Asas the basic of presence

asas the basic of presence

PENJELASAN ATAS UNDANG PENJELASAN Asas the basic of presence UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK I. UMUM Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.

Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.

Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik.

asas the basic of presence

Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet.

Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic asas the basic of presence telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi. Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum.

Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas. Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal.

Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.

asas the basic of presence

Pasal 2 Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.

Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3 "Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga asas the basic of presence mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat 1 Cukup jelas. Ayat 2 Cukup jelas. Ayat 3 Cukup jelas. Ayat 4 Huruf a Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.

Huruf b Cukup jelas. Pasal 6 Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7 Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi: a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara; b.

informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa. Pasal 10 Ayat (1) Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang.

Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik.

Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Ayat (2) Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas.

Pasal 14 Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informaisi yang minimum harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik. Pasal 15 Ayat (1) "Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya. "Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik. "Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.

Ayat (2) "Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).

Ayat asas the basic of presence Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan asas the basic of presence atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.

Ayat (4) Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Ayat (5) Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional.

Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness). Pasal 19 Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20 Ayat (1) Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password). Ayat (2) Cukup jelas.

Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).

Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain", misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3) Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.

Pasal 24 Cukup jelas.

asas the basic of presence

Pasal 25 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 26 Ayat (1) Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights).

Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut: a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan. b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai. c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Asas the basic of presence jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan: a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau b.

sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Ayat (3) Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.

Huruf i Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.

asas the basic of presence

Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas.

Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk: a.

mewakili korporasi; b. mengambil keputusan dalam korporasi; c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi; d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843 Banyak orang yang menganggap bahwa mahasiswa hukum harus hafal pasal-pasal yang ada di asas the basic of presence perundang-undangan.

Penulis kurang setuju dengan anggapan ini, karena ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan bisa diganti atau diubah dengan ketentuan yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.

Daripada menghafal pasal-pasal, akan lebih baik bila kita memahami asas-asas hukum, karena asas-asas hukum inilah yang menjadi dasar dari pembentukan peraturan perundang-undangan.

10. Asas-Asas Hukum Agraria Pengertian Asas Hukum Sebelum membahas mengenai asas-asas hukum yang berlaku, terlebih dahulu penulis akan uraikan mengenai pengertian asas hukum.

Pengertian asas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Kamus Besar Bahasa Indonesia memuat tiga pengertian asas, yaitu: • Dasar, alas, pedoman, misalnya batu yang baik untuk alas rumah. • Suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir asas the basic of presence dan sebagainya); misalnya: bertentangan dengan asas-asas hukum pidana; pada asasnya yang setuju dengan usul saudara. • Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan negara dan sebagainya); misalnya: membicarakan asas dan tujuan.

Pengertian asas yang relevan dengan pembahasan ini adalah pengertian yang kedua, yaitu suatu kebenaran yang menjadi pokok atau tumpuan berpikir. Pengertian asas hukum menurut para ahli Pengertian asas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut sejalan dengan beberapa pengertian asas hukum yang disampaikan oleh para ahli berikut: Belleford Menurut Belleford asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.

Asas hukum umum merupakan pengendapan dari hukum positif. P Scholten Scholten berpendapat bahwa asas hukum adalah kencenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum yang merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan hukum, tetapi tidak boleh tidak harus ada.

Elkema Hommes Hommes berpandangan bahwa asas hukum bukanlah norma-norma hukum konkret, tetapi landasan yang kuat dan paling luas bagi lahirnya peraturan hukum yang berlaku.

Asas hukum adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Satjipto Rahardjo Pengertian asas hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas hukum merupakan jantung dari peraturan hukum karena asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.

Melalui asas hukum peraturan-peraturan berubah sifatnya menjadi bagian dari suatu tatanan etis. Van der Velden Asas hukum adalah tipe putusan tertentu yang dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas satu nilai atau lebih yang menentukan situasi yang bernilai yang harus direalisasi.

Mohammad Daud Ali Asas hukum menurut Mohammad Daud Ali adalah kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.

Misalnya asas hukum pidana menjadi tolok ukur dalam pelaksanaan hukum pidana. Abdul Kadir Besar Menurut Abdul Kadir Besar asas hukum adalah pangkal tolak daya dorong normatif bagi proses dinamik pembentukan hukum yang tidak terjangkau oleh segala pengaruh dari luar dirinya yang merupakan dasar normatif pembentukan hukum.

asas the basic of presence

Asas hukum merupakan konsep-konsep pembimbing bagi pembentukan hukum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dikonkretkan dalam bentuk norma. Moh.

