Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Salah satu kebudayaan suku Sasak di Lombok adalah tradisi Bau Nyale. Ini merupakan salah satu tradisi sekaligus identitas suku Sasak. Oleh sebab itu, tradisi ini masih tetap dilakukan oleh suku Sasak sampai sekarang. Bau Nyale biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai di pulau Lombok selatan, khususnya di pantai selatan Lombok Timur seperti pantai Sungkin, pantai Kaliantan, dan Kecamatan Jerowaru. Selain itu, juga dilakukan di Lombok Tengah seperti di pantai Seger, Kuta, dan pantai sekitarnya.

Saat melakukan tradisi ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai hiburan pendamping. Bau Nyale selalu dilakukan secara rutin setiap tahun.

Tradisi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Sayangnya, kapan kepastian waktu dimulainya tradisi ini masih belum diketahui. Berdasarkan isi babad, Bau Nyale mulai dikenal masyarakat dan diwariskan sejak sebelum abad 16. Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak. Dalam bahasa Sasak, Bau artinya menangkap sedangkan Nyale adalah nama sejenis cacing laut. Jadi sesuai dengan namanya, tradisi ini kegiatan menangkap nyale yang ada di laut. Cacing laut yang disebut dengan Nyale ini termasuk dalam filum Annelida.

Nyale hidup di dalam lubang-lubang batu karang yang ada dibawah permukaan laut.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Uniknya, cacing-cacing nyale tersebut hanya muncul ke permukaan laut hanya dua kali setahun. Tradisi Bau Nyale merupakan sebuah kegiatan yang dihubung-hubungkan dengan kebudayaan setempat. Bau Nyale berawal dari legenda lokal yang melatarbelakangi yakni tentang kisah Putri Mandalika. Menurut kepercayaan masyarakat Lombok, nyale konon merupakan jelmaan Putri Mandalika. Putri Mandalika dikisahkan sebagai putri yang cantik dan baik budi pekerinya.

Karena kecantikan dan kebaikannya, banyak raja dan pangeran yang jatuh cinta kepadanya dan ingin menjadikannya sebagai permaisuri. Putri tersebut bingung dan tidak bisa menentukan pilihannya. Ia sangat bingung. Jika ia memilih salah satu dari mereka, ia takut akan terjadi peperangan. Putri yang baik ini tidak menginginkan peperangan karena ia tidak mau rakyat menjadi korban. Oleh sebab itulah, putri pub lebih memilih mengorbankan dirinya dengan menceburkan dirinya ke laut dan berubah menjadi nyale yang berwarna-warni.

Oleh sebab itu, masyarakat di sini percaya bahwa nyale tidak hanya sekedar cacing laut biasa tetapi merupakan makhluk yang dipercaya dapat membawa kesejahteraan bagi yang menangkapnya. Masyarakat di sini meghormati dan percaya bahwa orang yang mengabaikannya akan mendapat kemalangan. Mereka yakin nyale dapat membuat tanah pertanian mereka lebih subur dan mendapatkan hasil panen yang memuaskan.

Selain itu, nyale juga digunakan untuk lauk pauk, obat dan keperluan lain yang bersifat magis sesuai kepercayaan masing-masing. Tradisi Bau Nyale biasanya dilakukan dua kali setahun. Tradisi ini dilakukan beberapa hari sesuai bulan purnama yaitu pada hari ke-19 dan 20 bulan 10 dan 11 dalam penanggalan suku Sasak.

Biasanya tanggal tersebut jatuh pada bulan Februari dan Maret. Upacara penangkapan cacing nyale dibagi menjadi dua yakni dilihat dari bulan keluarnya nyale-nyale dari laut dan waktu penangkapannya. Dilihat dari waktu penangkapan juga masih dibagi lagi menjadi jelo pemboyak dan jelo tumpah. Bulan keluarnya nyale dikenal dengan nyale tunggak dan nyale poto.

