Adat melayu riau bersendikan

adat melayu riau bersendikan

• P adat melayu riau bersendikan Deli Serdang Gelar Musrenbang RPJMD • Dinas PU Deli Serdang Sosialisasikan Perpres Tentang Pengadaan Barang Dan Jasa. • W abup: TK Elemen Penting Pembentukan Karakter • Petani Deliserdang Kembangkan Sayuran Organ ik • RT RW Deli Serdang Pertama di Sumatera • Wabup Buka Liga Bola Volly Pelajar se Sumatera Utara • P emkab Deliserdang Terapkan Pengelolaan Keuangan Berbasis Akrual • H Zainuddin Mars Lepas Kontingen DS Ke Penas Petani-Nelayan Di Malang • H Ashari Tambunan: Pelaksanaan program KB dan Kesehatan hendaknya dapat menjawab tuntutan perbaikan kehidupan warga • H UT ke-69 TNI, Kodim 0204/Deliserdang Selenggarakan "Gowet Sepeda (Gowes) Fun Bike" • Hari Guru ke-69 tahun 2014 di Deli Serdang ,Bupati DS Apresiasi Propesi Guru • Pimpinan DPRD Deli Serdang Dil a ntik • Bupati Ashari Tambunan : Deli Serdang Memiliki Peran Strategis dan Potensial di Sumatera Utara • Bupati H Ashari Tambunan Hadiri Wisuda Sekolah Tinggi Teknologi Sinar Husni Labuhan Deli.

• Bupati Ashari Tambunan Lepas Kwarcab Pramuka Deli Serdang ke Pertiwa Nasional di Cibubur • Musisi band • Iklan Hut Ke 5 newshariini • Pendidikan world • • Kenapa sih orang bisa gila • opinion • culture • economy • lifghgghggggggh • • • • • BERANDA • • NEWS SPORT • • HUKUM & KRIMINAL • • REDAKSI • • SIKILAS MEDAN • • RAGAM ORANG • • KABINET INDONESIA • WISATA • Lubuk Pakam • Tanjung Morawa • Pantai Labu • Galang • Sibolangit • Hamparan Perak • Bangun Purba • STM Hilir • STM Hulu • Pagar Merbau • Adat melayu riau bersendikan • Beringin • Namorambe • Percut Sei Tuan • Pancur Adat melayu riau bersendikan • Patumbak • Labuhan Deli • Kutalimbaru • Deli Tua • Batangkuis Sunggal • Gunung Meriah • • • Melayu Riau Melayu Riau( Jawi: ملايو رياو) adalah salah satu dari banyak Rumpun Melayu yang ada di nusantara.

Mereka berasal dari daerah Riau yang menyebar di seluruh wilayah sampai ke pulau-pulau terkecil yang termasuk dalam wilayah propinsi Riau dan kepulauan Riau.

Wilayah kediaman mereka yang utama adalah di daerah Riau kepulauan, sebagian besar di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaru yang merupakan kekuatan kerajaan Riau di masa lampau. Provinsi Riau, terletak di bagian tengah Pulau Sumatera. Sebelah Utara provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan.

Meskipun sebagian besar penduduk Melayu Riau hidup di Pulau Sumatera, sebagian lain tinggal di kepulauan. Dua pulau yang paling berkembang dalam gugusan pulau itu adalah Pulau Batam dan Pulau Bintan. Bahasa Melayu Riau adalah adat melayu riau bersendikan dari rumpun Bahasa Melayu. Bahasa Riau sendiri memiliki dua dialek, yakni dialek Melayu Riau Daratan yang digunakan di Pulau Sumatera, dan dialek yang mereka gunakan di Kepulauan Riau dan di daerah pesisir pantai.

Sastra Melayu Riau terekam dengan baik dalam pantun, syair, gurindam, hikayat, karmina, seloka, puisi-puisi tradisional, peribahasa lokal, mantra-mantra, dan kisah-kisah roman, serta bentuk-bentuk ekspresi lainnya yang mereka gunakan untuk mengungkapkan perasaan mereka.

Etimologi Melayu (Aksara Tionghoa Tradisional: adat melayu riau bersendikan pinyin: Mòluóyú Guó), berasal dari kata Malaya dvipa dari kitab Hindu Purana yang berarti tanah yang dikelilingi air yang merujuk pada sebuah Kerajaan Melayu Kuno di Jambi pada abad ke-7 Nama riau sendiri ada tiga pendapat. Pertama, dari kata Portugis, rio berarti sungai.

Pada tahun 1514, terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis yang menelusuri Sungai Siak, dengan tujuan mencari lokasi sebuah kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, sekaligus mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang mengundurkan diri menuju Kampar setelah kejatuhan Kesultanan Malaka.

Pendapat kedua riau berasal dari kata riahi yang berarti air laut, yang diduga berasal dari kitab Seribu Satu Malam. Pendapat ketiga diangkat dari kata rioh atau riuh berasal dari penamaan rakyat setempat yang berarti ramai, Hiruk pikuk orang bekerja, yang mulai dikenal sejak Raja kecik memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719. [4] Nama ini di pakai sebagai salah satu dari empat negeri utama yang membentuk kerajaan Riau, Lingga, Johor dan pahang.

Namun, akibat dari Perjanjian Adat melayu riau bersendikan tahun 1824 antara Belanda dengan Inggris berdampak pada terbelahnya kerajaan ini menjadi dua. Belahan Johor-Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, Sedangkan belahan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh Belanda. Dibawah pengaruh Belanda tahun 1905-1942, nama Riau dipakai untuk sebuah karesidenan yang daerahnya meliputi kepulauan Riau serta pesisir timur Sumatera bagian tengah. Demikian juga dalam zaman Jepang relatif masih di pertahankan.

Setelah propinsi Riau terbentuk tahun 1958 nama tersebut masih dipergunakan hingga kini. Asal-usul Riau diduga telah dihuni sejak 100.000-400.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosen di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009.

Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu.

Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Jawa Tengah. [9] [10] Imperium Melayu Riau juga merupakan penyambung warisan Kedatuan Sriwijaya yang berbasis agama Buddha. Ini bukti ditemukannya Candi Muara Takus yang diduga merupakan pusat pemerintahan Sriwijaya, yang berasitektur menyerupai candi-candi yang ada di India.

Selain itu, George Cœdès juga menemukan persamaan struktur pemerintahan Sriwijaya dengan kesultanan-kesultanan melayu abad ke-15. [11] Kerajaan Melayu dimulai dari Kerajaan Bintan-Tumasik abad ke-12, disususul dengan periode Kesultanan-kesultanan melayu Islam. Teks terawal yang membahas mengenai dunia melayu adalah Sulalatus Salatin atau yang dikenal sebagai Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang, pada tahun 1612 [12].

Menurut kitab tersebut, Bukit Seguntang adalah tempat dimana datangnya Sang Sapurba yang dimana keturunannya tersebar di alam melayu. Sang Mutiara menjadi raja di Tanjungpura dan Sang Nila Utama menjadi raja di Bintan sebelum akhirnya pindah ke Singapura Agama Masyarakat melayu pada umumya identik dengan Islam yang menjadi fondasi dari sumber adat istiadatnya.

Oleh karena itu, adat istiadat orang Melayu Riau bersendikan syarak dan syarak bersendikan Kitabullah. Sebelum kedatangan Islam ke nusantara, banyak bagian wilayah berada di bawah Kerajaan Sriwijaya antara abad ke-7 sampai abad ke-14 yang sangat dipengaruhi oleh tradisi Hindu-Buddha. Pada masa itu Islam sudah diperkenalkan ketika Maharaja Sriwijaya mengirimkan surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang berisi permintaan untuk mengirimkan utusan untuk menjelaskan hukum Islam kepadanya.

Pada abad ke-12, masuknya Islam ke nusantara dibawa melalui Samudera Pasai yang telah terlebih dahulu adat melayu riau bersendikan diakui sebagai perintis kerajaan Islam di nusantara pada zamannya. Proses ekspansi Islam terjadi melalui perdagangan, pernikahan dan kegiatan misionaris ulama Muslim. Faktor-faktor ini menyebabkan penyebaran damai dan pertumbuhan pengaruh Islam di seluruh alam melayu. Faktor kuat diterimanya Islam oleh masyarakat melayu adalah aspek kesetaraan manusia, yang menurut ideologi masyarakat kala itu menganut sistem kasta dalam Hindu, dimana masyarakat kasta kelas bawah lebih rendah dari anggota kasta yang lebih tinggi.

Masa keemasan ketika Malaka menjadi sebuah kesultanan Islam. Banyak elemen dari hukum Islam, termasuk ilmu politik dan administrasi dimasukkan ke dalam hukum Malaka, terutama Hukum Qanun Malaka. Penguasa Melaka mendapat gelar 'Sultan' dan bertanggung jawab terhadap agama Islam. Pada abad-15 Islam menyebar dan berkembang ke seluruh wilayah Melaka termasuk seluruh Semenanjung Malaya, Kepulauan Riau, Bintan, Lingga dan beberapa wilayah di pesisir timur Sumatera, yaitu Jambi, Bengkalis, Siak, Rokan, Indragiri, Kampar, dan Kuantan.

Malaka dianggap sebagai katalisator dalam ekspansi Islam ke daerah lainnya seperti Palembang, Sumatera, Patani di Thailand selatan, Utara Kalimantan, Brunei dan Mindanao. Disisi lain, orang Sakai dan Talang Mamak masih menganut animisme. Seiring dengan perkembangan zaman, banyak penduduk Sakai dan Talang Mamak yang sudah memeluk agama Islam.

Meski begitu, peralihan kepercayaan itu tak memupus kebiasaan mereka mempraktekkan ajaran nenek moyang mereka. Rumah tradisional Dalam masyarakat Melayu tradisional, rumah merupakan bangunan utuh yang dapat dijadikan tempat kediaman keluarga, tempat bermusyawarah, tempat beradat berketurunan, tempat berlindung bagi siapa saja yang memerlukan. Oleh sebab itu, rumah Melayu tradisional umumya berukuran besar.

Selain berukuran besar, rumah Melayu juga selalu berbentuk panggung atau rumah berkolong, dengan menghadap ke arah matahari terbit. Jenis rumah Melayu meliputi rumah kediaman, rumah balai, rumah ibadah dan rumah penyimpanan. Penamaan itu disesuikan dengan fungsi dari setiap bangunan. Secara umum ada lima jenis rumah adat Melayu Riau yaitu: • Balai Salaso Jatuh atau Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar. • Rumah Melayu Atap Limas Potong. • Rumah Melayu Atap Belah Bubung.

• Rumah Melayu Atap Lipat Kajang. • Rumah Melayu Atap Lontik. (http://id.wikipedia.org/wiki/Melayu_Riau) Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan dan berinteraksi satu sama lainnya. Dalam berinteraksi ini terdapat aturan yang harus dipatuhi agar tercapai kehidupan yang aman dan damai.

Aturan ini disebut juga sebagai hukum, baik yang tertulis maupun tidak terlulis. Sebagai bagian dari masyarakat yang madani, Melayu Riau juga memiliki hukum yang mengatur dalam berbagai aspek kehidupan. Hukum ini tertuang adat melayu riau bersendikan hukum adat yang telah berkembang sejak lama pada masyarakat Riau.

sumber : cakaplah.com Pada mulanya Riau adalah kesatuan dari Kerajaan Melayu yang wilayah kekuasaannya meliputi Malaka, Johor, Riau dan sekitarnya. Maka sudah tentu dapat dipastikan hukum yang berlaku pada masyarakat Melayu Riau juga mengacu pada hukum istana kerajaan pada masa itu. Tonel ditahun 1920 dalam Binsar dan Mashuri (2017) menuliskan : “ Maka segala adat istiadat Melayu itu pun sah menurut syarak Islam dan Syariat Islam.

Adat-istiadat itulah yang turun-temurun berkembang sampai ke negeri Johor, negeri Riau, Negeri Indragiri, negeri Siak, negeri Pelalawan dan sekalian orang Melayu adanya. Segala adat yang tidak bersendikan syariat Islam salah dan tidak boleh dipakai lagi.

Sejak itu, adat-istiadat Melayu disebut adat bersendikan syarak yang berpegang kepada Kitab Allah dan Sunnah Nabi.” Maksudnya adalah prinsip adat Melayu yang tidak dapat diubah-ubah, seperti yang tersimpul dalam ungkapan “ adat bersendikan syarak” yang menyebabkan setiap adat yang bertentangan dengan syarak tidak boleh dipakai lagi. Berdasarkan sejarah perkembangannya, suku Melayu telah ada sejak zaman masyarakat menganut kepercayaan animisme maupun dinamisme.

Namun, setelah masuknya nilai-nilai Islam, Melayu sendiri sudah diidentikkan dengan keislaman dan seluruh aspek yang diatur didalamnya. Dasar adat Melayu menghendaki sunnah Nabi dan Al-Qur’an sebagai sandarannya, yang mana prinsip ini sudah tak dapat diganggu gugat lagi dan telah disepakati para pemangku adat sejak dulu hingga kini.

Bilamana terdapat bagian masyarakat yang melanggar hukum adat sebenar adat ini, dapat dikatakan ia belum memahami sebenar dasar hukum adat Melayu Riau. Adapun sanksi yang diterima oleh pelanggar bisa berupa teguran dari pemangku adat, denda atau paling berat hingga penghapusan identitas sebagai orang Melayu. Maknanya ialah adat yang dibuat oleh para penguasa atau orang yang berpengaruh besar dalam kehidupan bangsa Melayu pada saat itu yang mana hukum tersebut terus berlaku selama tidak diubah oleh penguasa selanjutnya.

Adapun perubahan dapat dilakukan untuk penyesuaian perkembangan zaman agar tidak menyulitkan dalam pelaksanaannya.

Sementara hukum yang dirasa baik dan elok untuk dipertahankan, akan dilaksanakan hingga kini. Contoh hukum adat yang diadatkan adalah hukum-hukum dari Raja-Raja terdahulu mengenai hukum berpakaian, bentuk rumah, dan lain sebagainya. Selain itu petuah-petuah yang tertuang dalam Gurindam Dua Belas yang ditulis oleh Raja Ali Haji juga dipakai sebagai acuan hukum dan bimbingan dalam bertingkah laku.

Oleh karenanya kemudian lahir ketentuan-ketentuan yang mengandung suruhan serta larangan atau pantangan. Hukum adat ini didaerah Riau sangatlah beragam karena terdapat banyak Kerajaan dengan corak dan latar belakang yang berbeda. Adat ini berasal dari konsensus bersama mengenai beberapa hal dalam kehidupan yang dirasa baik, sebagai penentuan sikap dan tindakan dalam menghadapi berbagar problematika kehidupan yang kemudian menjadi kebiasaan secara turun-temurun.

Adat yang teradat dapat berubah sesuai nilai-nilai baru yang berkembang yang kemudia disebut dengan tradisi. Hukum bagi sesiapa yang melanggar adat yang teradat ini tidak seberat kedua adat sebelumnya, hanya berupa teguran dan nasihat pemangku adat atau mereka yang dituakan dalam masyarakat.

Namun demikian, juga memberi dampak hukuman moral bagi pelakunya yang akan dianggap sebagai orang yang kurang beradab atau tidak tahu adat. Dalam masyarakat Melayu Riau setiap tingkah laku dan perbuatan telah termaktub dalam berbagai aturan yang diajarkan sejak masih dalam buaian hingga dewasa. Aturan tersebut ada yang disampaikan secara turun temurun melalui lisan, ada pula yang dikembangkan dan diwariskan melalui tulisan-tulisan penuh makna seperti Gurindam Dua Belas, Samaratul Muhimmah atau manuskrip lainnya.

Ada banyak nasihat dan petuah bangsa Melayu yang mengatur dalam setiap tutur kata yang dikeluarkan. Kata dan ungkapan memegang peranan penting dalam pergaulan sehingga terdapat banyak tuntunannya agar tercapai kerukunan dalam hidup bermasyarakat. Tutur kata juga menjadi tolak ukur baiknya budi seseorang. Orang berbudi adat melayu riau bersendikan akan menjaga setiap ucapan yang keluar dari lisannya. Pepatah Melayu yang mengatakan “ biar salah kain asal jangan salah cakap” adalah satu gambaran agar masyarakat Melayu senantiasa mempertimbangkan kata-kata yang akan diucapkan sebelum benar-benar keluar dari mulutnya.

Dalam masyarakat Melayu, kesempurnaan dalam berpakaian akan menunjukkan dan menjadi ukuran tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi budayanya, makin sempurna pakaiannya, sebagaimana tata cara berpakaian dalam Islam yang telah menyatu dengan adat. Pakaian tradisional Melayu ada banyak ragamnya sesuai kebutuhan dan asal daerah yang mana disesuaikan pula dengan kebutuhan berpakaiannya. Pakaian ke pasar dengan ke Mesjid akan berbeda. Begitupula pakaian bertandang kerumah orang dengan pakaian untuk menghadiri perjamuan atau upacara tertentu akan berbeda juga.

Setiap aktivitas memiliki etika berpakaiannya sendiri-sendiri.

adat melayu riau bersendikan

Acuan adab dalam pergaulan sejatinya telah terdapat dalam norma Islam yang kemudian melembaga menjadi adat. Didalamnya terdapat pantangan, larangan dan hal-hal yang dianggap sumbang yang mana jika dilanggar akan menjadi suatu aib yang teramat besar dan akan dianggap tidak beradab. Hal-hal yang sumbang tersebut diantaranya sumbang dipandang mata, sumbang sikap dan sumbang kata yang pada umumnya disebut “tidak baik”. Dengan adanya adab ini kemudian melahirkan pola sikap yang berbeda dalam tiap pergaulan kepada ibu bapak, orang yang lebih tua, penguasa, kawan sebaya, yang lebih muda bahkan antara pria dan wanita.

Itulah beberapa hukum adat dan tata pergaulan yang berkembang dalam masyarakat Melayu Riau. Sejatinya hukum itu lahir dari kebiasaan baik masyarakat dimasa lalu dan kembali mengatur kehidupan masyarakat dimasa sekarang dan mendatang agar nilai-nilai kehidupan dan jatidiri kemelayuan tidak hilang dalam pribadi setiap orang Melayu.

Semangat menjalankan adat dan tradisi. Bangga menjadi Melayu Riau !
Syekh Sulaiman ar-Rasuli, ulama Minangkabau yang mempopulerkan ungkapan Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah ( bahasa Indonesia: adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Kitabullah, selanjutnya disingkat ABSSBK) adalah aforisme terkait pengamalan adat dan Islam dalam masyarakat Minangkabau.

ABSSBK dideskripsikan bahwa adat Minangkabau harus "bersendikan" kepada syariat Islam, yang pada gilirannya didasarkan adat melayu riau bersendikan Al-Quran dan Sunnah. [1] Versi lengkap ungkapan ini memiliki lanjutan syarak mandaki adaik manurun ( bahasa Indonesia: syariat mendaki, adat menurun), yakni fakta historis bahwa Islam tiba di wilayah Minangkabau melalui pesisir dan bertemu dengan pengaruh adat di dataran tinggi.

[2] ABSSBK juga dikenal sebagai aforisme di daerah Nusantara lainnya seperti Aceh, [3] Riau, [4] Jambi, [5] Banjar, [6] Gorontalo, dan Tidore. [7] Bahkan, ABSSBK menjadi motto dari Provinsi Gorontalo. [8] Referensi [ sunting - sunting sumber ] • ^ Benda-Beckmannn, Franz, dan Keebet von Benda-Beckmannn.

" Changing one is changing all: Dynamics in the Adat-Islam-State Triangle." The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law 38.53-54 (2006): 239-270. • ^ Abdullah, Taufik (1987). Sejarah dan masyarakat: lintasan historis Islam di Indonesia. Pustaka Firdaus. • ^ Ramulyo, M. Idris (1992). Perbandingan hukum kewarisan Islam di pengadilan agama dan kewarisan menurut Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di pengadilan negeri : suatu studi kasus.

• ^ Pemerintah Daerah Propinsi Riau, Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 1 tahun 2014 Tentang Lembaga Adat Melayu Riau, Sekretariat Daerah • ^ Pemerintah Propinsi Adat melayu riau bersendikan, Peraturan Daerah Nomor 2 tentang Lembaga Adat Melayu Jambi, Sekretariat Daerah Propinsi Jambi, 2014.

• ^ Adat Basandi Syarak dalam Falsafah Masyarakat Banjar "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-27. Diakses tanggal 2015-05-27.

• ^ Burhanudin, Dede (2013). Rumah ibadah bersejarah. Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI. ISBN 978-602-8766-83-8. • ^ "Provinsi Gorontalo: Bumi Serambi Madinah di Gerbang Utara Indonesia".

Kompaspedia. 2021-03-03. Diakses tanggal 2021-09-28. • Halaman ini terakhir diubah pada 18 Januari 2022, pukul 01.47. • Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin adat melayu riau bersendikan. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • • Berbagai dialek bahasa Melayu yang digunakan mengikuti perbedaan lokalitas dari kelompok masyarakat Melayu di masing-masing daerah di Provinsi KepRi.