Asas the basic of presence Koesnoe berpendapat bahwa asas the basic of presence hukum merupakan pokok ketentuan atau ajaran yang berdaya cukup menyeluruh terhadap segala persoalan hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan. Asas hukum juga berlaku sebagai dasar dan sumber material ketentuan hukum yang diperlukan. A. A. Oka Mahendra Pengertian asas hukum menurut Mahendra adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum yang mengandung nilai-nilai moral dan etis.

Asas hukum menjadi petunjuk arah bagi pembentukan hukum yang memenuhi nilai-nilai filosofis yang berintikan rasa keadilan dan kebenaran, nilai-nilai sosiologis yang sesuai dengan tata nilai budaya yang berlaku di masyarakat dan nilai yuridis yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan beberapa pengertian asas hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa asas hukum merupakan aturan dasar dan prinsip-prinsip yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum.

Asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan konkret yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang menjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkret tersebut.

Asas hukum menjadi pikiran dasar peraturan konkret yang tersirat dalam kaidah atau peraturan hukum konkret. Asas hukum bukan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya.

Asas hukum yang memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum, sehingga untuk bisa memahami hukum suatu bangsa, maka kita perlu menggalinya sampai kepada asas-asas hukumnya, bukan sekadar melihat peraturan-peraturan hukumnya saja. Asas-Asas Peraturan Perundang-Undangan Berikut ini beberapa asas peraturan perundang-undangan, yaitu: • Asas setiap orang dianggap telah mengetahui undang-undang setelah diundangkan dalam lembaran negara.

• Asas non retroaktif, yaitu suatu undang-undang tidak boleh berlaku surut. • Lex specialis derogat legi generali, berarti undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum. • Lex posterior derogat legi priori, yaitu undang-undang yang lama dinyatakan tidak berlaku apabila ada undang-undang baru yang mengatur hal yang sama. • Lex superior derogat legi inferior, artinya peraturan yang lebih tinggi derajatnya mengesampingkan peraturan yang derajatnya di bawahnya.

• Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Ini berarti siapapun tidak boleh melakukan uji materiil atas isi undang-undang kecuali oleh Mahkamah Konstitusi. Asas-Asas yang Dianut dalam Undang-Undang Dasar 1945 Asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari: • Asas kekeluargaan yang diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

• Asas kedaulatan rakyat, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. • Asas pembagian kekuasaan, dimana kekuasaan dibagi atas kekuasaan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), kekuasaan eksekutif (Pemerintah) dan kekuasaan yudikatif (Kehakiman). • Asas negara hukum dengan prinsip Rule of Law. Ciri-cirinya meliputi pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan legalitas dalam segala bentuknya.

• Asas kewarganegaraan yang terdiri dari: • Ius Sanguinis yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan atas keturunan/pertalian darah.

asas the basic of presence

• Ius Solli yang menetapkan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat/negara kelahiran. Asas-Asas yang Berlaku dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Hukum pdana merupakan hukum yang mengatur mengenai pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum, dimana pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukuman berupa penderitaan atau siksaan bagi pelakunya, sedangkan hukum acara pidana berisi peraturan yang mengatur cara alat-alat perlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan, memeroleh keputusan pengadilan, serta oleh siapa keputusan pengadilan tersebut harus dilaksanakan apabila ada seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan pidana.

Ada beberapa asas yang menjadi pokok dari hukum pidana dan hukum acara pidana, seperti asas legalitas, asas culpabilitas, asas presumption of innocence, asas persamaan di muka hukum, serta asas-asas lain yang selengkapnya bisa dibaca di artikel Asas-Asas dalam Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.

Asas-Asas dalam Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata Hukum perdata adalah hukum yang terdiri dari berbagai aturan yang mengatur mengenai tingkah laku setiap orang yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang timbul asas the basic of presence pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga, sedangkan hukum acara perdata berisi aturan-aturan mengenai cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.

Hukum perdata dan hukum acara perdata dilandaskan pada beberapa asas seperti asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, asas konsensualitas, asas actio pauliana, serta berbagai asas lainnya yang dirangkum dalam artikel Asas-Asas dalam Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Asas-Asas dalam Hukum Tata Negara Berikut ini beberapa asas dalam hukum tata negara: • Asas ius sanguinis, merupakan asas untuk menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan pertalian darah atau keturunan dari orang yang bersangkutan.

• Asas ius soli, adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat/negara di mana orang tersebut dilahirkan.

• Asas bipatride, yaitu asas di mana seseorang dimungkinkan mempunyai kewarganegaraan rangkap. • Asas apatride, berarti seseorang yang sama sekali tidak memiliki kewarganegaraan.

• Asas desentralisasi, adalah asas di mana urusan pemerintahan yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan wewenang pemerintah daerah yang bersangkutan. • Asas dekonsentralisasi, adalah asas dimana urusan pemerintah pusat yang tidak dapat diserahkan kepada pemerintah daerah dilakukan oleh perangkat pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan.