Nyale tunggak merupakan nyale-nyale yang keluarnya pada bulan kesepuluh sedangkan nyale poto keluarnya pada bulan kesebelas.

Kebanyakan nyale-nyale keluar saat nyale tunggak. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang menangkap nyale saat bulan ke-10. Masyarakat menangkap nyale biasanya saat menjelang subuh. Pada saat tersebut, nyale berenang ke permukaan laut. Saat itulah masyarakat menangkap nyale-nyale tersebut. • HOME • NEWS • Politik dan Hukum • Ekonomi • Humaniora • Megapolitan • Nusantara • Internasional • Olahraga • VIEWS • Editorial • Podium • Opini • Kolom Pakar • Sketsa • FOTO • VIDEO • INFOGRAFIS • WEEKEND • SEPAK BOLA • SAJAK KOFE • OTOMOTIF • TEKNOLOGI • RAMADAN • LAINNYA • Live Streaming • Media Guru • Telecommunication Update BERKUNJUNG ke Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB) rasanya kurang jika tak mencoba panganan bernama pepes nyale.

Tak terkecuali Marc Marquez, juara dunia MotoGP 2019, kudu mencobanya. Sejak Jumat (11/2) para pembalap dunia memang sudah berada di Lombok menjajal sirkuit Intenasional Jalan Raya Pertamina Mandalika dalam tes pramusim MotoGP, untuk kemudian berlaga dipuncak balapan pada 18-20 Maret 2022. Di waktu senggang, tak menutup kemungkinan mereka akan menjajal berbagai hal di luar balapan. Eksotisme alam NTB tak perlu diragukan.

Kekayaan kuliner, budaya dan banyak lagi tentu sayang untuk dilewatkan. Baca juga: Universitas Brawijaya Kembali Berlakukan Kuliah Daring Kepala Dinas (Kadis) Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Kabupaten Lombok Tengah NTB, Lalu Lendek Jayadi, mengatakan pihaknya memang terus berupaya menciptakan suasana yang nyaman khususnya di destinasi wisata.

Bentangan pantai yang indah didukung juga dengan tradisi masyarakat yang masih kental menjadi daya tarik wisatawan yang dating ke daerah yang dijuluki Gumi Tatas Tuhu Trasna ini. “Menjelang MotoGP ada tradisi Bau Nyale. Ini sebagai wujud kita memelihara atraksi budaya yang festival bau nyale adalah tradisi khas daerah menjadi peninggalan leluhur kami.

Terlebih memang pariwisata kita adalah pariwisata yang tentunya menarik minat para wisatawan dengan berbagai keunikan yang dimiliki,” jelasnya saat berkunjung ke Media Center Indonesia (MCI) MotoGP Mandalika 2022, Minggu (13/2). B au nyale, sebuah tradisi lama milik masyarakat Sasak, suku terbesar di Lombok, pulau seluas 4.725 kilometer persegi (km2) dengan garis pantai sepanjang 1.364 kilometer (km) dan menjadi bagian penting dari Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dalam bahasa Sasak, bau artinya menangkap dan nyale adalah cacing laut. Bau nyale adalah aktivitas masyarakat untuk menangkap cacing laut yang dilakukan setiap tanggal 20 bulan 10 dalam penanggalan tradisional Sasak ( pranata mangsa) atau tepat 5 hari setelah bulan purnama. Umumnya, antara bulan Februari dan Maret setiap tahunnya. Masyarakat setempat percaya kalau nyale adalah jelmaan Putri Mandalika, anak pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting dari Kerajaan Tonjang Beru dalam hikayat kuno Sasak.

Putri Mandalika festival bau nyale adalah tradisi khas daerah sebagai sosok cantik yang diperebutkan oleh banyak pangeran dari berbagai kerajaan di Lombok seperti Kerajaan Johor, Lipur, Pane, Kuripan, Daha, dan Beru. Tak ingin terjadi kekacauan di kemudian hari jika ia memilih salah satu di antaranya, Putri Mandalika pun menolak semua pinangan itu dan memilih mengasingkan diri.

