Nama bahasa daerah suku bugis

nama bahasa daerah suku bugis

MENU • Home • SMP • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • IPS • IPA • SMA • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • IPA • Biologi • Fisika • Kimia • IPS • Ekonomi • Sejarah • Geografi • Sosiologi • SMK • S1 • PSIT • PPB • PTI • E-Bisnis • UKPL • Basis Data • Manajemen • Riset Operasi • Sistem Operasi • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • Agama • Bahasa Indonesia • Matematika • S2 • Umum • (About Me) Pos-pos Terbaru • Penjelasan Ciri-Ciri Helicobacter Pylori Dalam Biologi • Pengertian Kata Berimbuhan • Pengertian Coelentarata – Ciri, Habitat, Reproduksi, Klasifikasi, Cara Hidup, Peranan • Pengertian Gerakan Antagonistic – Macam, Sinergis, Tingkat, Anatomi, Struktur, Contoh • Pengertian Dinoflagellata – Ciri, Klasifikasi, Toksisitas, Macam, Fenomena, Contoh, Para Ahli • Pengertian Myxomycota – Ciri, Siklus, Klasifikasi, Susunan Tubuh, Daur Hidup, Contoh • “Panjang Usus” Definisi & ( Jenis – Fungsi – Menjaga ) • Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran Dan Fungsinya • “Masa Demokrasi Terpimpin” Sejarah Dan ( Latar Belakang – Pelaksanaan ) • Pengertian Sistem Regulasi Pada Manusia Beserta Macam-Macamnya • Contoh Soal Psikotes • Contoh CV Lamaran Kerja • Rukun Shalat • Kunci Jawaban Brain Out • Teks Eksplanasi • Teks Eksposisi • Teks Deskripsi • Teks Prosedur • Contoh Gurindam • Contoh Kata Pengantar • Contoh Teks Negosiasi • Alat Musik Ritmis • Nama bahasa daerah suku bugis Periodik • Niat Mandi Wajib • Teks Laporan Hasil Observasi • Contoh Makalah • Alight Motion Pro • Alat Musik Melodis • 21 Contoh Paragraf Deduktif, Induktif, Campuran • 69 Contoh Teks Anekdot • Proposal • Gb WhatsApp • Contoh Daftar Riwayat Hidup • Naskah Drama • Memphisthemusical.Com Hi, saya bantu jawab ya!

Suku bugis; -Bahasa daerah: Bahasa Ugi Konsonan. Di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.

-Rumah adat: a. Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan), b. Bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa. -Tarian daerah: a. Tari Paduppa Bosara, b. Tari Pakarena, c. Tari Ma’badong, d. Tarian Pa’gellu, e. Tari Mabbissu, f. Tari Kipas -Pakaian daerah: Baju Bodo Terima kasih Peta tematik nama bahasa daerah suku bugis (1) Peta jaringan jalan; (2) Peta tata guna lahan; (3) Peta persebaran penduduk; (4) Peta topografi; (5) Peta kemiringan lahan.

Jenis peta yang digunakan untuk menentukan lokasi pusat perbelanjaan ditunjukkan angka …. A. (1), (2), dan (3) B. (1), (2), dan (4) C. (2), (3), dan (4) D. (2), (3), dan (5) E. (3), (4), dan (5) Masyarakat suku Dayak Meratus, Kalimantan Selatan melakukan sistem ladang berpindah dengan terencana. Hal pertama yang mereka lakukan adalah membuat sekat api selebar 4-5 m untuk menahan api agar tidak lari dan bekas pembakaran dapat digunakan untuk menyuburkan tanah sehingga tidak perlu lagi diberi pupuk.

Pendekatan geografi yang berkaitan dengan kasus tersebut adalah pendekatan.

nama bahasa daerah suku bugis

A. Keruangan B. Kelingkungan C. Kewilayahan D. Interelasi E. Korologi Pada perekaman objek suatu daerah digunakan kamera yang memiliki panjang fokus 20 mm (f). Jika tinggi terbang pesawat 2.000 meter di atas permukaan laut (H) dan ketinggian objek 200 meter di atas permukaan laut (h), skala foto udara tersebut adalah . a. 1:70.000 b. 1:80.000 c.

nama bahasa daerah suku bugis

1:90.000 d. 1:100.000 e. 1:50.000
• العربية • مصرى • Azərbaycanca • Беларуская • ᨅᨔ ᨕᨘᨁᨗ • Deutsch • English • Suomi • Français • 日本語 • Jawa • Қазақша • 한국어 • Lietuvių • Latviešu • Malagasy • Minangkabau • മലയാളം • Bahasa Melayu • Nederlands • Norsk bokmål • Polski • Русский • Srpskohrvatski / српскохрватски • Српски / srpski • Svenska • nama bahasa daerah suku bugis • Татарча/tatarça • Українська • Oʻzbekcha/ўзбекча • Tiếng Việt • 中文 Pasangan Bugis dalam kostum tradisional Daerah dengan populasi signifikan Indonesia (sensus 2010) 6.359.000 [1] Sulawesi Selatan 3.605.639 Sulawesi Tenggara 496.410 Sulawesi Tengah 409.741 Sulawesi Barat 144.533 Kalimantan Timur 735.819 Kalimantan Barat 137.282 Kalimantan Selatan 101.727 Riau 144.349 Jambi 96.146 Sumatra Selatan 42.977 Bangka Belitung 33.582 Kepulauan Riau 37.124 Jakarta 68.227 Malaysia 728.465 Singapura (sensus 1990) 15.374 Bahasa Asli: Bugis Juga: Indonesia, Melayu, Inggris, dan lain-lain Agama Mayoritas Islam (99%) Minoritas Kristen & Tolotang [2] Etnis terkait Makassar, Mandar, Selayar Suku Bugis ( Lontara: ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ; Jawi: اورڠ بوݢيس) merupakan kelompok etnik pribumi yang berasal dari provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

Sejak tahun 1605 banyak orang bugis yang memeluk agama Islam dari Animisme.

nama bahasa daerah suku bugis

{INSERTKEYS} [3] Sehingga Islam menjadi agama utama yang dianut oleh orang bugis, namun terdapat pula kelompok minoritas lain yang menganut agama Kristen atau kepercayaan asli pra-Islam yang disebut Tolotang. [4] Meskipun populasinya hanya sekitar enam juta, orang Bugis berpengaruh dalam politik di Indonesia modern, dan secara historis berpengaruh di Semenanjung Malaysia dan bagian lain kepulauan tempat mereka bermigrasi, dimulai pada akhir abad ketujuh belas.

Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, adalah orang Bugis. Di Malaysia, Perdana Menteri keenam, Najib Razak, dan mantan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin memiliki darah keturunan Bugis. Orang Bugis berbicara bahasa daerah yang berbeda selain bahasa Indonesia, yang disebut Bugis (Basa Ugi), dengan beberapa dialek yang berbeda.

Bahasa Bugis termasuk dalam kelompok bahasa Sulawesi Selatan; anggota lainnya termasuk Makassar, Toraja, Mandar, dan Massenrempulu. Nama Bugis adalah eksonim yang mewakili bentuk lama dari nama tersebut; (To) Ugi adalah endonimnya.

[5] [6] Daftar isi • 1 Sejarah • 1.1 Awal mula • 1.2 Perkembangan • 1.3 Masa kerajaan • 1.3.1 Kerajaan Bone • 1.3.2 Kerajaan Makassar • 1.3.3 Kerajaan Soppeng • 1.3.4 Kerajaan Wajo • 1.3.5 Konflik antarkerajaan • 1.4 Penyebaran Islam • 1.5 Kolonialisme Belanda • 1.6 Masa kemerdekaan • 2 Kepercayaan • 3 Mata pencarian • 3.1 Perompak • 3.2 Serdadu bayaran • 4 Perkawinan • 5 Kebudayaan • 6 Tempat tinggal • 7 Bugis perantauan • 7.1 Penyebab merantau • 7.2 Bugis di Kalimantan Timur • 7.3 Bugis di Jambi • 7.4 Bugis di Sumatra dan Semenanjung Malaysia • 8 Lihat pula • 9 Referensi • 10 Pranala luar Sejarah Awal mula Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero.

Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi.

Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.

Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.

Perkembangan Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri.

Beberapa kerajaan Bugis klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang. Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tetapi proses pernikahan menyebabkan adanya pertalian darah dengan Makassar dan Mandar.

Saat ini orang Bugis tersebar dalam beberapa Kabupaten yaitu Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru. Daerah peralihan antara Bugis dengan Makassar adalah Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene Kepulauan. Daerah peralihan Bugis dengan Mandar adalah Kabupaten Polmas dan Pinrang. Kerajaan Luwu adalah kerajaan yang dianggap tertua bersama kerajaan Cina (yang kelak menjadi Pammana), Mario (kelak menjadi bagian Soppeng) dan Siang (daerah di Pangkajene Kepulauan) Masa kerajaan Kedatuan Luwu adalah kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dan merupakan asal muasal lahirnya kerajaan - kerajaan lain seperti kerajaan Bone, kerajaan Gowa, kerajaan Soppeng, kerajaan Wajo, kerajaan Sidenreng Rappang dan Mandar.

Di dalam epik La Galigo, terdapat versi menggambarkan sebuah wilayah pesisir dan sungai yang didefinisikan secara samar-samar yang ekonominya berbasis pada perdagangan.

Pusat-pusat penting di wilayah ini adalah Luwu dan kerajaan Cina (diucapkan Cheena tapi identik dalam pengucapan bahasa Indonesia ke China), yang terletak di lembah Cenrana bagian barat, dengan pusat istananya di dekat dusun Sarapao di distrik Pamanna. {/INSERTKEYS}

nama bahasa daerah suku bugis

Ketidakcocokan La Galigo dan ekonomi politik dengan realitas kerajaan agraris Luwu menyebabkan sejarawan Bugis mengajukan periode intervensi kekacauan untuk memisahkan keduanya secara kronologis.

[7] Penelitian arkeologi dan tekstual yang dilakukan sejak tahun 1980-an telah meruntuhkan kronologi ini. [8] Survei dan penggalian yang ekstensif di Luwu telah mengungkapkan bahwa Luwu tidak lebih tua dari kerajaan agraris yang berdiri paling awal di semenanjung barat daya. Pemahaman yang baru adalah bahwa orang Bugis yang berbicara dengan pemukim dari lembah Cénrana barat mulai menetap di sepanjang batas pantai sekitar tahun 1300.

Teluk Bone bukanlah daerah yang berbahasa Bugis: ini adalah daerah dengan keragaman etnis yang sangat beragam. Orang Pamona, Padoe, Toala, Wotu dan Lemolang tinggal di dataran rendah pesisir dan kaki bukit, sedangkan lembah dataran tinggi merupakan rumah bagi kelompok yang berbicara dalam berbagai bahasa Sulawesi Tengah dan Selatan lainnya. Orang-orang Bugis ditemukan hampir di sepanjang pantai, yang terbukti bahwa mereka bermigrasi untuk berdagang dengan masyarakat adat Luwu.

Sudah jelas bahwa dari sumber arkeologi dan tekstual bahwa Luwu adalah koalisi Bugis dari berbagai kelompok etnis, yang dipersatukan oleh hubungan perdagangan. Ekonomi politik Luwu didasarkan pada peleburan bijih besi yang dibawa turun, melalui pemerintahan Lémolang di Baebunta, ke Malangke di dataran pantai tengah. Di sini besi yang akan dilelehkan itu diolah menjadi senjata dan alat pertanian dan diekspor ke dataran rendah selatan yang memproduksi beras.