• Asas medebewind, berarti tugas pembantuan, yakni penentuan kebijaksanaan perencanaan dan pembiayaan tetap di tangan pemerintah pusat, tetapi pelaksanaannya ada pada pemerintah daerah. • Asas welfare state atau negara kesejahteraan, merupakan asas dimana pemerintah pusat bertugas untuk asas the basic of presence keamanan dalam arti yang seluas-luasnya dengan mengutamakan kesejahteraan rakyat. • Asas prior restraint atau kendali dini, adalah suatu asas yang mempunyai makna pencegahan untuk mengadakan unjuk rasa setelah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan.

• Asas non-lisensi, yaitu asas yang lebih terkait dengan kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat dalam bentuk tulisan. • Asas naturalisasi atau pewarganegaraan, merupakan asas dimana seseorang yang telah dewasa dapat mengajukan permohonan menjadi warga negara (Indonesia) melalui pengadilan negeri.

Asas-Asas dalam Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Ada beberapa asas yang menjadi landasan dari berlakunya hukum administrasi di Indonesia, seperti asas Asas Ne Bis Vexari Rule, Asas principle of legality atau asas kepastian hukum, Asas Audit Et Alteram Partem, serta berbagai asas lainnya.

Uraian lengkapnya silahkan baca artikel Asas-Asas dalam Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi. Asas-Asas dalam Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional Berikut ini beberapa asas yang berlaku dalam hukum internasional dan hukum perdata internasional: • Asas independent atau asas kemerdekaan, berarti suatu negara berdiri sendiri, merdeka dari negara lain. • Asas exteritorial, berarti seorang diplomat/duta besar yang ditugaskan di suatu negara harus dianggap berada di luar wilayah negara di mana dia ditempatkan tersebut.

• Asas souvereignity, berarti kedaulatan suatu negara mempunyai kekuasaan yang tertinggi. • Asas reciprocitet, mengandung pengertian apabila suatu negara menerima duta dari negara sahabat, maka negara itu juga harus mengirimkan dutanya. • Asas statuta mixta, yakni dalam menghukum suatu perbuatan, digunakan hukum negara di mana perbuatan itu dilakukan. • Asas personalitas, merupakan asas untuk menentukan status personal pribadi seseorang, yaitu hukum yang berlaku bagi dirinya adalah hukum nasionalnya/negaranya ( lex partriae).

• Asas the basic of presence teritorialitas, adalah asas yang menentukan bahwa hukum yang berlaku bagi seseorang adalah hukum negara di mana dia berdomisili. • Mobilia personam sequuntur, berarti status hukum benda-benda bergerak mengikuti status hukum orang yang menguasainya.

• Lex Rei Sitae, Lex Situs, artinya status hukum benda tidak bergerak (benda tetap) tunduk kepada hukum di mana benda itu berada ( statuta realia). • Lex loci contractus, berarti dalam perjanjian perdata internasional, hukum yang berlaku adalah hukum negara di mana perjanjian tersebut dibuat. • Lex loci solotionis, yaitu hukum yang berlaku adalah hukum negara di mana perjanjian itu dilaksanakan. • Lex loci delicti commisi, artinya apabila terjadi perbuatan melanggar hukum/wanprestasi, maka yang berlaku adalah hukum negara di mana penyelewenangan perdata itu terjadi.

• Lex fori, adalah dalam hal terjadi penyelewenangan perdata, maka hukum yang berlaku adalah hukum negara di mana perkara tersebut diadili. • Lex loci actus, berarti hukum yang berlaku adalah hukum di mana dilakukannya suatu perbuatan hukum. • Lex partriae, artinya hukum yang berlaku bagi para pihak atau salah satu pihak dalam berperkara adalah hukum kewarganegaraannya.

• Lex locus delicti, berarti hukum yang berlaku untuk menyelesaikan suatu perkara adalah hukum di mana perbuatan hukum tersebut dilakukan. • Lex causae, maksudnya adalah hukum yang akan digunakan adalah hukum yang berlaku bagi persoalan pokok (pertama) yang mendahului persoalan yang akan diselesaikan kemudian.

• Lex actus, berarti hukum yang berlaku adalah hukum dari negara yang mempunyai hubungan erat dengan transaksi yang dilakukan • Lex originis, adalah suatu asas hukum yang menyangkut ketentuan hukum mengenai status dan kekuasaan atas subyek hukum tetap berlaku di luar negeri. • Lex loci celebrationis adalah syarat formalitas berlangsungnya perkawinan, yaitu berlaku hukum dari negara di mana perkawinan tersebut dilangsungkan ( locus regit actum).