Mereka umumnya menyadari adanya variasi bahasa Melayu ini, bahkan mereka dapat mengetahui asal si pembicara dengan adat melayu riau bersendikan ucapan atau logat bahasa Melayunya.

Selain itu, juga terdapat variasi dalam hal tradisi atau adat-istiadat yang berlaku dalam kebudayaan Melayu di KepRi. Hal ini menandakan bahwa sebuah kelompok masyarakat Melayu mempunyai suatu tradisi dan bahasa Melayu yang relatif berbeda dengan kelompok masyarakat Melayu lainnya. Variasi kebudayaan Melayu di KepRi juga menghasilkan variasi identitas khusus orang Melayu yang penuh dengan keterbukaan, yang dilandasi oleh prinsip hidup bersama dalam perbedaan.

Prinsip ini memiliki kemiripan dengan Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang diterapkan masyarakat Melayu KepRi ini menyebabkan terbentuknya tradisi yang majemuk. Dengan keterbukaannya, kebudayaan Melayu KepRi dapat mengakomodasi perbedaan yang terdapat dalam unsur-unsurnya dan secara bersama-sama hidup dalam kehidupan yang penuh dengan keterbukaan.

Ciri-ciri kebudayaan Melayu Provinsi KepRi yang bersifat terbuka dan mempunyai kemampuan mengakomodasi perbedaan tersebut muncul sebagai hasil dari pengalaman sejarah kebudayaan Melayu yang selama berabad-abad telah berhubungan dengan kebudayaan asing (non-Melayu).

Oleh karena itu, kebudayaan Melayu di KepRi mempunyai kemampuan mengambil alih unsur-unsur kebudayaan non-Melayu dan menjadikannya sebagai bagian dari kebudayaan Melayu KepRi. Tidak mengherankan bila ada unsur-unsur atau simbol-simbol yang dianggap sebagai simbol Melayu, namun setelah ditelusuri secara mendalam ternyata adalah simbol-simbol yang berasal dari kebudayaan non-Melayu. Contohnya musik Melayu ghazal yang berasal dari Semenanjung Arab.

Selain bersifat terbuka, masyarakat Melayu juga tetap memegang teguh identitas kemelayuannya. Dalam tradisi Melayu sendiri, ada semacam ungkapan "Adat Bersendikan Syarak, dan Syarak Bersendikan Kitabullah". Hal ini menyiratkan bahwa, secara langsung atau tidak, tradisi kebudayaan Melayu di KepRi tetap berpegang teguh pada ajaran Islam.

Di sisi lain, Raja Ali Haji pernah berujar dalam Gurindam Dua Belas (1847), bahwa "Tak kan Melayu Hilang di Bumi". Kalimat itu digunakan untuk menunjukkan keyakinan masyarakat Melayu akan adat-istiadat dan budayanya.

Begitu pentingnya adat-istiadat bagi orang Melayu, sehingga timbul ungkapan lain, yaitu "Biar Mati Anak, Jangan Mati Adat" atau "Biar Mati Istri, Jangan Mati Adat". Semua ungkapan itu diucapkan secara turun-temurun dan telah mendarah-daging bagi orang Melayu, baik yang menetap di KepRi maupun di perantauan. • ► 2021 (1) • ► January (1) • ► 2020 (54) • ► December (54) • ► 2018 (32) • ► January (32) • ► 2017 (12) • ► December (12) • ► 2016 (199) • ► June (94) • ► May (56) • ► January (49) • ► 2015 (375) • ► December (99) • ► November (41) • ► October (13) • ► June (173) • ► May (18) • ► March (6) • ► February (2) • ► January (23) • ► 2014 (319) • ► December (113) • ► November (31) • ► October (10) • ► September (3) • ► July (32) • ► June (81) • ► March (29) • ► January (20) • ▼ 2013 (374) • ► December (43) • ► November (26) • ▼ October (129) • SEJARAH PERADABAN ISLAM AFRIKA UTARA • SUKU HUTAN ATAU SUKU ASLI • BIOGRAFI RAJA ALI HAJI • REVOLUSI IRAN • KEBIJAKAN EKONOMI LUAR NEGERI KOREA SELATAN TAHUN adat melayu riau bersendikan.

• PERJUANGAN TERHADAP ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA • KEHIDUPAN MASYARAKAT SUKU KUBU • KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA • TERBENTUKNYA VOC • TERBENTUKNYA PEMERINTAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA • PERLAWANAN RAKYAT DAN PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN • KERAJAAN SRIWIJAYA • PERJANJIAN RENVILLE • PEMEKARAN KABUPATEN KARIMUN • PEMEKARAN DAERAH II (KEPULAUAN RIAU) KABUPATEN NATUNA • PENDIDIKAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM DI ZAMAN PENJAJA.

• PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI I. • LINGGA, DARI KECAMATAN MENJADI KABUPATEN • ZAMAN PRASEJARAH JEPANG • TRAGEDI TANJUNG PRIOK 1984 • PERJUANGAN NYI AGENG SERANG “AHLI TAKTIK JITU” • SEJARAH PERJUANGAN SULTAN HASANUDDIN • LATAR BELAKANG BERLAKUNYA CULTUR STELSEL • PENGARUH REVOLUSI PERANCI, AMERIKA DAN RUSIA TERHA. • PERTEMPURAN SURABAYA • PERJANJIAN ROEM ROYEM • SISTEM KEKERABATAN SUKU KUBU DI RIAU • KEBUDAYAAN SUKU KUBU • DEKLARASI RIAU BERDAULAT • PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS • KERAJAAN ISLAM ANDALUSIA YANG TERLUPAKAN • KERAJAAN KALINGGA/ HOLING • Trs: PEMEKARAN KABUPATEN NATUNA • SEJARAH SINGKAT KERAJAAN/KESULTANAN TERNATE • SEJARAH KOTA PEKANBARU • PERADABAN YUNANI • KERAJAAN ISLAM DI NUSA TENGGARA adat melayu riau bersendikan EKSPANSI BANGSA EROPA KE AFRIKA TENGAH • PERJUANGAN TUANKU TAMBUSAI • SEJARAH RAJA KECIK PENDIRI KERAJAAN SIAK • AGRESI MILITER BELANDA I • PERLAWANAN RAKYAT INDONESIA TERHADAP JEPANG • PERJUANGAN INDONESIA MENGHADAPI AGRESI MILITER BEL.

• PERKEMBANGAN DAERAH DI INDRAGIRI • SULTAN- SULTAN YANG MEMIMPIN KERAJAAN SIAK TAHUN . • SUMAN HS; TOKOH PENDIDIKAN & PEJUANG KEMERDEKAAN . • SEJARAH PERADABAN BANGSA AZTEC, INCA DAN MAYA • RINGKASAN SEJARAH PERADABAN ROMAWI KUNO • ZAMAN REFORMASI • Adat melayu riau bersendikan VOC DI DAERAH PANTAI BARAT SUMATERA • TRAGEDI REFORMASI DI INDONESIA • BATAVIA DAN KEADAAN ABAD KE 18 • PERANG MAKASAR • PENYIMPANGAN DI SEKITAR TEKS PROKLAMASI • PETRUS, SISI KELAM PEMERINTAHAN SOEHARTO • PENYIKSAAN PARA JENDERAL OLEH PKI; DIBANTAH OLEH D.

• KEHIDUPAN SUKU BONAI DI PROVINSI RIAU • POLA-POLA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM • SEJARAH TERJADINYA PERANG PADERI • KERAJAAN ASOKA • BERLAKUNYA SISTEM TANAM PAKSA DAN USAHA SWASTA • PRASASTI-PRASASTI PENINGGALAN KERAJAAN SRIWIJAYA • PERANG SOMALIA adat melayu riau bersendikan MASUKNYA ISLAM DI AFRIKA UTARA • SEJARAH PERJUANGAN KAPITAN PATTIMURA MENGUSIR PENJ.

• PERANG VIETNAM • KEBUDAYAAN MESIR KUNO • KEDATANGAN BANGSA BELANDA DAN TUJUANNYA KE INDONESIA • ADAT ISTIADAT DAN KEBUDAYAAN KEPULAUAN RIAU • PERANG BALI • PERJANJIAN PANGKOR • SISTEM KEKERABATAN SUKU AKIT • PERKEMBANGAN MASYARAKAT KOLONI VOC • TRAGEDI MALARI • GERAKAN REFORMASI • REVOLUSI RUSIA 1905 • KERAJAAN DEMAK • LATAR BELAKANG PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA • PENGARUH KONFLIK INDONESIA BELANDA TERHADAP KEBERA.

• AKTIVITAS DIPLOMASI INDONESIA DI DUNIA INTERNASION. • PERAN DUNIA INTERNASIONAL DALAM PENYELESAIAN KONFL. • AKSI-AKSI TRITURA • PERANG GOWA VS BONE • PERANG PUPUTAN MARGARANA • GERAKAN ANGKATAN PERANG RATU ADIL (APRA) • DAFTAR NAMA PARPOL PESERTA PEMILU 2009 • PAHLAWAN DARI SULAWESI SULAWESI UTARA SAM RATULANGI • Adat melayu riau bersendikan VOC • SULTAN HASANUDDIN (1654-1669) • NELSON MANDELA DALAM MENENTANG APARTHEID • RAJA-RAJA YANG PERNAH MEMERINTAH KERAJAAN DEMAK • ISI PERJANJIAN LINGGARJATI • PERADABAN CINA KUNO • PENINGGALAN SEJARAH ISLAM DI INDONESIA • KEHIDUPAN SUKU LAUT MASA KINI • PENGALIHAN KEKUASAAN DARI PRESIDEN SOEKARNO KEPADA.

• ASAL USUL DAN DIALEG BAHASA MASYARAKAT SUKU LAUT • JATUHNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU • PERKEMBANGAN POLITIK DAN PERUBAHAN MASYARAKAT INDO. • PERANG UDARA INDIA DAN PAKISTAN • ► September (59) • ► July (117)
ADAT DALAM PERADABAN MELAYU Muhammad Takari bin Jilin Syahrial Program Studi Etnomusikologi FIB USU dan Majlis Adat Budaya Melayu Indonesia 1. Pengenalan Adat merupakan inti atau nukleus dari peradaban atau sivilisasi Melayu. Dapat ditafsirkan bahwa adat dalam kebudayaan Melayu ini, telah ada sejak manusia Melayu ada.

Adat selalu dikaitkan dengan bagaimana manusia mengelola dirinya, kelompok, serta hubungan manusia dengan alam (baik alam nyata maupun gaib atau supernatural), dan hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Dengan demikian adat memiliki makna yang “sinonim” dengan kebudayaan. Menurut Husin Embi et al. (2004:85) adat merupakan peraturan yang dilaksanakan (diamalkan) secara tutun-temurun dalam sebuah masyarakat, hingga menjadi hukum dan peraturan yang harus dipatuhi.

adat melayu riau bersendikan

Sementara istiadat adalah peraturan atau cara melakukan sesuatu yang diterima sebagai adat. Adat dan istiadat memiliki hubungan yang rapat, dan dipandang sebagai alat yang berupaya mengatur kehidupan masyarakat, yang tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan dan kerukunan hidup.

Adat-istiadat membentuk budaya, yang kemudian mengangkat martabat masyarakat yang mengamalkannya. Menurut Zainal Kling (2004:41) kebiasaan dan ketetapan corak kehidupan kelompok manusia tidak hanya ditentukan oleh sifat saling respons sesama mereka saja, tetapi juga ditentukan oleh kesatuan dengan alam—atau kebiasaan sikap terhadap alam di tempat manusia itu tinggal adat melayu riau bersendikan berusaha mencari kehidupan.

Setiap hari, secara tetap manusia mencari rezeki dari sumber-sumber alam (dan juga jasa), baik siang maupun malam, juga menurut perjalanan matahari dan bulan, turun naik dan pasang surut air laut, dan juga ketetapan perubahan musim hujan, panas, dan angin.

Di daerah-daerah di luar khatulistiwa, bahkan dikenal empat musim, yaitu: panas, daun gugur, dingin, dan semi. Sifat alam yang sangat tetap ini menetapkan pula prilaku manusia, yang berhubung dengan keadaan alamnya untuk dapat menetukan jadwal kerja dan mencari sumber kehidupan mereka. Menurut penulis, keadaan alam lingkungan manusia inilah yang kemudian melahirkan peradaban-peradaban mereka sendiri, yang berbeda dari satu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya. Dalam masyarakat yang tinggal di kawasan laut, pastilah mereka menumpukan kehidupannya pada ekosistem laut.

Mereka akan mencari ikan dengan berbagai spesiesnya, menanam rumput laut, membangun kerambah untuk budidaya ikan, mengolah hutan bakau dengan segala kekayaan alamnya, menanam kelapa dan tumbuhan khas pesisir pantai, sampai juga mengadakan sarana wisata maritim, membuat perahu dengan teknologinya, sampan, jermal, dan sejenisnya.

Sehingga kebudayaan yang dihasilkan mereka adalah kebudayaan maritim. Demikian pula bagi mereka yang tinggal di wilayah daratan, maka kegiatan-kegiatan dalam rangka kehidupannya selalu berkait erat dengan wilayah darat, seperti bercocok tanam padi, jagung, sagu, ubi kayu, ubi jalar, kelapa, juga sayur-mayur seperti: kol, wortel, sawi, kangkung, dan lainnya. Ada pula yang bercocok tanam di persawahan.

Dalam perkembangan zaman, ada pula yang menanam tanam-tanaman keras seperti kelapa sawit, karet, coklat, kayu manis, dan lain-lain. Mereka ini pun membentuk kebudayaan darat atau kalau berada di pegunungan disebut juga highland cultures. Begitu pula untuk masyarakat manusia yang hidup di daerah kutub (utara atau selatan) mereka memiliki identitas budaya seperti pakaian yang relatif tebal untuk menjaga temperatur tubuh.

Mereka juga makan makanan yang banyak mengandung protein dan lemak seperti daging, juga minum minuman yang dapat memanaskan adat melayu riau bersendikan selalu seperti sakebir, anggur, vodka, dan lain-lainnya. Dalam konteks itu, kelompok manusia terpaksa pula harus menyusun sistem sosial dan budaya yang mengatur hubungan mereka ini dalam konteks merespons alam sebagai sumber mencari nafkahnya. Tanpa upaya bertindak bersama dan secara tersusun secara sistemik ini, maka manusia akan menghadapi masalah kehidupan.

Oleh karena itu, muncullah kelakuan yang menjadi kebiasaan, dan hubungan sosiologis berupa pengelompokkan. Semua ini melahirkan norma, adat, dan undang-undang untuk mengawal, mengatur, serta menyelaraskan kekuasaan semua individu yang terlibat dalam kegiatan kelompok masyarakat manusia tersebut. Respons manusia baik secara individu dan kemudian berkembang menjadi kelompok, terhadap semua hukum alam ini, membuat manusia menjalin organisasi.

Kelompok organisasi-organisasi sosial dan budaya manusia ini adalah ekspresi segala respons manusia terhadap alam atau ekologinya. Norma-norma atau hukum yang diberlakukan secara bersama inilah yang di dalam kebudayaan masyarakat Nusantara disebut dengan adat. Dengan demikian adat sebenarnya manifestasi kebudayaan manusia pada umumnya. Termasuk juga dalam kebudayaan Melayu. 2. Konsep tentang Adat Melayu Menurut Zainal Kling (2004), dari segi etimologis, adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan.

Masyarakat Alam Melayu yang telah menerima pengaruh Islam dan peradaban Arab, mengetahui arti dan konsep adat. Walau demikian halnya, ternyata bahwa hampir semua masyarakat Alam Melayu atau Nusantara, baik masyarakat itu telah menerima pengaruh peradaban Islam atau tidak, telah memadukan konsep itu dengan arti yang hampir sama dalam kebudayaan mereka.

Mereka ini termasuk masyarakat tradisional yang masih mengamalkan kepercayaan tradisi (animisme dan dinamisme), atau telah menganut agama Kristen—seperti masyarakat Iban, Bidayuh, Kenyah, Kayan, dan Kalabit di Sarawak; Murut, Kadazan (Dusun) di Sabah; Dayak Kalimantan; Batak Toba, Karo, di Sumatera Utara; dan Toraja di Sulawesi, dan juga suku bangsa Filipina, hingga melahirkan sebuah kesatuan dasar budaya serantau yang sangat menarik.

Dalam masyarakat tradisi Alam Melayu, konsep adat memancarkan hubungan mendalam dan bermakna di antara manusia dengan manusia juga manusia dengan alam sekitarnya, termasuk bumi dan segala isinya, alam sosiobudaya, dan alam gaib.

Setiap hubungan itu disebut dengan adat, diberi bentuk tegas dan khas, yang diekspresikan melalui sikap, aktivitas, dan upacara-upacara. Adat ditujukan maknanya kepada seluruh kompleks hubungan itu, baik dalam arti intisari eksistensi sesuatu, dasar ukuran buruk dan baik, peraturan hidup seluruh masyarakat, maupun tata cara perbuatan serta perjalanan setiap kelompok institusi.

Adat muncul sebagai struktur dasar dari seluruh kehidupan dan menegaskan ciri kepribadian suatu masyarakat.

Oleh karena itu, adat biasanya memiliki cerita atau mitos suci, watak-watak asal-usul yang gagah dan unggul, serta memberikan dasar makna terhadap setiap peristiwa dalam siklus hidup manusia, serta eksistensi institusi dalam masyarakatnya. Dengan demikian, dalam masyarakat tradisi, adat memiliki kedudukan suci hingga mencapai martabatnya; dipancarkan oleh kelakuan yang benar serta halus; sebuah ciri kehidupan yang menyerap sistem kepercayaan, hukuman, dan denda.

Setiap individu yang melanggar, menyelewengkan, melebihi, mengurangi, atau menafikannya, akan menerima balasan dan hukuman, baik melalui pemegang kekuasaan adat itu sendiri maupun Tuhan dalam kepercayaan mereka.

Sebaliknya, setiap yang berhasil melaksanakan adat, akan berkuasa, berwibawa, juga memegang, menjalankan, dan patuh kepada adat. Dengan demikian, adat memberi makna konfigurasi yang mendalam, serta makna kestrukturan dalam sebuah masyarakat dan kebudayaannya.

Adat merupakan identitas yang berfungsi untuk mengintegrasikan seluruh masyarakat dan kelompok kecil masyarakat tersebut. Setiap kelompok akan dikenali oleh kelompok lain dengan perbedaan adatnya. Dalam rangka ini, adat juga menjadi identitas subkultur tertentu, seperti masyarakat Melayu membedakan adat orang Kelantan, Melaka, Perak, Johor, Deli, Riau, Bengkulu, Bangka-Belitung, Palembang, Kutai, Pontianak, dan lainnya.

Demikian pula konsep yang sama dipergunakan untuk membedakan atau mengenali orang asing di luar konteks masyarakat Melayu. Kegagalan kultural orang bukan Melayu, dalam rangka mengikuti cara orang Melayu duduk, makan, atau bersalaman pada upacara perkawinan misalnya, adalah karena adat yang mereka gunakan berbeda dengan adat Melayu. Jika kesalahan adat ini berlaku sesama masyarakat Melayu, maka dengan sendirinya ia akan mendatangkan hukuman atau sanksi.

Paling tidak seseorang itu dilarang berbuat atau menyebut sesuatu, kalau pun tidak dimarahi dengan hukuman tidak tahu adat atau tidak beradat. Dengan demikian adat memiliki fungsi (pengenalan) dan juga normatif (hukuman). Kedua fungsi ini berlaku dalam rangka hubungan manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam (baik alam kasat mata maupun alam gaib).

Menurut Tenas Effendy salah satu yang dihindari oleh orang Melayu adalah ia tidak tahu adat atau tidak beradat. Pernyataan ini bukan hanya sekedar hinaan, yang dimaknai secara budaya adalah kasar, liar, tidak bersopan santun, tidak berbudi—tetapi juga ia tidak beragamakarena adat Melayu adalah berdasar pada agama. Jadi tidak beradat sinonim maknanya dengan tidak beragama (2004:57).

Ungkapan adat Melayu menjelaskan, biar mati anak, jangan mati adat mencerminkan betapa pentingnya eksistensi adat dalam kehidupan masyarakat Melayu. Dalam konsep etnosains Melayu, dikatakan bahwa mati anak duka sekampung, mati adat duka senegeriyang menegaskan keutamaan adat yang menjadi anutan seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari sisi lain, makna ungkapan adat biar mati anak jangan mati adat mengandung makna bahwa adat (hukum adat) wajib ditegakkan, walaupun harus mengorbankan keluarga sendiri.

Maknanya adalah adat adalah aspek mendasar dalam menjaga harmoni dan konsistensi internal budaya, yang menjaga keberlangsungan struktur sosial dan kesinambungan kebudayaan secara umum.