Hal ini membawa kekayaan yang besar, dan pada abad ke-14 Luwu telah menjadi entitas yang ditakuti di bagian selatan semenanjung barat daya dan tenggara. Penguasa pertama yang diketahui secara nyata adalah Dewaraja (memerintah 1495-1520).

Cerita saat ini di Sulawesi Selatan menceritakan serangan agresifnya terhadap kerajaan tetangga, Wajo dan Sidenreng. Kekuasaan Luwu mulai memudar pada abad ke-16 oleh meningkatnya kekuatan kerajaan agraris dari selatan, dan kekalahan militernya ditetapkan dalam Tawarik Bone. Pada tanggal 4 atau 5 Februari 1605, Datu Luwu, La Patiwareq, Daeng Pareqbung, menjadi penguasa yang pertama dari wilayah Sulawesi bagian selatan yang memeluk Islam, menggunakan gelar Sultan Muhammad Wali Mu'z'hir (atau Muzahir) al-din.

Dia dimakamkan di Malangke dan disebut dalam kronik sebagai Matinroe ri Wareq, ("Dia yang tidur di Wareq"), bekas pusat istana Luwu. Guru agamanya, Dato Sulaiman, dikuburkan di dekatnya. Sekitar tahun 1620, Malangke ditinggalkan dan sebuah ibu kota baru didirikan di sebelah barat, Palopo. Tidak diketahui mengapa wilayah Malangke, yang populasinya mungkin mencapai 15.000 pada abad ke-16, tiba-tiba ditinggalkan: kemungkinan besar termasuk penurunan harga barang besi dan potensi ekonomi perdagangan dengan suku-suku dari dataran tinggi Toraja.

Pada abad ke-19, Luwu telah menjadi kerajaan kecil. James Brooke, yang di kemudian hari menjadi Rajah Sarawak, menulis pada tahun 1830-an bahwa "Luwu adalah kerajaan Bugis tertua, dan yang paling rusak [.] Palopo adalah kota yang menyedihkan, yang terdiri dari sekitar 300 rumah, tersebar dan bobrok [.] Sulit dipercaya bahwa Luwu bisa menjadi negara yang kuat, kecuali dalam keadaan peradaban asli yang sangat rendah." [9] Pada tahun 1960-an, Luwu menjadi wilayah fokus pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar.

Dewasa ini, wilayah bekas kerajaan adalah rumah bagi tambang nikel terbesar di dunia dan mengalami ledakan ekonomi yang didorong oleh migrasi ke dalam, namun masih memiliki sebagian besar atmosfer perbatasan aslinya.

Kerajaan Bone Di daerah Bone nama bahasa daerah suku bugis kekacauan selama tujuh generasi, yang kemudian muncul seorang To Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang. Tujuh raja-raja kecil melantik Manurungnge ri Matajang sebagai raja mereka dengan nama Arumpone dan mereka menjadi dewan legislatif yang dikenal dengan istilah ade pitue. Manurungnge ri Matajang dikenal juga dengan nama Mata Silompoe. Adapun ade' pitue terdiri dari matoa ta, matoa tibojong, matoa tanete riattang, matoa tanete riawang, matoa macege, matoa ponceng.

istilah matoa kemudian menjadi arung. setelah Manurungnge ri Matajang, kerajaan Bone dipimpin oleh putranya yaitu La Ummasa' Petta Panre Bessie.

Kemudian kemanakan La Ummasa' anak dari adiknya yang menikah raja Palakka lahirlah La Saliyu Kerrempelua. pada masa Arumpone (gelar raja bone) ketiga ini, secara massif Bone semakin memperluas wilayahnya ke utara, selatan dan barat. Kerajaan Makassar Pada abad ke-12, 13, dan 14 berdiri kerajaan Gowa, Soppeng, Bone, dan Wajo, yang diawali dengan krisis sosial, dimana orang saling memangsa laksana ikan.

Kerajaan Makassar (Gowa) kemudian mendirikan kerajaan pendamping, yaitu kerajaan Tallo. Tapi dalam perkembangannya kerajaan kembar ini (Gowa & Tallo) kembali menyatu menjadi kerajaan Makassar (Gowa). Kerajaan Soppeng Di saat terjadi kekacauan, di Soppeng muncul dua orang To Manurung. Pertama, seorang wanita yang dikenal dengan nama Manurungnge ri Goarie yang kemudian memerintah Soppeng ri Aja. dan kedua, seorang laki-laki yang bernama La Temmamala Manurungnge ri Sekkanyili yang memerintah di Soppeng ri Lau.

Akhirnya dua kerajaan kembar ini menjadi Kerajaaan Soppeng. Kerajaan Wajo Sementara kerajaan Wajo berasal dari komune-komune dari berbagai arah yang berkumpul di sekitar danau Lampulungeng yang dipimpin seorang yang memiliki kemampuan supranatural yang disebut puangnge ri lampulung. Sepeninggal dia, komune tersebut berpindah ke Boli yang dipimpin oleh seseorang yang juga memiliki kemampuan supranatural. Datangnya Lapaukke seorang pangeran dari kerajaan Cina (Pammana) beberapa lama setelahnya, kemudian membangun kerajaan Cinnotabbi.

Selama lima generasi, kerajaan ini bubar dan terbentuk Kerajaan Wajo. Kerajaan pra-wajo yakni Cinnongtabi dipimpin oleh masing-masing: La Paukke Arung Cinnotabi I, We Panangngareng Arung Cinnotabi II, We Tenrisui Arung Cinnotabi III, La Patiroi Arung Cinnotabi IV.

setelahnya, kedua putranya menjabat sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V yakni La Tenribali dan La Tenritippe. Setelah mengalami masa krisis, sisa-sisa pejabat kerajaan Cinnotabi dan rakyatnya bersepakat memilih La Tenribali sebagai raja mereka dan mendirikan kerajaan baru yaitu Wajo. adapun rajanya bergelar Batara Wajo. Wajo dipimpin oleh, La Tenribali Batara Wajo I (bekas arung cinnotabi V), kemudian La Mataesso Batara Wajo II dan La Pateddungi Batara Wajo III.

Pada masanya, terjadi lagi krisis bahkan Batara Wajo III dibunuh. kekosongan kekuasaan menyebabkan lahirnya perjanjian La Paddeppa yang berisi hak-hak kemerdekaan Wajo. Setelahnya, gelar raja Wajo bukan lagi Batara Wajo akan tetapi Arung Matowa Wajo hingga adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antarkerajaan Pada abad ke-15 ketika kerajaan Gowa dan Bone mulai menguat, dan Soppeng serta Wajo mulai muncul, maka terjadi konflik perbatasan dalam menguasai dominasi politik dan ekonomi antar kerajaan.

Kerajaan Bone memperluas wilayahnya sehingga bertemu dengan wilayah Gowa di Bulukumba. Sementara, di utara, Bone bertemu Luwu di Sungai Walennae. Sedang Wajo, perlahan juga melakukan perluasan wilayah. Sementara Soppeng memperluas ke arah barat sampai di Barru. Perang antara Luwu dan Bone dimenangkan oleh Bone dan merampas payung kerajaan Luwu kemudian mempersaudarakan kerajaan mereka. Sungai Walennae adalah jalur ekonomi dari Danau Tempe dan Danau Sidenreng menuju Teluk Bone.

Untuk mempertahankan posisinya, Luwu membangun aliansi dengan Wajo, dengan menyerang beberapa daerah Bone dan Sidenreng. Berikutnya wilayah Luwu semakin tergeser ke utara dan dikuasai Wajo melalui penaklukan ataupun penggabungan.

Wajo kemudian bergesek dengan Bone. Invasi Gowa kemudian merebut beberapa daerah Bone serta menaklukkan Wajo dan Soppeng. Untuk menghadapi hegemoni Gowa, Kerajaan Bone, Wajo dan Soppeng membuat aliansi yang disebut " Tellumpoccoe". Penyebaran Islam Pada awal abad ke-17, datang penyiar agama Islam dari Minangkabau atas perintah Sultan Iskandar Muda dari Aceh. Mereka adalah Abdul Makmur (Datuk ri Bandang) yang mengislamkan Gowa dan Tallo, Suleiman (Datuk Patimang) menyebarkan Islam di Luwu, dan Nurdin Ariyani (Datuk ri Tiro) yang menyiarkan Islam di Bulukumba.

[10] Kolonialisme Belanda We Tenriawaru, salah satu pemimpin Bugis pada saat masa Kolonialisme Belanda. Pertengahan abad ke-17, terjadi persaingan yang tajam antara Gowa dengan VOC hingga terjadi beberapa kali pertempuran. Sementara Arumpone ditahan di Gowa dan mengakibatkan terjadinya perlawanan yang dipimpin La Tenri Tatta Daeng Serang Arung Palakka. Arung Palakka didukung oleh Turatea, kerajaaan kecil Makassar yang berhianat pada kerajaan Gowa.

Sementara Sultan Hasanuddin didukung oleh menantunya La Tenri Lai Tosengngeng Arung Matowa Wajo, Maradia Mandar, dan Datu Luwu. Perang yang dahsyat mengakibatkan banyaknya korban di pihak Gowa & sekutunya. Kekalahan ini mengakibatkan ditandatanganinya Nama bahasa daerah suku bugis Bongaya yang merugikan kerajaan Gowa. Pernikahan Lapatau dengan putri Datu Luwu, Datu Soppeng, dan Somba Gowa adalah sebuah proses rekonsiliasi atas konflik di jazirah Sulawesi Selatan.

Setelah itu tidak adalagi perang yang besar sampai kemudian pada tahun 1905–1906 setelah perlawanan Sultan Husain Karaeng Lembang Parang dan La Pawawoi Karaeng Segeri Arumpone dipadamkan, maka masyarakat Makassar dan Bugis baru bisa betul-betul ditaklukkan Belanda.

Kosongnya kepemimpinan lokal mengakibatkan Belanda menerbitkan Korte Veklaring, yaitu perjanjian pendek tentang pengangkatan raja sebagai pemulihan kondisi kerajaan yang sempat lowong setelah penaklukan. Kerajaan tidak lagi berdaulat, tetapi hanya sekadar perpanjangan tangan kekuasaaan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sampai kemudian muncul Jepang menggeser Belanda hingga berdirinya NKRI.

Masa kemerdekaan Para raja-raja di Nusantara mendapat desakan oleh pemerintahan Orde Lama (Soekarno) untuk membubarkan kerajaan mereka dan melebur dalam wadah NKRI.

Pada tahun 1950-1960an, Indonesia khususnya Sulawesi Selatan disibukkan dengan pemberontakan. Pemberontakan ini mengakibatkan banyak orang Bugis meninggalkan kampung halamannya. Pada zaman Orde Baru, budaya periferi seperti budaya di Sulawesi benar-benar dipinggirkan sehingga semakin terkikis. Sekarang generasi muda Makassar & Bugis adalah generasi yang lebih banyak mengonsumsi budaya material sebagai akibat modernisasi, kehilangan jati diri akibat pendidikan pola Orde Baru yang meminggirkan budaya mereka.