• Asas monogami, adalah asas dalam suatu perkawinan di mana seorang laki-laki hanya boleh memiliki seorang perempuan sebagai istri dan seorang perempuan hanya boleh memiliki seorang suami. • Asas poligami, merupakan suatu asas di mana dalam suatu perkawinan seorang laki-laki diperbolehkan memiliki lebih dari seorang istri.

• Asas Resiprositas, adalah asas timbal balik atau pembalasan. Asas ini biasanya berlaku dalam hal hak dan kewajiban suatu negara terhadap negara lain. Contohnya adalah putusan arbitrase di luar negeri akan dilaksanakan di Indonesia apabila negara lain tersebut mau melaksanakan putusan arbitrase yang diputuskan di Indonesia.

Asas-Asas Hukum Pajak Berikut ini beberapa asas yang berlaku dalam hukum pajak: • Asas legal, yaitu setiap pungutan pajak harus didasarkan atas undang-undang.

• Asas domisili (tempat tinggal), yaitu negara di mana seorang wajib pajak berkediaman, berhak untuk mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua pendapatan di mana saja pendapatan tersebut diterima. • Asas sumber, adalah cara pemungutan pajak yang tergantung atau didasarkan pada adanya sumber di suatu negara. Negara di mana sumber-sumber penghasilan itu berada, berhak untuk memungut pajak, dengan tidak mengingat di mana wajib pajak berada.

• Asas kepastian hukum, merupakan asas yang menentukan bahwa pada hakikatnya ketentuan perpajakan tidak menimbulkan pengertian ganda agar tidak menimbulkan kesempatan untuk melakukan penyimpangan.

• Asas sederhana, maksudnya adalah peraturan perpajakan haruslah sederhana, sehingga tidak terjadi berbagai penafsiran. • Asas adil, artinya adalah pajak ditekankan pada keadilan dengan membebankan pajak sesuai dengan daya pikul masyarakat. • Asas ekonomis dan efisian, yaitu pajak dipungut untuk membangun sarana-sarana bagi kepentingan masyarakat (kurang mampu) dan dengan biaya pungutan yang serendah-rendahnya. • Asas nondistorsi, yakni pajak tidak boleh menimbulkan distorsi ekonomi, inflasi, efek psikologikal dan kerusakan-kerusakan.

Asas-Asas Hukum Agraria Hukum agraria di Indonesia dilandasi oleh beberapa asas, yaitu: • Asas dikuasai oleh negara, yang menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Arti dikuasai dalam asas ini berbeda dengan dimiliki. Asas ini terdapat di Pasal 33 ayat (3) jo. Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria. • Asas hak milik berfungsi sosial, maksudnya adalah penggunaan tanah hak milik tetap harus diesesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, sehingga mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan terhadap pemilik maupun masyarakat luas.

• Asas nasionalisme, mengandung makna bahwa tanah yang dikuasai oleh negara hanya disediakan untuk warga negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria yang menentukan ahwa hanya warga negara Indonesia yang boleh mempunyai hak milik.

• Asas non diskriminasi, makna dari asas ini adalah negara tidak boleh membedakan angara warga negara, baik warga negara dari penduduk asli (dahulu disebut pribumi) maupun warga negara keturunan asing.

• Asas pemilikan horizontal ( horisontale scheiding bigensel), merupakan asas yang memisahkan kedudukan benda-benda yang ada di atas tanah di mana benda-benda itu berada.

Referensi: • Dewa Gede Sudika Mangku, 2020, Pengantar Ilmu Hukum, Klaten: Lakeisha. • Muhamad Sadi Is, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana.

Categories Ilmu Hukum Post navigation
ASAS YURIDIKSI EKTRATERITORIAL DALAM UU PT Pemberlakuan Asas Yurisdiksi Ekstrateritorial dalam RUPS yang diselenggarakan melalui media Telekonferensi Berikut sebagian kutipan penulis dalam karya ilmiah (tesis) penulis dengan judul Aspek Legalitas RUPS melalui media telekonferensi. Dalam cuplikan ini penulis menganalisa bahwa sah-sah saja suatu RUPS yang dilakukan oleh para pemegang saham dari suatu PT berbadan hukum Indonesia dimanapun para pemegang saham itu berada melalui ketentuan yang diatur dalam pasal asas the basic of presence UU PT ( RUPS Modern ).