Akhirnya Putri Mandalika memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat di Pantai Kuta, Lombok pada tanggal 20 bulan 10, tepatnya sebelum Subuh. Seluruh undangan berduyun-duyun menuju lokasi.

Putri Mandalika yang dikawal ketat prajurit kerajaan muncul di lokasi. Kemudian dia berhenti dan berdiri pada sebuah batu di pinggir pantai. Tak lama, ia pun terjun ke dalam air laut dan menghilang tanpa jejak. Seluruh undangan sibuk mencari, namun mereka hanya menemukan kumpulan cacing laut yang kemudian mereka percayai sebagai jelmaan Putri Mandalika. Pepes Nyale Bagi sebagian orang nyale bukanlah sekadar cacing laut.

Nyale merupakan hidangan yang istimewa bagi warga Lombok. Hasil tangkapan nyale itu acap mereka jadikan pepes nyale yang dibakar dengan daun pisang.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Nyale pepes seukuran 250 gram ini pun kerap dijual di tepi jalan Lombok seharga Rp35 ribu-Rp50 ribu dan tak pernah sepi peminat. Nyale juga bisa dijadikan bokosuwu, sejenis sambal pedas berbahan nyale mentah.

Agar mengusir amis si cacing laut, sambal pedas ini ditabur perasan jeruk purut dan daun kemangi. Tak hanya sambal, nyale juga diolah menjadi kuah santan nyale. Ada pula disangrai dengan campuran kelapa parut, bawang merah, bawang putih, jahe, daun kemangi, perasan jeruk limai dan cabai lombok.

Kudapan nyale yang diolah dengan cara digoreng tanpa minyak tersebut namanya nyale pa'dongo. Rupanya ia mengandung protein tinggi, hingga sebanyak 43,84 persen, mengalahkan telur ayam (12,2 persen) dan susu sapi (3,5 persen).

Begitu juga kadar fosfor dalam nyale sebesar 1,17 persen masih cukup tinggi jika diadu dengan telur ayam (0,02 persen) atau susu sapi (0,10 persen). Uniknya lagi, kandungan kalsium sebesar 1,06 persen pada tubuh nyale ternyata masih lebih tinggi dari kandungan kalsium susu sapi yang hanya 0,12 persen. Menurut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University Sri Purwaningsih, nyale juga berkhasiat sebagai antidiabet alami.

Di Tiongkok Selatan, ekstrak festival bau nyale adalah tradisi khas daerah bahkan telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit tuberkulosis, pengaturan fungsi lambung dan limpa, serta pemulihan kesehatan yang disebabkan oleh patogen.

Zat antibakteri pada nyale, terutama dari famili Eunicedae, memiliki daya hambat terhadap kuman patogen seperti Proteus vulgaris, Escherichia coli, Streptococcus pyogenes, dan Helicobacter pylori. Air bekas cucian dan ekstrak nyale juga diyakini masyarakat Sasak dapat menyuburkan lahan pertanian mereka.

Kemunculan nyale juga dijadikan pertanda bagi petani-petani Sasak akan berakhirnya musim hujan dan bersiap menuju musim kemarau. Artinya selama musim kemarau mereka tak lagi menanam padi hingga kembalinya bau nyale. Baca juga: Tegakkan Prokes, Ketua Satgas Turun ke Jalanan Ibu Kota Bagikan Masker Dengan segala keunikannya ini Pemerintah Provinsi NTB telah mengemas tradisi unik masyarakat Sasak ini dalam sebuah agenda pariwisata tahunan.