Seiring dengan arus reformasi, munculah wacana pemekaran. Daerah Nama bahasa daerah suku bugis membentuk provinsi baru yaitu Sulawesi Barat. Kabupaten Luwu terpecah tiga daerah tingkat dua. Sementara banyak kecamatan dan desa/kelurahan juga nama bahasa daerah suku bugis.

Namun sayangnya tanah tidak bertambah luas, malah semakin sempit akibat bertambahnya populasi dan transmigrasi. Kepercayaan Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama Islam (sekitar 99%). Islamisasi masyarakat Bugis nama bahasa daerah suku bugis mengakar kuat, walau masih ada sebagian kecil masyarakat yang menganut kepercayaan tradisional Tolotang yang jumlahnya sekitar sebanyak 15 ribu jiwa dan tinggal di wilayah Sidenreng Rappang.

Sebelum Islamisasi masyarakat Bugis, telah ada sebagian masyarakat yang menganut agama Kristen abad ke 16 yang dibawa oleh Portugis. Saat ini masih ada komunitas penganut Kristen di daerah Soppeng namun jumlahnya hanya sekitar 5 ribu jiwa. Pada abad ke-17, penyebaran Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari tanah Melayu dan Minangkabau membuat banyak masyarakat penganut Kristen dan Tolotang masuk Islam sehingga Islam menyebar luas di tanah Bugis dan Makassar.

Mata pencarian Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang.

Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan. Perompak Sejak Perjanjian Bongaya yang menyebabkan jatuhnya Makassar ke tangan kolonial Belanda, orang-orang Bugis dianggap sebagai sekutu bebas pemerintahan Belanda yang berpusat di Batavia.

Jasa yang diberikan oleh Arung Palakka, seorang Bugis nama bahasa daerah suku bugis Bone kepada pemerintah Belanda, menyebabkan diperolehnya kebebasan bergerak lebih besar kepada masyarakat Bugis.

Namun kebebasan ini disalahagunakan Bugis untuk menjadi perompak yang mengganggu jalur niaga Nusantara bagian timur. Armada perompak Bugis merambah seluruh Kepulauan Indonesia. Mereka bercokol di dekat Samarinda dan menolong sultan-sultan Kalimantan di pantai barat dalam perang-perang internal mereka. Perompak-perompak ini menyusup ke Kesultanan Johor nama bahasa daerah suku bugis mengancam Belanda di benteng Malaka. [11] Serdadu bayaran Selain sebagai perompak, karena jiwa merantau dan loyalitasnya terhadap persahabatan orang-orang Bugis terkenal sebagai serdadu bayaran.

Orang-orang Bugis sebelum konflik terbuka dengan Belanda mereka salah satu serdadu Belanda yang setia. Mereka banyak membantu Belanda, yakni saat pengejaran Trunojoyo di Jawa Timur, penaklukan pedalaman Minangkabau melawan pasukan Paderi, serta membantu orang-orang Eropa ketika melawan Ayuthaya di Thailand.

nama bahasa daerah suku bugis

{INSERTKEYS} [12] Orang-orang Bugis juga terlibat dalam perebutan kekuasaan dan menjadi serdadu bayaran Kesultanan Johor, ketika terjadi perebutan kekuasaan melawan para pengelana Minangkabau pimpinan Raja Kecil. Perkawinan Orang Bugis memandang perkawinan sebagai suatu upacara adat yang bertujuan untuk menyatukan hubungan kekeluargaan antara dua keluarga besar menjadi semakin erat.

Perkawinan tidak dianggap sebatas menyatukan dua mempelai dalam hubungan suami-istri, melainkan mendekatkan hubungan keluarga yang sudah jauh. Pandangan ini membuat orang Bugis memilih perkawinan antara keluarga dekat, karena mereka sudah saling mengenal sebelumnya.

[13] Kebudayaan Suku Bugis menganggap lontara sebagai sumber tertulis yang berkaitan dengan sejarah, budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis menggunakan lontara sebagai alat untuk menyampaikan cara berpikir dan pengalaman masa lalu masyarakatnya.

Lontara dijadikan sebagai simbol budaya suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke masyarakat masa berikutnya. [14] Tempat tinggal Suku Bugis umumnya membedakan bentuk rumah sebagai penanda pranata sosial di dalam masyarakatnya. Rumah suku Bugis dibedakan menjadi " saoraja'' dan '' bola''. Perbedaan keduanya terletak pada simbol-simbol tertentu di dalam arsitektur rumah dan bukan dari struktur dan konstruksinya. '' Saoraja'' adalah rumah berukuran besar yang ditempati oleh keturunan raja atau kaum bangsawan, sedangkan '' bola'' adalahi rumah biasa yang menjadi tempat tinggal bagi rakyat biasa.

Saoraja memiliki 40 sampai 48 tiang sehingga berukuran lebih besar, sedangkan bola memiliki 20 sampai 30 tiang sehingga berukuran lebih kecil. Perbedaan status sosial dapat diketahui melalui bentuk tutup bubungan atap rumah yang disebut '' timpaklaja''. Timpaklaja pada saoraja bertingkat-tingkat antara 3-5 tingkat, sedangkan timpaklaja pada bangunan bola tidak bertingkat. Semakin banyak jumlah tingkat timpaklaja maka semakin tinggi pula status sosial penghuninya. [15] Bugis perantauan Museum Bugis di Johor, Malaysia.

Suku Bugis dikenal sebagai suku yang menyebar luas ke berbagai daerah di Indonesia. Orang Bugis melakukan perantauan besar-besaran di kawasan Nusantara sejak abad ke-17 Masehi.

Koloni-koloni suku Bugis ditemukan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Pontianak, Johor, dan Semenanjung Melayu. Di perantauan, koloni suku Bugis mengembangkan pelayaran, perdagangan, perikanan, pertanian dan pembukaan lahan perkebunan.

[16] Kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun hingga Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Bahkan, di pinggiran kota Cape Town, Afrika Selatan terdapat sebuah suburb yang bernama Maccassar, sebagai tanda penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka [ butuh rujukan].

Oleh karena itulah, pada daerah-daerah yang ditempati suku Bugis ini, dapat dijumpai mushaf Quran kuno. Biasanya di daerah pesisir, serupa Bima, Sumbawa, dan Bali. Bahkan Quran dari suku Bugis pun pernah dijumpai di Riau. [17] Penyebab merantau Konflik antara kerajaan Bugis dan Makassar serta konflik sesama kerajaan Bugis pada abad ke-16, 17, 18 dan 19, menyebabkan tidak tenangnya daerah Sulawesi Selatan.

Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Selain itu budaya merantau juga didorong oleh keinginan akan kemerdekaan. Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kemerdekaan. Bugis di Kalimantan Timur Sebagian orang-orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi perjanjian Bongaja, mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda dan ada pula yang hijrah ke pulau-pulau lainnya di antaranya ada yang hijrah ke daerah Kesultanan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh Lamohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama).

Kedatangan orang-orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa itu diterima dengan baik oleh Sultan Kutai. Atas kesepakatan dan perjanjian, oleh Raja Kutai rombongan tersebut diberikan lokasi sekitar kampung melantai, suatu daerah dataran rendah yang baik untuk usaha Pertanian, Perikanan dan Perdagangan. Sesuai dengan perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Raja Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh.

Semua rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang) tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan di dalam pelayaran karena daerah yang berarus putar (berulak) dengan banyak kotoran sungai.

Selain itu dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili). Bugis di Jambi Penduduk Bugis mulai merantau ke Sumatra termasuk ke Jambi pada saat daerahnya dijajah oleh pasukan Belanda.

Penduduk Bugis berangsur-angsur meninggalkan daerahnya pada sekitar tahun 1950-an dan mencari daerah yang situasi nya lebih aman. Penduduk Bugis di Provinsi Jambi kebanyakan bermukim di wilayah pesisir timur Provinsi Jambi tepatnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat ( Kuala Tungkal, Pangkal Duri) maupun di Kabupaten Tanjung Jabung Timur ( Mendahara, Kampung Laut, Tanjung Solok, Muara Sabak, Alang Alang, Simbur Naik, Lambur, Pemusiran, Nipah Panjang) serta bermukim di daratan seperti di Kota Jambi dan kebanyakan di Desa Tangkit Baru Kabupaten Muaro Jambi.

Selain di Provinsi Jambi, penduduk Bugis juga menyebar di daerah tetangga yaitu di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau ( Pulau Kijang, Sungai Terab, Keritang, Kotabaru Reteh, Sanglar, Pebenaan, Benteng, Kuala Enok, Tanah Merah, Tembilahan, Sungai Guntung, Pulau Burung).

Bugis di Sumatra dan Semenanjung Malaysia Setelah dikuasainya kerajaan Gowa oleh VOC pada pertengahan abad ke-17, banyak perantau Melayu dan Minangkabau yang menduduki jabatan di kerajaan Gowa bersama orang Bugis lainnya, ikut serta meninggalkan Sulawesi menuju kerajaan-kerajaan di tanah Melayu. Di sini mereka turut terlibat dalam perebutan politik kerajaan-kerajaan Melayu. Hingga saat ini banyak raja-raja di Johor & selangor yang merupakan keturunan Luwu.

Lihat pula • Melayu-Bugis • Demografi Indonesia • Daftar tokoh Bugis • Bahasa Bugis • Andi (Gelar) • Budaya Bugis Referensi • ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175. • ^ "Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono.

Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies. p. 271.". 2015. Tidak memiliki atau membutuhkan -url= ( bantuan) • ^ Ooi, Keat Gin (2004).

Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, From Angkor Wat to East Timor. ABC-CLIO. hlm. 286. ISBN 1576077705. • ^ Said, Nurman (Summer 2004). "Religion and Cultural Identity Among the Bugis (A Preliminary Remark)" (PDF). Inter-Religio (45): 12–20. • ^ Mills, Roger Frederick (1975). "Proto South Sulawesi and Proto Austronesian phonology" (PDF).

Ph. D thesis. University of Michigan. • ^ Shiv Shanker Tiwary & Rajeev Kumar (2009). Encyclopaedia of Southeast Asia and Its Tribes, Volume 1. Anmol Publications. hlm. 47. ISBN 978-81-261-3837-1. • ^ Pelras, C. 1996. The Bugis. Oxford: Blackwell. • ^ Bulbeck, D. and I. Caldwell. 2000. Land of iron; The historical archaeology of Luwu and the Cenrana valley.

Hull: Centre for South East Asian Studies, University of Hull. • ^ Brooke, J. 1848. Narrative of events in Borneo and Celebes down to the occupation of Labuan. From the Journals of James Brooke, Esq.

Rajah of Sarawak and Governor of Labuan [. . .] by Captain Rodney Mundy. London: John Murray. • ^ Naim, Mochtar. Merantau. • ^ Vlekke, Bernard H.M. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 263. • ^ Vlekke, Bernard H.M. Nusantara Sejarah Indonesia.

Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 200. • ^ Hafid, dkk. (2016). Adat Perkawinan Suku Bugis di Perantauan: Studi di Kabupaten Bombana (PDF). Kendari: Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia Sultra. hlm. 3. ISBN 978-602-60719-0-3. Parameter -url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • ^ Misnah (2019). Budaya Tradisi Lisan: Sumber Pembelajaran Sejarah Lokal Sulawesi Tengah (PDF).