Berikut kutipan tersebut : “ RUPS Modern Pasal 77 UUPT” : 01. Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat; 02. Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan; 03.

asas the basic of presence

Persyaratan sebagaimana dimaksud pada asas the basic of presence (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 04. Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Jelas dalam Pasal 77 ayat (1) UU PT diatur pengecualian terhadap penyelenggaraan RUPS konvensional sebagaimana diatur dalam Pasal 76 UU PT yang mensyaratkan kehadiran secara fisik pemegang saham atau yang mewakilinya dalam satu forum rapat yang diselenggarakan ditempat yang telah ditentukan dalam undang-undang yaitu ditempat kedudukan perseroan atau ditempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama atau di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan (khusus bagi Perseroan Terbuka) atau dengan syarat-syarat tertentu dapat dilakukan diseluruh wilayah Republik Indonesia.

Ketentuan Pasal 77 UU PT selain mengatur cara penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, juga menyimpangi ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan RUPS. Tidak seperti syarat kuorum dan syarat pengambilan keputusan yang ditentukan dalam Pasal 76 UU PT, maka dalam Pasal 77 UU PT kedua hal tersebut diserahkan pada ketentuan-ketentuan yang mengatur materi tersebut yaitu di dalam Pasal 86 ayat (1), Pasal 87 ayat (2), Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 89 ayat (1) UU PT.

Dengan demikian RUPS yang dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya (RUPS Modern) dapat diselenggarakan apabila dalam RUPS tersebut lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali untuk materi-materi tertentu seperti agenda rapat mengenai perubahan anggaran dasar, maka kuorum yang wajib dipenuhi adalah 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusannya sah apabila disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan; sedangkan mengenai agenda rapat untuk untuk menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, pengajuan permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan, maka kuorum yang wajib dipenuhi adalah ¾ ( tiga perempat) bagian dari jumlah saham dengan hak suara hadir atau diwakili dan keputusannya sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.

Dengan demikian dari segi teleologis dapat dikatakan bahwa UU PT sungguh-sungguh berusaha memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif, jaminan mana diwujudkan dengan mengadakan ketentuan-ketentuan tentang pemanfaatan teknologi informasi dalam pelaksanaan/ penyelenggaraan RUPS suatu perseroan.

Salah satu keuntungan dengan menggunakan teknologi informasi adalah teknologinya amat memudahkan penggunanya untuk menyebarkan infomasi secara global.

Akibatnya pengguna juga mendapatkan akses informasi dunia secara mudah. Karena sifat ini, teknologi informasi sering kali disebut sebagai teknologi yang tidak mengenal wilayah (borderless).

Ketentuan Pasal 77 UU PT yang menyimpangi ketentuan mengenai tempat penyelenggaraan RUPS sejalan dengan hakekat teknologi informasi yang tidak mengenal wilayah (borderless) dan ini membawa dampak bagi permasalahan yuridiksi keberlakuan Undang-undang Perseroan Terbatas itu sendiri yaitu apakah undang-undang ini hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia ataukah undang-undang ini memberlakukan asas yurisdiksi ektrateritorial. Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yakni jurisdiksi untuk menetapkan undang-undang ( the jurisdiction to prescribe), jurisdiksi untuk penegakan hukum ( the jurisdiction to enforce), dan jurisdiksi untuk menuntut ( the jurisdiction to adjudicate).

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu : pertama, subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.

Kedua, objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.

Ketiga, nationality yang menentukan bahwa Negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku. Keempat, passive nationality yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban. Kelima, protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah, dan keenam, asas Universality.

( Ahmad M.Ramli, Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, 2004;19-20) Diantara berbagai asas di atas asas Universality selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universalinterest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini asas the basic of presence diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain.

Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.

( M Arsyad Sanusi, Konvergensi Hukum dan Teknologi Informasi, 2007:386). Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.

Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber dimana pengaturan dan penegakan hukumnya tidak dapat menggunakan cara-cara tradisional, beberapa ahli berpandangan bahwa sebaiknya kegiatan-kegiatan dalam cyberspace diatur oleh hukum tersendiri, dengan mengambil contoh tentang tumbuhnya the law of merchant ( lex mercatoria) pada abad pertengahan. Asas, kebiasaan dan norma yang mengatur ruang cyber ini yang tumbuh dalam praktek dan diakui secara umum disebut sebagai Lex Informatica.( Aaron Mefford, Lex Informatica, 1997:213) Sengketa-sengeketa di ruang cyber juga terkait dengan Hukum Perdata Internasional, antara lain menyangkut masalah kompetensi forum yang berperan dalam menentukan kewenangan forum (pengadilan dan arbitrase) penyelesaian kasus-kasus perdata internasional (HPI).

Terdapat dua prinsip kompetensi dalam HPI : Pertama, the principle of basis of presence, yang menyatakan bahwa kewenangan pengadilan untuk mengadili ditentukan oleh tempat tinggal tergugat. Kedua, principle of effectiveness yang menyatakan bahwa kewenangan pengadilan ditentukan oleh di mana harta-benda tergugat berada.

