indonesia • Sejarah Lahirnya TNI • Sejarah Patung Pancoran • Sejarah Gitar • Sejarah Alat Musik Angklung • Sejarah Indische Partij • Arti Tut Wuri Handayani • Candi Peninggalan Agama Hindu • Candi Peninggalan Budha • Perkembangan Nasionalisme Indonesia • Perang Gerilya Indonesia • Perjuangan Pembebasan Irian Barat • Asal Usul Nusantara • Sejarah Microsoft Word [/one_fourth] [one_fourth] • Masa Penjajahan Belanda di Indonesia • Peristiwa Bandung Lautan Api • Sejarah Sepak Bola • Sejarah Danau Singkarak • Sejarah Jakarta • Sejarah Kerajaan Tarumanegara • Sejarah Kerajaan Sriwijaya • Peristiwa G30S/PKI • Sejarah Nazi • Sejarah Pembentukan PPKI • Sejarah Google • Sejarah MPR • Sejarah Pengembalian Irian Barat • Sejarah Sumpah Pemuda • Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa • Sejarah Timor Timur • Sejarah Perumusan UUD 1945 • Sejarah 12 Kerajaan Islam Di Indonesia [/one_fourth] [one_fourth_last] • Sejarah Perjanjian Tordesillas • Sejarah Benua Antartika • Sejarah Berdirinya Patung Liberty • Sejarah Rusia • Sejarah Benua Amerika • Sejarah Runtuhnya Uni Soviet • Sejarah Benua Atlantis • Sejarah Benua Australia • Peradaban Yunani • Sejarah Konstantinopel • Sejarah Brunei Darussalam • Peradaban Romawi • Sejarah PETA • Sejarah Wali Songo • Sejarah Bank Indonesia [/one_fourth_last] [/toggle] [/accordion] Sekarang kita dapat beraktivitas ke sana bersama keluarga.
Pemandangan yang unik, info sejarah baru, dan beberapa arena olahraga serta fasilitas publik lainnya sudah diperbaharui oleh pemerintah. Sehingga warga bisa berlama-lama di area ini. Silahkan berkunjung dan selamat menikmati Taman Monas.
Monumen Nasional atau sering disebut dengan Monas atau Tugu Monas merupakan monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden pertama Indonesia Ir. Sukarno, dan dibuka untuk masyarakay pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen dan museum ini dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB. Pada hari Senin pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum. Sejarah Tugu Monas Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai merencanakan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa. Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni.
Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu.
Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Frederich Silaban dan Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu. M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961. Proses Pembangunan Tugu Monas Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 – 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama.
Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963.
Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September sehingga tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah.
Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Ruang Kemerdekaan Tugu Monas Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga berputar di dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlapis emas, dan bendera merah putih, dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Di dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis emas.
Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian.
Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu “Padamu Negeri” diikuti kemudian oleh rekaman suara Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5 ton dan berlapis emas.
Pada sisi timur terdapat tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu, seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi karena kondisinya sudah semakin tua dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara dinding marmer hitam ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Monas Saat ini Monas menjadi saksi perubahan politik di Jakarta sebagai ibukota Indonesia sekarang. Aksi massa terbesar di dunia pernah berpusat disini. Aksi 212 dengan sholat Jumat bersama menurut pemberitaan sudah terkumpul 7 juta manusia dari berbagai penjuru Indonesia saat itu.
Sejak pemerintahan Anies Sandhi halaman monas menjadi pusat kegiatan masyarakat baik bersifat keagamaan, sosial maupun budaya. Sumber: Wikipedia Terima kasih sudah membaca “Sejarah Tugu Monumen Nasional (Monas) dari Dulu Hingga Kini”, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Monas, singkatan dari Monumen Nasional, merupakan salah satu daya tarik wisata andalan Jakarta.
Ke Jakarta belumlah lengkap jika belum menjejakkan kaki di Lapangan Monas dan memasuki Tugu Monas, begitu prinsip yang kerap dianut oleh wisatawan nusantara dari luar Jakarta. Lapangan Monas, tempat keberadaan Tugu Monas tersebut, terletak di hati kota Jakarta. Nama Lapangan Monas berasal dari keberadaan sebuah tugu yang terletak persis di tengah lapangan, yang diberi nama “Monumen Nasional” (Tugu Monas). Nama resmi Lapangan Monas sebenarnya adalah Lapangan Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Merdeka, tetapi lebih populer dengan sebutan Lapangan Monas.
Lapangan ini merupakan ruang publik utama Jakarta, sekaligus bagi Indonesia. Sedangkan Tugu Monas merupakan tengaran ( landmark) Jakarta, bahkan ikon bagi identitas ibukota Republik Indonesia. Sebagai landmark, Tugu Monas tidak saja memiliki skala yang gigantis, tetapi juga menjadi menjadi titik orientasi kota.
Sedangkan lapangannya menjadi simpul aktivitas bagi penduduknya. Tugu Monas menjadi tujuan kunjungan, bukan hanya bagi warga Jakarta melainkan juga bagi para wisatawan nusantara yang berasal dari berbagai kota di Indonesia.
Kemudahan dalam pencapaian merupakan unsur yang memperkuat keberadaan Kawasan Monas sebagai daerah tujuan wisata unggulan. Tugu Monas merupakan suatu bangunan monumental yang dibuat untuk mengenang perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannya.
Wujud dan rancangan bangunan secara keseluruhan merupakan simbolisasi dari angka keramat 17-8-1945, hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Keberadaan Monas diharapkan menjadi tonggak bagi kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang, dengan tidak melupakan keterkaitan dengan masa lalunya, “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah”. Lapangan Medan Merdeka yang lebih dikenal sebagai Lapangan Monas lahir dari rahim sejarah panjang pertumbuhan Jakarta, sejak masih bernama Jayakarta (1527-1619), Batavia (1619-1942) dan kemudian menjadi Jakarta (1942-sekarang).
Selama hampir lima abad tersebut, telah terjadi beberapa kali perpindahan kawasan pusat pemerintahan ( civic center) Jakarta. Sejarah kemudian mencatat bahwa kawasan sekitar Lapangan Monas dapat bertahan dari sejak awal terbentuknya, sampai saat ini sebagai civic center utama Jakarta, sekaligus nomor satu di Indonesia. Ciri tata ruang kota yang bersifat universal di berbagai belahan dunia adalah adanya kawasan pusat pemerintahan, ditandai oleh keberadaan istana (keraton), serta ruang terbuka (alun-alun atau central square) yang terletak di depannya.