Jika adat mati maka mati pula peradaban masyarakat pendukung adat tersebut. Menurut Husin Embi et al. (2004:85) masyarakat Melayu kaya dengan adat-istiadat, yang diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Komitmen yang ditunjukkan oleh masyarakat Melayu terhadap adat ini, jelas tergambar dalam ungkapan berikut ini. Kecil dikandung ibu, Besar dikandung adat, Mati dikandung tanah. Biar mati anak, Jangan mati adat. Laksmana berbaju besi, Masuk ke hutan melanda-landa, Hidup berdiri dengan saksi, Adat berdiri dengan tanda.

Lebih jauh menurut Tenas Effendi (2004:58) masyarakat Melayu menyatakan bahwa, Apa tanda Melayu sejati? Adat resamnya pakaian diri. Apa tanda Melayu terbilang? Adat dipakai pusaka disandang. Apa tanda Melayu bertuah? Memegang amanat ia amanah. Jadi tipe ideal seorang Melayu adalah ia memahami, menjalankan, dan menghayati adat. Sehingga ia akan selalu menggunakan adat dan pusaka budaya dalam kehidupannya, dan ia menjadi orang yang amanah (salah satu tipe ideal kepemimpinan dalam Islam).

Pentingnya adat dalam kehidupan masyarakat Melayu adalah berfungsi untuk mengatur hampir semua sisi kehidupan, memberikan arahan dan landasan dalam semua kegiatan, mulai dari hal yang besar sampai kepada hal yang paling kecil. Adat mengajar orang untuk menjadi manusia beradab, bersopan-santun, toleran, saling menghormati, tahu diri, tolong-menolong—agar dapat menciptakan suasana kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Selain itu, adat Melayu bersumber dan mengacu kepada ajaran Islam. Oleh karena itu adat dijadikan identitas setiap pribadi orang Melayu. Sesuai dengan ajaran adat Melayu, kalau hendak tahu kemuliaan umat, tengok kepada adat-istiadatnya, bahasa menunjukkan bangsa, adat menunjukkan umat. 3. Empat Kategori Adat Melayu Dalam rangka menentukan kebijakan dan arah peradaban Melayu, maka masyarakat Melayu mendasarkannya kepada institusi generik yang disebut adat. Dalam rangka menghadapi dan mengisi globalisasi, masyarakat Melayu telah membuat strategi budayanya.

Strategi ini diarahkan dalam adat Melayu. Adat Melayu berasas kepada ajaran-ajaran agama Islam, yang dikonsepkan sebagai adat bersendikan syarak—dan sayarak bersendikan kitabullah. Yang dimaksud syarak adalah hukum Islam atau tamadun Islam.

Di sisi lain kitabullah artinya adalah Kitab Suci Allah (Al-Qur’an), atau merujuk lebih jauh dan dalam adalah wahyu Allah sebagai panduan manusia dalam mengisi kebudayaannya. Dalam melakukan arah budayanya orang Melayu memutuskan untuk menerapkan empat bidang (ragam) adat.

Menurut Lah Husni (1986) adat pada etnik Melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu: (1) adat yang sebenar adat; (2) adat yang diadatkan; (3) adat yang teradat, dan (4) adat-istiadat. Keempat bidang adat ini saling bersinerji dan berjalin seiring dalam mengawal polarisasi kebudayaan Melayu secara umum. Apapun yang diperbuat orang Melayu seharusnya berdasar kepada ajaran-ajaran adat ini. Namun perlu diketahui bahwa beberapa pakar dan pelaku budaya Melayu, menyebutkan hanya tiga kategori adat saja, tidak sampai empat yaitu adat-istiadat.

Namun ada pula yang menyebutkannya dalam empat kategori. Yang jelas keempat-empatnya memiliki hubungan yang sinerji dan saling menguatkan. Namun jika ditilik dari sudut pandang, maka kategori pertama adalah yang paling dasar, holistik, menyeluruh, Sedangkan kategori kedua, ketiga, dan keempat adalah turunan dari yang pertama.

Begitu juga ketiga adalah turunan dari pertama dan kedua. Juga keempat adalah turunan dari pertama, kedua, dan ketiga. Kategori yang pertama adalah mutlak dan absolut menurut hukum yang diciptakan Allah. Kategori kedua, ketiga, dan keempat, adalah bersifat perkembangan ruang dan waktu di dalam kebudayaan, baik itu berupa aktivitas sosial, maupun juga benda-benda atau artefak kebudayaan.

Berikut ini diuraikan tentang empat kategori adat Melayu. a. Adat yang Sebenar Adat Menurut Tenas Effendi (2004:61) adat yang sebenar adat adalah inti adat yang berdasar kepada ajaran agama Islam. Adat inilah yang tidak boleh dianjak-alih, diubah, dan ditukar. Dalam ungkapan adat dikatakan, dianjak layu, diumbat mati; bila diunjuk ia membunuh, bila dialih ia membinasakan. Adat berdasar kepada pengertian manusia terhadap eksistensi dan sifat alam yang kasat mata ini.

Berdasarkan pengertian ini, maka muncullah ungkapan-ungkapan seperti adat api membakar, adat air membasahi, adat lembu melenguh, adat kambing mengembikdan lain-lain. Sifat adalah sesuatu yang melekat dan menjadi penciri khas benda atau keadaan, yang membedakannya dengan benda atau keadaan lain.

Itulah sebenarnya adat, sesuatu yang tidak dapat disangkal sebagai sifat keberadaannya. Tanpa sifat itu benda atau keadaan tadi, tidak wujud seperti keadaannya yang alami.

Manusia Melayu membuat penyesuaian dalam masa yang lama berdasarkan pengetahuan terhadap semesta alam, atau adat yang sebenar adat yakni hukum alam yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Dari adaptasi ini muncul sistem kepercayaan yang tegas dan formal terhadap alam, kekuatan alam, dan fungsi alam. Menurut tanggapan mereka seluruh alam ini menjadi hidup dan nyata, terdiri dari makhluk dan kekuatan yang mempunyai hubungan dengan manusia dalam susunan kosmologi yang telah diatur oleh Allah.

Melalui respons terhadap alam ini, maka cara hubungan yang teratur diadakan berdasarkan sikap hormat dan saling bergantung antara manusia dengan alam. Satu rangka sikap yang terpancar dalam sistem tabu (pantangan) diwujudkan untuk mengatur hubungan harmoni tersebut.

Menurut Zainal Kling (2004:42) satu himpunan ilmu kepawangan, kebomohan, dan kedukunan diwujudkan untuk memastikan hubungan tersebut selalu seimbang dan tenteram. Di sinilah fungsi watak-watak dalam masyarakat diperankan oleh pawang, dukun, bomoh, belian, manang, dan sejenisnya.

Mereka ini berfungsi penuh menghubungkan alam manusia (alam sosial) dan pengalaman pancaindra dengan alam adat melayu riau bersendikan melalui kegiatan jampi, mantera, serapah, dan sejenisnya. Oleh karena itu, bukan saja golongan perantara alam gaib itu mengetahui tentang benda dan sumber alam seperti tumbuhan, hewan, dan ciri-ciri alam nyata seperti air, api, udara, dan lainnya, namun mereka juga mempunyai pengetahuan dan kekuatan untuk berhubungan dengan makhluk gaib yang terdapat dalam sistem kosmologinya.

Mereka adalah kelompok perantara dan titik pangkal antara dua alam: alam sosial dan alam supernatural. Mereka inilah yang selanjutnya juga menjadi ahli teori dan ideolog sistem adat masyarakatnya.

Dalam gagasan masyarakat Alam Melayu hubungan manusia dengan alam senantiasa dijaga agar terbentuk keseimbangan dan ketenteraman. Mereka menjaga segenap kelakuan manusia yang bisa mencemari, merusak, atau merubah keseimbangan dan ketenteraman hubungan dengan alam gaib yang menjadi pernyataan dan manifestasi kepada hidupnya alam. Sistem pantang dan larang memastikan supaya kelakuan atau tabiat manusia senantiasa hormat terhadap perwujudan alam.

Jika berlaku pelanggaran terhadap adat yang mengatur hubungan manusia dengan alam, yang dampaknya adalah mengacau hubungan, seperti berlakunya pelanggaran pantang larang, perlakuan kelintasan atau sebagainya, maka perlu diadakan sebuah upacara yang dilakukan oleh pawang, bomoh, atau manang untuk memujuk makhluk gaib dan mengembalikan keadaan hubungan yang baik kembali antara kedua alam. Dengan demikian, maka timbul pula adat-istiadat atau upacara perobatan untuk mengobati sakit yang telah dikenakan terhadap seorang manusia adat melayu riau bersendikan melanggar hubungan baik itu.

Dalam bentuk yang sangat berkepanjangan, seorang pawang akan mengadakan seperti main puteri di Kelantan, berkebas di Melaka, berayun atau bebelian di Sarawak, bobohizan di Sabah, ulit mayang di Terengganu, gebuk di Serdang Adat melayu riau bersendikan Utara, gubang di Asahan Sumatera Utara, belian di Riau, untuk menghubungi alam gaib, memujuk, memuji, dan meminta dengan jaminan baru bahwa kesilapan tidak dilakukan lagi, memohon maaf, dan membantu si sakit agar sembuh. Seorang pawang Melayu akan selalu membawa jampi atau mantra dengan kalimat seperti: “Aku tahu asalmu,” apabila meminta atau menghalau anasir sakit yang dibuat oleh makhluk gaib.

Demikianlah pengetahuan manusia Melayu terhadap alam kasat mata dan supernatural dengan segala makhluknya, menentukan hubungan manusia dengan alam dalam keadaan harmoni.

Pengetahuan ini memastikan sistem ekologi dan alam alam sekitar yang tidak dirusak dan tidak dihormati. Pengetahuan ini juga memastikan ekosistem yang bersimbiosis antara manusia dan alam (nyata dan supernatural).

Tidak ada eksploitasi yang berlebihan, sehingga terjadi pelanggaran terhadap eksistensi semua makhluk, termasuk datangnya bencana alam seperti banjir, tsunamigunung meletus, dan lain-lainnya. Ini semua adalah realitas kultural adat yang sebenar adat, yang tidak lapuk di hujan, dan tak lekang di panas, hukum alam yang tidak berubah dalam dimensi ruang dan waktu. Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika dikurangi akan merusak, jika dilebihi akan mubazir (sia-sia).

Proses ini berdasar kepada: (a) hati nurani manusia budiman, yang tercermin dalam ajaran adat: Pisang emas bawa belayar, Masak sebiji di dalam peti, Hutang emas dapat dibayar, Hutang budi dibawa mati.

Askar berperang gagah berani, Melawan Feringgi dengan bismillah, Apa yang terjadi di dunia ini, Sudah menjadi hukumnya Allah. (b) kebenaran yang sungguh ikhlas, dengan berdasar kepada berbuat karena Allah bukan karena ulah; (c) keputusan adat melayu riau bersendikan berpadan, dengan berdasar kepada hidup sandar-menyandar, pisang seikat digulai sebelanga, dimakan bersama-sama. yang benar itu harus dibenarkan, yang salah disalahkan. Adat murai berkicau, tak mungkin menguak. Adat lembu menguak, tak mungkin berkicau.

Adat sebenar adat ini menurut konsep etnosains Melayu adalah sebagai berikut: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, yang besar dibesarkan, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, yang sakit diobati, yang bodoh diajari, yang benar diberi hak, yang kuat tidak melanda, yang tinggi tidak menghimpit, yang pintar tidak menipu, hidup berpatutan, makan berpadanan.

Jadi ringkasnya, hidup itu seharusnya harmonis, baik mencakup diri sendiri, seluruh negara, dan lingkungan hidupnya. Tidak ada hidup adat melayu riau bersendikan bernafsi-nafsi. Inilah adat yang tak boleh berubah (Lah Husni, 1986:51). Dalam konteks globalisasi budaya, ragam adat ini diterapkan kepada realitas bahwa Allah menetapkan hukumnya kepada alam.

Oleh karena itu, ketetapan Allah ini harus dibaca sebagai kenyataan bahwa Allah itu Maha Kuasa. Realitas alam yang pasti dan eksak tersebut haruslah dijadikan sandaran dalam mengisi kebudayaan. Adat air laut asin misalnya adalah ketentuan Allah. Kemudian manusia bisa mengelolanya menjadi garam. Demikian juga lautan tersebut adalah sebuah habitat alam yang menyediakan berbagai sumber alam seperti ikan dengan berbagai spesiesnya, tumbuhan laut, dan lainnya yang dapat difungsikan untuk kehidupan manusia, bahkan bernilai ekonomis.

Dalam kebudayaan misalnya, orang di Dunia Timur selalu cenderung bergotong-royong dan mengisi spiritualnya, orang di Dunia Barat (Oksidental) cenderung berpikir rasional, tepat waktu, dan tanpa basa-basi. Ini juga hukum alam yang diberikan Tuhan. Oleh karena itu, orang Melayu harus bijaksana mengambil nilai-nilai yang benar untuk peradabannya yang diambil dari Dunia Timur maupun Barat.

Dengan demikian proses mengadun budaya secara bijaksana sangatlah penting. Ini dibuktikan melalui sumbangan bahasa Melayu sebagai lingua franca di Nusantara. Ke depan sangatlah mungkin kebudayaan Melayu menjadi cultura franca di Nusantara ini.

Hukum alam yang bersumber dari ketetapan Allah ini, ada yang telah diungkap oleh manusia dengan ilmu pengetahuan yang serba terbatas dibanding ilmu pengetahuan Allah. Berbagai rahasia Ilahi terhadap adat melayu riau bersendikan yang diciptakannya yang telah diungkap adat melayu riau bersendikan adalah hukum Archimedes, hukum gravitasi bumi oleh Newton, hukum kekekalan energi dan hukum relativitas oleh Einstein, hukum aerodinamika oleh B.J.

Habibie, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tetapi masih lebih banyak lagi rahasia Allah yang belum dapat diungkapkan oleh manusia dan ilmu pengetahuannya sampai saat ini. Dalam ajaran agama Islam, alam dan hukum yang dibuat oleh Allah untuknya terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai penciptaan, seperti penciptaan Arsy, kursi Allah (kekuasaan dan ilmu-Nya); penciptaan lawhul mahfuz, penciptaan langit dan bumi, gunung, laut, sungai, hewan, serangga, makhluk hidup di air, bintang, udara, bulan, matahari, malam, siang, hujan, penciptaan jin, pengusiran iblis dari rahmat Allah, dan lain-lainnya.

Dengan demikian masalah alam dan hukumnya yang telah ditentukan Tuhan meliputi alam makrokosmos dan mikrokosmos. Selain alam yang kasat mata, ada pula alam supernatural sesuai dengan iman dalam Islam. Namun inti ajaran Allah mengenai alam dan hukumnya ini adalah Allah berkuasa atas semua ciptaan-Nya. Allah yang mengatur apa yang diciptakannya itu. Dengan demikian adat yang sebenar adat ini dalam kebudayaan Melayu, mengacu kepada konsep Allah adalah Khalik, sementara manusia dan alam semesta (termasuk jin dan iblis) adalah makhluk Allah.

Keadaan yang seperti ini dijelaskan melalui firman Allah pada Al-Qur’an sebagai berikut. (1) Surah Al-Baqaeah ayat 22. Artinya: 22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.

​ ( 2) Surah Ak-Baqarah ayat 164 Artinya: 164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.

(3) Surah Al-Kahfi ayat 51 Artinya: 51. Aku adat melayu riau bersendikan menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong.

Surah Al-Baqarah ayat 22 di atas memberikan dimensi pembelajaran bagi umat Islam, yaitu Allah yang menjadikan bumi dan segala isinya sebagai hamparan bagi segenap manusia. Di sisi lain, di bahagian atasnya ada langit sebagai atap. Seterusnya Allah menurunkan air (hujan) dari langit. Berkat air hujan ini, di bumi tumbuhlah berbagai tumbuhan, dan menghasilkan buah-buahan yang juga sebagai rezeki kepada semua manusia.

Hanya satu permintaan Allah akan kasih dan sayangnya yang tidak terhingga ini, yakni kita sebagai manusia jangan membuat sekutu-sekutu bagi Allah. Selanjutnya pada surah Al-Baqarah ayat 164, Allah berfirman bahwa dalam menciptakan langit dan bumi Allah juga mengatur terjadinya siang dan malam. Begitu juga apa-apa yang ada di laut adalah untuk digunakan oleh segenap manusia.

Selain itu, Allah menurunkan air dari langit, dan air ini mengaliri bumi kembali setelah kemarau. Allah juga menciptakan berbagai jenis hewan di bumi. Demikian pula udara (angin) dan awan yang berada antara langit dan bumi.

Semua ini adalah tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah, bagi kaum yang memikirkan. Dalam kenyataannya ada pula kaum yang tidak memikirkannya dan tidak mengakui keesaan dan kebesaran Allah, bahkan ada yang tidak percaya akan adanya Allah.

Kedua firman Allah dalam Al-Qur’an tersebut menyebutkan tentang alam nyata atau alam kasat mata. Walaupun sebenarnya keseluruhan alam ciptaan Tuhan ini, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan manusia yang juga diberikan Tuhan kepadanya, belum mampu mengetahui secara sempurna mengenai alam dan makhluk kasat mata ciptaan Tuhan ini, seperti jasad renik, amuba, protozoa, hewan-hewan, tumbuhan, bumi, bulan, bintang, planet, satelit, galaksi, tata surya, dan seterusnya.

Selain ciptaan Allah yang kasat mata, terdapat juga makhluk-makhluk ciptaan Allah yang bersifat gaib, yang berada dalam alam supernatural. Ini juga difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an, salah satunya pada surah Al-Kahfi ayat 51 seperti terurai di atas. Melalui firman-Nya ini, Allah menerangkan bahwa ketika Allah menciptakan langit dan bumi, Allah tidak menghadirkan iblis dan segenap keturunannya untuk menyaksikan penciptaan alam. Allah tidak pula mengambil orang-orang yang menyesatkan manusia itu sebagai penolong.

Dari tiga ayat Al-Qur’an tersebut terbersit dengan jelas kepada kita yang mau berpikir dan mengimani Allah. Pertama adalah Allah Maha Kuasa, dan dengan kekuasan-Nya Allah menciptakan langit, bumi, dan segala isinya. Kedua, Allah juga yang mengatur segala ciptaan-Nya tersebut.

Tujuannya adalah untuk kepentingan manusia. Ketiga Allah juga menciptakan makhluk-makhluk dalam dua bentuk, yaitu yang kasat mata dan yang gaib. Ini juga tanda-tanda Allah itu Maha Kuasa. Keempat, hanya satu permintaan Allah kepada manusia, yaitu jangan menyekutukan Allah, mengakui adanya Ilah (Tuhan) lain selain Allah Subhana Wata’ala. b. Adat yang Diadatkan Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu, menurut mufakat dari penduduk daerah tersebut.

Kemudian pelaksanaannya diserahkan oleh rakyat kepada yang dipercayai mereka. Sebagai pemangku adat adalah seorang raja atau penghulu. Pelaksanaan adat ini wujudnya adalah untuk kebahagiaan penduduk, baik lahir ataupun batin, dunia dan akhirat, pada saat itu dan saat yang akan datang. Adat yang diadatkan ini maknanya mengarah kepada sistem-sistem sosial yang dibentuk secara bersama, dalam asas musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Adat yang diadatkan juga berkait erat dengan sistem politik dan tata pemerintahan yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kebenaran, keadilan, kesejahteraan, dan polarisasi yang tepat sesuai dengan perkembangan dimensi ruang dan waktu yang dilalui masyarakat Melayu.

Lebih jauh Tenas Effendy (2004:61) menjelaskan bahwa adat yang diadatkan adalah semua ketentuan adat-istiadat yang dilakukan atas dasar musyawarah dan mufakat serta tidak menyimpang dari adat sebenar adat. Adat ini dapat berubah sesuai dengan perubahan zaman dan perkembangan masyarakat pendukungnya. Adat yang diadatkan ini dahulu dibentuk melalui undang-undang kerapatan adat, terutama di pusat-pusat kerajaan, sehingga terbentuklah ketentuan adat yang diberlakukan bagi semua kelompok masyarakatnya.

adat melayu riau bersendikan

Tiap-tiap negeri itu mempunyai situasi yang berbeda dengan negeri-negeri lainnya, lain lubuk lain ikannya lain padang lain belalangnya. Perbedaan keadaan, tempat, dan kemajuan sesuatu negeri itu membawa resam dan adatnya sendiri, yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, yang diwarisi dari leluhurnya. Perbedaan itu hanyalah dalam lahirnya saja, tidak dalam hakikinya. Adat yang diadatkan ini adalah sesuatu yang telah diterima untuk menjadi kebiasaan atau peraturan yang diperbuat bersama atas mufakat menurut ukuran yang patut dan benar, yang dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara fleksibel.

Dasar dari adat yang diadatkan ini adalah: penuh tidak melimpah, berisi tidak kurang, terapung tidak hanyut, terendam tidak basah (Lah Husni, 1986:62). Arah adat yang diadatkan ini adalah berasas kepada sistem pemerintahan atau pengelolaan masyarakat. Dalam konteks kekinian, strategi adat melayu riau bersendikan yang diadatkan ini diterapkan oleh negara-negara rumpun Melayu. Indonesia menerapkan sistem demokrasi, yaitu kekuasaan ada di tangan rakyat. Bentuk pemerintahan presidensial.