Prinsip kedua ini penting untuk diperhatikan berkenaan dengan pelaksanaan putusan pengadilan asing (foreign judgement enforcement). Asas kompetensi ini harus dijadikan dasar pilihan forum oleh para pihak dalam transaksi e-commerce. Kekecualian terhadap asas ini dapat dilakukan jika ada jaminan pelaksanaan putusan pengadilan asing, misalnya melalui konvensi internasional.

Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut : Pertama The Theory of the Uploader and the Downloader. Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut.

Kedua adalah teori The Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server di mana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.

Ketiga The Theory of International Spaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality. Sesuai uraian di atas, maka dapat diambil suatu sikap bahwa keberlakuan UU PT berdasarkan asas Nasionality dapat diberlakukan bagi RUPS Perseroan Terbatas yang diselenggarakan melalui telekonferensi dimana para peserta rapat tidak harus berada di wilayah Republik Indonesia; dengan kata lain UU PT memberlakukan asas yurisdiksi ektrateritorial yaitu berlakunya ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU PT bagi penyelenggaraan RUPS yang diadakan diluar wilayah Republik Indonesia, demikian dengan pertimbangan bahwa badan hukum perseroan tersebut didirikan menurut hukum Indonesia (tanpa harus memperhatikan kewarganegaraan pribadi dari para pemegang sahamnya), maka sebagai badan hukum (rechtpersoon) perseroan terbatas adalah subyek hukum yang mandiri (persona standi in yudicio) merupakan pendukung hak dan kewajiban yang setara dengan manusia/warga negara suatu negara.

( Bandingkan dengan definisi Seorang Warga Negara dari Negara Amerika Serikat : To determine if a Limited Liability Company (L.L.C.) meets the requirements of a ” citizen of the United States”, its structure is measured against the definition of a United States corporation or association contained in Title 49, U.S.C., 40102(a)(15), which provides as follows: “’Citizen of the United States’ means (a) an individual who is a citizen of the United States, or (b) a partnership each of whose partners is an individual who is a citizen of the United States, or (c) a corporation or association organized under the laws of the United States or a State, the District of Columbia, or a territory or possession of the United States, of which the president and at least two-thirds of the board of directors and other managing officers are citizens of the United States, and in which at least 75 percent of the voting interest is owned or controlled by persons that are citizens of the United States.” Dari segi ontologis maka keberadaan Pasal 77 UU ITE adalah perwujudan atau keberadaannya merupakan reaksi terhadap perubahan sosial yang mengikuti perkembangan teknologi…” Kesimpulan : Berdasarkan karakteristik ruang cyber dan hakekat teknologi informasi yang tidak kenal batas ruang ( borderless ), maka ketentuan dalam pasal 77 UU PT dapat diterapkan dalam suatu forum Rapat dimanapun para pemegang saham suatu PT tersebut berada.

Rapat yang demikian berdasarkan asas nasionalitas tetap dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu Rapat Umum Pemegang Saham yang sah ( tentu saja harus dipenuhi syarat-syarat lain dalam ayat 2-4 pasal 77 UU PT ). Terima kasih.

Link Berita • Di Sukoharjo 30% tanah tak bersertipikat ? • Syarat Take Over Jual Beli Kredit dengan Bank • Syarat Pendirian CV • Dokumen Elektronik • Asas Yuridiksi Ektrateritorial • NOTARIS DAN UU NO 11 TH 2008 • Harkat dan Martabat Notaris • PPAT OnLine Sukoharjo Arsip • Maret 2011 • Februari 2011 • Oktober 2010 • Agustus 2010 Blog Stats • 16.172 hits Blogroll • ATC Solo • fabian garden • furnicraft solo • jaya offset grafika solo • Menara Hijau Jaya Property • plus 21 – koes plus mania • track3rz.co.cc - Technolohy between Us • WordPress Blog • WordPress Planet Menu • News • ASAS Newsletter • About ASAS • Mission Statement • Structure & bylaws • Committees • Young ASAS • Corporate Partners • Contact • Stichting ASAS • Members • List of members • Honorary members • Membership • Apply to become a member • Meetings • Education • ASAS Slide Library • ASAS Case Library • ASAS App • ASDAS Video • ASAS Handbook • ASAS courses • Instruments • ASDAS calculator • Patient reported outcomes • ASAS Health Index • Mobility curves • NSAIDs • EMMs • Research • ASAS Fellowship • ASAS Research Grant • ASAS Research Projects • ASAS Publications • Young ASAS Research Projects Menu • News • ASAS Newsletter • About ASAS • Mission Statement • Committees • Structure & bylaws • Young ASAS • Corporate Partners • Contact • Stichting ASAS • Members • Membership • Apply to become a member • Meetings • Education • ASAS Slide Library • ASAS Case Library • ASAS App • ASDAS Video • ASAS Handbook • ASAS courses • Instruments • ASDAS calculator • Patient reported outcomes • ASAS Health Index • Mobility curves • Research • ASAS Fellowship • ASAS Research Grant • ASAS Research Projects • ASAS Publications • Young ASAS Research Projects • Login • Apply to asas the basic of presence a member The field of spondyloarthritis (SpA) has experienced major progress in the last decade, especially with regard to new treatments, earlier diagnosis, imaging technology and a better definition of outcome parameters for clinical trials.