Banyumas: CV. Pena Persada. hlm. 61–62. ISBN 978-623-7699-08-8. Parameter -url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • ^ Duli, dkk. (2013). Monumen Islam Di Sulawesi Selatan (PDF). Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. hlm. 90. ISBN 978-602-8405-50-8. Parameter -url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) • ^ Hendraswati, Dalle, J., dan Jamalie, Z.

(2017). Diaspora dan Ketahanan Budaya Orang Bugis di Pagatan Tanah Bumbu (PDF). Yogyakarta: Penerbit Kepel Press. hlm. 2–3. ISBN 978-602-356-197-1. Parameter -url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan ( bantuan) Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list ( link) • ^ Permana, Fuji E.; editor: Wachidah Handasah.

10 Desember 2018. "Melestarikan Mushaf Kuno Nusantara". Republika. Hlm.17 Pranala luar • http://www.oxis.org/books/pelras-1996.pdf Kategori tersembunyi: • Halaman dengan argumen ganda di pemanggilan templat • Halaman yang menggunakan rujukan web tanpa URL • Halaman dengan rujukan yang menggunakan parameter yang tidak didukung • Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list • "Related ethnic groups" needing confirmation • Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan • Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan April 2022 • Halaman ini terakhir diubah pada 22 April 2022, pukul 05.45.

• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • • Berikut adalah nama bahasa daerah, rumah adat, tarian daerah, serta pakaian daerah suku Bugis.

Suku Bugis Bahasa Daerah : Bahasa Austronesia Rumah Adat : - Saoraja = ditempati oleh patra raja - Bola = ditempati rakyat biasa - Tarian Daerah : Tari Paduppa Bosara, Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari, Tari Pattennung, dan masih banyak lagi. Pakaian Daerah : Baju Bodo (baju adat yang digunakan untuk perempuan, Jas tutu (baju adat yang digunakan oleh pria) Pembahasan Suku Bugis adalah suku yang ada di Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan. Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero yang bermukim di Nusantara setelah migrasi pertama dari Yunan, daratan Asia.

Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang mempunyai arti "orang Bugis''. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo. Suku bugis mempunyai budaya yang menggambarkan tentang budaya orang bugis, yaitu Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.

Pelajari lebih lanjut 1. Nama adat istiadat Indonesia beserta daerahnya brainly.co.id/tugas/13580021 2. Suku Bangsa Indonesia brainly.co.id/tugas/9150043 -------------------------------------------------- Semoga membantu. Detil tambahan Kelas: 10 SMA Kategori: - Kata kuncii: Suku bangsa Indonesia, Suku Bugis, keragaman Indonesia, budaya Indonesia Beberapa nelayan yang menggunakan perahu berhasil ditangkap oleh gabungan aparat keamanan (TNI dan Polri) di tengah laut.

Mereka sengaja akan menyelun … dupkan bahan bakar minyak ke negara tetangga. Contoh kasus tersebut merupakan bentuk.... A. Gangguan keamanan laut B. Kejahatan lintas negara C.

Ancaman terorisme D. Gerakan separatis 26. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini. 1) Pemerintah daerah merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. 2) Pemerintah daerah hanya … bagian dari pelaksana penyelenggara pemerintahan pusat. 3) Pemerintah daerah leluasa dalam melaksanakan kekuasaan yang dilimpahkannya.

4) Pembangunan lebih merata ke pelosok daerah. 5) Pendapatan daerah disetor ke pusat hingga 80%. Jawaban yang tepat dari hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah pada masa Orde baru adalah​ Ketika keluarga sering ribut atau sering terjadi KDRT, maka anak akan merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya. Maka wajar jika anak-anak yan … g sudah biasa hidup di lingkungan yang penuh dengan kekerasan akan juga melakukan kekerasan seperti contohnya tawuran.

Ia akan merasa bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dilakukan oleh seseorang. Maka dalam teori belajar dan moral, anak tersebut adalah hasil belajar dari…. a. trial and error learning, b. Imitation dan modeling. c. identification d. Jawaban a, b dan c salah Suruh analisis, PT Intan Pariwara didirikan pada tahun 1984 dan merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang penerbitan buku-buku pelajaran … mulai tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Negeri, dan buku-buku umum, seperti buku-buku cerita, buku olahraga, buku kesenian, dan lain sebagainya.Dalam menjalankan proses bisnisnya, PT Intan Pariwara tidak lepas dari visi dan misinya.

Visi PT Intan Pariwara adalah ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyediakan sarana pendidikan yang bermutu. Misi PT Intan Pariwara adalah menciptakan sarana ilmu pengetahuan dengan harga terjangkau. PT Intan Pariwara juga memiliki kredo atau slogan ”Mari Bersama Intan Pariwara Mencerdaskan Bangsa”. Di dalam menjalankan bisnisnya, PT Intan Pariwara dipimpin oleh seorang Direktur. Direktur membawahi Manajer. Di dalam struktur organisasi terdapat tiga macam unsur bisnis yaitu bisnis support, bisnis akselerasi dan bisnis operasional.

Yang terlibat pada bisnis operasional antara lain nasional sales manajer, regional manajer, sales manajer, pimpinan perwakilan, staf finance, koordinator pos, staf gudang dan kepala seksi jenjang TK hingga SMA. Yang terlibat pada bisnis akselerasi antara lain bagian finance, pembukuan, pajak dan IT. Sedangkan yang terlibat pada bisnis support antara lain bagian HRD, General Affair dan PR. Analisislah lingkungan umum dan lingkungan khusus dari organisasi atau perusahaan tersebut di atas!
• Afrikaans • አማርኛ • العربية • Asturianu • Azərbaycanca • تۆرکجه • Basa Bali • Bikol Central • Brezhoneg • ᨅᨔ ᨕᨘᨁᨗ • Català • Cebuano • Čeština • Deutsch • English • Esperanto • Español • Eesti • فارسی • Suomi • Français • Galego • 客家語/Hak-kâ-ngî • हिन्दी • Fiji Hindi • Hrvatski • Ilokano • Íslenska • Italiano • 日本語 • Jawa • 한국어 • Коми • Lietuvių • Latviešu • Minangkabau • Bahasa Melayu • Li Niha • Nederlands • Norsk bokmål • Polski • Piemontèis • Português • Русский • ᱥᱟᱱᱛᱟᱲᱤ • Svenska • Kiswahili • தமிழ் • ไทย • Türkçe • Українська • Oʻzbekcha/ўзбекча • Tiếng Việt • 吴语 • 中文 • Bân-lâm-gú • 粵語 Wilayah sebaran bahasa Bugis dan bahasa Campalagian di seluruh Sulawesi Bahasa Bugis adalah salah satu bahasa dari rumpun bahasa Austronesia yang digunakan oleh suku Bugis.

Penutur bahasa Bugis umumnya tinggal di Sulawesi Selatan. Wilayah penuturnya terutama di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Barru, Kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Pinrang, Kota Parepare. Bahasa Bugis juga dipertuturkan di sebagian wilayah di Kabupaten Enrekang, Kabupaten Majene, dan Kabupaten Bulukumba.

Bahasa Bugis terdiri dari beberapa dialek. Seperti dialek Pinrang yang mirip dengan dialek Sidrap. Dialek Bone (yang berbeda antara Bone utara dan Selatan).

Dialek Soppeng. Dialek Wajo (juga berbeda antara Wajo bagian utara dan selatan, serta timur dan barat). Dialek Barru, Bahasa Bugis Sinjai dan sebagainya.. Ada beberapa kosakata yang berbeda selain dialek. Misalnya, dialek Pinrang dan Sidrap menyebut kata Loka untuk pisang.

Sementara dialek Bugis yang lain menyebut Otti atau Utti,adapun dialek yang agak berbeda yakni kabupaten Sinjai setiap Bahasa Bugis yang menggunakan Huruf "W" diganti dengan Huruf "H". Contoh; diawa di ganti menjadi diaha. Huruf "C" dalam dialek bahas Bugis lain, dalam dialek Sinjai berubah menjadi "SY". Contoh : cappa(ujung) menjadi "syappa".

Karya sastra terbesar dunia yaitu I Lagaligo menggunakan Bahasa Bugis tinggi yang disebut bahasa Torilangi. Bahasa Bugis umum menyebut kata Menre' atau Manai untuk kata yang berarti "ke atas/naik". Sedang bahasa Torilangi menggunakan kata "Manerru". Untuk kalangan istana, Bahasa Bugis juga mempunyai aturan khusus. Jika orang biasa yang meninggal digunakan kata "Lele ri Pammasena" atau "mate". Sedangkan jika Raja atau kerabatnya yang meninggal digunakan kata "Mallinrung".

Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Contoh: Konsonan [ sunting - sunting sumber ] B C D G H J K L M N P R S T W Y Klaster konsonan [ sunting - sunting sumber ] • Mp • Nc • Ng • Nr • Ny Triftong • Ngk Tanda kutip ' Contoh angka dalam bahasa bugis: Bahasa Indonesia Bahasa Bugis Nol Nolo' Satu Si'di Dua Duwa Tiga Tellu Empat Eppa' Lima Lima Enam Enneng Tujuh Pitu Delapan Aruwa' Sembilan Asera' Sepuluh Seppulo Sebelas Seppulo si'di Dua belas Seppulo duwa Dua puluh Duwappulo Tiga puluh Telluppulo Empat puluh Patappulo Lima puluh Limappulo Enam puluh Enneng pulo Tujuh puluh Pituppulo Delapan puluh Arua'ppulo Sembilan puluh Asera'ppulo Seratus Siratu' Seribu Sisebbu • (Indonesia) Daftar peribahasa dalam Bahasa Bugis dan Bahasa Makassar di Wikiquote Diarsipkan 2009-04-09 di Wayback Machine.