Di Jakarta, sejarah merekam adanya central square kota yang berpindah-pindah dari alun-alun Jayakarta, Stadhuisplein di Batavia, Waterlooplein di Weltevreden, dan kemudian bergeser ke Koningsplein (sekarang Lapangan Monas). Alun-alun Jayakarta Keberadaan bangunan keraton dan alun-alun pada masa Jayakarta hanya dapat diketahui dari catatan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, mengingat bahwa ketika Jayakarta dikalahkan oleh Belanda pada tahun 1619, Kota Jayakarta dihancurkan sehingga rata dengan tanah.
Berdasarkan catatan sejarah serta sketsa peta kota tahun 1618 dapat diketahui bahwa pusat Kota Jayakarta terletak di tepi barat Sungai Ciliwung, atau di kawasan belakang Jalan Kali Besar Barat sekarang ini. Dengan dibangunnya kota baru Batavia pada masa itu sebagai ganti Kota Jayakarta, bekas keraton dan alun-alun Kota Jayakarta tidak dapat dikenali lagi lokasi pastinya.
Peta kota Jayakarta tahun 1618 (keraton dan alun-alun di tepi barat Ciliwung) Peta Kota Batavia tahun 1627 (pusat kota Jayakarta tak terlihat bekasnya) Dari Stadhuisplein ke Waterlooplein Pada awal berdirinya Kota Batavia, Istana Gubernur Jenderal terletak di dalam benteng yang diberi nama Kasteel Batavia. Model rekonstruksi Kasteel Batavia Belakangan dibangun pusat pemerintahan baru di luar benteng, terdiri atas Stadhuis (gedung balaikota) yang dilengkapi dengan Stadhuisplein (plaza balaikota) serta Oudekerk (gedung gereja lama) yang kemudian diperbarui menjadi Nieuwekerk (gedung gereja baru).
Stadhuis dan Stadhuisplein masih utuh sampai sekarang (menjadi gedung Museum Sejarah Jakarta dan Plaza Fatahillah), sedang Nieuwekerk sudah dibongkar dan dibangun menjadi gedung kantor yang sekarang digunakan sebagai Museum Wayang. Civic center Batavia ini menjadi semakin lengkap ketika gedung Raad van Justitie (pengadilan tinggi) dibangun di sisi timur Stadhuisplein (sekarang digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik).
Istana Gubernur Jenderal di dalam Kasteel Batavia: pusat pemerintahan tanpa plaza Peta Batavia tahun 1635, menunjukkan keberadaan Stadhuis, Stadhuisplein dan Oudekerk Situasi Stadhuisplein pada abad 18: Stadhuisplein di latar belakang dan Oudekerk di sisi kanan plaza Meski kemudian pusat pemerintahan berpindah ke selatan (kawasan Weltevreden), sampai dengan tiga setengah abad kemudian bekas civic center Batavia ini secara fisik tidak banyak mengalami perubahan, kecuali dibongkarnya bangunan gereja sebagaimana telah disebutkan di atas.
Gedung Museum Sejarah Jakarta (eks Stadhuis) Gedung Museum Seni Rupa berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Keramik berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Raad van Justitie) Plaza Fatahillah (eks Stadhuisplein): situasi pada akhir abad 20 Pada akhir abad 18, kondisi lingkungan fisik Kota Batavia mengalami kemerosotan tajam.
Hal ini ditandai dengan berjangkitnya penyakit yang banyak memakan korban jiwa. Untuk itu Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels yang memerintah sejak tahun 1807 membangun kawasan pusat pemerintahan baru di wilayah selatan, yaitu di Weltevreden. Di sisi timur sebuah lapangan yang sangat luas, Daendels membangun Istana Gubernur Jenderal (di abad 17 lapangan luas ini dikenal sebagai milik Anthonij Paviljoen, tetapi kemudian mengalami beberapa kali pergantian kepemilikan).
Istana yang dicat putih ini dijuluki Het Witte Huis (”the white house”), dan masih berdiri sampai saat ini (digunakan sebagai gedung Kementerian Keuangan). Halaman depan istana dihiasi dengan patung Jan Pieterzoon Coen, sebagai penghormatan kepada Gubernur Jenderal pertama yang merupakan pendiri Kota Batavia. Daendels sendiri (yang hanya memerintah selama beberapa tahun) tidak sempat menempati istana ini karena gedung tersebut baru dapat diselesaikan pembangunannya pada tahun 1828. Istana Gubernur Jenderal, akhir abad 19 Lapangan luas di depan istana Het Witte Huis tersebut (sekarang Lapangan Banteng) diberi nama Waterlooplein, sebagai peringatan atas pertempuran di Waterloo.
Persis di tengah lapangan didirikan tugu yang menjulang tinggi dengan patung singa di puncaknya. Karena patung singa tersebut, lapangan ini juga dikenal dengan sebutan ”Lapangan Singa”. Sebagai pelengkap bagi sebuah civic center, sebuah gedung pengadilan didirikan di samping Istana Gubernur Jenderal. Bekas gedung pengadilan ini sampai dengan tahun 1980-an digunakan sebagai gedung Mahkamah Agung RI. Pada paruh ke dua abad 19 di sekitar Waterlooplein dibangun gereja Katolik (yang setelah beberapa kali mengalami perubahan bentuk, kini menjadi Gereja Katedral) serta gedung pertunjukan yang dinamakan Stadschouwburg (kini Gedung Kesenian).
Hampir sepanjang abad 19, kawasan Waterlooplein merupakan ”pusat kota” Batavia. Situasi Waterlooplein di abad 19, dengan tugu dan patung singa di tengahnya, serta gedung Istana Gubernur Jenderal (De Witte Huis) di latar belakang Pandangan dari udara Waterlooplein di awal abad 20: Gereja Katedral di latar depan Lapangan Banteng (eks Waterlooplein) dan Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Keuangan (eks De Witte Huis) di masa kini Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI di tahun 1945, Waterlooplein dinamakan Lapangan Banteng.
Tugu dengan patung singa dirobohkan. Pada tahun 1963, di tengah lapangan dibangun ”Tugu Pembebasan Irian Barat” untuk memperingati kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI. ”De Witte Huis” digunakan sebagai kantor Kementerian Keuangan dan gedung pengadilan digunakan sebagai kantor Mahkamah Agung (sebelum kemudian pindah ke Jalan Medan Merdeka Utara).