In the present work, the Assessment in SpondyloArthritis international Society (ASAS) provides a comprehensive asas the basic of presence on the most relevant aspects for the assessments of spondyloarthritis, covering classification criteria, MRI and x rays for sacroiliac joints and the spine, a complete set of all measurements relevant for clinical trials and international recommendations for the management of SpA.

The handbook focuses at this time on axial SpA, with ankylosing spondylitis (AS) being the prototype disease, for which recent progress has been faster than in peripheral SpA. The target audience includes rheumatologists, trial methodologists and any doctor and/or medical student interested in SpA. The focus of this handbook is on practicality, with many examples of MRI and x ray images, which will help asas the basic of presence standardise not only patient care but also the design of clinical studies.

Privacy Preference We use cookies on our website. Some of them are essential, while others help us to improve this website and your experience. If you are under 16 and wish to give consent to optional services, you must ask your legal guardians for permission.

asas the basic of presence

We use cookies and other technologies on our website. Some of them are essential, while others help us to improve this website and your experience. Personal data may be processed (e.g.

IP addresses), for example for personalized ads and content or ad and content measurement. You can find more information about the use of your data in our privacy policy.

You can revoke or adjust your selection at any time under Settings. Privacy Preference • Essential • Statistics Accept all Save Individual Privacy Preferences Cookie Details Privacy Policy Privacy Preference If you are under 16 and wish to give consent to optional services, you must ask your legal guardians for permission. We use cookies and other technologies on our website.

Some of them are essential, while others help us to improve this website and your experience. Personal data may be processed (e.g.

IP addresses), for example for personalized ads and content or ad and content measurement.

asas the basic of presence

You can find more information about the use of your data in our privacy policy. You can revoke or adjust your selection at any time under Settings. Here you will find an overview of all cookies used. You can give your consent to whole categories or display further information and select certain cookies.

Accept Google Analytics Name Google Analytics Provider Google Ireland Limited, Gordon House, Barrow Street, Dublin 4, Ireland Purpose Cookie by Google used for website analytics. Generates statistical data on how the visitor uses the website.

Privacy Policy https://policies.google.com/privacy?hl=en Cookie Name _ga,_gat,_gid Cookie Expiry 2 Months
Dalam hukum kontrak perdata, dikenal asas-asas hukum, di antaranya yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, asas iktikad baik ( good faith), dan lain sebagainya.

Apa maksud dari masing-masing asas tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

asas the basic of presence

Ulasan Lengkap Asas-asas Hukum Kontrak Perdata Disarikan dari buku Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (hal. 104-171), Agus Yudha Hernoko menerangkan asas-asas hukum kontrak menurut UNIDROIT ( The International Institute for the Unification of Private Law) di antaranya terdiri dari: • Asas Kebebasan Berkontrak Yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak dapat dilihat secara implisit dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), di antaranya yaitu para pihak memiliki kebebasan untuk (hal.

111): • Menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya; • Menentukan objek perjanjian; • Menentukan bentuk perjanjian; • Menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional ( aanvullend, optional).

Meskipun para pihak memiliki kehendak bebas, Agus kemudian merujuk pendapat Niewenhuis yang menegaskan, terdapat pengecualian kebebasan berkontrak, yakni dalam hal kontrak-kontrak formal dan riil (bentuk asas the basic of presence dan syarat kausa yang diperbolehkan (isi perjanjian).

• Asas Konsensualisme Yang dimaksud dengan asas konsensualisme asas the basic of presence para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju, atau seiya sekata mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian yang diadakan itu. Asas ini tercantum dalam salah satu syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata.

Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, dikehendaki juga oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, sebagaimana disarikan dari Bolehkah Membuat Perjanjian untuk Melepaskan Diri dari Utang Ortu? • Asas Pacta Sunt Servanda Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, sebagaimana dimaksud Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Baca juga: Masalah Pilihan Hukum dalam Penyelesaian Perselisihan Kontrak. • Asas Iktikad Baik ( good faith) Merujuk ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, Agus menerangkan yang dimaksud dengan iktikad baik berarti melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik.