Wikipedia juga mempunyai edisi Bahasa Bugis • Aceh • Bangka • Batak • Alas-Kluet • Angkola • Karo • Mandailing • Pakpak • Singkil • Simalungun • Toba • Col • Devayan • Haloban • Lekon • Duano a • Enggano • Gayo • Haji • Kaur • Kerinci • Komering • Kubu • Lampung • Api • Nyo • Loncong • Lubu • Melayu • Melayu Barisan Selatan • Besemah • Bengkulu • Ogan • Semendo • Serawai • Melayu Jambi • Mentawai • Minangkabau • Jamee • Kampar • Mukomuko • Pesisir Sibolga • Musi • Palembang • Nasal • Nias • Pekal • Rejang • Sigulai • Abui • Adang • Adonara • Alor • Amarasi • Anakalangu • Bali • Bengkala 2 • Bilba • Bima • Blagar • Bunak b • Dela-Oenale • Dengka • Dhao • Ende • Hamap • Helong • Ile Ape • Kabola • Kafoa • Kamang • Kambera • Kedang • Kelon • Kemak b • Ke'o • Kepo' • Kodi • Komodo • Kui • Kula • Lamaholot • Lamalera • Lamatuka • Lamboya • Lamma • Laura • Lembata Barat • Lembata Selatan • Levuka • Lewo Eleng • Lewotobi • Lio • Lole • Melayu Bali • Melayu Kupang • Melayu Larantuka • Mamboru • Manggarai • Nage • Nedebang • Ngada • Ngada Timur • Palue • Rajong • Rembong • Retta • Ringgou • Riung • Rongga • Sabu • Sasak • Sawila • Sikka • So'a • Sumbawa • Tambora • Tereweng • Termanu • Tetun b • Tewa • Tii • Uab Meto • Wae Rana • Wanukaka • Wejewa • Wersing • Abal • Ampanang • Aoheng • Bahau • Bakati' • Rara • Sara • Barangas • Bakumpai • Banjar • Basap • Benyadu' • Bidayuh • Biatah a • Bukar-Sadong a • Bolongan a • Bukat • Bukitan • Burusu • Dusun • Deyah • Malang • Witu • Embaloh • Hovongan • Iban a • Jangkang • Kayan • Kayan Busang • Sungai Kayan • Mahakam • Mendalam • Wahau • Kelabit a • Kembayan • Kendayan • Keninjal • Kenyah • Kelinyau a • Wahau • Kereho • Kohin • Lawangan • Lengilu • Lun Bawang a • Ma'anyan • Melayu • Kota Bangun • Berau • Bukit • Dayak • Pontianak • Tenggarong • Modang • Mualang • Murut • Selungai Murut a • Sembakung Murut a • Tagal Murut a • Ngaju • Okolod a • Ot Danum • Paku • Punan • Aput • Merah • Merap • Tubu • Putoh • Ribun • Sa'ban • Sanjau Basap • Sanggau • Seberuang • Segai • Semandang • Siang • Taman • Tausug a • Tawoyan • Tidong a • Tunjung • Uma' • Lasan • Lung • Alune • Amahai • Ambelau • Aputai • Asilulu • Babar Tenggara • Babar Utara • Banda • Barakai • Bati • Batuley • Benggoi • Boano • Bobot • Buli • Buru • Dai • Damar Barat • Damar Timur • Dawera-Daweloor • Dobel • Elpaputih • Emplawas • Fordata • Galela • Gamkonora • Gane • Gebe • Geser-Gorom • Gorap • Haruku • Hitu • Horuru • Hoti • Huaulu • Hukumina • Hulung • Ibu • Ili'uun • Imroing • Kadai • Kaibobo • Kamarian • Kao • Karey • Kayeli • Kei • Kisar • Koba • Kola • Kompane • Kur • Laba • Laha • Larike-Wakasihu • Latu • Leti • Liana-Seti • Lisabata-Nuniali • Lisela • Lola • Loloda • Lorang • Loun • Luang • Luhu • Maba • Makian Barat • Makian Timur • Melayu Ambon • Melayu Bacan • Melayu Banda • Melayu Maluku Utara • Mangole • Manipa • Manombai • Manusela • Mariri • Masela Barat • Masela Tengah • Masela Timur • Masiwang • Modole • Moksela • Naka'ela • Nila • Naulu Selatan • Naulu Utara • Nusa Laut • Oirata • Pagu • Palumata • Patani • Paulohi • Perai • Piru • Roma • Sahu • Salas • Saleman • Saparua • Sawai • Seit-Kaitetu • Selaru • Seluwasan • Sepa • Serili • Serua • Sula • Tabaru • Taliabu • Talur • Tarangan Barat • Tarangan Timur • Tela-Masbuar • Teluti • Teor • Ternate • Ternateño 1 • Te'un • Tidore • Tobelo • Tugun • Tugutil • Tulehu • Ujir • Waioli • Watubela • Wamale Selatan • Wamale Utara • Yalahatan • Yamdena • Abinomn 3 • Abun 3 • Aghu • Airoran • Ambai • Anasi • Ansus • Arandai • Arguni • As • Asmat Pantai Kasuari • Asmat Tengah • Asmat Utara • Asmat Yaosakor • Atohwaim • Auye • Awbono • Awera • Awyi • Awyu Asue • Awyu Tengah • Awyu Edera • Awyu Jair • Awyu Utara • Awyu Selatan • Bagusa • Baham • Barapasi • Bauzi • Bayono • Bedoanas • Beneraf • Berik • Betaf • Biak • Biga • Biritai • Bonggo • Burate • Burmeso • Burumakok • Buruwai • Busami • Citak • Citak Tamnim • Dabe • Damal • Dani Lembah Bawah • Dani Lembah Tengah • Dani Lembah Atas • Dani Barat • Dao • Dem • Demisa • Dera • Diebroud • Dineor • Diuwe • Doutai • Duriankere • Dusner • Duvle • Edopi • Eipomek • Ekari • Elseng 3 • Emem • Eritai • Erokwanas • Fayu • Fedan • Foau • Gresi • Hatam 3 • Hupla • Iau • Iha • Iha Pijin 4 • Irarutu • Iresim • Isirawa • Itik • Iwur • Jofotek-Bromnya • Kaburi • Kais • Kaiy • Kalabra • Kamberau • Kamoro • Kanum Bädi • Kanum Ngkâlmpw • Kanum Smärky • Kanum Sota • Kapauri • Kaptiau • Karas • Karon Dori • Kaure • Kauwera • Kawe • Kayagar • Kayupulau • Kehu 5 • Keijar • Kemberano • Kembra 5 • Kemtuik • Ketengban • Ketum • Kimaghima • Kimki • Kirikiri • Kofei • Kokoda • Kombai • Komyandaret • Konda • Koneraw • Kopkaka • Korowai • Korupun-Sela • Kosare • Kowiai • Kuri • Kurudu • Kwer • Kwerba • Kwerba Mamberamo • Kwerisa • Kwesten • Kwinsu • Legenyem • Lepki 5 • Liki • Maden • Mai Brat • Mairasi • Maklew • Melayu Papua • Mander • Mandobo Atas • Mandobo Bawah • Manem • Manikion/Mantion/Sougb • Mapia • Marau • Marind • Marind Bian • Masimasi • Massep 3 • Matbat • Mawes • Ma'ya • Mekwei • Meoswar • Mer • Meyah • Mlap • Mo • Moi • Molof 5 • Mombum • Momina • Momuna • Moni • Mor • Mor • Morai • Morori • Moskona • Mpur 3 • Munggui • Murkim 5 • Muyu Utara • Muyu Selatan • Nafri • Nakai • Nacla • Namla 5 • Narau • Ndom • Nduga • Ngalum • Nggem • Nimboran • Ninggerum • Nipsan • Nisa • Obokuitai • Onin • Onin Pijin 4 • Ormu • Orya • Papasena • Papuma • Pom • Puragi • Rasawa • Riantana • Roon • Samarokena • Saponi • Sauri • Sause • Saweru • Sawi • Seget • Sekar • Semimi • Sempan • Sentani • Serui-Laut • Sikaritai • Silimo • Skou • Sobei • Sowanda • Sowari • Suabo • Sunum • Tabla • Taikat • Tamagario • Tanahmerah • Tandia • Tangko • Tarpia • Tause • Tebi • Tefaro • Tehit • Tobati • Tofanma 5 • Towei • Trimuris • Tsaukambo • Tunggare • Una • Uruangnirin • Usku 5 • Viid • Vitou • Wabo • Waigeo • Walak • Wambon • Wandamen • Wanggom • Wano • Warembori • Wares • Waris • Waritai • Warkay-Bipim • Waropen • Wauyai • Woi • Wolai • Woria • Yahadian • Yale Kosarek • Yali Angguruk • Yali Ninia • Yali Lembah • Yaqay • Yarsun • Yaur • Yawa • Yei • Yelmek • Yeretuar • Yetfa • Yoke • Zorop Kategori tersembunyi: • Artikel bahasa dengan jumlah penutur yang tidak bertanggal • Artikel bahasa dengan kode ISO 639-2 • Artikel bahasa dengan kode ISO 639-1 • Artikel bahasa tanpa referensi • Artikel bahasa tanpa kode Glottolog • Artikel bahasa Februari 2022 • Semua artikel bahasa • Artikel bahasa dengan field infobox yang tidak didukung • Templat webarchive tautan wayback • Semua artikel rintisan • Rintisan bertopik bahasa • Semua artikel rintisan Februari 2022 • Halaman ini terakhir diubah pada 2 Februari 2022, pukul 11.41.

• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
Suku Bugis adalah salah satu etnis suku yang berasal dari Sulawesi. Suku ini termasuk salah satu jenis suku yang terkenal di Indonesia. Kebudayaannya yang unik dan ciri khas yang menarik membuat masyarakat Bugis dikenal baik di kalangan masyarakat.

Orang Bugis memiliki bahasa dan sastra yang baik, dilihat dari segi tulisan maupun lisan. Banyak hal mulai dari sejarah hingga kebudayaan yang dimilikinya. setiap warna busana memiliki makna dan filosofi berbeda, panrita.news Tidak ada penjelasan pasti tentang asal muasal masyarakat Bugis. Peninggalan sejarah seperti monumen, prasasti, dan lain sebagainya digunakan sebagai alat untuk menelusuri sejarah berhubungan dengan asal muasal Bugis.

Pada abad ke-15, informasi tentang sumber masyarakat Bugis ditulis di beberapa peninggalan sejarah. Hal ini dapat membantu dan dijadikan dasar acuan untuk mengetahui sejarah orang Bugis. Kerajaan Bugis dan wilayahnya memiliki kronik. Setiap kronik yang dibuat menghasilkan satu kesatuan cerita yang digunakan sebagai acuan.

Sama dengan wilayah pada umumnya, suku ini berasal dari pemindahan kekuasaan kerajaan yang mengalami penurunan seiring berjalannya waktu. Sebuah naskah berupa kronik yang dibuat oleh orang Makassar atau orang Bugis disebut lontara.

Lontara adalah catatan rinci tentang wilayah kerajaan, catatan harian, keluarga bangsawan, dan lain sebagainya. Adanya informasi ini disimpan dalam istana atau rumah bangsawan.

Bugis berasal dari kata to ugi artinya orang Bugis. Ugi adalah nama raja pertama Kerajaan Cina yang terdapat di Sulawesi Selatan tepatnya di Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo.

Saat ini daerah tersebut disebut La Sattumpugi, sedangkan rakyatnya disebut To Ugi. Asal usul masyarakat Bugis berasal dari silsilah keluarga Cina yang berasal di Sulawesi Selatan. Ibu kota Makassar dulunya disebut Ujungpandang. Kisah asal usul Bugis tidak jauh dari Saweregading Oppuna Ware atau kisah tradisi masyarakat Bugis yang terdapat di karya sastra La Galigo.

Sejarah Suku Bugis indephedia.com Kerajaan kuno di Sulawesi Selatan adalah Kedatuan Luwu. Kerajaan ini merupakan asal mula munculnya kerajaan lain di Sulawesi Selatan dan berkembang pesat. Seperti Kerajaan Gowa, Mandar, Sidenreng, Soppeng, Wajo dan Kerajaan Bone. Kerajaan Luwu memiliki kekayaan yang melimpah karena menjalankan industri pelabuhan biji besi yang dibawa ke Malangke dataran pantai daerah tengah.

Besi tersebut kemudian diproses menjadi alat pertanian atau senjata yang kemudian diekspor ke dataran rendah penghasil beras. Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Luwu berjaya dan menjadi wilayah yang ditakuti pada abad ke-14.

Masyarakat tidak berani menginjakkan kaki ke bagian selatan semenanjung barat daya hingga tenggara karena merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Luwu.

Seperti suku pada umumnya, Bugis juga memiliki sejarah panjang yang menarik untuk diketahui. Suku ini mampu mendirikan kerajaan yang tidak berhubungan dengan India. Selain itu, Suku Bugis juga tidak mendirikan kota sebagai pusat aktivitas, melainkan menggunakan berbagai daerah. Orang Eropa yang pertama kali datang ke tanah Bugis adalah Portugis yang bertujuan berdagang.