Patung Pembebasan Irian Barat di tengah Lapangan Banteng Dari Waterlooplein ke Koningsplein Tidak jauh di sebelah barat Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng) terdapat sebuah lapangan luas yang semula dikenal sebagai Buffelsfeld (Lapangan Kerbau, karena digunakan untuk menggembalakan kerbau).
Oleh Daendels lapangan ini dipakai sebagai tempat latihan militer dan dinamakan Champs de Mars atau Paradeplaats. Sementara itu, pembangunan Istana Gubernur Jenderal di sisi timur Waterlooplein yang tak kunjung selesai mengakibatkan adanya kebutuhan tempat tinggal bagi Gubernur Jenderal jika sedang berada di Batavia (ketika itu para Gubernur Jenderal tinggal di Istana Buitenzorg, yaitu Istana Bogor sekarang). Oleh karenanya, pada tahun 1816 sebuah rumah tinggal besar di Rijswijk (Jalan Veteran sekarang) milik J.A.
van Braam dibeli oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian digunakan sebagai ”Hotel Gubernur Jenderal” dan kemudian dikenal sebagai ”Istana Rijswijk”. Bangunan yang didirikan pada tahun 1796 ini semula adalah rumah tinggal dua lantai. Di tahun 1848 lantai atas dibongkar dan lantai bawah dibuat menjadi ruang pertemuan yang luas. Setelah kemerdekaan bangunan ini dinamakan Istana Negara dan masih utuh sampai sekarang.
Karena adanya kediaman Gubernur Jenderal di sisi utara Champs de Mars (sekarang Lapangan Banteng), lapangan latihan militer ini sejak tahun 1818 dinamakan Koningsplein (Lapangan Raja).
Pemerintah Hindia Belanda ternyata masih membutuhkan adanya kediaman resmi Gubernur Jenderal di Batavia (di luar Hotel Gubernur Jenderal/Istana Rijswijk), maka pada tahun 1873 dibangun sebuah istana yang menghadap ke Koningsplein (beradu punggung dengan bangunan Istana Rijswijk). Sejak itu para Gubernur Jenderal tidak lagi tinggal di Bogor, melainkan di kediaman resmi yang kala itu dikenal sebagai ”Istana Gambir”.
Setelah kemerdekaan bangunan ini dinamakan Istana Merdeka, dan kemudian (sejak tahun 1949) menjadi kediaman resmi Presiden Soekarno. Seiring dengan keberadaan Istana Gubernur Jenderal di sisi utara Koningsplein, civic center pun bergeser dari kawasan Waterlooplein ke kawasan ini. Kegiatan kemasyarakatan dan hiburan rakyat pun banyak diadakan di Koningsplein, seperti misalnya ”Pasar Gambir” (semacam pasar malam yang diselenggarakan rutin setiap bulan Agustus sejak tahun 1930).
Di masa berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Jepang dan pada awal kemerdekaan, Koningsplein dikenal sebagai Lapangan Ikada. Belakangan Koningsplein/Lapangan Ikada ini dinamakan Medan Merdeka, namun setelah dibangun tugu Monas (Monumen Nasional) di pertengahan tahun 1960-an lapangan ini lebih terkenal dengan sebutan Lapangan Monas. Perpindahan civic center di Kota Batavia : Dari kawasan Stadhuisplein ke kawasan Waterlooplein, kemudian ke kawasan Koningsplein Peta situasi Weltevreden di akhir abad 19: Hubungan antara Waterlooplein dan Koningsplein Foto dari udara di awal abad 20: Kawasan sudut Koningsplein dan Istana Gambir (sekarang Istana Merdeka) di depannya Foto udara Lapangan Ikada (eks Koningsplein) tahun 1948 Peta zoning kawasan dan titik pusat Koningsplein Dalam berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu yang panjang, sejak masih dikenal sebagai Buffelsfeld di akhir abad 18, kemudian menjadi Champs de Mars (1807), lalu Koningsplein (1818), Lapangan Ikada (1942) sampai menjadi Lapangan Merdeka (1949), central square yang kini lebih dikenal dengan sebutan Lapangan Monas ini telah mengalami berbagai perubahan tata ruang dan perubahan fungsi.
Selain itu, sejarah juga mencatat adanya berbagai bentuk usulan penataan kawasan ini, meski tidak semua sempat diwujudkan. Monas Pada Masa Pra Kemerdekaan Sejak ditetapkan sebagai lapangan parade militer pada masa Daendels, Koningsplein mengalami beberapa kali perubahan penataan. Pada tahun 1892 Dr. M. Treub, Kepala Kebun Raya Bogor, mengajukan rancangan tata ruang baru untuk Koningsplein, yaitu sebagai taman kota yang dilengkapi dengan pohon-pohon tropis.
Akses ke taman berupa sumbu-sumbu diagonal ditambah dengan sumbu melintang yang menghubungkan dengan bangunan museum (Gedung Gajah) di sisi barat taman. Bagian tengah taman yang merupakan pusat pertemuan sumbu-sumbu dirancang untuk menempatkan sebuah patung sebagai simbol “pusat Kota Batavia”. Dengan penataan seperti ini fungsi parade militer diusulkan untuk dikembalikan ke Waterlooplein. Rancangan Dr. M. Treub ini tidak sempat direalisasikan.
Berdasarkan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu atas pemetaan Koningsplein, diketahui bahwa pada tahun 1918 lapangan ini telah tersegmentasi menjadi beberapa bagian dan beberapa bangunan besar didirikan di atasnya.
Di sisi utara terdapat bangunan reservoir air dan di dekatnya terdapat fasilitas sportsclub. Masih di sisi utara, berhadapan dengan Istana Gambir (sekarang Istana Merdeka) terdapat kompleks gedung kantor telepon. Di sisi barat terdapat kompleks bangunan dan taman yang dinamai Helbachpark. Di bagian timur laut terdapat dua taman, yaitu Decapark dan Frombergpark serta gedung bioskop. Di dekat stasiun Gambir terdapat lapangan pacuan kuda dan di sebelah baratnya lahan untuk festival tahunan Pasar Gambir.
Pada tahun 1930, melalui suatu sayembara, Ir. Thomas Karsten – seorang arsitek – mengusulkan untuk menata kembali Koningsplein dengan titik tolak konsepsi ”alun-alun”.
Sebagaimana terungkap pada rencana di tahun 1937, ada upaya menempatkan gedung Dewan Kota di tengah-tengah lapangan. Ada rencana pula menempatkan alun-alun di sisi selatan gedung Dewan Kota seluas 500 m x 500 m, lengkap dengan pohon beringin. Pada dasarnya, melalui rencana ini hendak dikukuhkan status Koningsplein sebagai pusat orientasi Kota Batavia yang dilengkapi berbagai fasilitas sosial-budaya dan olahraga, di samping fasilitas lain yang bersifat formal kepemerintahan.