Pemilihan umum dilakukan lima tahun sekali. Kemudian disertai dengan otonomi daerah. Gejolak sosial pun terjadi seeiring dengan pemilihan kepala-kepala daerah (pilkada). Malaysia sebagai negeri rumpun Melayu lainnya menerapkan sistem kesultanan, yang dipimpin secara bergilir oleh Yang Dipertuan Agong secara musyawarah di antara sultan-sultan (dan Tuan Yang Terutama) seluruh Malaysia.

Sistem adat melayu riau bersendikan juga menerapkan demokrasi parlementer, dan kebijakan multipartai, yang berbasis nasional dan agama. Dalam kebudayaan Melayu, raja (ada juga yang menyebut sultan) adalah pemimpin tertinggi. Sultan adalah wakil Allah di muka bumi, yang harus ditaati dan dihormati segala keputusan dan kebijakannya. Raja juga sebagai seorang pemimpin tertinggi dalam pemerintahan dan kenegaraan, ia juga adalah pempimpin agama, yaitu imam bagi seluruh umat yang dipimpinnya.

Bagaimanapun seorang sultan juga memikul tanggung jawab untuk rakyat yang dipimpinnya, yang dipandu oleh ajaran-ajaran agama Islam. Raja di dalam peradaban Melayu adalah raja yang bijaksana, rendah hati, mengutamakan kepentingan umat yang dipimpinnya, dan bertanggung jawab langsung kepada Allah SWT. Dalam konteks Malaysia kini, gejolak politik pun muncul karena gesekan antara kepentingan Barisan Nasional dan Barisan Alternatif.

Yang jelas apa pun bentuk pemerintahan di negeri-negeri rumpun Melayu tujuan utamanya adalah untuk menuju masyarakat yang madani, adil, dan makmur ( baldatun thoyibatun warabbun ghofur). Dalam konteks ajaran Islam pun, sistem kepemimpinan ini juga telah diarahkan oleh Allah melalui Al-Qur’an. Di antara ayat-ayat yang memuat tema tentang kepemimpinan dalam perspektif Islam adalah sebagai berikut. (a) Surah As-Sajdah ayat 24 Artinya: 34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.

Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

​ Sesuai dengan firman Allah tersebut, maka pemimpin dalam budaya masyarakat Melayu adalah diturunkan Allah kepada umat (termasuk masyarakat Melayu). Pemimpin ini memberikan petunjuk berdasarkan arahan dari Allah, dan pemimpin itu adalah orang yang sabar (menghadapi semua tantangan) dalam membawa kesejahteraan umat yang dipimpinnya.

adat melayu riau bersendikan

Seterusnya, pemimpin umat itu selalu mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang (shalat), menunaikan zakat, dan yang terpenting adalah hanya menyembah kepada Allah saja (tidak menyekutukan Allah). Dengan demikian pemimpin (sebenar, bukan pemimpin untuk cobaan) yang diturunkan Allah itu adalah orang yang saleh dan patuh kepada perintah Allah, menjauhi segala larangan Allah, dan mengerjakan semua perintah Allah. Selanjutnya dalam konteks kajian gender (terutama dalam konteks rumah tangga Islam atau yang lebih luas negeri Islam), maka di dalam ajaran agama Islam, laki-laki adalah pemimpin bagi wanita.

Ini merupakan petunjuk Allah, bahwa laki-laki memang diciptakan Allah untuk memimpin wanita, bukan sebaliknya. Antara laki-laki dan wanita adalah saling melengkapi atau komplementer.

Sementara wanita yang saleh dan taat kepada Allah, memelihara diri ketika suaminya tidak ada, maka Allah memelihara mereka, dan akan menjadi penghuni surga. Dimensi pembelajaran kepemimpinan dari firman Allah ini adalah laki-laki memang diciptakan untuk memimpin wanita dengan karakteristik yang diberikan Allah kepadanya. Namun demikian, laki-laki juga tidak boleh semena-mena terhadap wanita yang dipimpinnya.

Atau juga setiap wanita yang beriman kepada Allah tidak akan pernah melakukan kesetaraan gender, karena memang tidak diciptakan untuk setara dalam segala-galanya, tetapi saling melengkapi. Jadi yang benar adalah kemitraan gender. Ada hal-hal yang tidak terdapat dalam diri laki-laki dan juga sebaliknya. Nabi Muhammad SAW merupakan seorang yang sangat sopan dalam bertutur kata, jujur, tidak pernah berdusta, dan luhur budi pekertinya. Hal inilah yang membuat setiap muslim dan umat manusia mengagumi Nabi Muhammad.

Sampai saat ini, Rasulullah Muhammad dikagumi ramai orang di seluruh pelosok dunia karena kepribadiannya yang amat luar biasa. Michael H. Hart di dalam bukunya yang bertajuk The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menempatkan Nabi Muhammad sebagai manusia paling berpengaruh di dunia ini, di dalam sejarah dunia.

Dalam hal ini Nabi Muhammad memiliki prilaku dan akhlak yang mulia terhadap sesama manusia, khususnya terhadap umat beliau. Nabi Muhammad tidak memandang seseorang dari status sosial, ras, warna kulit, suku bangsa, atau golongan. Ia selalu berbuat baik kepada siapa saja—bahkan kepada orang jahat atau orang yang tidak baik kepadanya. Di dalam Al-Quran pula, beliau disebut sebagai manusia yang memiliki akhlak yang paling agung. Artinya: Sesungghnya telah adat melayu riau bersendikan pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Q.S.

Al-Ahzab: 21). Rasulullah Muhammad SAW. memiliki akhlak dan sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh karena itu hendaklah kita berpedoman dan menghayati sifat-sifat Nabi ini dalam kehidupan yang kita jalani. Adapun secara garis besar, ada empat sifat Nabi Muhammad dalam konteks kepemimpinannya, yaitu sidik, amanah, tabligh, dan fathonah. i. Sidik Siddiq yang berasal dari kata bahasa Arab arti harfiahnya adalah benar.

Benar adalah suatu sifat yang mulia yang menghiasi akhlak seseorang yang beriman kepada Allah dan kepada hal-hal yang gaib. Ia merupakan sifat pertama yang wajib dimiliki para Nabi dan Rasul yang dikirim Tuhan ke alam dunia ini untuk membawa wahyu dan agamanya. Pada diri Rasulullah SAW. bukan hanya perkataannya yang benar, tetapi perbuatannya juga benar, yakni sejalan dengan ucapannya. Jadi mustahil bagi Rasulullah SAW itu bersifat pembohong, penipu, pendusta, dan sebagainya.

Artinya: Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya (Q.S. An-Najm, 4-5). Dalam konteks ini, sebagai pemimpin Melayu, termasuk pemimpin adat, sudah semestinya dan wajib berkata benar.

Dasar dari kebenaran itu adalah wahyu-wahyu Allah, yaitu Al-Qur’an. Apa tanda pemimpin sejati, dengan Al-Qur’an ia bersebati; apa tanda pemimpin Melayu, bersifat sidik setiap waktu; apa tanda seorang pemimpin, di jalan Allah ia berjalin. ii. Amanah Sifat Rasulullah berikutnya adalah amanah, yang artinya benar-benar dipercaya. Ia sangat menjaga sesuatu yang dibebankan dan diberikan wewenang kepadanya.

Jikalau sebuah urusan adat melayu riau bersendikan kepada Rasulullah, maka orang yang menyerahkan urusan tersebut percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Sebab itulah penduduk Kota Mekah memberi gelar kepada Nabi Muhammad SAW dengan Al-Amin yang artinya terpercaya, jauh sebelum beliau diangkat jadi seorang Rasul. Apa saja yang beliau ucapkan, dipercayai dan diyakini penduduk Mekah, karena beliau terkenal sebagai seorang yang tidak pernah berdusta. Sifat amanah Rasulullah ini tercermin dalam ayat Al-Qur’an berikut ini. Artinya: Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat ​ yang terpercaya bagimu (Q.S.

Al-A'raaf: 68). Dengan demikian, maka mustahillah Nabi Muhammad SAW. itu berlaku adat melayu riau bersendikan terhadap orang-orang yang memberinya amanah (kepercayaan penuh). Nabi Muhammad tidak pernah menggunakan kedudukannya sebagai Adat melayu riau bersendikan atau sebagai pemimpin bangsa Arab untuk kepentingan pribadinya, atau kepentingan keluarganya, namun yang dilakukan Rasulullah adalah semata-mata untuk kepentingan Islam melalui ajaran Allah SWT.

Pada saat Rasulullah Muhammad SAW ditawarkan pemerintahan, harta, dan wanita oleh kaum Quraisy, agar Nabi meninggalkan tugas yang diembankan Allah kepadanya yaitu menyiarkan agama Islam, Nabi Muhammad menjawab dengan tegas: ”Demi Allah… wahai paman, seandainya mereka dapat meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan tugas suci ini, maka aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan Islam atau aku hancur karenanya.” Walaupun kaum kafir Quraisy kemudian mengancam akan membunuh Nabi Muhammad, namun Rasulullah tidak gentar dan tetap menjalankan amanah Allah yang diterimanya.

Setiap orang muslim seharusnya memiliki sifat amanah seperti Rasulullah SAW. Amanah dalam konteks kepemimpinan Melayu adalah tercermin dalam ungkapan berikut.

adat melayu riau bersendikan

Apa tanda Melayu jati, dengan amanah ia berdiri; apa tanda Melayu jati, dipercaya orang di seluruh negeri, apa tanda Melayu jati, membela yang benar tegas dan berani. iii. Tabligh Tabligh artinya menyampaikan. Dalam hal ini, segala firman Allah SWT.

Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril, disampaikan oleh Rasulullah. Tidak ada yang disembunyikan walaupun firman Allah tersebut menyinggung Nabi Muhammad sendiri, seperti pada ayat Al-Qur’an berikut ini. Artinya: Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya” (Q.S.

'Abasa: 1-2). Dalam suatu riwayat hadits, dikemukakan bahwa firman Allah (Q.S. 'Abasa: 1) turun berkaitan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah SAW sambil berkata: “Berilah petunjuk kepadaku, ya Rasulullah.” Pada waktu itu Rasulullah SAW sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, oleh karena itu Rasulullah berpaling darinya dan tetap melayani pembesar-pembesar Quraisy.

Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Maka ayat ini turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah SAW (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Al-Hakim yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.) Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW tersebut menurut norma acuan etika yang umum adalah hal yang wajar.

Pada saat sedang berbicara di depan umum atau dengan seseorang, tentu kita tidak suka diganggu oleh orang lain. Namun untuk standar seorang Nabi, itu tidak cukup bagi Allah. Oleh karena itulah Allah SWT telah menegur Nabi Muhammad SAW, melalui firman-Nya seperti terurai di atas. Sebagai seorang yang bersifat tabligh, meskipun adat melayu riau bersendikan tersebut menyindirnya, Nabi Muhammad SAW tetap menyampaikannya kepada seluruh umatnya, bahkan seluruh manusia dan jin.

Itulah sifat seorang Nabi. Jadi, mustahil Nabi itu kitman atau menyembunyikan wahyu Allah. Sifat tabligh atau menyampaikan ini, dalam konteks budaya Melayu, dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan adat berikut ini. Apa tanda Melayu jati, bersifat tabligh di dalam diri; apa tanda Melayu jati, menyampaikan yang benar tiada menafi; apa tanda Melayu jati, ajaran Allah disampainya pasti. iv. Fathonah Secara etimologis, kata fathonah di dalam bahasa Arab artinya dalam bahasa Melayu adalah bijaksana.

Dalam koteks kenabian, mustahillah seorang Rasul Allah itu bersifat bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an dan kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits, maka Rasulullah Muhamamd SAW memerlukan kebijaksanaan yang luar biasa.

Nabi Muhammad harus mampu menjelaskan firman-firman Allah SWT kepada kaumnya sehingga mereka mau memeluk Islam. Nabi Muhammad juga harus pandai berdebat (berhujah) dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya: santun, beretika, berwibawa, dan tegas.

Dalam sejarah peradaban dunia, tercacat bahwa Rasulullah SAW, mampu mengatur dan mengelola umatnya sehingga berhasil mentransformasikan bangsa Arab jahiliah yang pada awalnya bodoh, kasar, bengis, berpecah-belah, dan serta selalu berperang antarsuku—kemudian menjadi bangsa yang berperadaban dan berpengetahuan.

Semuanya itu memerlukan kebijaksanaan yang luar biasa, yang terdapat dalam diri Rasulullah SAW. Dalam konteks kepemimpinan Melayu sifat fathonah atau bijaksana ini tercermin dalam ungkapan berikut.

Apa tanda Melayu jati, dengan bijaksana ia menyeri; apa tanda pemimpin bijaksana, berpadu benar kata dan amalnya; apa tanda pemimpin Melayu, arif dan bijak tiada ragu. v. Sifat-sifat Adat melayu riau bersendikan Pemimpin dalam Perspektif Budaya Melayu Dalam kebudayaan Melayu, pemimpin itu memiliki sifat-sifat utama.

adat melayu riau bersendikan

Menurut Tenas Effendi (2013), adat Melayu sangat mengutamakan pemimpinnya, yang disanjung dengan bermacam sebutan, dan dijadikan lambang budaya yang sarat adat melayu riau bersendikan dasar identitas Melayu yang Islami. Melalui ungkapan adat dinyatakan bahwa pemimpin adalah: orang yang dituakan oleh kaumnya, yang dikemukakan oleh bangsanya, yang ditinggikan seranting, yang didahulukan selangkah, yang disanjung dijunjung tinggi, yang disayang serta dihormati.

Selain itu, pemimpin dalam adat Melayu adalah bagaikan kayu besar di tengah adat melayu riau bersendikan, yang dari jauh mula nampak, yang dari dekat mula bersua, yang ke atas ia berpucuk, yang di tengah ia berbatang, dan yang di bawah berurat tunggang, rimbun daunnya tempat berteduh, kuat dahannya tempat bergantung, besar batangnya tempat bersandar, dan kukuh akarnya tempat bersila.

Seterusnya pemimpin dalam konteks adat Melayu adalah bagaikan tanjung pumpunan angin, bagaikan teluk timbunan kapar, bagai pucuk jala pumpunan ikan, bagaikan kemuncak payung panji. Yang disebut dengan pemimpin umat adalah yang menjunjung amanah laut dan darat, sumpah dipegang, janji diingat, mengabdi untuk kepentingan umat, kepentingan sendiri tiadalah ingat.

Kewajiban pemimpin menurut adat Melayu adalah membawa kesejahteraan umat, mana yang kusut wajib diselesaikan, mana yang keruh wajib dijernihkan, mana yang melintang wajib diluruskan, mana yang berbonggol wajib ditarahkan, mana yang kesat wajib diampelaskan, mana yang menyalah wajib dibetulkan. Pemimpin berkewajiban memberikan contoh teladan, menyampaikan tunjuk ajaran, memelihara kampung halaman, menjaga alam lingkungan berpijak pada keadilan, berdiri di atas kebenaran, menjaga marwah diri, umat, kampung, bangsa, adat dan lembaga, serta hukum dan undangnya.

Begitu beratnya tugas dan kewajiban pemimpin, maka seorang pemimpin dalam adat Melayu wajib mendasarkan semua keputusan dan kegiatannya pada nilai-nilai agama Islam. Pemimpin yang mendasarkan diri pada agama akan menjadi seorang yang berkepribadian terpuji, handal, piawi, arif, bijaksana, adil, jujur, amanah, cerdas, berani, tabah, dan berbagai akhlak terpuji lainnya (Tenas Effendi, 2013:4).

Sifat-sifat utama pemimpin dalam budaya Melayu adalah sebagai berikut. 1 Berpegang teguh kepada agama Allah, 2. amanah, menunaikan sumpah, mengabdi, dan membela umat, 3. jujur dan sangat anti kepada khianat, 4. berakhlak mulia dalam pergaulan sosialnya, 5. memahami diri dan sistem sosial yang dibangun bersama, 6.

arif, 7. bijaksana, 8. berilmu dan memahami pranata sosial, 9. berani, 10. berhati tabah, 11. berlapang dada, 12. tulus dan ikhlas, 13. bertimbang rasa, 14. rendah hati, 15. pemurah hati, 16. hemat dan cermat, 17. tunak dan rajin, dan 18. tangkas dan tegas (Tenas Effendi, 2013:5-13). Demikian kira-kira pemahaman mengenai adat yang diadatkan di dalam adat melayu riau bersendikan Melayu pada umumnya.

c. Adat yang Teradat Adat yang teradat adalah kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsur-angsur atau cepat menjadi adat. Sesuai dengan pepatah: sekali air bah, sekali tepian berpindah, sekali zaman beredar, sekali adat berkisar. Walaupun terjadi perubahan adat itu, inti adat tidak akan lenyap: adat pasang turun-naik, adat api panas, dalam gerak berseimbangan, antara akhlak dan pengetahuan. Adat yang teradat ini merupakan konsep masyarakat Melayu terhadap kesinambungan dan perubahan, yang merupakan respons terhadap dimensi ruang dan waktu yang dijalani manusia di dunia ini.

Manusia, alam, dan seisinya, pastilah berubah menurut waktu dan zamannya. Namun demikian, perubahan pastilah tetap disertai dengan kesinambungan. Artinya hal-hal yang berubah sedrastis apapun pastilah tetap disertai dengan kesinambungan yang berasal dari era-era dan keadaan sebelumnya.

Memang perubahan adat melayu riau bersendikan ada yang perlahan dan pasti, namun tidak jarang pula perubahan itu bersifat cepat, drastis, dan spontan. Dalam kajian sejarah perubahan ini ada yang sifatnya evolutif dan ada pula yang revolutif. Itulah inti konseptual dari adat yang teradat menurut orang-orang Melayu. Menurut Lah Husni, perubahan itu hanya terjadi dalam bentuk ragam, bukan dalam hakiki dan tujuan semula.

Umpamanya jika dahulu orang memakai tengkuluk atau ikat kepala dalam suatu perhelatan adat, kemudian sekarang memakai kopiah itu menjadi pakaian yang teradat. Jika dahulu berjalan berkeris atau disertai pengiring, sekarang tidak lagi. Jika dulu warna kuning hanya raja yang boleh memakainya, sekarang siapa pun boleh memakainya (Lah Husni, 1986:62).

Demikian pula, kalau dahulu kala dalam adat perkawinan Melayu digunakan serunai untuk mengiringi persembahan tari inai, maka sekarang alat musik ini digantikan oleh akordion. Kalau dahulu orang Melayu selalu menggunakan teater makyong, kini lebih sering menonton drama serial di televisi-televisi. Jikalau dahulu kala orang Melayu bertanam padi di sawah dan memanennya dengan disertai acara mengirik padi kemudian dijemur dan ditumbuk, kini pada masa panen padi tersebut tidak lagi diirik, langsung diolah dengan mesin pengirik, dan kemudian digiling.

Kalau dahulu anak-anak muda Melayu bercinta malu-malu, kini sudah berubah yakni terang-terangan bergandeng tangan, seperti yang digambarkan melalui lantunan lagu oleh Tan Sri S.M. Salim. Cinta dulu-dulu, Cinta malu-malu, Cinta zaman sekarang, Di depan orang, Ia pegang-pegang tangan.

Dengan demikian, dalam konteks zaman, adat yang teradat inilah yang memberikan ruang bagi umat Melayu untuk mengikuti perkembangan zaman. Kata kunci perubahan adalah merujuk kepada strategi adat yang teradat ini. Menurut ajaran Islam perubahan dan kontinuitas alam (termasuk kebudayaan) pastilah terjadi, seperti firman Allah dalam Al-Qur’an.

1. Surah Al-An’aam ayat 73. Artinya: 73. Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah," dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup.

Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. 2. As Sajdah ayat 4 Artinya: 4.

adat melayu riau bersendikan

Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya ​ seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? Dalam melihat ruang dan waktu, termasuk perubahan dan kontinuitasnya, maka setiap muslim menyandarkannya kepada Allah, bahwa waktu dan ruang itu Allah yang menciptakan dan mengaturnya.

Termasuk pula penciptaan alam semesta beserta isinya dan juga proses alam serta datangnya hari kiamat ketika ditiup sangkakala. Selanjutnya, dalam menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antaranya (seperti angin, awan, dan lainnya), Allah melakukan proses selama enam masa. Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Dengan demikian dalam proses penciptaan ini terjadi perubahan dan kontinuitas, baik dari sisi ruang maupun waktu. Ini pun terus terjadi dari zaman ke zaman.

Ini pula yang menjadi dasar dari konsep adat yang teradat. Dalam hal kesenian, perubahan-perubahan juga terjadi di sepanjang masa hidup dan berkembangnya kesenian tersebut. Misanya dalam seni zapin, awalnya adalah difungsikan dalam upacara perkawinan dan hanya ditarikan oleh penari laki-laki. Kini telah difungsikan dalam berbagai konteks sosial lain seperti menyambut tetamu, festival, eksplorasi gerak dan musik yang baru, dan juga ditarikan oleh kaum wanita.