Para pedagang Eropa ini awalnya mendarat di pesisir Barat daerah Sulawesi Selatan pada tahun 1530. Kerjasama mulai dilakukan sejak tahun 1559 berupa perdagangan secara teratur. Sejak abad ke 17 Masehi, orang Bugis bersama masyarakat di Sumatra menganut agama Islam.

Bersama dengan masyarakat Minangkabau, Melayu, Aceh, Sunda, Kalimantan, dan Madura. Mereka dianggap sebagai orang Nusantara dengan identitas Keislaman yang kuat. Kepercayaan Agama Bugis Islam pertama kali masuk dan berkembang di Suku Bugis pada abad ke-17. Pertama kali agama Islam disebarkan oleh penyiar yang diutus oleh Sultan Iskandar Muda asal Aceh yang diutus untuk menyebarkan agama Islam di Sulawesi. Nama penyiar tersebut adalah Datuk ri Bandang atau yang memiliki nama asli Abdul Makmur.

Beliau berhasil mengajak masyarakat Gowa dan Tallo masuk ke agama Islam. Penyebaran agama Islam ini dilakukan secara bertahap dan dilakukan oleh orang yang berbeda. Nurdin Ariyani atau yang disebut Datuk ri Tiro menyebarkan agama Islam di daerah Bulukumba. Sedangkan Suleiman atau Datuk Patimang menyebarkan agama Islam di daerah Luwu. Ketiganya menghadapi tantangan tersendiri karena pada saat itu masyarakat menganut tradisi sangat kental.

Kebudayaan Suku Bugis cermati.com Suku Bugis memiliki kebudayaan yang kental dan dilestarikan hingga saat ini. Oleh karena itu banyak sekali adat dan aturan yang wajib dipahami masyarakat Bugis agar tetap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Berikut kebudayaan masyarakat Bugis tentang perkawinan. 1.

Perkawinan Adat Bugis Masyarakat Bugis memiliki standar perkawinan ideal, di mana di dalamnya terdapat peraturan yang berhubungan dengan perkawinan adat. Namun perkawinan ini tidak diwajibkan, sehingga banyak masyarakat Bugis yang tidak menjalankan perkawinan adat ideal. • Assialang marola yaitu pernikahan antara saudara sepupu generasi satu. Pernikahan ini boleh dilakukan baik dengan keluarga dari ayah maupun keluarga dari ibu.

Seorang pemuda dapat memilih sepupu yang sederajat dengan generasi ayah atau ibunya. • Assialana memang yaitu pernikahan dilakukan antara saudara sepupu generasi kedua, ketentuannya sama yaitu berasal dari keluarga ayah atau ibu.

• Ripaddeppe’ mabelae yaitu pernikahan antar saudara sepupu generasi ketiga yang dapat dipilih dengan keluarga ayah maupun ibu. 2. Perkawinan yang Dilarang • Saudara sekandung • Menantu dan mertua • Paman atau bibi dengan kemenakan • Kakek atau nenek dengan cucu • Anak dengan ibu atau ayah 3. Adat sebelum Perkawinan • Mappuce-puce adalah kunjungan keluarga laki-laki untuk meminta anak gadis dari keluarga perempuan.

Tradisi ini dapat disebut sebagai lamaran jika menggunakan istilah lain. • Massuro yaitu kunjungan pihak laki-laki untuk membicarakan acara pernikahan, jenis mas kawin, dan lain sebagainya kerumah pihak perempuan.

• Maduppa yaitu pemberitahuan pada seluruh kerabat bahwa mereka akan menikah. Rumah Adat Bugis Mseum Balla Lompoa di Gowa, via architecture.verdant.id Rumah adat suku asal Sulawesi ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan rumah adat di wilayah lain.

Rumah ini terdiri dari 3 kepercayaan yang kemudian menjadi makna yang terkandung dalam pembuatan rumahnya. Berikut merupakan 3 kepercayaan masyarakat Bugis terhadap rumah: • Ale kawaq artinya keadaan dan semua aktivitas yang terjadi di bumi.

• Buri liu adalah kepercayaan bahwa rumah adat ini bisa berdiri kokoh tanpa menggunakan paku besi, melainkan paku kayu. • Boting langiq adalah perkawinan yang terjadi di langit oleh We Tenriabeng.

Rumah adat suku ini juga memiliki berbagai jenis yang dapat dibedakan berdasarkan status sosial orang yang menghuninya. Berikut merupakan 2 jenis rumah adat masyarakat Bugis: • Rumah Sallasa atau Saoraja yang artinya rumah besar yang dihuni oleh kaum bangsawan.

• Rumah Bola adalah rumah yang dihuni oleh masyarakat biasa. Bahasa Suku Bugis Etnis ini memiliki bahasa sendiri yang dikenal sebagai Bahasa Bugis atau Ugi. Dialek orang Bugis terkenal memiliki konsonan yang disebut lontara. Lontara ini merupakan logat Bugis klasik yang dianggap sebagai huruf sakral.

Meski begitu, lontara digunakan dalam bahasa sehari-hari hingga terbentuk sebagai suatu kebiasaan. Lontara adalah bahasa Bugis atau Makassar yang artinya daun lontar. Setiap daun lontar disambungkan dengan benang kemudian digulung, mirip dengan gulungan pita kaset.

Penjelasan tentang Suku Bugis di atas dapat menjadi informasi bagi Anda yang ingin berkunjung sekaligus berwisata di sana. Banyak sekali hal menarik, mulai dari sejarah hingga bahasa yang digunakan masyarakat aslinya.MENU • Home • SMP • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • IPS • IPA • SMA • Agama • Bahasa Indonesia • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • IPA • Biologi • Fisika • Kimia • IPS • Ekonomi • Sejarah • Geografi • Sosiologi • SMK • S1 • PSIT • PPB • PTI • E-Bisnis • UKPL • Basis Data • Manajemen • Riset Operasi • Sistem Operasi • Kewarganegaraan • Pancasila • Akuntansi • Agama • Bahasa Indonesia • Matematika • S2 • Umum • (About Me) Orang bugis juga memiliki kesastraan baik itu lisan maupun tulisan.

Berbagai sastra tulis berkembang seiring dengan tradisi sastra lisan, hingga kini masih tetap dibaca dan disalin ulang. Perpaduan antara tradisi sastra lisan dan tulis itu kemudian menghasilkan salah satu Epos Sastra Terbesar didunia Yakni La Galigo yang naskahnya lebih panjang dari Epos Mahabharata.

Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut agama islam Orang bugis bersama orang aceh dan minang kabau dari Sumatra, Orang melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang Sunda dijawa Barat, Madura di jawa timur dicap sebagai Orang nusantara yang paling kuat identitas Keislamannya.

Bagi orang bugis menjadikan islam sebagai Integral dan esensial dari adat istiadat budaya mereka. Meskipun demikian pada saat yang sama berbagai kepercayaan peninggalan pra-islam tetap mereka pertahankan sampai abad ke 20 salah satu peninggalan dari jaman pra islam itu yang mungkin paling menarik adalah Tradisi Para Bissu (Pendeta Waria).

Bagi suku-suku lain disekitarnya orang bugis dikenal sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu demi kehormatan mereka orang bugis bersedia melakukan tindak kekerasan walaupun nyawa taruhannya. Namun demikian dibalik sifat keras tersebut orang bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi rasa kesetiakawanannya.

Orang eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah bugis adalah orang Potugis. Para pedagang eropa itu mula-mula mendarat dipesisir barat sulawesi selatan pada tahun 1530. akan tetapi pedangan portugis yang berpangkalan dimalaka baru menjalin hubungan kerjasama dalam bidang perdagangan secara teratur pada tahun 1559 Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Kerajaan Kutai Asal Usul Orang Bugis Asal usul orang bugis hingga kini masih tidak jelas dan tidak pasti berbeda dengan wilayah Indonesia.

Bagian barat Sulawesi selatan tidak memiliki monument (hindu atau budha) atau prasasti baik itu dari batu maupun dari logam, yang memungkinkan dibuatnya suatu kerangka acuan yang cukup memadai untuk menelusuri sejarah orang bugis Sejak abad sebelum masehi hingga kemasa ketika sumber-sumber tertulis barat cukup banyak tersedia.

Sumber tertulis setempat yang dapat diandalkan hanya berisi informasi abad ke 15 dan sesudahnya, Kronik Bugis Hampir semua kerajaan bugis dan seluruh daerah bawahannya hingga ketika paling bawah memiliki kronik sendiri.

Mulai dari kerajaan paling besar dan berkuasa sampai dengan kerajaan paling terkecil akan tetap hanya sedikit dari kronik yang memandang seluruh wilayah di sekitarnya sebagai suatu kesatuan. Naskah itu yang dibuat baik orang makassar maupun orang bugis yang disebut lontara oleh orang bugis berisi catatan rincian mengenai silsilah keluarga bangsawan, wilayah kerajaan, catatan harian, serta berbagai macam informasi lain seperti daftar kerajaan-kerajaan atau daerah-daerah bawahan, naskah perjanjian dan jalinan kerjasama antar kerjaan dan semuanya disimpan dalam istana atau rumah para bangsawan Suku Bugis tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero.

Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi.

La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.

Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Kerajaan Makassar Keadaan Geografis dan Demografis Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalahpribumi yang telah didatangi titisan langsung dari dunia atas yang turun (manurung) atau dari dunia bawah yang naik (tompo) untuk membawanorma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006).Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung,tidak terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini.

Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaankomunitasnya. Kata Bugis berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis.Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya KecamatanPammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi.

Ketika rakyat LaSattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka. Merekamenjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi.La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan BataraLattu ayahanda dari Sawerigading.

Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkanbeberapa anak, termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar.Sawerigading Opunna Ware (Yang Dipertuan Di Ware) adalah kisah yangtertuang dalam karya sastra La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. KisahSawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili,Gorontalo, dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.Sulawesi Selatan adalah sebuah provinsi di Indonesia, yang terletak dibagian selatan Sulawesi.

Ibu kotanya adalah Makassar, dahulu disebut ”Ujungpandang”. Sampai dengan Juni 2006, jumlah penduduk di Sulawesi Selatanterdaftar sebanyak 7.520.204 jiwa, dengan pembagian 3.602.000 laki-laki dan 63.918.204 orang perempuan dan memiliki relief berupa jazirah-jazirah yangpanjang serta pipih yang ditandai fakta bahwa tidak ada titik daratan yang jauhnyamelebihi 90 km dari batas pantai.

Kondisi yang demikian menjadikan pulauSulawesi memiliki garis pantai yang panjang dan sebagian daratannya bergunung-gunung. Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12′ – 8° Lintang Selatan dan116°48′ – 122°36′ Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi iniberbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone danSulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di selatan.Kombinasi ini meghamparkan alam yang mempesona dipandang baik daridaerah pesisir maupun daerah ketinggian.

Sekitar 30.000 tahun silam, pulauSulawesi telah dihuni oleh manusia. Peninggalan peradaban di masa tersebutditemukan di gua-gua bukit kapur daerah Maros kurang lebih 30 km dariMakassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan.