Hanya sebagian kecil dari gagasan Karsten terwujudkan, selebihnya gagal diimplementasikan karena segera setelah itu meletus Perang Dunia II. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) relatif tidak ada perubahan fisik yang signifikan atas Koningsplein selain perubahan nama menjadi Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta). Kawasan di sekitar Lapangan Ikada pun tidak mengalami banyak perubahan.
Rencana penataan Koningsplein oleh Dr. M. Treub (1892) Rencana penataan Koningsplein oleh Ir. Thomas Karsten (1937) Monas Pada Masa Pasca Kemerdekaan Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonasia (tahun 1949) terjadi suatu momentum perubahan yang cukup berarti atas kawasan tersebut. Istana Merdeka (eks Istana Gambir) dan Istana Negara (eks Istana Rijswijk) resmi menjadi pusat pemerintahan, selanjutnya Lapangan Ikada diubah namanya menjadi Lapangan Merdeka.
Beberapa taman dinamai dengan menggunakan nama tokoh nasional, seperti Chairil Anwar, Ronggowarsito, Amir Hamzah, dan W.R Supratman.
Gagasan menasionalisasikan kawasan tersebut kemudian diteruskan melalui konsep pengembangan kawasan Monumen Nasional serta pendirian Tugu Nasional. Pola diagonal usulan Dr. Treub muncul kembali. Dalam gagasan ini, kawasan di sekitar Lapangan Merdeka dijadikan simbol kebesaran bangsa dan negara melalui penempatan fasilitas-fasilitas nasional yang berskala dunia.
Termasuk dalam konsep ini adalah pengembangan Teater Nasional, Galeri Nasional, Masjid Istiqlal, dan Lapangan Banteng (dengan Tugu Pembebasan Irian Barat) serta Hotel Banteng (kemudian diubah namanya menjadi Hotel Borobudur). Di tahun 1970-an sisi selatan Lapangan Merdeka dijadikan arena Pekan Raya Jakarta (Jakarta Fair) dan Taman Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Monas yang dimaksudkan untuk mengulangi kesuksesan Pasar Gambir.
Namun kemudian kegiatan tersebut dirasakan mulai tidak cocok sebagai pemanfaatan Lapangan Merdeka. Arena Pekan Raya Jakarta kemudian berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu ke lahan bekas bandara Kemayoran. Salah satu pengaturan di kawasan sekitar Monas yang diketahui oleh banyak orang adalah ketentuan bahwa: • tidak diijinkan ada bangunan melebihi ketinggian tugu Monumen Nasional • tidak diijinkan kehadiran fungsi komersial/swasta Peta situasi Lapangan Merdeka di awal tahun 1950-an, sesaat sebelum ditata kembali dengan adanya proyek Tugu Nasional Peta situasi Lapangan Merdeka setelah selesainya proyek Monumen Nasional Lahirnya Tugu Monas Tugu di tengah lapangan yang sekarang dikenal sebagai ”Tugu Monas” memiliki riwayat kelahiran yang panjang.
Di tahun 1954 Presiden Soekarno merancang untuk menempatkan suatu tugu peringatan untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa pejuang bangsa.
Sebuah kepanitiaan dibentuk dan pada tahun 1955 diadakan sayembara perancangan ”Tugu Nasional”. Sayembara yang terbuka untuk semua warga negara Indonesia (baik secara kolektif maupun perorangan) ini ditutup pada bulan Mei 1956. Diikuti oleh 51 peserta, hasil tertinggi adalah hadiah kedua yang dimenangkan oleh arsitek F. Silaban. Dengan demikian bentuk Tugu Nasional yang memenuhi syarat belum dapat tercipta. Setelah terbentuknya Panitia Monumen Nasional diputuskan untuk mengadakan sayembara ulangan atau sayembara kedua, yang dimulai pada bulan Mei tahun 1960.
Diharapkan dari sayembara kedua itu akan dapat dihasilkan karya terbaik yang akan menggambarkan isi kalbu serta melambangkan keluhuran kebudayaan Indonesia.
Panitia sayembara menjelaskan bahwa yang dikehendaki adalah bentuk tugu yang benar-benar bisa menunjukkan kepribadian Indonesia, tiga dimensi, tidak rata, menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan batu pualam tahan gempa dan tahan cuaca, bisa bertahan selama sedikitnya 1000 tahun dan dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat patriotik. Sayembara kedua ini ditutup pada tanggal 15 Oktober 1960, diikuti oleh 222 orang, sedangkan gambar yang masuk berjumlah 136 buah. Hasil keputusan juri adalah tidak ada hadiah pertama maupun hadiah kedua yang dapat diberikan, melainkan hadiah ketiga, keempat dan beberapa penghargaan.
Beberapa permasalahan yang menurut juri belum terpenuhi adalah : • pemenuhan ketentuan tentang apa yang dinamakan ”nasional” • penggambaran tugu yang dinamik, berisi kepribadian Indonesia dan mencerminkan cita-cita bangsa Indonesia • pelambangan dan penggambaran ”api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia • penggambaran hal yang sebenarnya bergerak, meskipun tersusun dari benda yang mati • penggunaan material dari benda-benda yang tidak berubah dan tahan lama Atas hasil tersebut kemudian Ketua Dewan Juri sekaligus Ketua Umum Panitia Monumen Nasional (Presiden Soekarno) menunjuk beberapa arsitek yang cukup mempunyai nama pada waktu itu, yaitu Soedarsono dan F.
Silaban, yang ditugaskan membuat gambar rencana Tugu Nasional. Silaban dan Soedarsono bersepakat untuk masing-masing membuat gambar ide, yang kemudian diajukan kepada Presiden. Akhirnya pada permulaan tahun 1961 Ketua Umum Panitia Monumen Nasional selaku Ketua Juri, menyetujui pada garis besarnya gambar rencana gagasan yang dibuat oleh arsitek Soedarsono yang dianggap berisi kepribadian nasional.
Soedarsono kemudian diperintahkan untuk mengembangkan ide tersebut. Dalam usaha pengembangan ide tersebut, Soedarsono selalu memberikan laporan kepada Presiden Soekarno dan semua ide tersebut selalu diparaf oleh Presiden Soekarno.