Demikian juga selain dari seni pertunjukan tradisional, para seniman Melayu juga sangat kreatif membuat tari-tari dan musik garapan baru yang berakar dari kesenian tradisi.

Dari Malaysia kita dapat sumbangan kesenian seperti lagu Cindai karya cipta Pak Ngah Suhaimi yang dipopulerkan oleh Datuk Siti Adat melayu riau bersendikan. Begitu juga dari Indonesia kita kenal lagu Laksmana Raja Di Laut yang dipopulerkan oleh Iyeth Bustami. Dari Medan lagu Makan Sireh untuk iringan tari Persembahan, diberi sentuhan budaya kekinian oleh Cek Dahlia Abu Kasim Sinar dengan vokalnya oleh Darmansyah.

d. Adat-istiadat Adat-istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banyak diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat: perkawinan, penobatan raja, dan pemakaman raja. Jika hanya adat saja maka kecenderungan pengertiannya adalah sebagai himpunan hukum, misalnya: hukum ulayat, hak azasi, dan lainnya. Adat-istiadat ini adalah ekspresi dari kebudayaan Melayu.

adat melayu riau bersendikan

Upacara di dalam kebudayaan Melayu juga mencerminkan pola pikir atau gagasan masyarakat Melayu. Upacara jamu laut misalnya adalah sebagai kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Kuasa akan memberikan rezeki melalui laut.

Oleh karenanya kita mestilah bersyukur dengan cara menjamu laut. Begitu juga upacara seperti gebuk di Serdang yang mengekspresikan kepada kepercayaan akan pengobatan melalui dunia supernatural. Demikian pula upacara mandi berminyak, merupakan luahan dari sistem kosmologi Melayu yang mempercayai bahwa dengan hidayah Allah seseorang itu bisa kebal terhadap panasnya minyak makan yang dipanaskan di atas belanga. Demikian pula upacara mandi bedimbar dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai aplikasi dari ajaran Islam, bahwa selepas hubungan suami dan istri keduanya haruslah melakukan mandi wajib ( junub).

Seterusnya upacara raja mangkat raja menanam di Kesultanan-kesultanan Melayu Sumatera Timur adalah ekspresi dari kontinuitas kepemimpinan, yaitu dengan wafatnya sultan maka ia digantikan oleh sultan yang baru yang menanamkan (menguburkannya).

Demikian juga untuk upacara-upacara yang lainnya dalam kebudayaan Melayu sebenarnya adalah aktivitas dalam rangka menjalankan strategi kebudayaan Melayu, agar berkekalan dan tidak pupus ditelan oleh ruang dan waktu. Dalam realitasnya, sejauh penelitian yang kami lakukan, adat-istiadat (upacara) Melayu itu dapat dikategorikan sebagai berikut. I. Adat-istiadat yang berkaitan dengan siklus hidup: 1.

Adat-istiadat bersalin. a. Adat-istiadat melenggang perut, b. Adat-istiadat menempah mak bidan, c. Adat-istiadat mandi sampat, d. Adat-istiadat potong tali pusat, e. Adat-istiadat naik buaian (mengayun anak), f. Adat-istiadat mencecah tanah (turun tanah), g.

Adat-istiadat bercukur. 2. Adat semasa anak-anak. a. Adat-istiadat bercukur, b. Adat-istiadat berkhitan (berkhatan atau sunnat), c. Adat-istiadat belajar dan mengaji, d. Adat-istiadat berkhatam Al-Qur’an, e. Adat-istiadat bertindik. 3. Adat-istiadat perkawinan. • Adat-istiadat merisik, • Adat-istiadat meminang, • Adat-istiadat berinai, • Adat-istiadat berandam dan menempah mak andam, • Adat-istiadat berbesan, • Adat-istiadat mandi bedimbar (berhias), • Adat-istiadat bertandang, • Adat-istiadat menyalang, • Adat-istiadat menjemput atau berkampung.

4. Adat kematian. II. Adat yang berkait dengan kegiatan pertanian dan maritim. a. Adat-istiadat membuka tanah ( mulaka ngerbah), b. Adat-istiadat bercocok tanam ( tabur benih, mulaka nukal), c. Adat-istiadat berahoi (mengirik padi), d.

Adat-istiadat turun perahu, e. Adat-istiadat bersimah berpuar, puja kampung, bersih kampung, atau berobat kampung, f. Adat-istiadat menjamu laut. III. Adat pengobatan melalui bomoh (dukun, pawang). a. Adat-istiadat berobat, b. Adat-istiadat berkebas, c. Adat-istiadat memutus obat, d. Adat-istiadat menilik bomoh, e. Adat-istiadat gebuk. IV. Adat olahraga tradisi dan seni pertunjukan.

1. Adat melayu riau bersendikan atau lintau. a. Adat-istiadat membuka gelanggang, b. Adat-istiadat menghadap guru atau sembah guru, c. Adat-istiadat tamat silat. 2. Pertujukan, musik, tari, dan teater, a. Adat-istiadat buka panggung, b. Adat-istiadat pertunjukan, c. Adat-istiadat tamat panggung. V. Adat makan atau jamuan. a. Adat-istiadat makan dan minum, b. Adat-istiadat berhidang: seperah, dulang, kepala lauk (menghidang), c.

Adat-istiadat menjamu ketua atau pengurus adat, d. Adat-istiadat bersirih puan (sebelum makan), e. Adat-istiadat kenduri (jamu sukut). VI. Adat-istiadat pelantikan pengurus adat. VII. Adat-istiadat komunikasi budi bahasa. a. Adat-istiadat berbahasa, b.

Adat-istiadat bertegur sapa. VIII. Adat-istiadat takwim Islam. a. Menyambut awal Muharram, b. Hari Asyura 10 Muharram, c. Safar, d. Maulid Nabi (Maulidur Rasul), e. Kenduri arwah (bulan Sya’ban), f. Puasa (Ramadhan), g. Hari Raya Idul Fitri, h. Hari Raya Kurban (Idul Adha), dan lain-lain. Dalam konteks perkembangan zaman, adat-istiadat yang bermakna kepada upacara atau ritual ini juga mengalami perkembangan-perkembangan. Upacara ini ada yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti politik, pemerintahan, sosial, pendidikan, agama, ekonomi, dan lain-lainnya.

Pada masa kini, dalam konteks Indonesia, upacara atau adat-istiadat ini dapat juga ditemui seperi upacara pembukaan pekan olahraga, pembukaan gedung baru, upacara melepas jamaah haji, upacara menyambut kepulangan haji, upacara pembukaan kampanye partai politik, upacara bendera, upacara peringatan hari kemerdekaan Indonesia, upacara pembukaan dan penutupan pekan budaya, dan lain-lain. Dengan demikian adat-istiadat ini juga mengalami perkembangan-perkembangan selaras dengan perkembangan zaman.

4. Fungsi Adat Menurut Tenas Effendy (2004:66-67) fungsi adat dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai berikut. • Menjabarkan nilai-nilai dasar Islam. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat Melayu pada hakekatnya adalah penjabaaran nilai-nilai agama Islam, yang dianut masyarakatnya. Melalui adat dan kelembagaan adat inilah beragam nilai yang Islami dikembangkan, kemudian disebarkan ke tengah masyarakat.

Nilai ini kemudian dijadikan identitas kemelayuan yang bersebati dengan Islam. Dari sini muncul pendapat yang menyatakan bahwa kemelayuan seseorang tidak hanya ditentukan oleh etnisitas saja tetapi juga melalui agama yang dianut yaitu Islam, beradat Melayu, dan berbahasa Melayu. Dengan demikian kemelayuan seseorang menjadi luas, yang terwujud dari berbagai latar belakang suku dan puak.

• Menjadi identitas yang Islami. Adat Melayu yang berakar dari agama Islam ini kemudian menjadi identitas kemelayuan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari semua aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu seorang yang bukan beragama Islam kemudian menganut agama Islam, sejak dahulu disebut sebagai masuk Melayu. Sebaliknya jika seorang Melayu keluar adat melayu riau bersendikan agama Islam ia disebut dengan keluar dari Melayu, dan gugurlah hak-haknya sebagai orang Melayu, dan adat kemelayuannya.

• Menjadi perekat persebatian dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Fungsi utama institusi adat adalah sebagai perekat persebatian (integrasi) masyarakaat dalam kehidupan sosialnya. Fungsi ini amat penting karena masyarakat Melayu di Nusanatara ini hidup dalam komunitas yang heterogen. Kemajemukan ini memerlukan simpai dan perekat yang dapat menyatukan masyarakat yang beragam itu daalam tatanan kehidupan yang aman dan damai, saling hormat-menghormati, saling bantu-membantu, dan lainnya.

Hal ini diungkapkan dalam adat senasib sepenanggungan, seaib, adat melayu riau bersendikan semalu. 5. Nilai-nilai Adat Dalam konteks mewujudkan fungsi institusi adat, tentulah adat melayu riau bersendikan mengacu kepada nilai dasar adat dan budaya Melayu yang telah teruji ketangguhan dan keluhurannya.

Adat ini diterapkan sejak berabad-abad yang lampau, seiring dengan adanya orang Melayu di dunia ini. Nilai-nilai dasar inilah yang adat melayu riau bersendikan berabad-abad silam mampu menciptakan kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dengan keberagaman suku dan puak, kaum, dan bangsa di bumi Melayu. Nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam adat inilah yang perlu dikembangkan dan disebarluaskan dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam adat Melayu menurut Tenas Effendy (204:69-78) adalah sebagai berikut. (i) Nilai keterbukaan. Budaya Melayu yang selalu disebut sebagai budaya bahari [1] adalah kebudayaan yang sifatnya terbuka.

Melalui keterbukaan inilah masyarakatnya menjadi mejemuk demikian adat melayu riau bersendikan budayanya menjadi ikut heterogen juga.

Pembauran lintas suku, umat, dan lintas negara, selama ratusan tahun telah melahirkan masyarakat Melayu yang heterogen. Kemelayuam tidak lagi semata-mata mengacu kepada etnik, yang mendasarkan pada genealogis atau hubungan darah, melainkan terbentuk dari keberagaman keturunan yang disimpai oleh kesamaan nilai Islam, budaya, dan bahasa. Islam pun mengajarkan kepada segenap umatnya untuk terbuka. Islam tidak memandang kasta dan derajat manusia. Islam menerima siapa pun tanpa syarat untuk menjadi muslim.

Islam sangat menghargai perbedaan-perbedaan di antara manusia, yang memang diciptakan oleh Allah sedemikian rupa. Islam tidak membedakan antara kaum Quraisy dengan Habsyi, Melayu, Pashtun, Kurdi, Tamil, Benggali, Hokkian, Kwong Fu, Korea, India, Anglo Sakson, Latin, dan seterusnya.

Islam mendudukkan posisi manusia berdasarkan nilai-nilai universal kemanusiaan, melalui panduan ajaran-ajaran Allah. (ii) Nilai keislaman Budaya Melayu adalah budaya yang menyatu dengan ajaran agama Islam. Nilai keislaman sangatlah dominan dan menjadi acuan dasar budaya Melayu. Budaya Melayu menyatu dengan Islam ini tercermin dalam ungkapan adat, adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah, syarak mengata, adat memakai; sah kata syarak, benar kata adat, bila bertelikai adat dengan syarak, tegaklah syarak, dan sebagainya.

Namun demikian, tidaklah bermakna bahwa budaya orang Melayu menolak masyarakat yang tidak ada akidah, bahkan sebaliknya menganjurkan untuk hidup saling hormat-menghormati, saling menghargai, saling bertenggang rasa, tolong-menolong, dan seterusnya. Nilai inilah yang sejak dahulu mampu mewujudkan kerukunan hidup antara umat beragama di bumi Melayu. (iii) Nilai keturunan bersama Nilai ini mengajarkan orang untuk merasa seasal dan seketurunan, yaitu sama-sama keturunan Adam dan Hawa.

Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, menyadarkan seseorang akan nenek moyangnya yang sama, yakni berasal dari rumpun Melayu yang satu. Nilai ini mampu menumbuhkan rasa kekeluargaan dalam arti yang seluas-luasnya. Nilai ini menyebabkan setiap individu dan kelompok maupun puak untuk berpikir jernih menjaga tali keturunan yang seasal tersebut, sehingga mereka terhindar adat melayu riau bersendikan perpecahan dan disintegrasi sosial.

Hal ini terungkap dalam pantun Melayu. Ketuku batang ketakal, Kedua batang keladi mayang, Sesuku kita seasal, Senenek kita semoyang. Melalui nilai keturunan bersama inilah masyarakat Melayu dapat menyatu dalam sebuah kebudayaan.

Yang menyatukan orang-orang Melayu itu di mana pun adalah nilai ini. Mereka itu bisa saja berasal dari etnik-etnik rumpun Melayu di Nusantara dan menjadi dirinya sebagai warga masyarakat Melayu. Bahkan orang-orang India, China, Arab, atau yang lainnya dapat menjadi Melayu, dengan cara masuk ke dalam kultur dan agama orang Melayu yang berpaksikan kepada agama Islam.

Di Sumatera Timur sebagai contoh, etnik mana pun dapat menjadi Melayu, selaras dengan kearifan lokalnya. Melayu di kawasan Langkat, Deli, Serdang, sampai Batubara menyatukan Melayu, dan memasukkan siapapun menjadi pada tiga kategorial yaitu: Melayu asli, Melayu semenda, dan Melayu seresam.

Melayu asli maksudnya keturunan dan nenek moyangnya memang orang Melayu, apakah itu dari Sumatera sendiri, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan lainnya. Kategori kedua adalah Melayu semenda, [2] yakni orang yang awalnya merupakan etnik bukan Melayu, kemudian kawin dengan orang Melayu, mengamalkan kebudayaan Melayu dan menjadi Melayu.

Kategori yang ketiga adalah Melayu seresam, artinya orang yang awalnya adalah etnik-etnik di Nusantara, karena kesadarannya akan budaya Melayu, kemudian mengamalkannya, dan menganggap dirinya sebagai orang Melayu. Kesemua kategori ini didasari oleh nilai-nilai budaya dan agama bahwa kita adalah satu keturunan bersama.

Dahulunya adalah satu keluarga yakni keturunan Adam dan Hawa.

adat melayu riau bersendikan

Kemudian berkembang dan terdiri dari berbagai macam suku dan bangsa, agar saling mengenal dan mengasihi sesamanya. Yang mulai di depan Allah adalah mereka yang bertakwa. (iv) Nilai etika dan moral Nilai adat lainnya adalah etika dan moral. Di dalam adat ini terkandung nilai saling memelihara hubungan antar individu maupun kelompok. Nilai ini mengajarkan dan menyadarkan agar hidup saling menjaga sopan dan santun baik pribadi maupun sosial. Kita harus menjaga hubungan baik, menjaga marwah, menghindari prilaku hujat-menghujat, maki-memaki, caci-mencaci, fitnah-memfitnah, dan seterusnya yang dapat menimbulkan aib dan malu bagi orang maupun dirinya sendiri.

Ungkapan adat Melayu mengatakan bahwa tanda hidup seaib semalu, yang buruk sama dibuang, yang keruh sama dijernihkan, yang kusut sama diselesaikan; salah besar diperkecil, salah kecil dihabisi. Selanjutnya adat melayu riau bersendikan pula aib jangan didedahkan, malu jangan disingkapkan, juga aib orang jangan dibilang, aib diri yang kita kaji. (v) Nilai kebersamaan Nilai kebersamaan ini mencakup hal-hal yang berkait dengan nilai senasib dan sepenanggungan, nalai seanak dan sekemanakan, seinduk sebahasa, senenek dan semamak, seadat sepusaka, sepucuk setali darah, sesampan dan sehaluan, dan seterusnya.

Nilai kebersamaan yang terkandung dalam adat Melayu, merupakan pemahaman dan penghayatan terhadap sistem sosial, yang memang perlu ada di dalam sebuah masyarakat. Sistem sosial inilah yang diatur oleh adat. Sistem sosial akan memandu kepada polarisasi yang benar dan terarah. Demikian juga apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, maka adat memberikan sanksi-sanksi berupa sanksi sosial dan budaya, sampai terusirnya seseorang dalam masyarakat adat.

Jadi nilai-nilai kebersamaan ini dikandung dalam adat Melayu, untuk menjaga konsistensi internal kebudayaan. Nilai kebersamaan ini dalam konteks sosial diterapkan dalam musyawarah, komunikasi secara kultural, dan seterusnya. (vi) Nilai cita-cita bersama Adat Melayu juga mengandung niali-nilai untuk mencapai cita-cita bersama. Di dalam ajaran aadat ini setiap individu pastilah mempunyai cvita-cita, baik adat melayu riau bersendikan di dunia dan terlebih lagi untuk menuju akhirat.

Cita-cita setiap individu ini bisa saja berbeda sesuai dengan amanah yang diberikan Allah kepada dirinya. Ada pula cita-cita tersebut yang sama atau adat melayu riau bersendikan sama dengan orang lain. Namun demikin, adat Melayu mengatur arah yang benar tentang cita-cita bersama ini, yang tumbuh dari cita-cita individu, kelompok kecil, sampai kumpulan besar, yaitu Melayu secara umum.

Cita-cita bersama masyarakat Melayu adalah menegakkan ajaran Allah di muka bumi ini sebagai rahmat kepada seluruh alam. Selain itu cita-cita bersama masyarakat Melayu adalah melakukan kontinuitas dan perubahan kebudayaan sesuai dengan perkembangan zaman. Cita-cita bersama lainnya adalah menegakkan sistem sosial dunia, yang heterogen, berkeadilan, dan tidak ada penistaan terhadap satu kelompok manusia pun di dunia ini.

Cita-cita seterusnya orang Melayu di dunia ini adalah membentuk persatuan dan kesatuan geobudaya, yaitu sama-sama dalam kebudayaan Melayu yang sama, yang terdiri dari beberapa negara bangsa. Namun intinya kebersamaan juga dapat dijalin dengan bangsa serumpun Melayu di mana pun di dunia ini. Kebersamaan ini bagi orang Melayu adalah hakikat dari kekuatan politik, budaya, dan sosial. Semakin menjadi kecil dan berkabilah-kabilah (berkelompok kecil), maka semakin tidak kuatlah posisi politiknya.

Sebaliknya apabila bersatu, maka kita akan menjadi kuat. (vii) Adat melayu riau bersendikan kekuasaan dan martabat Nilai lainnya yang terdapat dalam adat Melayu adalah nilai kekuasaan dan martabat.

Di dalam kebudayaan Melayu, pada hakekatnya setiap orang diberikan Allah kekuasaannya masing-masing. Manusia adalah khalifah di muka bumi. Dialah yang memimpin alam ini. Selain itu setiap individu diberikan berbagai kelebihan dan perannya masing-masing. Ia akan menjadi kuat dan terpolarisasi dengan baik dan benar ketika ia mampu mensinerjikan kemampuannya ini dengan orang lain atau kelompok lain.

Ia akan menjadi terhormat dan bermartabat ketika ia mampu menjadi sumber inspirasi atau sumber keadilan dan kebersamaan sosial terhadap sesamanya. Kekuasaan dan martabat seorang Melayu sebenarnya tidak ditentukan oleh kedudukan sosial yang diperolehnya atau materi yang dikumpulkannya. Kekuasaan dan martabat orang Melayu mencakup aspek yang multidimensional.

Artinya kekuasaan dan martabat tetap mengacu kepada perintah Allah dan menjauhi segala larangan Allah, panduannya adalah ajaran Islam.

adat melayu riau bersendikan

Seorang yang dikatakan berkuasa dan bermartabat jika ia dapat menjadi rahmat kepada seluruh alam ( rahmatan lil’alamin). Dengan demikian berbagai sifat-sifat agung akan muncul dari dalam dirinya, seperti: rendah hati, tidak sombong, suka menolong sesama, bertakwa, tujuan hidupnya dunia dan akhirat sekaligus, dan hal-hal sejenisnya. Kekuasaan dan martabat seorang Melayu, mencakup kecerdasan sosialnya. Artinya kekuasaan dan martabat ini ditentukan juga oleh interaksi seorang melayu dengan masyarakat sekitar, dan juga masyarakat secara luas.

Kecerdasan sosial ini, didukung oleh faktor-faktor: intelegensia, emosional, dan juga spiritual. Pada hakekatnya, setiap orang di dunia ini dianugerahi oleh Allah kemampuan intelektual, yaitu berpikir secara logis, dalam konteks menggunakan pikirannya.

Namun selain itu di dalam diri manusia juga harus diasah kemampuan mencerdaskan emosionalnya. Artinya ia harus mampu memanajemeni dirinya terhadap perasaan yang muncul. Kalau sedih tidak terlalu dalam, kalau marah tidak terlalu meledak-ledak, kalau gembira tidak terlalu tertawa terbahak-bahak, dan seterusnya. Jadi emosi adalah bahagian dari pengendalian diri. Ini dapat diperoleh melalui latihan-latihan berpuasa, yang gunanya adalah mengendalikan diri dari hawa nafsu.