Artinya, dalam melaksanakan perjanjian, kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia (hal. 139). Patut diperhatikan, pemahaman substansi iktikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tidak harus diinterpretasikan secara gramatikal, bahwa iktikad baik hanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak (hal. 139). Iktikad baik harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual.

Artinya, iktikad baik harus melandasi hubungan para pihak pada tahap pra kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual (hal.

139). Selanjutnya, dalam Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (“BPHN”), diterangkan, iktikad baik hendaknya diartikan sebagai (hal. 141): • Kejujuran pada waktu membuat kontrak; • Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat di hadapan pejabat, para pihak dianggap beriktikad baik (meskipun ada juga pendapat yang menyatakan keberatannya); • Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam pelaksanaan kontrak tersebut.

• Asas Syarat Sahnya Kontrak Disarikan dari Hukum Perjanjian, syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 – Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu: • Kesepakatan para pihak Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian.

• Kecakapan para pihak Pada dasarnya, semua orang cakap dalam membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang. • Mengenai suatu hal tertentu Hal tertentu berarti dalam perjanjian tersebut terdapat objek yang diperjanjikan, yang paling tidak objek yang dimaksudkan dalam perjanjian dapat ditentukan jenisnya. • Sebab yang halal Berarti perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum.

• Asas Kontrak Bisa Dibatalkan Bila Mengandung Perbedaan Besar ( gross disparity) • Asas Contra Proferentem dalam Penafsiran Kontrak Baku Asas contra proferentem berarti klausul-klausul yang multitafsir ditafsirkan untuk kerugian pihak yang menyiapkan kontrak baku, sebagaimana diterangkan oleh Marko Cahya Sutanto dalam buku Prospek Penggunaan United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) sebagai Model Pembentukan Hukum Kontrak Jual-Beli Barang Internasional-Indonesia (hal.

10). • Asas Diakuinya Kebiasaan Transaksi Bisnis asas the basic of presence Negara Setempat • Asas Kesepakatan Melalui Penawaran ( offer) dan Penerimaan ( acceptance) atau Melalui Tindakan • Asas Larangan Bernegosiasi dengan Iktikad Buruk • Asas Kewajiban Menjaga Kerahasiaan • Asas Perlindungan Pihak Lemah dari Syarat-syarat Baku • Asas Menghormati Kontrak Ketika Terjadi kesulitan ( hardship) • Asas Pembebasan Tanggung Jawab dalam Keadaan Memaksa ( force majeur) Dari sejumlah asas yang telah disebutkan di atas, Agus menyebutkan 4 asas yang dianggap sebagai saka guru hukum kontrak, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda, dan asas itikad baik (hal.

107). Selain itu, disarikan dari Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak oleh M. Muhtarom, disebutkan 5 asas hukum kontrak yang dikenal menurut ilmu hukum perdata yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas iktikad baik, dan asas kepribadian (hal.

asas the basic of presence

50). Dalam hal ini, asas kepribadian berarti asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas kepribadian ini bisa dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Tapi, seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga dengan adanya suatu syarat yang ditentukan, ini diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. Lebih lanjut, Pasal 1318 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan ahli waris dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya (hal.

53). Asas-asas Hukum Perikatan Nasional Selanjutnya, M. Muhtarom menjelaskan, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan BPHN pada tanggal 17 – 19 Desember 1985 dirumuskan 8 asas hukum perikatan nasional, antara lain (hal. 54-55): • Asas Kepercayaan Setiap orang yang mengadakan perjanjian akan memenuhi prestasi yang diadakan di antara mereka di kemudian hari.

• Asas Persamaan Hukum Subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. • Asas Keseimbangan Kedua belah pihak harus memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur berhak menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur.

Lalu, debitur juga wajib untuk melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik. • Asas Kepastian Hukum Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. • Asas Moralitas Berkaitan dengan perikatan wajar, suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.

• Asas Kepatutan Ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya. • Asas Kebiasaan Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang secara tegas diatur, tapi juga hal-hal menurut kebiasaan lazim diikuti. • Asas Perlindungan Baik debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan adalah pihak debitur karena berada asas the basic of presence posisi yang lemah.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Referensi: • Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial (Cet. 4). Jakarta: Prenamedia Group, 2014; • Marko Cahya Sutanto. Prospek Penggunaan United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods (CISG) sebagai Model Pembentukan Hukum Kontrak Jual-Beli Barang Internasional-Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 2019; • M. Muhtarom. Asas-asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak. SUHUF, Vol. 26, No. 1, Mei 2014.

In The Presence Of Angels [Live]




2022 www.videocon.com