Dalam membuat rencana awal Soedarsono mengambil dasar pemikiran sebagai berikut : • Untuk memenuhi apa yang dinamakan ”nasional” diambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang mewujudkan ”revolusi nasional” sedapat mungkin menerapkan pada dimensi bentuk arsitekturnya, yaitu penggunaan angka-angka 17, 8, 45 yang merupakan angka keramat ”Hari Proklamasi”.
• Falsafah ”lingga dan yoni” dapat dipenuhi dalam bentuk tugu yang menjulang tinggi menyerupai ”alu” sebagai ”lingga” dan bentuk wadah (cawan) berupa ruangan menyerupai ”lumpang” sebagai ”yoni”. Alu dan lumpang adalah suatu alat penting yang dimiliki setiap pribumi keluarga bangsa Indonesia, khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan yoni adalah simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adanya unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, yang membentuk keabadian dunia.
• Bentuk seluruh garis-garis asitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton: merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, lalu naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas membentuk lidah api yang menyala.
Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan api yang berkobar yang tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia. • Isi di dalam ruang tenang sebagai wadah penyimpanan benda bersejarah seperti atribut yang mengawali Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pada dinding badan tugu bersegi empat dibuat satuan-satuan aksara dari bahan yang tahan berabad-abad, dimulai dari sebelah timur, sebagai simbol arah dari mana matahari mulai bersinar.
Sambil duduk di amphitheatre dengan hening membaca Naskah Proklamasi di dinding, kita dibawa untuk merenungkan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia dengan segala pengorbanannya. Kemudian dinding sebelah utara memperlihatkan wilayah Republik Indonesia.
Di bagian barat dibuat tempat yang terhormat untuk menyimpan bendera pusaka Sang Saka Merah Putih sampai akhir jaman. Di bagian selatan dipasang lambang negara Republik Indonesia dengan falsafah Pancasila dalam bentuk Garuda Bhinneka Tunggal Ika. • Bangunan tugu itu dilaksanakan dengan menggunakan benda-benda atau bahan-bahan yang tahan berabad-abad. Disini digunakan bahan batu alam, beton bertulang dan sebagainya dilengkapi dengan listrik, AC, telepon dan elevator (lift).
Berdasarkan gambar rencana Tugu Nasional oleh arsitek Soedarsono yang dikembangkan lebih lanjut, dan disetujui oleh Ketua Juri, maka dimulailah pemancangan tiang pertama pembangunan Tugu Nasional pada tanggal 17 Agustus 1961.
Dalam penyelesaian pembangunan Tugu Nasional sampai saat ini ternyata masih ada yang belum sempat terselesaikan yaitu pemasangan kelompok-kelompok patung perjuangan di tiap sudut pada keempat pintu masuk Ruang Museum Sejarah yang bertemakan : • Sebelah timur laut: kelompok patung perebutan kekuasaan dan penjajahan Jepang. • Sebelah tenggara: kelompok patung Pahlawan 10 November 1945.
• Sebelah barat daya: kelompok patung pembentukan Tentara Nasional Indonesia, sebagai pemersatu Angkatan Bersenjata. • Sebelah barat laut: kelompok patung Kebulatan Negara Kesatuan RI berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu pembangunan). Dalam pelaksanaan pembangunan, Presiden Soekarno menjabat sebagai Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Umum Panitia Monumen Nasional ( bouwheer) yang secara langsung mengikuti perkembangan teknis.
Arsitek Soedarsono ditunjuk sebagai Direksi Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, Prof. Ir. Rooseno sebagai supervisor dalam konstruksi beton bertulang, dan PN Adhi Karya selaku pelaksana utama. Dalam hal wewenang kekuasaan daerah, koordinasi, logistik, perjanjian kerja dengan kontraktor diselesaikan oleh Ketua Harian Komandan Daerah Militer V/Jaya yang pada waktu itu dijabat oleh Kolonel Umar Wirahadikusumah.
Wilayah Ibukota Jakarta Raya pada waktu itu berada di bawah pimpinan Gubernur Jakarta Brigjen Dr. Soemarno. Pembangunan ”Tugu Nasional” yang kemudian secara resmi diberi nama ”Monumen Nasional” (sering disingkat ”Monas”) mengalami kelambatan terutama diakibatkan oleh terjadinya tragedi nasional peristiwa G-30-S di tahun 1965.
Penyelesaian secara tuntas baru terjadi pada tahun 1976, dengan rincian tahapan pembangunan sebagai berikut: • Tahap pertama, 1961-1965, pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, dengan biaya yang didapat dari sumbangan masyarakat. • Tahap kedua, 1966-1968, pekerjaan masih di bawah pengawasan Panitia Monumen Nasional, sedangkan biaya didapat dari pemerintah pusat, melalui Sekretariat Negara RI.
• Tahap ketiga, 1969-1976, pelaksanaan pekerjaan di bawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, sedangkan biaya didapat dari pemerintah pusat, c.q. Direktorat Jenderal Anggaran melalui proyek REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun).
Arsitek Sudarsono dengan konsep perancangan puncak Tugu Nasional berupa ”lidah api yang menyala” Gambar penampang desain awal Tugu Nasional Lapangan Monas Masa Kini Sejak tahun 1980-an terdapat upaya untuk menata kembali kawasan Lapangan Monas yang telah penuh sesak oleh bangunan, terutama di belahan selatan dan belahan timur. Satu demi satu kompleks bangunan yang ada dibongkar dan dipindahkan. Khusus untuk Arena Pekan Raya Jakarta disediakan tempat baru yang lebih representatif di bagian lahan bekas bandara Kemayoran.
Sebuah masterplan kemudian disiapkan untuk menata kembali lapangan yang telah berhasil dikosongkan. Sambil menunggu realisasi penataan kembali lapangan, sebagian belahan selatan dimanfaatkan sebagai lahan parkir yang digunakan terutama oleh karyawan serta tamu kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jalan Merdeka Selatan.
Sambil menunggu realisasi penataan kembali lapangan, sebagian belahan selatan dimanfaatkan sebagai lahan parkir yang digunakan terutama oleh karyawan serta tamu kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jalan Merdeka Selatan. Masterplan Kawasan Monas Kondisi fisik Lapangan Monas saat ini merupakan sebagian dari realisasi Masterplan Monas yang pada tahun 1993 telah dikukuhkan dengan Keputusan Presiden RI.