Namun hawa nafsu juga tidak dimatikan, hanya diarahkan ke arah yang benar. Selain itu, terdapat juga kecerdasan spiritual. Ini penting dilakukan sebagai bahagian mengarahkan diri seseorang ke jalan yang diridhai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Kecerdasan spiritual adalah salah satu bahagian dari cara kontemplasi diri akan hakekat hidup, juga mengarahkan seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan dan segala makhluk serta alam lingkungan yang diciptakan oleh Tuhan.

Jadi dengan selalu mengasah kecerdasan spiritual ini, seseorang akan mendapatkan berkah di dalam hidup, baik itu berupa material, dan terutama spiritualnya akan menjadi lebih kaya. Dampaknya ia akan selalu beribadah dan ingat kepada Tuhan, ia akan menjadi manusia yang menyayangi sesamanya, tanpa membeda-bedakan segala perbedaan, karena pada dasarnya setiap manusia adalah awalnya satu. (viii) Nilai musyawarah ​ Nilai lainnya dari adat Melayu adalah nilai musyawarah.

Nilai musyawarah ini adalah substansi dari kebersamaan sosial dan religiusitas dalam rangka merembukkan kepentingan secara bersama. Setiap permasalahan sosial dan budaya dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan cara bermusyawarah. Institusi musyawarah ini juga sebagai salah satu pengendalian dan pengawasan sosial, yang tujuannya adalah untuk kepentingan bersama.

Dalam musyawarah ini juga terkandung nilai-nilai mufakat, yang artinya walaupun keputusan bersama itu berbeda dengan apa yang kita pikirkan dan konsepkan, namun karena telah menjadi keputusan bersama, maka adat melayu riau bersendikan ikhkas kita menerimanya dan bahkan mempertahankan keputusan itu dengan sekuat tenaga dan upaya. Nilai musyawarah untuk mencapai mufakat ini adalah ekspresi dari nilai-nilai demokrasi dalam adat Melayu dan Dunia Islam. Dalam menjalankan musyawarah untuk mencapai mufakat ini, yang diutamakan adalah ketulusan untuk menyelesaikan secara bersama-sama.

Dalam musyawarah mufakat sebenarnya sangat dihindari voting atau keputusan yang sifatnya mempertentangkan dua atau beberapa pilihan yang berbeda, dan cenderung melihatnya secara praktis yaitu suara yang terbanyak ialah yang menang.

Dalam musyawarah mufakat sebenarnya adat melayu riau bersendikan bukan demikian, tetapi adalah kebulatan sikap, dan pembelajaran dengan wawasan kultural yang holistik, serta menimba ilmu pengetahuan dari semua orang, dan hal-hal sejenis. Demikianlah kira-kira nilai-nilai yang terkandung di dalam adat Melayu. ---------------------------------------------------------- [1]Kata bahari berasal dari bahasa Arab yaitu bahar yang artinya laut.

Budaya bahari ini, sifat utamanya adalah terbuka terhadap semua budaya dunia. Orang-orang di dunia yang berada dalam kebudayaan maritim umumnya adalah orang yang terbuka, dan selalu mengelola berbagai kebudayaan dunia.

Kota-kota atau bandar-bandar besar juga dalam sejarah peradaban dunia selalu tumbuh di kawasan pesisir atau sungai-sungai. Budaya bahari atau maritim ini, biasanya bertumpu pada kegiatan perdagangan, mengelola hasil-hasil laut, saling meminjam dan mengelola budaya dalam lingkup global, dan sejenisnya. Berbagai bandar di Alam Melayu mengekspresikan budaya bahari ini, seperti Melaka yang menjadi pelabuhan perdagangan terkenal di abad-abad pertengahan, Siak Sri Indrapura sebagai kawasan maritim di Riau, Kerajaan Haru di Sumatera Utara, dan lain-lainnya.

Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa budaya bahari ini menjadi tulang punggung dalam perkembangan peradaban masyarakat Melayu. [2]Pada kebudayaan masyarakat Pesisir (yang juga sebagai bagian dari masyarakat Melayu) di pantai barat Sumatera Utara sampai ke Sumatera Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam, kebudayaan mereka secara umum disebut dengan adat sumando, yang menempatkan hubungan perkawinan ini menjadi kunci utama dalam integrasi sosialnya.

Adat sumando juga mengacu kepada konsep adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Bagan Hubungan Budaya, Adat, dan Ragam Adat dalam Kebudayaan Melayu DAFTAR PUSTAKA a. Kitab Suci Al-Qur’an. b. Buku, Artikel, Majalah, Jurnal, Koran, Skripsi, Tesis, Disertasi, Makalah, Kamus, Ensiklopedi, dan Sejenisnya Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin ( ed.), 2004. Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.

A. Rais B.N., 1983. Peranan, Nelayan, dan Perkawinan dalam Tata Cara Adat-istiadat Melayu Deli Serdang. Lubuk Pakam: (Tanpa Penerbit).

Amran Kasimin, 2002. Perkawinan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Ediruslan Amanriza, t.t. Adat Perkawinan Melayu Riau. Riau: Unri Press.

Gough, E.K., 1959. “The Nayars and the Definition of Marriage.” Journal of the Royal Anthropological Institute, pp. 23 -34. Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia. New YorK: St. Martin's Press. Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E.

Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1994, (diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Adat melayu riau bersendikan Mustopo), Surabaya: Usaha Nasional.

Hart, Michael H., 1990. The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History. New York: Carol Publishing Group. Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hasbullah Ma’ruf, 1977. Naskah Cara-cara Nikah-Kawin Adat Melayu Sumatera Timur. Medan. Haviland, William A., 1999. Antropologi (penerjemah R.G. Soekadijo). Jakarta: Erlangga. Hilman Hadikusuma, 1990. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya.

Husin Embi ( et al.), 2004. “Adat Perkawinan di Melaka.” di dalam, Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin ( ed.), 2004. Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka.

adat melayu riau bersendikan

Metzger, Laurent, 1994. “Kekuatan dan Kelemahan Orang Melayu: Suatu Pandangan Seorang Asing,” Alam Melayu, Yaacob Harun (ed.), Kuala Lumpur: Akademi Pengkajian Melayu Universiti Malaya, pp.

158-175. Muhammad Ali Zainuddin dan O.K. Gusti, 1995. Intisari Adat dalam Hal Pinang-meminang dan Perkawinan Menurut Adat Resam Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: Grup Tepak Melayu Telangkai Pelestari Adat Kebudayaan Melayu. Muhammad Takari, 1990.

Kesenian Hadrah dalam Kebudayaan Melayu di Deli Serdang dan Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Medan: Jurusan Etnomusikoligi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara (Skripsi Sarjana Seni). Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Muhammad Takari dan Fadlin, 2008. Sastra Melayu Sumatera Utara. Medan: Bartong Jaya. Muhammad Takari dan Fadlin, 2014. Ronggeng dan Serampang Dua Belas dalam Kajian Ilmu-ulmu Seni.

Medan: Universitas Sumatera Utara Press. O.K. Gusti bin O.K. Zakaria, 2005. Upacara Adat-Istiadat Perkawinan Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: (Tanpa Penerbit). O.K. Moehad Sjah, 2012. Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Ramlan Damanik, 2002. “Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Deli.” Medan: Universitas Sumatera Utara. Tenas Effendy, 1994. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu.

Tenas Effendy, 2004. Pemakaian Ungkapan dalam Upacara Perkawinan Orang Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu. Tenas Effendy, 2013a. Sifat-sifat Utama Pemimpin Melayu. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau. Tenas Effendy, 2013b. Tunjuk Ajar Melayu tentang Wakil. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau. Tenas Effendy, 2013c. Tunjuk Ajar Melayu tentang Pemberi dan Penerima Amanah. Pekanbaru: Lembaga Adat Melayu Riau. Tenas Effendy, 2014. “Pentingnya Amalan Adat dalam Masyarakat Melayu.” dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin ( ed.), 2004.

Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka. Tengku Admansyah, 1987. Peranan Budaya Melayu Sebagai Sub Kultur Kebudayaan. Rantauprapat. Tengku Luckman Sinar, 1994. Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin Melayu. Medan: Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Tengku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni. Tengku Muhammad Lah Husni, 1985.

“Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. Tengku Muhammad Lah Husni,1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Yuscan, 2007. Falsafah Luhur Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sumatera Timur. Medan: Pengurus Besar Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia. Zainal Kling, 2004. “Adat Melayu.” di dalam Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin ( ed.), 2004.

Kepimpinan Adat Perkawinan Melayu Melaka. Melaka: Institut Seni Malaysia Melaka. c. Internet Tom Ibnur, dalam http://sriandalas.multiply.com/journal/item/25 Wardah Fazri, menulis artikel dalam http://female.kompas.com/read/2010/02/02 /19150389/Prosesi.Pernikahan.Adat.Palembang http://jalanakhirat.wordpress.com/2010/03/0/adatperkawinan-melayu-melaka http://id.wikipedia.org/wiki/Zapin http://wikipedia.org
Propinsi Riau kalau kita lihat secara geografis suku Melayu yang berdiam dan bertempat tinggal di kawasan ini dapat dibagi tiga kelompok besar, yang dikenal adat melayu riau bersendikan kelompok orang Melayu Kepulauan, orang Melayu Pesisir dan orang Melayu Daratan.

Orang Melayu Kepulauan adalah orang Melayu yang hidup dan bertempat tinggal di pulau-pulau sepanjang Selat Malaka, laut Cina Selatan, Selat Singapura dan Selat Bangka.

Orang Melayu Pesisir adalah orang Melayu yang hidup berdiam di sepanjang Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kampar serta di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatera. Sedangkan orang Melayu Daratan adalah orang Melayu yang hidup di daratan yang berbatas dengan Bukit Barisan Negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan, serta orang-orang Melayu yang hidup dan berdiam di hulu-hulu sungai-sungai besar di Propinsi Riau, seperti: Suangai Kampar, Rokan, Indragiri dan Sungai Siak.

Adat istiadat yang berlaku di daerah kelompok Melayu di Propinsi Riau sesuai dengan Musyawarah Adat Melayu Riau adalah adat bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah dan Sunnah Nabi. Adat istiadat Melayu di Propinsi Riau berpangkal pada adat istiadat Melayu yang berada pada zaman kebesaran kerajaan-kerajaan yang terdapat di Melaka, Johor dan di daerah Riau seperti Kerajaan Siak, Kerajaan Indragiri, Kerajaan Riau Lingga, Kerajaan Pelalawan, Kerajaan Rambah, Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan Rokan dan Kerajaan Kampar yang berpuncak pada kerajaan Melaka dan Johor.

Namun demikian di daerah perbatasan dengan negeri Minangkabau dan Tapanuli Selatan terdapatnya akulturasi adat dan kebiasaan di kawasan perbatasan tersebut. Oleh karena Kerajaan Melaya yang pertama Rajanya masuk Islam, maka segala adat istiadat Melayu itu syahlah menurut syarak dan syariat Islam (Tengku Tonel, 1920). Maka adat istiadat yang tidak bersendikan syarak atau syariat Islam tidak dibenarkan berlaku di negeri Melayu.

Sehingga dikenal dengan ungkapan orang Melayu beragama Islam, beradat istiadat Melayu dan berbahasa Melayu. Tetapi orang pendatang ke negeri Melayu sesuai dengan adat istiadat Kerajaan Melayu, harus mengikuti adat istiadat yang berlaku di negeri Melayu, seperti kata pepatah: “dimana bumi dipijak, disana langit dijunjung”.

Orang Melayu yang bermukim di daerah Propinsi Riau adalah adat Melayu yang mempunyai corak yang sama dan mempunyai ciri-ciri yang berlainan setiap daerah dan kelompok adat, tetapi tetap mempunyai kesamaan, seperti: adat Raja-Raja, adat Datuk-Datuk, adat Orang Besar Kerajaan, adat Penghulu, Batin serta adat hamba Raja.

Di dalam makalah ini kita akan mebicarakan khusus mengenai Tata Cara Berpakaian Baju Melayu Riau, sesuai dengan anjuran dari pihak pelaksanan Seminar Tata Cara Berbusana Melayu, dalam hal ini Dinas Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata Propinsi Riau.

Pakaian Tradisional Melayu Riau dan Tata Caranya Pakaian baju Melayu Riau secara tradisional tempo dulu dapat dibagi antara lain sebagai berikut: – Pakaian harian – Pakaian resmi dan setengah resmi – Pakaian upacara adat – Pakaian upacara perkawinan – Pakaian upacara keagamaan Pada zaman kerajaan-kerajaan di daerah Propinsi Riau ini, orang memakai pakaian menurut keperluan dan tempat serta kegiatan yang dihadapi, tidak dapat dilanggar semaunya.

Kalau kita langgar berarti kita melanggar adat, atau dalam tata cara berpakaian disebut tidak sopan dan lebih keras lagi disebut tidak tahu adat. Maka dalam makalah ini saya akan mencoba meguraikan secara singkat pakaian baju Melayu dan bagaimana memakainya menurut urutan yang tersebut diatas. A. Pakaian Harian Yang adat melayu riau bersendikan dengan pakaian harian adalah pakaian yang dipakai oleh orang Melayu setiap harinya, baik masa kanak-kanak, remaja, orang setengah baya maupun orang tua.

Pakaian harian ini dipakai untuk melaksanakan kegiatan harian, baik untuk bermain, ke ladang, ke laut, di rumah maupun kegiatan dalam kehidupan di masyarakat. a. Pakaian harian masa kanak-kanak Pakaian harian anak waktu kecil yang kita kenal Baju Monyet yang dipakai oleh anak-anak lelaki. Kalau dia sudah meningkat besar dia memakai baju kurung teluk belakang atau baju kurung cekak musang dan ada kalanya memakai celana setengah lutut, memakai kopiah atau ikat kepala dari kain empat persegi yang dilipat untuk menghindarkan sengatan binatang yang berbisa, memakai kain adat melayu riau bersendikan ada yang dikenakan secara utuh, ada pula yang dibelitkan dipinggang ataupun disandang di bahu.

Fungsi kain semasa anak-anak ini adalah untuk belajar Al Quran dan kegiatan keagamaan seperti sholat dan lain-lain. Anak-anak perempuan yang belum akhil baligh mereka memakai baju kurung teluk belanga yang biasanya satu stel dengan kainnya, mereka bermain di sekitar rumah, bermain galah panjang, main jengket, atau bermain pondok-pondokan.

Kalau sudah penat, dia bermain congklak ataupun serimbang. Kalau dia di mesjid belajar membaca Al Quran serta belajar sopan santun dan adat istiadat adat melayu riau bersendikan tingkah laku yang baik dan sopan terhadap orang tua, adat melayu riau bersendikan dan neneknya. b. Pakaian harian anak dewasa (Akil Baligh) Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa ataupun perempuan, mereka memakai baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, bertulang belut.

Untuk anak laki-laki dewasa dia sudah membantu orang tuanya bekerja mencari nafkah, pakai baju Teluk Belanga Belah atau baju kurung Cekak Musang, memakai kain samping, ikat kepala atau berkopiah. Kalau pergi ke laut atau ke ladang sering memakai celana setengah lutut dengan lengan yang agak sempit supaya mudah melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan keras.

Kain samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan digunakan untuk sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat dipergunakan untuk mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa sering dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara, bangsawan, dll.

Anak perempuan yang baligh harus mengenal adat istiadat yang kita sebut adat Melayu, Jadi dia sebagai perempuan Melayu harus tahu sopan santun dan berbudi baik dengan mengenal: Beradat istiadat Melayu, beragama Islam, berbahasa Melayu. Tiga unsur ini bagi anak perempuan sudah mulai ditanamkan semenjak kecil serta tata cara berpakaian sudah ditunjuk ajarkan sedini mungkin, sehingga dia merupakan idaman dari pihak laki-laki.

Pakaian untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain Sarung Pelekat atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah.

Kain Tudung Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat. c. Pakaian orang tua dan setengah baya Pakaian perempuan tua adalah baju kurung Teluk Belanga dan pada lehernya bersulam bernama Tulang Belut.

Baju ini longgar dan lapang dipakai, ada juga Kebaya Laboh atau Kebaya Panjang hingga dibawah lutut. Kedua bentuk baju ini memakai pesak atau kekek. Orang tua-tua ada juga yang memakai baju Kebaya Pendek di bawah pinggul sering dipakai untuk bekerja di rumah atau di ladang dan ke laut.

Kalau perempuan setengah baya juga memakai seperti tersebut di atas, hanya bentuk bajunya agak sempit dan pada umumnya berupa stelan baju dengan kain yang berbunga dan ada kalanya polos. Sebagai penutup kepala mereka memakai selendang dari drihook bersegi empat dan kemudian dibentuk segitiga dan diletakkan diatas kepala serta ujungnya disimpulkan di leher. Orang tua maupun perempuan setengah baya selain selendang sebagai penutup kepala, mereka juga menggunakan Tudung Lingkup dari Kain Pelekat.

Pakaian orang tua laki-laki dan setengah baya berupa baju kurung Teluk Belanga Bertulang Belut dan baju kurung Cekak Musang. Untuk pakaian harian baju ini terbuat dari bahan katun dan kain samping pelekat, bentuk baju agak longgar. Baju Melayu bagi orang tua sering memakai baju Melayu Dagang Luar digunakan untuk sholat dan bertamu ke tetangga. Jadi bentuk pakaian harian bagi orang Melayu Riau adalah: • Untuk kaum perempuan, baju Kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek.

• Untuk kaum laki-laki, baju kurung Teluk Belanga, baju kurung Cekak Musang, celana setengah lutut untuk anak laki-laki. B. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi (i) Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang harus dilengkapi dengan kopiah, kain samping, sepatu atau capal.

Kain samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat, kain tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll.

Pakaian setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti menghadiri perkawinan, acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah atau menghadiri jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan seandainya kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak memakai kopiah dan juga kain samping, maka jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu adat sopan orang Melayu.

Untuk menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau menghadiri Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap berbaju Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harusnya memakai sepatu kulit.

Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahan-bahan yang bagus seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.

Warna baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman kerajaan Melayu pada masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah warna kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para Datuk dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam, sedangkan warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan memakai baju hitam berkain hitam, pakaian demikian adalah hak pemimpin yaitu Raja (Sultan).

Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga selera, asalkan tertib cara memakainya. Cara berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu leher berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah Cekak Musangnya kelihatan lebih rapi.

Pada leher dipasang dua buah butang baju, dan 3 buah butang baju di bagian depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke dada. Perlengkapan lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di kopiah pada upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin Negeri.

Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping yang terpilih, seperti tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll. Sistem memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain dagang dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar.

Mengikat kain tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain: tinggi kain bagi orang dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari di bawah lutut. Kalau orang sudah lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh di bawah lutut. (ii) Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin atau bahan brokat serta bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si pemakai.

Persyaratan baju Melayu kaum perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas baju ini mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu sempit, tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan. Untuk kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain tenun Siak, tenunan Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang bercorak Melayu.

Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas lutut sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara kepala kain diletakkan di muka. Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul Lintang atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain tudung yang seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan setengah resmi ini adalah kain selendang panjang dan sekarang ini kaum wanita yang Islam umumnya menggunakan jilbab.

Memakai perhiasan di dada sesuai dengan kemampuan adat melayu riau bersendikan pemakai. Untuk alas kaki dipakai kasut yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih sesuai dengan selera dan juga disesuaikan dengan suasana waktu siang atau malam, pagi atau sore. C. Pakaian Upacara Adat Yang dimaksud upacara adat adalah suatu kegiatan yang dibuat oleh pemerintah (Kerajaan) antara lain: – Upacara penobatan Raja & Permaisuri, – Upacara pemberian gelar, – Upacara pelantikan Datuk-Datuk, Ketua Adat atau Menteri Kerajaan, – Upacara menjunjung duli, – Upacara menyambut tamu-tamu agung atau tamu-tamu yang dihormati, – Upacara adat menerima anugerah dan persembahan dari rakyat atau dari negara lain yang bersahabat.

Upacara seperti ini diatur oleh Kerajaan di zaman dahulunya, kalau sekarang diatur oleh Pemerintah atau Lembaga Adat Melayu Riau. Warna baju yang dipakai untuk upacara adat adalah warna hitam, berkain samping sesuai dengan tingkat derajatnya, stelan kuning dan stelan hitam adalah kain yang dipakai untuk Sultan atau Pemimpin Negeri. Kalau Sultan dalam upacara adat memakai tanjak hitam, demikian juga kalau memakai warna kuning harus seluruhnya berwarna kuning pula.

Kalau Datuk-Datuk orang besar dalam upacara adat memakai baju berwarna hitam berkain samping apa saja warnanya sesuai dengan seleranya, itulah sebagai pertanda perbedaan pimpinan dan bukan pimpinan. (i) Pakaian adat untuk kaum perempuan Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum perempuan baik muda maupun tua sama saja. Baju yang dipakai adalah baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh, bagi anak gadis baju Kebaya Laboh Cekaka Musang.