Peninggalan prasejarah lainnyayang berupa alat batu peeble dan flake serta fosil babi dan gajah yang telah punah,dikumpulkan dari teras sungai di Lembah Wallanae, diantara Soppeng danSengkang, Sulawesi Selatan.Pada masa keemasan perdagangan rempah-rempah di abad ke 15 sampaidengan abad ke 19, Kerajaan Bone dan Makassar yang perkasa berperan sebagaipintu gerbang ke pusat penghasil rempah, Kepulauan Maluku.

Sejarah itu telahmemantapkan opini bahwa Sulawesi Selatan memiliki peran yang sangat strategisbagi perkembangan Kawasan Timur Indonesia.Penduduk Sulawesi Selatan terdiri atas empat suku utama yaitu Toraja,Bugis, Makassar, dan Mandar.

Suku Toraja terkenal memiliki keunikan tradisiyang tampak pada upacara kematian, rumah tradisional yang beratap melengkungdan ukiran cantik dengan warna natural. Sedangkan suku Bugis, Makassar danMandar terkenal sebagai pelaut yang patriotik. Dengan perahu layartradisionalnya, Pinisi, mereka menjelajah sampai ke utara Australia, beberapapulau di Samudra Pasifik, bahkan sampai ke pantai Afrika.

Hasil penelitian sejarahwan Australia Utara bernama Peter G. Spillet M,mengungkapkan salah satu fakta yang tidak terbantahkan bahwa orang Sulawesi 7Selatanlah yang pertama mendarat di Australia dan bukannya Abel Tasman(Belanda) atau James Cook (Inggris) tahun 1642. Upaya pelurusan fakta sejarahtersebut dilakukan Peter yang kemudian dijuluki Daeng Makulle dengan sangathati-hati melalui jejak, buku-buku sejarah berupa hubungan orang Makassardengan orang Aborigin (Merege).

Orang Makassar tiba di sana denganmenggunakan transportasi perahu. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Suku Minangkabau – Sejarah, Kebudayaan, Adat Istiadat, Kekerabatan, Bahasa, Makanan, Pakaian, Rumah Adat Teknologi dan Peralatan Hidup Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut.

Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupaperalatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan dibidang teknik.

Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luashingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi. • Perahu Pinisi Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu.

Menurut cerita di dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat olehSawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu.

Bahan untuk membuat perahu tersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangatkokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebihdahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Sawerigading membuat perahu tersebut untuk berlayar menuju negeriTiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai. Singkat cerita, Sawerigading berhasil memperistri Puteri We Cudai.Setelah beberapa lama tinggal di Tiongkok, Sawerigading rindu kepada kampunghalamannya.

Dengan menggunakan perahunya yang dulu, ia berlayar ke Luwu.Namun, ketika perahunya akan memasuki pantai Luwu, tiba-tiba gelombangbesar menghantam perahunya hingga pecah. Pecahan-pecahan perahunyaterdampar ke 3 (tiga) tempat di wilayah Kabupaten Bulukumba, yaitu diKelurahan Ara, Tana Beru, dan Lemo-lemo. Oleh masyarakat dari ketigakelurahan tersebut, bagian-bagian perahu itu kemudian dirakit kembali menjadisebuah perahu yang megah dan dinamakan Perahu Pinisi.Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsenPerahu Pinisi, dimana para pengrajinnya tetap mempertahankan tradisi dalampembuatan perahu tersebut, terutama di Keluharan Tana Beru.

• Sepeda Dan Bendi Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok. • Koleksi peralatan menempa besi dan hasilnya Jika anda ingin mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masalampau masyarakat Sulawesi Selatan, maka anda dapat mengkajinya melaluikoleksi trdisional menempa besi, Hasil tempaan berupa berbagai jenis senjatatajam, baik untuk penggunan sehari – hari maupun untuk perlengkapan upacaraadat.

• Koleksi Peralatan Tenun Tradisional Dari koleksi Peralatan Tenun Tradisional ini, dapat diketahui bahwabudaya menenun di Sulawesi Selatan diperkirakan berawal dari jaman prasejarah,yakni ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaan dibeberapa daerahseperti leang – leang kabupaten maros yang diperkirakan sebagai pendukungpembuat pakaian dari kulit kayu dan serat – serat tumbuhan-tumbuhan. Ketikapengetahuan manusia pada zaman itu mulai Berkembang mereka menemukan carayang lebih baik yakni alat pemintal tenun dangan bahan baku benang kapas.

Darisinilah mulai tercipta berbagai jenis corak kain saung dan pakaian tradisional. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Suku Sunda – Sejarah, Kebudayaan, Pakaian, Rumah, Tari, Kepercayaan, Kekerabatan, Bahasa, Makanan Rumah Adat Suku Bugis Rumah bugis memiliki keunikan tersendiri, dibandingkan dengan rumahpanggung dari suku yang lain ( Sumatera dan Kalimantan ). Bentuknya biasanyamemanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan bagiandepan, orang bugis menyebutnya lego .

Berikut adalah bagian-bagian utamanya : • Tiang utama ( alliri ). Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya. jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat. tetapi padaumumnya, terdiri dari 3 / 4 baris alliri.

Jadi totalnya ada 12 batang alliri. • Fadongko’, yaitu bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.3. Fattoppo, yaitu bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliripaling tengah tiap barisnya.Mengapa orang bugis suka dengan arsitektur rumah yang memiliki kolong • Konon, orang bugis, jauh sebelum islam masuk ke tanah bugis ( tana ugi’ ), orang bugis memiliki kepercayaan bahwa alam semesta ini terdiri atas 3 bagian,bagian atas ( botting langi ), bagian tengah ( alang tengnga ) dan bagian bawah (paratiwi ).

Mungkin itulah yang mengilhami orang bugis ( terutama yang tinggaldi kampung ) lebih suka dengan arsitektur rumah yang tinggi Bagian bagian dari rumah bugis ini sebagai berikut : • Rakkeang, adalah bagian diatas langit langit ( eternit ). Dahulu biasanyadigunakan untuk menyimpan padi yang baru di panen. • Ale Bola, adalah bagian tengah rumah. dimana kita tinggal. Pada ale bola ini, ada titik sentral yang bernama pusat rumah ( posi’ bola ).

• Awa bola, adalah bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengantanah.Yang lebih menarik sebenarnya dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah inidapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakankayu. Dan uniknya lagi adalah rumah ini dapat di angkat / dipindah. Dalam budaya suku bugis terdapat tiga hal yang bisa memberikan gambaran tentang budaya orang bugis, yaitu konsep ade, siri na pesse dan simbolisme orang bugis adalah sarung sutra.

1. Konsep ade Ade yang dalam bahasa Indonesia adalah adat istiadat. Bagi masyarakat bugis, ada empat jenis adat yaitu : • Ade maraja, yang dipakai dikalangan Raja atau para pemimpin. • Ade puraonro, yaitu adat yang sudah dipakai sejak lama di masyarakat secara turun temurun, • Ade assamaturukeng, peraturan yang ditentukan melalui kesepakatan.

• Ade abiasang, adat yang dipakai dari dulu sampai sekarang dan sudah diterapkan dalam masyarakat. {/INSERTKEYS}

nama bahasa daerah suku bugis

Menurut Lontara Bugis, terdapat lima prinsip dasar dari ade yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini lebih dikenal sebagai pangngadereng. Ade merupakan manifestasi sikap yang fleksibel terhadap berbagai jenis peraturan dalam masyarakat. Rapang lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik yang hendaknya diikuti oleh masyarakat. Sedangkan wari adalah aturan mengenai keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam.

Siri memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis. Menurut Pepatah orang bugis, hanya orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia.

nama bahasa daerah suku bugis

Naia tau de’e sirina, de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau. Artinya Barang siapa yang tidak punya siri, maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor binatang. Namun saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak dilakukan lagi dikarenakan pengaruh budaya Islam yang masuk sejak tahun 1600-an 2. Konsep siri’ Makna “siri” dalam masyarakat bugis sangat begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah bugis yang mengatakan “SIRI PARANRENG, NYAWA PA LAO”, yang artinya : “Apabila harga diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.Begitu tinggi makna dari siri ini hingga dalam masyarakat bugis, kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.

nama bahasa daerah suku bugis

Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ nama bahasa daerah suku bugis : Rasa Malu (harga diri), sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras, Kokoh pendirian).

Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati). Kata Siri’, dalam bahasa Makassar atau Bugis, bermakna “malu”. Sedangkan Pacce (Bugis: Pesse) dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”. Struktur Siri’ dalam Budaya Bugis atau Makassar mempunyai empat kategori, yaitu : • Siri’ Ripakasiri’, Adalah Siri’ yang berhubungan dengan harga diri pribadi, serta harga diri atau harkat dan martabat keluarga.

Siri’ jenis ini adalah sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya adalah nyawa. • Siri’ Mappakasiri’siri’, Siri’ jenis ini berhubungan dengan etos kerja. Dalam falsafah Bugis disebutkan, “Narekko degaga siri’mu, inrengko siri’.” Artinya, kalau Anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih memiliki rasa malu (Siri’). Begitu pula sebaliknya, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siri.” Artinya, kalau Anda punya malu maka jangan membuat malu (malu-maluin).

• Siri’ Tappela’ Siri (Bugis: Teddeng Siri’), Artinya rasa malu seseorang itu hilang “terusik” karena sesuatu hal. Misalnya, ketika seseorang memiliki utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka si pihak yang berutang berusaha sekuat tenaga untuk menepati janjinya atau membayar utangnya sebagaimana waktu yang telah ditentukan (disepakati). Ketika sampai waktu yang telah ditentukan, jika si berutang ternyata tidak menepati janjinya, itu artinya dia telah mempermalukan dirinya sendiri.

• Siri’ Mate Siri’, Siri’ yang satu berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang Bugis/Makassar, orang yangmate siri’-nya adalah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu (iman) sedikit pun. Orang seperti ini diapakan juga tidak akan pernah merasa malu, atau yang biasa disebut sebagai bangkai hidup yang hidup. Guna melengkapi keempat struktur Siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse menduduki satu tempat, sehingga membentuk suatu budaya (karakter) yang dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Suku Dompu” Sejarah & ( Lingkungan Alam – Bahasa – Mata Pencaharian – Agama – Kepercayaan ) Sistem Mata Pencaharian Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesibagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehinggabanyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani.

Selain sebagai petani, SukuBugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun merekamempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagianbesar masyarakat mereka adalah pelaut.

Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri denganmenggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayahperantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskardan Afrika Selatan.

Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yanghidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagangdan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain.

Hal ini juga disebabkanoleh faktor sejarah orang Bugis itu nama bahasa daerah suku bugis di masa lalu. Kebudayaan Suku Bugis 1.

nama bahasa daerah suku bugis

Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah: • Assialang marola, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

• Assialana memang, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. • Ripanddeppe’ mabelae, yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan sepupunya. 2. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah perkawinan antara: • Anak dengan ibu atau ayah.

• Saudara sekandung. • Menantu dan mertua. • Paman atau bibi dengan kemenakannya. • Kakek atau nenek dengan cucu. 3. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah • Mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si nama bahasa daerah suku bugis untuk mengadakan peminangan.

• Massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng (mas kawin), dan sebagainya. • Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Suku Simeulue” Sejarah & ( Bahasa – Kekerabatan – Mata Pencaharian – Agama – Kepercayaan ) Bahasa Suku Bugis Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di SulawesiSelatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagianKabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang,sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, KabupatenLuwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo,Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan KabupatenBantaeng.

Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksaraLontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segiaspek budaya.Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis(Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagaiLontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar.

Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaantulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikanhasil-hasil pemikiran mereka. Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkanfirman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namundalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapioleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikianpula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya.

Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a kin gof social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15) • Alat Untuk Pengingat • Memperluas jarak komunikasi • Sarana Untuk memindahkan Pesan Untuk Masa Yang akan dating • Sebagai Sistem Sosial Kontrol • Sebagai Media Interaksi • Sebagai Fungsi estetik Lontara Bugis-Makassar Merupakan sebuah huruf yang sakral bagimasyarakat bugis klasik.

Itu dikarenakan epos la galigo di tulis menggunakanhuruf lontara. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapihuruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar dan masyarakat luwu.Kala para penyair-penyair bugis menuangkan fikiran dan hatinya di atas daunlontara dan dihiasi dengan huruf-huruf yang begitu cantik sehingga tersusun katayang apik diatas daun lontara dan karya-karya itu bernama I La Galigo.

Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapasuku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda,Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis DanBudaya Makassar.Disulawesi selatan ada 3 betuk macam huruf yang pernah dipakai secarabersamaan.1.

Huruf Lontara2. Huruf Jangang-Jangang3. Huruf Seran Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontaraqmempunyai dua pngertian yang terkandung didalamnyaa. Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuanb.

Lontaraq sebagai tulisanKata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daunlontar. Kenapa disebuat sebagai lontaran ?, karena pada awalnya tulisan tersebutdi tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cmsedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan.

Tiap-tiap daunlontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu,yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan.Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaqKarakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksaradunia yang dibuat oleh Kridalaksana). Silsilah Aksara Dunia Memang terdapat bebrapa varian bantuk huruf bugis di sulawesi selatan,tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini.

Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut.Varian itu disebabkan antara lain • Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya • Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : “Suku Lauje” Sejarah & ( Mata Pencaharian – Kekerabatan – Agama – Kepercayaan ) Kesenian Suku Bugis 1.

Tari Paduppa Bosara Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai tanda kehormatan.

2. Tari Pakarena Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih nama bahasa daerah suku bugis di kalangan rakyat.

Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk mengadakan babak pada tarian tersebut.

3. Tari Ma’badong Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum. Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong. Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati, agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka.

Tarian Badong bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk. Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja Sulawesi Selatan. 4. Tarian Pa’gellu Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kegembiraan.

5. Tari Mabbissu Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah pangkep sigeri sulawesi selatan. 6. Tari Kipas Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu. 7. Gandrang Bulo Gandrang Bulo merupakan sebuah pertunjukan musik dengan perpaduan tari dan tutur kata.

Nama Gandrang bulo sendiri diambil dari perpaduan dua suku kata, yaitu gendang dan bulo, dan jika disatukan berarti gendang dari bambu. Ganrang Bulo merupakan pertunjukan kesenian yang mengungkapkan kritikan dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan. 8. Kecapi Kecapi Merupakan sala satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan, khusunya suku Bugis. Baik itu Bugis Makassar ataupun Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut sehingga betuknya menyerupai perahu.

Kecapi, biasanya ditampilkan sebagai musik pengiring pada acara penjemputan para tamu pada pesta perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun. 9. Gendang Gendang merupakan sala satu alat musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar, yakni bulat panjang dan bundar mirip seperti rebana. 10. Suling Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu: • Suling Panjang (Suling Lampe) yang memiliki lima lubang nada dan jenis suling ini telah punah. • Suling calabai (siling ponco)suling jenis ini nama bahasa daerah suku bugis dipadukan dengan biola, kecapi dan dimainkan bersama penyanyi.

• Suling dupa Samping (musik bambu)musik bambu masih sangat terpelihara biasanya digunakan pada acara karnaval atau acara penjemputan tamu.

Rumah Adat Suku Bugis Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing. Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas : 1. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng) 2. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi) 3. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.

Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya, • Rumah Saoraja nama bahasa daerah suku bugis rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan) • bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.

Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya. Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas nama bahasa daerah suku bugis bagian : Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah.

Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat pertanian, alat berburu, alat untuk menangkap ikan dan hewan-hewan peliharaan yang di pergunakan dalam pertanian. Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng.

Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. Badan rumah tediri dari beberapa bagian rumah seperti: · lotang risaliweng, Pada bagian depan badan rumah di sebut yang berfungsi sebagai ruang menerima tamu, ruang tidur tamu, tempat bermusyawarah, tempat menyimpan benih, tempat membaringkan mayat sebelum dibawa ke pemakaman.

Lotang ritenggah atau Ruang tengah, berfungsi sebagai tempat tidur kepala keluarga bersama isteri dan anak-anaknya yang belum dewasa, hubungan social antara sesame anggota keluarga lebih banyak berlangsung disini. · Lontang rilaleng atau ruang belakang, merupakan merupakan tempat tidur anak gadis atau orang tua usia lanjut, dapur juga di tempatkan pada ruangan ini yang dinamakan dapureng atau jonghe. · Rakkeang ialah loteng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti padi, jagung, kacang dan hasil perkebunan lainnya.

Sebagaimana halnya unsur-unsur kebudayaan lainnya maka teknologi arsitektur tradisionalpun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini juga mempengaruhi arsitektur tradisional suku bangsa bugis antara lain bola ugi yang dulunya berbentuk rumah panggung sekarang banyak yang di ubah menjadi rumah yang berlantai batu. Agama Islam juga memberi pengaruh kepada letak dari bagian rumah sekarang yang lebih banyak berorientasi ke Kabah yang merupakan qiblat umat Isalam di seluruh dunia. Hal tersebut di karenakan budaya Islam telah membudaya di kalangan masyarakat bugis makassar, symbol-simbol yang dulunya di pakai sebagai pengusir mahluk halus yang biasanya diambil dari dari jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang tertentu dig anti dengan tulisan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an Bahasa Suku Bugis Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Ugi) Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi.

Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta.

Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan nama bahasa daerah suku bugis pun nama bahasa daerah suku bugis karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka.

Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset.

Cara membacanya dari kiri kekanan. Lontara Bugis-Makassar merupakan sebuah huruf yang sakral bagi masyarakat bugis klasik. Huruf lontara tidak hanya digunakan oleh masyarakat bugis tetapi huruf lontara juga digunakan oleh masyarakat makassar. Contoh pemakaian bahasa Bugis: “Makan ma’ki (silakan Anda makan)”. “Aga tapigau?”( apa yang sedang anda lakukan?). Adapun partikel-partikel yang biasa digunakan dalam bahasa bugis-Makassar seperti ji, mi, pi, mo, ma’, di’, tonji, tawwa, pale.

Contoh penggunaannya misalnya : “tidak papa ji.” (tidak apa-apa). Pakaian Suku Bugis Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di dunia. Perkiraan itu didukung oleh sejarah kain Muslim yang menjadi bahan dasar baju bodo. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab) pertama kali diperdagangkan di kota Dhaka, Bangladesh. Hal ini merujuk pada catatan seorang pedagang Arab bernama Sulaiman pada abad ke-19.

Sementara pada tahun 1298, dalam buku yang berjudul “The Travel of Marco Polo”, Marco Polo menggambarkan kalau kain Muslim dibuat di Mosul (Irak) dan diperdagangkan oleh pedagang yang disebut Musolini. Namun kain yang ditenun dari pilinan kapas yang dijalin dengan benang katun ini sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan, yakni pada pertengahan abad ke-9, jauh sebelum masyarakat Eropa yang baru mengenalnya pada abad ke-17, dan populer di Perancis pada abad ke-18.

nama bahasa daerah suku bugis

Kain Muslim memiliki rongga-rongga dan jarak benang-benangnya yang renggang membuatnya terlihat transparan dan cocok dipakai di daerah tropis dan daerah-daerah yang beriklim panas. Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan.

Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang.

Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada. Sebarkan ini: • • • • • Posting pada S1, SMA, SMK, SMP, Umum Ditag #kebudayaan suku bugis, #kesenian suku bugis, #pakaian suku bugis, #pengertian suku bugis, #rumah adat suku bugis, #sejarah suku bugis, 7 unsur kebudayaan suku bugis, adat istiadat sulawesi selatan makassar, adat istiadat ternate, adat pernikahan suku bugis, agama suku bugis, alat musik suku bugis, bahasa bugis, budaya makassar yang hampir punah, ciri fisik orang makassar, ciri fisik suku bugis, ciri khas suku bugis, ciri khas suku makassar, fakta orang bugis, history of samarinda, hukum uang panai dalam islam, kebiasaan suku bugis, kepercayaan suku baduy disebut, kepercayaan suku bugis, lagu daerah suku bugis, legenda suku bugis, makalah kebudayaan suku bugis, makalah suku bugis, makna uang panai, musuh suku bugis, nama bahasa daerah suku bugis, pakaian adat suku bugis, preman bugis di kalimantan, prinsip orang bugis, rumah adat bugis, sifat buruk wanita bugis, sifat orang bugis bone, sistem kekerabatan suku bugis, suku bugis berasal dari provinsi brainly, suku makassar, suku sasak, suku sentani berasal dari, suku toraja, tradisi pindah rumah suku bugis, wajah asli orang makassar, watak orang soppeng Navigasi pos Pos-pos Terbaru • Pengertian Myxomycota – Ciri, Siklus, Klasifikasi, Susunan Tubuh, Daur Hidup, Contoh • “Panjang Usus” Definisi & ( Jenis – Fungsi – Menjaga ) • Pengertian Mahasiswa Menurut Para Ahli Beserta Peran Dan Fungsinya • “Masa Demokrasi Terpimpin” Sejarah Dan ( Latar Belakang – Pelaksanaan ) • Pengertian Sistem Regulasi Pada Manusia Beserta Macam-Macamnya • Rangkuman Materi Jamur ( Fungi ) Beserta Penjelasannya • Pengertian Saraf Parasimpatik – Fungsi, Simpatik, Perbedaan, Persamaan, Jalur, Cara Kerja, Contoh • Higgs domino apk versi 1.80 Terbaru 2022 • Pengertian Gizi – Sejarah, Perkembangan, Pengelompokan, Makro, Mikro, Ruang Lingkup, Cabang Ilmu, Para Ahli • Proses Pembentukan Urine – Faktor, Filtrasi, Reabsorbsi, Augmentasi, Nefron, zat Sisa • Contoh Soal Psikotes • Contoh CV Lamaran Kerja • Rukun Shalat nama bahasa daerah suku bugis Kunci Jawaban Brain Out • Teks Eksplanasi • Teks Eksposisi • Teks Deskripsi • Teks Prosedur • Contoh Gurindam • Contoh Kata Pengantar • Contoh Teks Negosiasi • Alat Musik Ritmis • Tabel Periodik nama bahasa daerah suku bugis Niat Mandi Wajib • Teks Laporan Hasil Observasi • Contoh Makalah • Alight Motion Pro • Alat Musik Melodis • 21 Contoh Paragraf Deduktif, Induktif, Campuran • 69 Contoh Teks Anekdot • Proposal • Gb WhatsApp • Contoh Daftar Riwayat Hidup • Naskah Drama • Memphisthemusical.Com

Pembelajaran bahasa daerah Bugis




2022 www.videocon.com