Masterplan ini disiapkan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. M. Danisworo, M.Arch., MUP. Muatan terpenting masterplan tersebut adalah mengembalikan Lapangan Monas menjadi ruang terbuka hijau, setelah Taman Ria Monas dan Arena Pekan Raya Jakarta (serta beberapa bangunan restoran dan night club yang sempat dibangun di kawasan ini) berhasil dipindahkan. Struktur sirkulasi utama berupa akses diagonal tidak mengalami perubahan, kecuali material permukaan jalan yang sekarang diganti dengan susunan batu alam, seperti sering dijumpai di jalanan kota-kota tua Eropa (yang merupakan ciri kawasan warisan abad pertengahan).
Dalam masterplan ini juga diatur pembagian zona di masing-masing bidang yang terbelah jalur sirkulasi diagonal. Sisi utara merupakan zona parade kenegaraan, sisi timur zona komersial, sisi selatan zona kebudayaan, dan sisi barat zona olah raga. Di sisi timur dan sisi selatan juga dirancang keberadaan ruang bawah tanah untuk sarana parkir dan pertokoan. Sebuah amphitheater dirancang untuk dibangun di sisi selatan, persis di tengah (pada sumbu utara-selatan Tugu Monas).
Masterplan Kawasan Monas (1993) Sketsa tiga dimensi kawasan sekitar Tugu Monas versi masterplan 1993 Konsep ruang dan pencapaian dalam Masterplan Monas 1993 Sebagai taman kota yang terencana, Taman Medan Merdeka akan ditingkatkan fungsinya sebagai paru-paru kota dan pengendali lingkungan fisik. Akhirnya Taman Medan Merdeka akan menjadi simbol kebesaran dan kebebasan bangsa serta kebanggaan nasional. Bagian terpenting dari Taman Medan Merdeka direncanakan sebagai tempat kegiatan sosial-budaya, rekreasi, dan lokasi perpakiran.
Taman tersebut terdiri dari zona inti yang disebut ”Ruang Agung” dan zona luar yang disebut ”Taman Kota”. Ruang agung adalah ruang inti yang ditata sebagai ruang terbuka hijau tanpa pohon-pohon untuk memperkuat keberadaan Tugu Monas yang terletak ditengah-tengahnya, agar tampak menonjol.
Sedangkan taman kota dengan pohon-pohon yang rapat atau lebat ditata untuk membentuk dan memperkuat keberadaan ruang agung, sehingga dengan demikian keberadaan monumen nasional yang didukung tatanan Taman Medan Merdeka menjadi lebih sakral. Dalam pengembangan vegetasi, penataan dibuat sedemikian rupa dan tematik.
Pada sektor selatan yang merupakan wilayah antara tugu Monas dan Jalan Medan Merdeka Selatan dimana terdapat gedung kegiatan Pemerintah DKI Jakarta ditanami berbagai jenis pohon yang mewakili jumlah propinsi di Indonesia (dahulu 27 propinsi, sekarang 30 propinsi). Vegetasi tersebut tersusun atas: Matoa – Papua, Menteng – DKI Jakarta, Sempur – Jawa Barat, Mahoni – Sulawesi Selatan, Duku – Sumatera Selatan, Melinjo – Banten, Saputangan – Riau, Kayu Manis – Sumbawa, Waru – Bengkulu, Ara – Lampung, Ketapang – Nusa Tenggara Timur, Sawo Kecik – Kalimantan Barat, Jati – Sulawesi Tenggara, Cengkeh – Sulawesi Utara, Ebony – Sulawesi Tengah, Cempaka Kuning – Nangro Aceh Darussalam, Agathis – Sumatera Utara, Puspa – Bangka Belitung, Kepel – Jawa Tengah, Mundu – Yogyakarta, Nyamplung – Jawa Timur, Beringin Putih – Kalimantan Timur, Segawe – Kalimantan Selatan, Rambutan Hutan – Kalimantan Tengah, Pala – Maluku, Kenari – Gorontalo, Gaharu – Nusa Tenggara Barat, Pinang Merah – Jambi, Kayu Putih – Maluku Utara, Keben – Bali.
Tata hijau di Medan Merdeka selain ditujukan untuk keindahan kota juga berfungsi sebagai biofilter terhadap palusi udara, suara, maupun cahaya yang berasal dari kendaraan bermotor terutama yang melintasi di keempat sisi ruas Jalan Medan Merdeka. Pada daerah panggung terbuka dipilih jenis tanaman yang berbunga sepanjang tahun dan dapat mengundang burung-burung.
Pada area pejalan kaki dipilih tanaman yang berfungsi melindungi dan memberikan keteduhan terutama dari teriknya matahari dan hujan. Tanaman peneduh ditata berjajar mengikuti jalur pejalan kaki. Hutan kota dan bukit-bukit kecil di bagian tepi Lapangan Monas Fungsi Lapangan Monas sebagai ruang terbuka hijau perlu dipertahankan (dikonservasi) karena sangat diperlukan sebagai “paru-paru kota” di tengah lingkungan bangunan yang padat Secara umum konsep tata hijau ditujukan untuk menciptakan ruang terbuka hijau yang menunjang keberadaan Tugu Monas serta Taman Medan Merdeka.
Untuk itu pemilihan jenis tanaman pun bersifat eksklusif dan dirancang untuk mengisi lahan terbuka yang perlu dihijaukan. Sedangkan secara fungsional pemilihan tanaman adalah sebagai sangtuari satwa, taman pendidikan, peneduh, pengarah, dan penyejuk. Konsepsi taman sebagai sangtuari satwa secara perlahan mulai ditata meskipun secara artfisial, namun ternyata mampu memberikan hasil yang cukup signifikan.
Berdasarkan informasi yang diterima dari pihak pengelola Taman Medan Merdeka pada medio Agustus 2004 dijelaskan bahwa pada bagian selatan Taman Medan Merdeka direncanakan untuk habitat rusa totol yang didatangkan dari Istana Bogor dan beberapa sumbangan masyarakat sebanyak 32 ekor yang berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu lahan berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu 5,2 ha.
Dalam kurun waktu kurang dari setahun ternyata jumlah kawanan rusa tersebut bertambah menjadi 42 ekor. Dimana 10 ekor rusa dilahirkan ditempat tersebut. Habitat rusa tersebut dilengkapi dengan kolam buatan, rumput, srinkle, dan beberapa unggas sumbangan masyarakat. Megingat bahwa realisasi masterplan ini perlu dilakukan secara bertahap (terkait dengan kemampuan pendanaan dan kondisi eksisting di lapangan), maka rencana pelaksanaannya akan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: • Tahap sampai dengan tahun 1995, meliputi penyelesaian penataan ”ruang agung” dan penataan ”taman kota” dengan pola sederhana yang tidak terlalu jauh berbeda dengan pola taman yang ada sekarang serta masih memberikan toleransi bagi keberadaan lapangan parkir di sisi selatan.