Ketika Festival Pesona Bau Nyale diadakan Dinas Pariwisata NTB di Pantai Seger pada 2019 atau setahun sebelum pandemi Covid-19 terjadi, sekitar 3.000 turis asing menyaksikan kegiatan yang berlangsung selama lima hari. Beragam aktivitas digelar, mulai dari lomba surfing membelah tingginya ombak di Pantai Mandalika dan bau nyale di Pantai Seger hingga pawai budaya Sasak di Praya, Lombok.

Pantai Seger sendiri masuk dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, satu di antara lima destinasi superprioritas pariwisata Indonesia selain Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Borobudur (Jawa Tengah), Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah (Sulawesi Utara), dan Danau Toba (Sumatra Utara). Pada masa pandemi ini, bau nyale tetap berlangsung meski festivalnya diistirahatkan untuk sementara hingga berakhirnya pandemi.

(RO/OL-6)
Bau Nyale Lombok merupakan tradisi tahunan Warga Lombok. Sebuah tradisi dalam suatu budaya memang tidak terpisahkan dengan mitos atau legenda yang mengiringi tradisi tersebut. Para leluhur mewarisi tradisi tersebut dari generasi ke generasi sehingga menjadi sebuah ritual yang dalam sebuah kebudayaan.

Hal tersebut sama halnya terjadi pada masyarakat Pulau Lombok yang juga memiliki ritual tahunan yang menjadi sebuah festival yang dilatarbelakangi oleh legenda. Festival Bau Nyale yang menjadi festival rutin masyarakat Pulau Lombok pada umumnya dan masyarakat Lombok Tengah khususnya. Festival ini diadakan tepat di 16 titik pantai Selatan Lombok Tengah yang memanjang sejauh puluhan kilometer dari arah Timur hingga barat seperti di Pantai Kaliantan, Pantai Kuta atau Pantai Selong Belanak.

Namun biasanya Pantai Seger di Desa Kuta, Kecamatan Pujut Lombok Tengah yang biasanya menjadi lokasi festival tahunan ini. Festival Bau Nyale memang festival yang berdasarkan pada sebuah legenda. Nyale sendiri berasal dari nama sejenis cacing laut yang biasa hidup di dasar laut atau lubang-lubang batu karang. Menurut cerita masyarakat setempat Nyale adalah jelmaan dari rambut Putri Mandalika. Putri Mandalika sendiri adalah seorang putri raja di Pulau Lombok.

Kecantikannya ternyata memukau banyak pangeran di Pulau Lombok sehingga banyak pinangan yang menghampiri dirinya. Karena bingung, Sang Putri memutuskan untuk menceburkan diri ke Pantai Selatan. Setelah kejadian tersebut, setiap tahun munculah Nyale yang dipercaya sebagai jelmaan dari rambut Putri Mandalika. Terlihat antusias masyarakat setempat untuk mengikuti salah satu rangkaian acara bau nyale yakni pawai dari pasar seni Seger, Kute Menuju lokasi pembukaan festival di Pantai Seger, Kute.

Tampak sejumlah masyarakat yang mengenakan baju adat sasak dan di iringi oleh musik tradisional Gendang Beleq beserta penarinya. Puncak Bau Nyale tahun ini diadakan tanggal 19-20 Februari 2014.

Rangkaian acara yang diadakan pun sangat beragam. Diantara Presean, pawai ilustrasi Putri Mandalika, berbagai tari-tarian khas Sasak yang diiringi dengan musik khas Lombok, pentas teatrikal Putri Mandalika, pemilihan Putri Mandalika 2014, bahkan festival bau nyale adalah tradisi khas daerah mengundang band papan.

Meskipun sempat diguncang badai dan angin kencang yang meniup beberapa tenda dari pasar dadakan dan tenda-tenda pengunjung festival ini, acara Bau Nyale dengan kesigapan dari pihak panitia tetap dilanjutkan.

Pada malam harinya ada pesta rakyat berupa pementasan tari tradisional, musik tradisonal tak ketinggalan Artis Ibu Kota ternama seperti Band Kotak turut memeriahkan Festival Bau Nyale tahun ini.