Kepala memakai tudung Mente dan memakai tudung Kain Lingkup. Tudung Kain Lingkup apabila masuk ke ruangan kain Tudung Lingkup dilipatkan dipinggang kemudian dijepit dipinggang. Rambut disanggul dengan bentuk sanggul Melayu, seperti sanggul Jonget, sanggul Lintang, dan sanggul Lipat Pandan.

Perhiasan dipakai didada yang disebut dokoh dan gelang serta anting-anting. Warna baju yang dipakai isteri Datuk-Datuk dan Orang Besar adalah warna hitam stelan dan berkain samping atau Tudung Lingkup yang berwarna lain. Warna kuning hanya dipakai oleh Sultan dan Permaisuri atau Pimpinan Tertinggi di daerahnya. (ii) Pakaian adat untuk kaum laki-laki Jenis pakaian dan bentuk baju yang dipakai dalam upacara adat bagi kaum lelaki adalah baju kurung Cekak Musang, tidak dipakai baju kurung Teluk Belanga.

Warna pakaian adat kaum lelaki berwarna hitam dari bahan saten atau bahan sutera dilengkapi dengan perlengkaan sebagai berikut: a. Baju stelan dengan celana panjang sampai ke tumit, b. Kain samping terbuat dari tenunan sendiri, seperti; tenun Siak, Indragiri, tenunan Daek, dll, c.

Tanjak sebagai penutup kepala, d. Bengkung pengikat pinggang, e. Sebilah keris Melayu Sepukal, atau Tuasik atau Tilam Upih, f. Kasut capal atau sepatu.

Untuk Sultan atau Pimpinan Tertinggi memakai baju Cekak Musang berwarna kuning atau hitam satu stel baju, celana dan kain samping. Stelan baju penuh dengan taburan bunga cengkeh, bintang dari ornamen yang ditenun khusus. Sultan memakai tanjak yang bernama Belah Mumbang atau Elang Menyongsong Angin serta bertingkat 3 atau 5.

Biasanya Sultan memakai dua keris, satu yang pendek satu yang panjang, biasanya keris yang panjang dibawa oleh pengawalnya yang sangat dipercaya. Pakaian adat dipakai pada upacara adat seperti penobatan Raja-Raja, pemberian gelar, penyambutan tamu agung, musyawarah besar adat dan upacara adat yang digelar oleh Kerajaan atau Pemerintah. Memakai Bengkung tergantung tingkat seseorang dalam jabatannya di masyarakat adat atau adat melayu riau bersendikan dalam struktur Kerajaan, seperti: Orang Besar Kerajaan, Putera Mahkota, Pangeran, kaum bangsawan, Datuk-Datuk, Datuk Bendahara, Datuk Laksemana, Datuk Panglima, Penghulu, Batin, Tongkat (wakil Batin) dan para pengawal.

Yang memakai selempang dari kanan ke kiri adalah Sultan berwarna kuning, sedangkan para pengawal memakai warna merah diujung lengan dan bengkung serta ikat kepala berwarna merah. Kecuali para pengawal yang mendampingi Sultan kemana saja adalah Hulubalang yang tangguh memakai pakaian hitam berkain samping kain Lejo dan memakai bengkung warna kuning dan memakai les merah.

D. Pakaian Upacara Pengantin (i) Bentuk pakaian pengantin laki-laki orang Melayu Kepulauan atau Pesisir serta orang Melayu Daratan tidaklah berbeda jauh bentuk bajunya berupa baju kurung Cekak Musang atau baju kurung Teluk Belanga, kecuali di daerah Lima Koto Kampar baju pengantinnya berbentuk jubah yaitu baju terusan panjang hingga ke bawah menutup mata kaki.

Perlengkapan pakaian laki-laki sebagai seorang pengantin Melayu adalah: – Baju kurung Cekak Musang dari bahan tenunan satu stelan baju dan celana sama warnanya, – Di kepala memakai Destar berbentuk mahkota dan adakalanya pengantin memakai tanjak, – Memakai Sebai di sebelah bahu kiri, – Memakai kain samping dengan bunga kain ke depan, – Pakai Bengkung, – Pakai Keris, – Pakai kalung panjang di lehernya pertanda ikatan keluarga, – Membawa Sirih Lelat, – Pakai kasut capal atau sepatu kulit.

Pakaian ini dipakai pada upacara langsung dimana pengantin laki-laki turun dari rumah ayah dan bundanya menuju ke rumah pengantin perempuan. Untuk mengikuti acara akad nikah dan acara lainnya pengantin laki-laki memakai baju kurung Cekak Musang yang lengkap dengan memakai kopiah, kadang-kadang kopiah dihias dengan permata, kalau Orang Besar Kerajaan dan orang Bangsawan memakai lambang Kerajaan.

(ii) Pakaian pengantin perempuan Pakaian upacara adat perkawinan bagi pengantin perempuan dalam masyarakat Melayu Riau terdapat beberapa bentuk tergantung pada kegiatan yang akan dilaksanakan, seperti acara malam berinai, uacara akad nikah, acara bersanding, acara mandi damai serta acara berandam. Pakaian pengantin perempuan dalam upacara malam berinai memakai pakaian Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga, memakai hiasan dan perhiasan serta memakai sanggul Melayu.

Pakaian pengantin pada upacara berandam hampir sama dengan memakai pakaian Melayu harian; Kebaya Laboh atau Kebaya Pendek atau baju kurung Teluk Belanga. Rambut disanggul dengan sanggul Lipat Pandan atau sanggul Siput Jonget dihiasi dengan bunga-bunga hidup seperti cempaka, bunga melur dan bunga tanjung.

Muka pengantin dibersihkan dan dicukur bulu romanya, dan dihias adat melayu riau bersendikan keningnya. Setelah berandam dimandikan dengan air tujuh bunga serta memakai kain kemban di dada. Pakaian pengantin pada acara akad nikah berpakaian baju kurung Teluk Belanga atau baju kurung Kebaya Laboh, kepala ditutup dengan hiasan serta memakai tudung Mente. Sedangkan dada diberi perhiasan Dokoh bertingkat, pakai Pending, pakai Sebai di kanan dan duduk di kamar pengantin.

Pakaian pengantin pada upacara langsung atau bersanding : pengantin perempuan memakai pakaian Melayu Kebaya Laboh atau baju kurung Teluk Belanga lengkap dengan atributnya kepala memakai pekakas andam dan di kening diletakkan Ramen perhiasan emas atau dibuat dari tekatan bedang emas, dada dihiasi dengan Dokoh bertingkat, lengan diberi gelang berkepala naga, di lengan bawah memakai gelang patah semat, sedangkan di kaki bergelang kaki berlipat rotan emas.

Di bahu kanan memakai sebai bertekat emas berjurai ke lengan, pada pinggang memakai pending emas, di jari pakai canggai. Canggai hanya terlekat di ibu jari dan di jari kelingking (kedua belah jarinya). Kaki dipakai sepatu tertutup jari berwarna sesuai dengan kehendak pengantin berhak sedang yang disebut selepa. Pakaian waktu mandi damai berpakaian baju kurung Teluk Belanga, baju Kebaya Laboh atau baju Kebaya Pendek yang dibuat khusus untuk upacara mandi damai.

Upacara mandi damai adalah suatu upacara untuk menyatakan syukur bahwa pengantin telah bersatu. E. Pakaian Upacara Keagamaan (Ritual) Pakaian acara keagamaan ini disesuaikan pemakaiannya pada acara kegiatan keagamaan yang akan kita laksanakan atau yang akan kita hadiri. Bagi Pembesar Agama seperti Qodhi, Imam Mesjid memakai jubah berwarna hitam, panjang jubah sampai di mata kaki, kepala memakai terbus dan dibelit dengan kain tipis berwarna putih, biasanya dibuat berwarna merah.

Bilal biasanya memakai jubah berwarna hijau lumut disebelah luarnya sedangkan di dalam tetap memakai baju kurung Cekak Musang dan juga memakai terbus dibalut kain putih tipis. Gharin Mesjid memakai baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kopiah hitam atau kopiah haji dan memakai kain samping pelekat. Sedangkan orang biasa dalam acara agama ada terbagi dua: – Kalau acara resmi dalam rangka kegiatan Hari Raya, pada hari-hari besar agama memakai pakaian baju Melayu lengkap seperti baju Melayu Cekak Musang atau baju Melayu Teluk Belanga, yang disebut baju Melayu Dagang Dalam.

– Untuk pergi sholat Jum’at biasanya boleh memakai baju Melayu harian atau baju Melayu Dagang Luar dengan memakai kain samping kain pelekat dan pakai kopiah, pada umumnya kalau sudah pernah menunaikan ibadah haji bisa memakai kopiah haji.

Demikianlah makalah ini saya buat untuk dimaklumi oleh para peserta seminar, semoga dapat menambah pengetahuan. Makalah yang saya buat sangat sederhana yang merupakan singkatan atau ringkasan yang belum banyak mendapat data karena terbatasnya perpustakaan mengenai tata cara berpakaian orang Melayu Riau.

Sekian dan terima kasih Pekanbaru, 28 Juli 2004 Drs. H. O.K. Nizam Jamil J. Lokomotif No. 15 Sumber: Blog uun-halimah Makalah disampaikan dalam Seminar Pluralitas dan Identitas Melayu dan Festival Seni Tradisi Melayu, 29 Juli s.d. 1 Agustus 2004 di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Recent Comments • Hendra Agnes on Rahasia Huruf "KAF, HA, YA, ‘AIN, SHOD, HA, MIM, ‘AIN, SIN, KHOF" • Ari on Si Pahit Lidah • Harrison Seebaum on Petuah Sultan al-Muazzam Alaauddin Sulaiman Syah tentang Aqidah • SKY777 on Sejarah Azimat "Darkah Ya Ahlal Madinah – Ya Tarim wa Ahlaha" • tujuhsinar on Rahasia Huruf "KAF, HA, YA, ‘AIN, SHOD, HA, MIM, ‘AIN, SIN, KHOF"Secara umum, tingkatan adat dalam konsep Melayu terbagi dalam tiga macam.

Pertama ialah adat yang sebenar adat, adat yang sebenar adat, dan adat yang teradatkan. Ada t yang sebenar adat.

Norma atau hukum yang datang dari Allah yang berlaku terhadap segenap jagat raya ini. Sebagian daripada hukum Allah itu telah wujud sebagai syarak (ajaran Islam). Sebagian lagi menjadi hukum alam itu sendiri. Keberadaan adat yang sebenar adat atau adat yang asli dalam bentuk hukum-hukum alam, tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia. Dengan kata lain tidak akan dapat diganggu gugat, sehingga dikatakan juga tidak akan layu dianjak tidak akan mati diinjak.

Hukum-hukum Allah dan RasuI-Nya sebagai adat yang sebenar adat dalam wujud syarak, jika dirusak oleh manusia, niscaya akan memberi akibat yang fatal, berupa kehancuran kehidupan manusia itu sendiri. Itulah sebabnya pelaku bid’ah atau perusak hukum Allah dan Rasul-Nya diancam dengan azab yang pedih.

Sementara hukum Allah pada jagat raya ini telah memperlihatkan dirinya sebagai sifat-sifat alam semula jadi. Ini disebut juga sunatullah, misalnya adat buluh bermiang, adat tajam melukai, adat air membasahi, adat api hangus, dan seterusnya. Bagi manusia berlakulah hukum alam, adat muda menanggung rindu, adat tua menanggung ragam. Adat yang diadatkan.

Inilah hukum, norma atau adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang kemudian berperanan untuk mengatur lalu lintas pergaulan kehidupan manusia. Meskipun adat yang diadatkan ini merupkan seperangkat norma dan sanksi hasil gagasan leiuhur yang bijaksana, tetapi sebagai karya manusia, tetap rusak (berubah) oleh ruang da.n waktu serta oleh selera manusia dalam zamannya. Itulah sebabnya raeskipun adat rancangan leluhur ini dipelihara dan dilestarikan, tetapi terbuka peluang untuk disisipi, ditambah dan dikurangi, agar tetap dapat menjawab tantangan kehidupan masyarakatnya.

Adapun perancang adat Melayu atau adat yang diadatkan ini, ada beberapa orang yang cukup menarik diperhatikan. Datuk Demang Lebar Daun dan Raja Sang Sapurba telah merancang asas kehidupan kerajaan atau negara Vang berbunyi “Raja tidak menghina rakyat dan rakyat tidak durhaka kepada raja”.

Inilah adat Melayu yang memberi dasar yang kokoh terhadap nilai demokrasi di Riau. Sebab, telah memberikan kedudukan yang seimbang antara pihak pemerintah (Raja) dengan pihak yang diperintah (rakyat). SUSURI JUGA: Inderagiri dan Kisah-kisah Penamaan Datuk Kaya, leluhur Melayu tua Suku Laut, telah membuat adat atau aturan tentang pembagian hasil hutan dan laut. Bagi anak negeri yang mengambil hasil hutan dan laut sebatas keperluan sendiri (tidak diperjualbelikan) tidak ada cukai atau pungutan dari lembaga adat.

Bagi orang luar serta anak negeri yang mengambil untuk diperdagangkan, berlaku adat sepuluh satu. Maksudnya, kalau diambil sepuluh, maka satu diserahkan kepada lembaga adat. Sedangkan terhadap hasil sarang burung layang-layang berlaku undang (adat) sepuluh lima.

Jika diambi sepuluh, lima di antaranya hams diserahkan kepada lembaga adat. Dengan cukai atau pancung inilah lembaga adat mendorong swadaya masyarakat membuat pelantar pelabuhan, jalan sepanjang kampung, membuat masjid, surau dan madrasah, sehingga masyarakat mampu mengurus dirinya sendiri. Datuk Demang Serail leluhur Melayu Petalangan (Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan) membuat adat pembagian hasil madu lebah. yakni ‘dua dua satu’. Dua bagian untuk tukang panjat yang mengambil madu lebah pada pohon sialang, yakni kemantan dan pembantunya.

Dua bagian untuk warga suku di mana ulayat pohon sialang (tempat lebah bersarang) berada dan satu bagian lagi untuk orang patut negeri atau dusun tersebut. Di samping itu, Datuk Demang Serail, juga membuat ketentuan denda terhadap siapa saja yang menebang pohon sialang dengan alasan yang tiada munasabah.

Pelampau itu didenda dengan kain putih sepanjang pohon sialang yang ditebangnya. Datuk Laksamana Raja di Laut, leluhur Kerajaan Siak telah mengatur selat dan laut serta tentang penangkapan ikan terubuk. Selanjutnya, Datuk Perpatih membuat adat mengenai pesukuan, sehingga pewarisan pemangku adat seperti penghulu, monti dan hulubalang, menurut garis suku.

Pusako turun dari mamak, turun kepada kemenakan. Akibatnya nikah kawin berlaku antar suku, sebab pihak yang sesuku dipandang bersaudara. Timbalannya, Datuk Ketumanggungan, membuat asas pergantian pemimpin berdasarkan garis darah (keturunan).

Pusako turun pada adat melayu riau bersendikan, sesuai dengan hukum syarak. Sementara itu Datuk Bisai leluhur Melayu Kuantan Singingi membuat adat beternak dan beladang, sehingga antara peternak dan peladang tidak terjadi persengketaan, tapi menjadi harmonis dan saling menguntungkan. SUSURI JUGA: Gandulo Dt Tabano, Tokoh Adat Pejuang Kemerdekaan Dalam jagad Melayu di Riau, adat yang sebenar adat telah menjadi tumpuan dari adat yang diadatkan, sehingga terbentuklah pandangan hidup yang sejati dalam rangkai kata adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.

Disingkat dalam rangkai kata yang piawai adat bersendi kitabullah. Bingkai ini dapat pula dipandang sebagai paduan antara konsep adat Datuk Perpatih (yang menekankan adat yang diadatkan) dengan asas adat Datuk Ketemenggungan (yang lebih menekankan pada adat yang sebenar adat). Paduan ini amat indah, sebenarnya Datuk Perpatih melihat adat dalam kenyataan kehidupan manusia, sementara Datuk Ketemenggungan melihat adat dari sudut hakekatnya di sisi Tuhan.

Bingkai ini memperlihatkan lagi kepiawaian manusia harus berpijak pada panduan Allah dan Rasul-Nya. Sebab manusia yang sejati tidak dapat hidup hanya dengan hukum (adat) buatan manusia saja. Manusia yang sejati adalah manusia yang beragama, yakni yang menyembah Tuhannya.

Bingkai pandangan hidup jagad Melayu di Riau ini hendak menegaskan bahwa hukum buatan manusia tidak bernilai jika tidak bersandar kepada hukum Allah. Sebab hukum sebagai manifestasi kebenaran hendaklah merujuk kepada kebenaran di sisi Allah.

Jika tidak akan tertolak, karena kebenaran itu semata-mata datang dari Allah. Adat yang teradat. Konvensi masyarakat atau adat melayu riau bersendikan hasil musyawarah yang kemudian dikokohkan menjadi adat atau aturan. Adat yang teradat lebih banyak merupakan aturan budi pekerti sehingga membuat penampilan manusia yang berbudi bahasa. Adat yang teradat telah dipelihara dari zuriat (generasi) kepada zuriat berikutnya, sehingga menjadi resam (tradisi) budi pekerti orang Melayu.

Adat yang teradat dapat dikesan dari aturan panggilan dalam keluarga, masyarakat dan kerajaan, seperti misalnya panggilan ayah, bapak, ibu, emak, abang, kakak, puan.

tuan, encik, tuan guru, engku, paduka, datuk, nenek, dan nenek moyang. Etika berkomunikasi juga temasuk pada adat yang teradat. Dalam sopan santun komunikasi paling kurang ada 4 panduan atau aturan, yakni kata mendaki, melereng, mendatar, dan menurun.

Kata mendaki, yakni adab bertutur terhadap orang tua-tua yang harus dihormati dan disegani. Kata-kata yang dipakai hendaklah terkesan meninggikan martabat atau dengan gaya menghormati.
• Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik adat melayu riau bersendikan Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Adat melayu riau bersendikan • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • TERBARU • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT Konten Terkait • Masjid Jamik Sultan Lingga Khazanah Dunia Melayu • Roti Jala Khas Melayu, Penyemarak Sajian Lebaran • Bahasa Indonesia Lebih dari Sekadar Bahasa Melayu • Budaya Lisan Budaya Indonesia • Menelisik Eksistensi Budaya Lokal di Era Disrupsi Digital • Berpantun Menyampaikan Salam Aidil Fitri Khas Melayu Riau Pada era globalisasi ini budaya Melayu Riau mulai pudar karena mendapat pengaruh dari luar.

Seperti Langgam Melayu, merupakan kesenian bernyanyi yang pernah popular di era tahun 80-an, namun perlahan-lahan mulai terkikis. Maka dari itu hal yang perlu diperhatikan dalam membina budaya yaitu adanya sifat positif masyarakat Melayu terhadap budaya sendiri, sikap positif itu ialah: • kebanggaan terhadap Budaya Melayu Riau • setia terhadap Budaya Melayu Riau • sadar akan fungsi dan makna akan budaya tersebut Masyarakat Melayu Riau sendiri masih memegang adat dengan teguh.

Pengaruh adat terasa dalam sikap dan perilaku sebagian besar masyarakat terutama di daerah pedesaan dan pedalaman. Adat Melayu Riau adalah adat yang bersendikan Syariat Islam. Islam dan adat Melayu saling mempengaruhi yang kemudian membentuk satu budaya baru yang salah satunya tercermin dalam pakaian yang dikenakan. Terdapat larangan dalam berpakaian yaitu: • larangan membuka aurat : Perilaku orang yang memakai pakaian yang tidak menutupi auratnya itu sangatlah di celah dan di pantangkan baik oleh agama Islam maupun oleh adat resam Melayu yang mengacu kepada Agama Islam.

• larangan terlalu tipis : Orang tua mengatakan semakin tipis bajunya, semakin tipis imannya. Dalam ungkapan adat dikatakan "Apabila berkain baju terlalu tipis, di situlah tempat setan dan iblis, "atau dikatakan, "Apabila memakai baju terlalu jarang, malu tak ada aib pun hilang, "atau dikatakan, "Sesiapa memakai tembus mata, tanda dirinya di dalam nista".

• larangan terlalu ketat : Ungkapan adat mengatakan, "Apabila memakai terlalu ketat, agamanya hilang binasa adat", atau dikatakan, "Sesiapa berbaju terlalu sempit, imannya malap jiwanya sakit". Ungkapan Selanjutnya menegaskan, "Tanda melayu memegang adat, pantang sekali berbaju ketat", atau dikatakan, "Tanda orang teguh beriman, pakaian sempit dia jauhkan".

• larangan memandai-mandai : Yang dimaksud dengan Pantangan Memandai-mandai adalah pantang membuat ataupun memakai pakaian dengan sesuka hati semata-mata tanpa memahami dan memperdulikan larangan dan ketentuan adat-istiadat yang berlaku. Tidak hanya itu Budaya Melayu juga dapat dibina dan dikembangkan melalui Pendidikan, misalnya dengan memasukkan Budaya Melayu ke dalam kurikulum.