• Tahap sampai dengan tahun 1998, meliputi penataan taman kota dengan pola sederhana namun menuntaskan rencana tata kawasan sisi selatan, termasuk pembangunan panggung terbuka (amphitheater) dan meniadakan lapangan parkir.
• Tahap ideal yang tidak ditentukan waktunya, meliputi penataan taman kota dengan pola ideal dan penyelesaian ruang-ruang bawah tanah. Sampai dengan menjelang akhir tahun 2004 sekarang ini, belum semua rencana untuk tahun 1998 dapat dilaksanakan.
Sisi utara dan barat relatif telah mendekati kondisi yang direncanakan untuk tahun 1998. Meski telah enam tahun melewati batas waktu yang direncanakan, penataan di sisi selatan belum tuntas dilaksanakan.
Amphitheater belum dibangun, dan lapangan parkir masih bertahan sebagaimana kondisi sepuluh tahun yang lalu. Kondisi Kawasan Monas Saat Ini Belum lama berselang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pengelola kawasan Monas telah membangun pagar besi di sekeliling lapangan. Pintu-pintu gerbang disediakan di sudut-sudut kawasan (akses diagonal) serta bukaan di pintu masuk lapangan parkir di sisi selatan. Sebelumnya rencana pemagaran ini mendapat tentangan keras dari kalangan masyarakat yang mengkhawatirkan keberadaan pagar akan membatasi akses publik ke Lapangan Monas.
Pemagaran Lapangan Monas juga tidak tercantum dalam masterplan kawasan ini. Dalam konstelasi kelangkaan ruang publik di kota Jakarta, Lapangan Monas merupakan tempat rekreasi gratis bagi warga kota Jakarta.
Setiap hari Minggu lapangan ini dipenuhi warga masyarakat yang berolahraga atau berekreasi, baik di taman, di kolam-kolam, maupun di tepi-tepi jalan (akses diagonal). Oleh karenanya warga kota kuatir bila pemagaran akan membuat akses mereka ke Monas menjadi terbatas. Meski mendapat tentangan keras, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersikukuh melaksanakan pemagaran Lapangan Monas. Alasan yang dikemukakan adalah untuk menertibkan kawasan tersebut yang sebelumnya sangat semerawut oleh keberadaan para pedagang makanan-minuman yang tidak tertib.
Selain itu, setelah pemagaran selesai lapangan Monas akan digunakan untuk membiakkan rusa totol (seperti di halaman depan Istana Bogor). Beberapa ekor rusa telah berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu di lapangan ini, meski masih perlu dibuktikan apakah akan berhasil. Sementara itu, sisi selatan masih dominan dengan kegiatan parkir yang melayani pegawai serta tamu kantor-kantor di Jalan Medan Merdeka Selatan, terutama kantor Pemerintah Provinsi DKI.
Selain itu, beberapa rumah makan juga mulai bermunculan di sekitar lokasi parkir. Hal ini menandakan bahwa di lapangan ini telah berlangsung kecenderungan perkembangan yang tidak sesuai dengan masterplan kawasan. Pembelian tiket masuk ke Tugu Monas Lapangan Monas di hari Minggu: selalu dipenuhi warga masyarakat.Daftar Isi • Pengertian Monas (Monumen Nasional) • Sejarah Monas (Monumen Nasional) • Ukuran dan Bentuk Monas • Bagian-Bagian Monas • Pembangunan dan Rancangan Monas • Pembangunan Monas • Rancang Bangun Monumen Pengertian Monas (Monumen Nasional) Siapa yang tidak tahu Monas?
Monumen Nasional yang kaya akan sejarah bangsa Indonesia ini. Setiap warga Indonesia pasti tahu sejarah Monas dan pernah mengunjunginya. Monumen Nasional atau yang disingkat Monas merupakan peringatan setinggi 132 meter yang didirikan untuk mengenang perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari kolonial.
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu presiden Sukarno dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Informasi Monumen Mansional Lokasi Jakarta, Indonesia Alamat Lapangan Merdeka Mulai dibangun 17 Agustus 1961 Selesai 12 Juli 1975 Diresmikan 12 Juli 1975 Tinggi 137 meter Desain Kontruksi Arsitek Frederich Silaban, R.M. Soedarsono Kontraktor utama P.N.
Adhi Karya (tiang fondasi) Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Periodisasi Seni Rupa Mancanegara, Zaman Prasejarah, Zaman Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, Zaman Pertengahan, dan Zaman Renaissance (Lengkap) Sejarah Monas (Monumen Nasional) Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi ekonomi saat itu cukup buruk.
Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R.
M. Soedarsono, mulai dibangun 17 Agustus 1961. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Candi Borobudur dan Asal Usul Berdirinya Ukuran dan Bentuk Monas Tugu Monumen Nasional yang biasa disebut Monas memang fenomenal. Tugu Monas setinggi 132 meter, dengan lidah api pada bagian atasnya yang terbuat dari bahan emas seberat 38 kilogram ini, menggambarkan semangat perjuangan yang terus menyala. Monas dibangun di areal seluas 80 hektar, diarsiteki oleh Frederich Silaban dan R.
M. Soedarsono. Pembangunan dimulai pada 17 Agustus 1961 dan dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama selesai pada 1963, dilakukan pembangunan pondasi dengan 284 pasak beton dan 360 pasak bumi, dinding museum di dasar bangunan dan obelisk. Tugu berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu dirancang mengacu pada konsep universal pasangan berupa Lingga dan Yoni.
Tugu obelisk melambangkan lingga, elemen laki laki yang maskulin dan aktif. Sedangkan pelataran tugu melambangkan Yoni, elemen wanita yang pasif. Pasangan Lingga dan Yoni ini melambangkan kesuburan dan keharmonisan. Kedua simbol ini sudah dikenal di Nusantara sejak zaman dahulu kala. Simbolisasi lain adalah perwujudan sebagai sepasang “alu” dan “Lesung”, alat penumbuk padi pada rumah tangga petani tradisional Indonesia.
Hal ini menunjukkan kekhasan budaya bangsa Indonesia. Kolam berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekat kolam dibangun air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda, terbuat dari perunggu seberat 8 ton.