Bahasa Melayu penting artinya bagi orang Melayu, Bahasa tersebut dipandang juga sebagai cerminan budi pekerti. Oleh karena itu, Bahasa dan Budaya Melayu Riau perlu dibina dan dikembangkan.

Pengaruh asing boleh saja masuk, namun jangan sampai menghilangkan identitas. Karena Bahasa Melayu Riau merupakan Bahasa Nasional yakni Bahasa Indonesia.
Oleh : Said Barakbah Ali (Pengurus Lembaga Adat Melayu Kepri, Bidang Penelitian/Pengkajian/Penulisan Adat dan Budaya Melayu) Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi termuda di antara 34 Provinsi yang ada di NKRI. Provinsi Kepulauan Riau lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 2002 Nomor III, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, nomor 4237).

Provinsi ini terdiri dari: 1. Kota Tanjungpinang. 2. Kota Batam. 3. Kabupaten Bintan. 4. Kabupaten Karimun. 5. Kabupaten Natuna. 6. Kabupaten Lingga. 7. Kabupaten Anambas. Sejatinya Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tidak akan terlepas dari masa lalu. Sejarah kesultanan Melayu Lingga-Riau akan lebih memberikan informasi yang terang mengenai perjalanan Kepri. Apabila kita melihat faktor historis, melihat pula kebesaran orang Melayu, melihat kembali ruang kuasa orang Melayu, melihat jelas cikal bakal kebudayaan orang Melayu.

ebesaran Melayu masa lalu mewariskan nilai-nilai berkualitas tinggi. Nilai-nilai tersebutlah yang menjadi akar budaya masa kini. Sebagai contoh Bahasa Indonesia adalah buah budaya yang berkembang dari budaya Melayu yang merembes, memasuki komunikasi internasional sebagai lingua franca dan menjadi kokoh sebagai bahasa umumnya dipakai di Nusantara ini, dulu hingga sekarang.

Kepri terkenal dengan nama ”SegantangLada”, terdiri dari beribu-ribu pulau. Luas laut lebih luas dari luas daratan. Bermacam-macam budaya tersebar luas di Kepri, lain lalang lain belalang, lain lubuk lain ikan, akhirnya ikan tergulai dalam belanga.

Sempena menyatukan ragam budaya inilah Kepri membentuk suatu lembaga yang dinamakan Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau, yang lahir pada 29 Juni 2006. Mukaddimah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepri menyatakan pembangunan suatu bangsa dan keberhasilannya haruslah berdasarkan kepada budaya bangsa itu sendiri. Kepri yang mempunyai kekayaan adat resam Melayu yang bersandikan syarak dan nilai-nilai luhur budaya, norma-norma sosial dalam masyarakat dijadikan adat sebagai kehidupan pribadi, kedudukan terhormat dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.

Adat bukan saja membentuk kepribadian akan tetapi lebih dari itu. Adat mampu mewujudkan keamanan dan ketertiban, kedamaian, dan kesejahteraan. “tak ada kusut yang tak terselesaikan tak ada keruh yang tak terjernihkan” (perilaku adat dalam menyelesaikan permasalahan) “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” (menyelesaikan masalah tanpa masalah) “sakit jenguk menjenguk, senang jelang menjelang” (tercipta semangat gotong royong) “senasib sepenanggungan, senasib semalu” (mengokohkan persatuan dan kesatuan, rasa adat melayu riau bersendikan dan bertanggung jawab) “kecil menjadi tuan rumah, besar menjadi tuah negeri” “cerdik menjadi penyambung lidah, berani menjadi pelapis” “pandai tempat bertanya, alim tempat bertuah” “muda menjadi contoh, tua menjadi teladan” “budaya menjadi ikutan, bahasanya menjadi pegangan” Sadar akan tugas, tanggung jawab, dan kedudukan sebagai warga negara, menjunjung tinggi marwah untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, demi terwujudnya ketahanan, menyambut Melayu Kepri menghimpun diri dalam LAM.

Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau merupakan suatu lembaga (badan) organisasi yang bermaksud melakukan sesuatu menurut kebiasaannya. Kebiasaan resam Melayu paling kurang ada 4 macam konsep atau pengertian adat (UU Hamidy dalam Jagad Melayu Dalam Lintasan Budaya di Riau), dan hasil wawancara dengan Datok Sri Setia Amanah H Abdul Razak AB, Ketua Umum Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepri.

Pertama ialah Adat yang Sebenar Adat Adat yang asli, yakni adat, norma atau hukum yang datang dari Allah yang berlaku terhadap segenap jagad raya ini. Sebagian daripada hukum Allah itu telah wujud sebagai syarak (ajaran Islam). Sebagian lagi menjadi hukum alam itu sendiri. Keberadaan adat yang sebenar adat atau adat yang asli dalam wujud syarak (hukum yang bersendi kepada agama Islam) jika dirusak oleh manusia, niscaya akan menerima akibat yang fatal, berupa kehancuran.

Dalam bentuk hukum-hukum alam tidak dapat diubah oleh akal pikiran dan hawa nafsu manusia. Pelaku bidah atau perubahan ajaran agama Islam, ajaran yang menyalahi ajaran yang benar diancam dengan azab. Sedangkan hukum alam itu sendiri telah memperlihatkan adat sebagai sifat-sifat akan yang semula, misalnya: Adat buluh bermiang, Adat tajam melukai, Adat air mambasahi, Adat api menghangus Ada hukum alam yang berbunyi: “adat muda menanggung rindu, adat tua menanggung ragam” Kedua ialah Adat yang Diadatkan Adat ini adalah adat buah pikiran leluhur manusia yang piawai, yang berperan mengatur kehidupan manusia.

Adat ini sewaktu-waktu bisa berubah oleh ruang dan waktu serta tergantung selera manusia pada zamannya. Perancang adat Melayu yang diadatkan ini satu diantaranya adalah Datuk Demang Daun Lebar yang telah merancang asas kehidupan kerajaan atau negara. “Raja tidak menghina rakyat dan rakyat tidak durhaka kepada raja” Adat ini telah memberikan kedudukan yang seimbang antara pihak pemerintah (raja) dengan pihak yang diperintah (rakyat).

Dengan kata lain adat Melayu ini yang member dasar yang kokoh terhadap nilai demokrasi. Contoh adat yang diadatkan dalam masyarakat Melayu dan sampai saat ini masih digunakan di Kabupaten Lingga. Adat adat melayu riau bersendikan bernama ”berawah”, misalnya, seorang peternak yang tidak adat melayu riau bersendikan ternak (ayam, kambing).

Dia menawarkan diri untuk memelihara ternak tersebut kepada peternak yang mempunyai ayam, kambing. Hasilnya dibagi (dua satu). Artinya yang mempunyai ayam apabila beranak mendapat satu ekor. Sedangkan yang meminjam ternak mendapat dua ekor. Inilah yang dinamakan adat yang diadatkan dengan istilah ”berawah”.Adat yang diadatkan ini merupakan dasar-dasar hukum rancangan leluhur.

Sebagaimana ditulis Tenas Effendy dalam Tunjuk Ajar Melayu tahun adat melayu riau bersendikan. kalau hidup hendak selamat peliharalah laut dengan selat peliharalah tanah berhutan lebat di situlah terkandung rezki dan rahmat di situlah terkandung tamsil ibarat di situlah terkandung aneka nikmat Ketiga adalah Adat yang Teradatkan Bentuk adat ini berupa konvensi masyarakat atau keputusan hasil musyawarah yang kemudian dikokohkan menjadi adat atau aturan.

Salam kehidupan sehari-hari adat yang teradat ini merupakan aturan budi pekerti yang berbudi bahasa. Misalnya terdapat dalam hubungan kekeluargaan, panggilan ayah, ibu, bapak, emak, abang, kakak, puan, tuan, encik, engku, paduka, datuk, hamba, amengku dll.

Adat yang teradatkan ini berhubungan dengan budi pekerti. Nilai-nilai budi pekerti diungkapkan Abdul Malik, mempunyai nilai-nilai luhur dan khazanah bahasa Melayu mencakup beberapa hal (Abdul Malik, Nilai-Nilai Budi Pekerti). Misalnya, nilai ketuhanan, nilai kejujuran, nilai toleransi, nilai disiplin, nilai kerja keras, nilai kreatif, nilai demokratis, nilai cinta tanah air, nilai menghargai prestasi, nilai peduli sosial. Ada pula nilai-nilai murni yang universal yang diamalkan masyarakat, sebagaimana diungkapkan oleh Prof Datuk Wira, Dr Abdul Latif Bin Abu Bakar, Budi Pekerti sebagai Teras jati diri Melayu, misalnya amanah, tanggung jawab, ikhlas, benar, sederhana, tekun bersih, berdisiplin, bekerja sama, berpribadi mulia, bersyukur, bermufakat, bertoleransi, bertimbang rasa, bersatu padu, beretika, tidak mementingkan diri sendiri, dan tiada perasaan curiga/syak wasangka.

tanda orang berbudi pekerti merusak alam dia jauhi Keempat adalah Adat Istiadat Bentuk adat yang satu ini merupakan ketentuan yang berlaku seharusnya dilakukan dalam masyarakat.

Biasanya adat ini terjadi hubungan antara manusia dengan alam. Misalnya, kalau kita menebang pohon harus diganti dengan pohon. Kalau memelihara ternak harus dibuat kandang, jika membuat tiang sebuah rumah, pangkalnya yang harus ditanam. Apabila masuk ke dalam hutan berjumpa dengan harimau harus menyebut datuk.

Berjumpa dengan ular, disebut akar, dll. Dalam resam melayu, adat yang sebenar adat menjadi adat melayu riau bersendikan dari adat yang diadatkan, adat yang teradat, dan adat istiadat. Akhirnya terbentuklah pandangan hidup dalam rangkaian kata “Adat Bersendikan Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah.” Adat istiadat ini adalah tradisi memelihara alam. apabila rusak alam lingkungan di situlah punca segala kemalangan musibah datang berganti-gantian celaka melanda tak berkesudahan hidup sengsara binasalah badan cacat dan cela jadi langganan hidup dan mati jadi sesalan kalau terpelihara adat melayu riau bersendikan sekitar manfaatnya banyak faedahnya besar di situ dapat tempat bersandar di situ dapat tempat berlegar di situ dapat membuang lapar di situ adat dapat didengar di situ kecil menjadi besar di situ sempit menjadi lebar tanda orang memegang adat alam dijaga petuah diingat.

adat melayu riau bersendikan

***
Ajaran dan syariat agama Islam menjadi bagian yang paling utama termasuk pada upacara sakral helat pernikahan, sehingga disebut Adat Melayu bersendikan Syarak, Syarak bersendikan Kitabullah.

Oleh karena itu senarai pernikahan ini memaparkan susur galur adat istiadat pernikahan atau perkawinan masyarakat melayu yang mengarah kepada kepentingan upacara protokoler. Adapun tahapan - tahapan yang dilalui pada upacara adat pernikahan Melayu Riau ini antara lain : Sebelum zaman kemajuan seperti sekarang ini, pergaulan wanita dengan laki-laki tidaklah terbuka dan satu sama lain.

Mereka dibatasi oleh adat budaya Melayu yang telah mengatur itu semua dan didukung oleh masyarakat sezamannya itu. Sehingga dalam mencari jodoh haruslah melalui para orang tua dan sianak cukup menyampaikan keinginannya kepada kedua orang tua. Jika seorang pemuda merasa tertarik akan seorang gadis, maka ia akan menyampaikan kepada kedua orang tuanya, dang tua tersebut harus mencari thu akan keadaan sigadis yang dimaksudkan oleh sipemuda, Untuk mencari tahu tentang keadaan sigadis, maka ia ditunjuklah seorang yang dopercaya untuk mencari tahu tentang keadaan sigadis tersebut.

Maka si perantara tersebut akan melakukan penyelidikan tentang keadaan si gadis tersebut mengenai : Setelah pihak lelaki semufakat untuk menjodohkan anak lelakinya dengan sigadis yan telah disepakati, maka dikirimlah perutusan kerumah si gadis untuk meminang atau melamar si gadis secara resmi.Perwakilan terdiri dari beberapa orang yang dituakan dan seorang juru bicara.Supaya pihak wanita tidak merasa dikejutkan atas kedatangan ini.Pada pertemuan ini pihak lelaki menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannnya, yang dijawab oleh pihak wanita.

Pada pelaksanaan peminangan ini adakalanya pihak wanita tidak langsung adat melayu riau bersendikan atas pinangan ini, melainkan meminta waktu adat melayu riau bersendikan hari untuk menjawabnya dan kepada pihak lelaki diminta datang kembali pada hari yang ditentukan, dan sebaliknya ada pula jawaban diberikan pada saat peminangan itu.Jika jawaban diberikan beberapa hari kemudian, ini menandakan bahwa pihak wanita ingin bermufakatdulu dengan pihak keluarga dan juga ingin pula terlebih dahulu mengetahui tentang anak lelaki yang akan dijodohkan dengan anak gadisnya.

Tentu mereka juga akan merisik terlebih dahuli tentang lelaki tsb. Upacara meng antar belanja adalah kedatangan perutusan keluarga calon pengantin lelaki kerumah calon pengantin wanita untuk menyerahkan uang belanja sebagai bantuan untuk biaya pelaksanaan upacara pernikahan dengan jumlah yang disesuaikan dengan kesangguapan calon pengantin lelaki.

Mengantar uang belanja ini dilengkapi pula dengan bahan pengiring berupa berbagai barang-baran keperluan calon pengantin wanita yang juga disesuaikan dengan kemampuan pihak lelaki.

Menurut kebiasaannya barang-barang antaran ini disamping sejumlah uang juga disertakan barang-barang seperti : Penyampaian uang hantaran beserta barang-barang pengiringnya ini disampaikan dalam suatu upacara khusus dan lazimnya disampaikan melalui juru bicara dari masing-masing pihak dalam bentuk pantun yang diawali dengan tukat menukar tapak sirih yang berisi lengkap, sebagai tanda kesucian hati dari kedua belah pihak.

Setelah pihak wanita menerima menerima antaran belanja maka mulailah mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi hari perkawinan, seperti membersihkan dan merapikan rumah, melengkapi peralatan yang kurang, mempersiapkan rencana kerja pelaksanaan hari perkawinan dsb. Sehingga sampailah saat hari pelaksanaan. Tabir belang digantung pada 4 sisi pelaminan dan dilengkapi dengan tabir gulung dan tabir jatuh serta tabir perias yang dipasang pada bagian atas tabir belang.Warna tabir belang diatur dimulai dari kuning, hijau dan merah.

Dibagian tingkat pelaminan dipasang susur bertekat dan dikiri kanan tempat duduk pelaminan dipasang bantal papan dan bantal susun (bantal kopek).

Variasi lainnya berupa kelambu memakai kain yang indah dengan warna yang cocok dan serasi, namun tetap sederhana dan titik norak dengan segala yang berkilat. Karena pelaksanaan berinai ini dilakukan pada malam hari dan sebagian dari inai dirumah pengantin wanita diambil secara diam-diam (dicuri) maka acra ini disebut Malam Berinai Curi.Malam berinai ini dilakukan sekira 3 hari menjelang hari pernikahan atau perkawainan.

Kegiatan pada malam berinai ini diawali oleh Mak Andam mempersiapkan peralatan untuk berinai. Adapun berandam ini hakekatnya mencukur bulu roma diwajah sekaligus membersihkan muka, membetulkan alis dan anak rambut baik dibagian muka maupun dibagian belakang tengkik.

Makna yang terkandung dalam upacara berandam ini tiada lain adalah untuk pembentukkan keindahan lahiriah guna perwujudan kecantikan bathiniahnya. Upacara Akad nikah adalah upacara keagamaan yang sakral yang menentukan syah tidaknya suatu perkawinan dimana seorang ayah akan melepaskan tanggung jawab terhadap anak perempuannya kepada seorang perjaka yang akan menjadi suami dihadapan Kadhi Nikah dan saksi-saksi sesuai hukum syarak dan qur'an.Kata-kata penyerahan dari si ayah disebut Ijab, sedangkan kata jawaban dari siperjaka pengantin lelaki disebut Kabul.

Dan upacara ini dilakukan di rumah pengantin wanita. Setelah Ijab Kabul dilanjutkan dengan pengantin lelaki menyembah orang tua pengantin wanita dan orang tua-tua yang patut menurut adat dan lembaganya.Pada acara penyembahan ini terkandung makna untuk memohon keampunan dari kedua orang tua dan keikhlasan menerima kehadiran anak menantunya kedalam keluarga mereka.Seterusnya setelah akad nikah maka si pengantin mestilah: Setiap remaja putri akan naik pelaminan melangsungkan pernikahannya, maka sesudah akad nikah akan dilakukan upacara berkhatam al-qur'an yang berarti telah menamatkan pelajaran mengaji kitab Suci Adat melayu riau bersendikan dan siap mengarungi dunia luas guna mencari bekal akhirat kelak karena telah dibekali dengan pengetahuan agama untuk hidup berumah tangga.

• ► 2021 adat melayu riau bersendikan • ► January (1) • ► 2020 (54) • ► December (54) • ► 2018 (32) • ► January (32) • ► 2017 (12) • ► December (12) • ▼ 2016 (199) • ► June (94) • ► May (56) • ▼ January (49) • SEJARAH ASAL USUL NAMA SIAK • Objek Wisata Berbasis Budaya Melayu di Pekanbaru • KOLONI AUSTRALIA SELATAN • SEJARAH KEBEBASAN PERS DI AUSTRALIA • Islam di Spanyol dan pengaruh terhadap Renaisans d.

• PERKEMBANGAN POLITIK LUAR NEGERI AUSTRALIA • Sombah Nasi Perkawinan Adat Kuantan ( Pangean ) • JEPANG DI ASIA TIMUR • Keterlibatan Australia dalam PD I dan II • SEJARAH KOTA PEKANBARU SERTA DINAMIKA MASYARAKAT K. • SEJARAH KERAJAAN RIAU- LINGGA KEPULAUAN RIAU • ASAL USUL KOTA PELALAWAN • LAHIRNYA COMMONWEALTH OF AUSTRALIA • Sejarah Kepempimpinan Soeharto Pada masa Orde Baru • SENI TRADISI DAN BUDAYA MASYARAKAT ROKAN HULU • Sejarah Terbentuknya Kabupaten Indragiri Hulu sert.

• RAGAM SENI BUDAYA MELAYU DAN PENINGGALAN SEJARAH M. • BUDAYA TRADISIONAL MELAYU DUMAI • Amerika Latin dan Peradaban Andea 1428-1519 • Australia, dari naungan Inggris ke naungan Amerika. • AUSTRALIA MENUJU DEMOKRASI • TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN AUSTRALIA MENUJU NEGARA D.

• ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU • Koloni-Koloni Inggris Di Australia • GOLD RUSH DAN IMPLIKASINYA DI AUSTRALIA TAHUN 1851. • KEBUDAYAAN ROKAN HILIR • Adat melayu riau bersendikan Koloni Australia Barat • PEMBENTUKAN KOLONI-KOLONI DI AUSTRALIA • GERAKAN 30 SEPTEMBER 1945 PKI • KERAJAAN KUNTO DARUSSALAM SEBELUM KEDATANGAN JEPAN. • Tradisi Kebudayaan Agraris dalam Proses Penanaman . • SEJARAH PERAHU BAGANDUANG • KEKUASAAN BANGSA-BANGSA BARAT DI INDONESIA • Adat Istiadat Perkawinan Masyarakat Melayu di Wila.

• TARI RENTAK BULIAN ADALAH BUDAYA MELAYU INDRAGIRI . • Latar Belakang Pembentukan Koloni Queensland, Aust. • PENJAJAHAN JEPANG DI INDONESIA • FASIS BENITO MUSSOLINI SETELAH MUNDURNYA RAJA VICT. • GEJOLAK EROPA PADA PERANG DUNIA II • SEJARAH KERAJAAN Adat melayu riau bersendikan, 1347–1825 • SEJARAH PELAYARAN BANGSA INGGRIS KE BENUA AUSTRALIA • Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Sosial-Buda. • Sejarah Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politi. • SEJARAH DAN BUDAYA MELAYU KOTA TANJUNGPINANG • Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin ( Dekrit Presid.

• Kesultanan Inderagiri Zaman Belanda • Tata Upacara Adat Perkawinan Melayu Riau • JEJAK PENYEBARAN ISLAM DI AUSTRALIA • ISLAM DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH • ► 2015 (375) • ► December (99) • ► November (41) • ► October (13) • ► June (173) • ► May (18) • ► March (6) • ► February (2) • ► January (23) • ► 2014 (319) • ► December (113) • ► November (31) • ► October (10) • ► September (3) • ► July (32) • ► June (81) • ► March (29) • ► January (20) • ► 2013 adat melayu riau bersendikan • ► December (43) • ► November (26) • ► October (129) • ► September (59) • ► July (117)

#melayu #riau #adat Majelis Pengukuhan MKA dan DPH Lembaga Adat Melayu RIau Masa Khidmat 2022-2027 M




2022 www.videocon.com