Patung yang dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato merupakan sumbangan dari Konsul Jenderal Kehormatan, Dr. Mario. Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen terdapat relief yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut, searah jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut, dimulai dari kejayaan Nusantara, penjajahan hingga mencapai masa pembangunan Indonesia modern.
Di bagian dasar monumen, pada 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah dilengkapi dengan 51 diorama yang menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru. Di gedung berbentuk cawan terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater.
Ruangan ini juga menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia, diantaranya naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Lambang Negara, Peta Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu dan lainnya. Untuk menuju ke puncak monas, sebuah elevator (lift) berkapasitas 11 orang, akan membawa pengunjung menuju pelataran puncak Monas yang berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Seni Patung – Bentuk, Fungsi, Jenis & Teknik - Ayoksinau.com Bagian-Bagian Monas • Lidah Api Di bagian puncak terdapat cawan yang di atasnya terdapat lidah api dari perunggu yang tingginya 17 meter dan diameter 6 meter dengan berat 14,5 ton.
Lidah api ini dilapisi emas seberat 45 kg. Lidah api Monas terdiri atas 77 bagian yang disatukan. • Pelataran Puncak Pelataran puncak luasnya 11×11 m. Untuk mencapai pelataran puncak, pengunjung bisa menggunakan lift dengan lama perjalanan sekitar 3 menit.
Di sekeliling lift terdapat tangga darurat. Dari pelataran puncak Monas, pengunjung bisa melihat gedung-gedung pencakar langit di kota Jakarta. Bahkan jika udara cerah, pengunjung dapat melihat Gunung Salak di Jawa Barat maupun Laut Jawa dengan Kepulauan Seribu. • Pelataran Bawah Pelataran bawah luasnya 45×45 m. Tinggi dari dasar Monas ke pelataran bawah yaitu 17 meter. Di bagian ini pengunjung dapat melihat Taman Monas yang merupakan hutan kota yang indah.
• Museum Sejarah Perjuangan Nasional Di bagian bawah Monas terdapat sebuah ruangan yang luas yaitu Museum Nasional. Tingginya yaitu 8 meter. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80×80 m. Pada keempat sisi museum terdapat 12 diorama (jendela peragaan) yang menampilkan sejarah Indonesia dari jaman kerajaan-kerajaan nenek moyang Bangsa Indonesia hingga G30S PKI. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Bukti dan Fakta-Fakta Mengenai Sejarah Pembangunan dan Rancangan Monas Pembangunan Monas Pembangunan terdiri atas tiga tahap.
Tahap pertama, kurun 1961/1962 – 1964/1965 dimulai dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962.
Dinding museum di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun 1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya kudeta, tahap ini sempat tertunda.
Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia Soeharto.
[4][5] Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
Rancang Bangun Monumen Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki, elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari.
Sementara pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari. [6] Lingga dan yoni merupakan lambang kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia. Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang “alu” dan “lesung”, alat penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia.
Monumen terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan. Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia. Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas.
Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof.
Coberlato [7] sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk melalui terowongan yang berada berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung menuju tugu Monas.
Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift menuju pelataran puncak monumen. Posting pada Bahasa Indonesia, Kesenian, Sejarah, Tips Belajar, Umum Ditag acara di monas hari ini 2019, apa saja bagian yang terdapat pada tugu monas, apakah tujuan pembangunan tugu selamat datang, arsitek yang membangun monas adalah, asal muasal berdirinya monas, bagian atas tugu monas disebut, bagian bagian monas, bentuk monas yang sebenarnya, berat emas monas, cawan monas, emas monas bentuk wanita, emas monas dicuri, festival of light monas, friedrich silaban, fungsi dan manfaat monas, fungsi monas, gambar monas, gambar monas animasi, gambar monas malam hari, gambar tugu monas, harga emas monas, kejadian di monas, kisah pencuri monas, kuad run 2019 monumen nasional 24 november, luas monas, makalah monas, makalah observasi monas, monas kartun, monas mulai di bangun pada tahun, monas mulai dibangun pada tahun, monas tutup hari apa, monas vector, monumen di indonesia, nama arsitek yang merancang tugu monas adalah, no telepon monas, pembangunan monas 2020, penggagas monas adalah, penggagas pembangunan monumen nasional adalah, pertanyaan tentang monas, puncak tugu monas, revitalisasi monas, sebutkan makna simbol-simbol monumen nasional, sejarah berdirinya monas, sejarah dan keunikan monas, sejarah emas monas, sejarah istiqlal, sejarah kota tua, sejarah lubang buaya, sejarah monas, sejarah monas dalam bahasa inggris, sejarah museum gajah, sejarah singkat monas, sinopsis sejarah monas, situasi monas hari ini 21 mei 2019, teknik pembuatan monas, terjemahan monas national monument, tugu dirgantara terletak di berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu, tujuan pembangunan tugu selamat datang, uraikanlah keberlanjutan dalam sejarah pada bangunan monas, wisata monas Pos-pos Terbaru • 5 Teori Fisika Yang Belum Terpecahkan [WAJIB BACA] • Contoh Bilangan Cacah Lengkap • Tips Belajar Bahasa Inggris Dengan Mudah [WAJIB BACA] • 3 Manfaat Mempelajari Biologi di Bidang Pertanian Lengkap • Pengertian dan Analisis Kelayakan Pembiayaan Bank Syariah • Kumpulan Rumus Matematika Lengkap Dengan Keterangannya • Pengertian, Tujuan dan Jenis Algoritma Kriptografi Lengkap • Reorientasi UUD 1945 Sebagai Pandangan Tokoh Bangsa • Pengertian dan Sejarah Nuzulul Qur’an • Sejarah dan Biografi Singkat Abu Bakar As-Siddiq • Pengertian dan Ciri Pantun Teka-Teki beserta Contohnya • Pengertian dan Ciri-ciri Puisi • Pengertian dan Unsur Seni Rupa • Pengertian Perekonomian Berdasarkan fungsinya monas merupakan tugu Beserta Tujuan dan Manfaatnya • 3 Macam Seni di Indonesia Dengan Contohnya • Menghitung Jasa Perantara, Harga Pokok, Jual dan Hasil Usaha • [SEJARAH] Isi Tindak Lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Lengkap • 60 Soal Essay Biologi Tentang Tumbuhan Dengan Jawaban • 25 Istilah Dalam Internet Yang Perlu Diketahui • Pengertian dan Bentuk Negara Dari Teori Negara Modern
Jawaban: Untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Penjelasan: Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter(433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Semoga membantu