Kemeriahan pesta rakyat itu terlihat istemewa pada core event tahun ini dengan tata panggung dan tata lighting yang makin memperindah suasana malam di Pantai Seger Kuta. Ditambah dengan berdirinya panggung di puncak Bukit Seger yang menambah kemeriahan acara ini.

Semakin malam keramaian makin terlihat sangat padat. Antusias masyarakat sangat luar biasa untuk mengikuti acara ini tak lupa para pedangang ikut meramaikan event tahunan ini. Mulai pedagang peralatan bau nyale sampai dengan pedagang makanan. Masyarakat terlihat sangat menikmati event ini. Ketika waktu menunjukkan jam 04.00 dini hari dan bau nyale pun dimulai. Tua muda sampai anak-anak ikut memeriahkan bau nyale. Riuh suara teriak kegirangan terdengar dan semakin meramaikan bau nyale ketika bisa menangkap nyale si cacing laut.

Walaupun terlihat sangat menjijikkan namun tidak membuat para penangkap nyale tak bergairah. Tetapi semakin membuat para penangkap nyale semakin semangat.

Lampu senter para penangkap nyale semakin membuat meriah suasana pagi itu. • Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik • Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Surabaya • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • TERBARU • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT Tradisi bau nyale adalah tradisi tahunan orang Sasak Lombok yang di laksanakan tanggal 10 bulan 10 penanggal orang Lombok, nyale merupan cacing laut yang keluar dasar laut atau pesisir pantai yang mempunya beberapa warna (ungu, kuning, merah dan kuning.

Nyale di tanggap menggunakan sodok yang buat dari bambu dan di tanggap pada jam 5 pagi dan hilang kembali setelah matahari terbit.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Sejarah bau nyale berawal dari seorang puntri mandalike yang sangat cantik dan di rebutkan oleh pangeran- pangeran dari Lombok, saking cantiknya orang bertarung demi merebutkan sang putri madalike. Untuk memperebutkan putri madalike pangeran- pangeran bertarung peresean. Peresean merupan pertarungan dengan menggunakan rotan dan menggunakan tameng yang terbuat dari kulit kerbau.

Seiring dengan waktu nyale juga terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah sendiri bisa di tanggap di semua bagian di Lombok di pinggir pantai sesuai dengan penanggalan Lombok. Festival bau nyale biasnya berpusat di pantai seger Kuta Lombok atau termasuk dalam kawasan kack Mandalika.

Banyak turis dari luar daerah atau manca negara yang datang menyaksikan festival bau nyale dan menangkap nyale. Festival bau nyale adalah agenda tahunan yang sangat di tunggu-tunggu oleh orang Sasak, daya tarik yang sangat luar biasa menarik menjadikan festival bau nyale sebagai nilai tambah bagi dunia pariwisata di Lombok, festival bau nyale biasa nya jatuh pada bulan Februari jika mengikuti kalender nasional Indonesia, Jika anda ingin berkunjung ke Lombok dan menyaksikan festival bau nyale sekaligus ingin merasakan sensasi menangkap nyale bisa datang ke Lombok pada bulan Februari, Setiap festival bau nyale, tradisi peresean juga mengikuti karena kedua tradisi ini tidak bisa di pisahkan dan pada saat ini tradisi peresean juga sudah mulai di lombakan dan Mading daerah mempunya Pepadi nya masing- masing.

Pepadi adalah sebutan untuk petarung perean yang sudah ahli. Festival bau nyale sebagai daya tarik pariwisa tidak luput dari Perhatian pemerintah. Dan setiap tahun nya pemerintah Lombok tengah mendukung kegiatan festival bau nyale karena di anggap menguntungkan untuk dunia pariwisata yang ada di Lombok untuk kedepan nya dan mempunya daya jual yang sangat besar apalagi untuk hotel-hotel yang berada di Kuta Lombok.
ERROR: The request could not be satisfied 403 ERROR The request could not be satisfied.

Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Generated by cloudfront (CloudFront) Request ID: QqPxckOBgVsMh3ZblqmuL4yBX4W-VRIIEyS-t_MACqQ9m_IXhpthcQ==
Jika kamu berkunjung ke suatu daerah pasti ada wisata kuliner khas yang mungkin tidak kamu temukan pada daerah lain.

Nah, pada kesempatan kali ini Pustakawan Barru akan membahas artikel tentang bau nyale. Ini adalah festival berburu cacing laut loh! Nah, loh. Geli gak tuh bagi kamu yang baru mendengar tentang cacing laut? Yang namanya cacing rata-rata bentuknya sama ya kan? terus apa manfaat tradisi bau nyale? Baca Juga : 9 Tempat Wisata di Lombok Yang Paling Menarik Bagi kamu yang bukan berasal dari daerah Lombok pasti bergidik mendengar ada festival berburu cacing ini.

Apalagi, setelah terkumpul banyak maka cacing tersebut nantinya akan diolah dan sama-sama disantap oleh masyarakat sekitar. Termasuk salah satu kuliner unik dan ekstrim memang. Tapi, ada fakta tentang sejarah bau nyale ini loh. Penasaran? Mari simak ulasannya. Asal Usul Tradisi Bau Nyale Tidak sembarangan berburu cacing laut saja. Ternyata, tradisi ini memiliki cerita atau legenda yang terbilang unik. Cerita tersebut berawal dari kerajaan Lombok dahulu kala. Di mana lahirlah seorang putri yang cantik jelita.

Namanya adalah Putri Mandalika. Sayangnya, festival bau nyale adalah tradisi khas daerah sang putri tidak semulus parasnya. Justru, kecantikan dirinya ini membuat sebuah tragedi yang dikenang sampai saat ini.

Berkat kecantikan Putri Mandalika, ada banyak pangeran dari berbagai kerajaan datang untuk melamarnya. Bahkan pemuda yang bukan pangeran sekalipun selalu terpikat padanya ketika melihat kecantikan wajah sang putri. Karena bingung, Raja memberikan sebuah sayembara. Isi dari sayembara tersebut adalah lomba memanah sebuah objek di kawasan Pantai Kuta.

Semua pemuda dan pangeran yang ingin melamar sang putri berkumpul dan mencoba memanah sebaik mungkin. Sayangnya, tidak ada satupun yang berhasil. Karena ini, kegaduhan pun terjadi. Mereka saling berdebat mengatakan jika merekalah yang terbaik.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Karena sifat Mandalika yang baik, maka sang putri menceburkan dirinya ke laut. Hal ini semata-mata ia lakukan agar tidak ada pertikaian dan tidak ada calon yang merasa sedih jika tidak terpilih.

Sayangnya, Raja yang panik tidak menemukan putrinya lagi. Setelah putri nyebur ke laut yang mereka temukan hanyalah sekumpulan cacing laut yang tiba-tiba datang dalam jumlah banyak. Inilah mengapa tradisi Bau Nyale dianggap sebagai titisan dari Putri Mandalika.

Kapan Tradisi Bau Nyale Diadakan? Tradisi ini berlangsung hingga saat ini. Di mana sekumpulan cacing laut akan berkumpul di lokasi tertentu pada pantai di Lombok. Biasanya digelar saat bulan kesepuluh kalender Sasak. Dan, pada tahun ini tepat di pertengahan bulan Februari. Olahan Cacing Laut Lezat Tahukah kamu? Bau Nyale yang merupakan berburu cacing laut ini nantinya akan diolah dan dinikmati loh!

Uniknya lagi, kebanyakan masyarakat bahkan tidak akan mengolah atau memasaknya terlebih dahulu. Mereka lebih suka menikmati cacing laut ini mentah-mentah. Sebab, rasanya dikenal sangat lezat dan bergizi. Baca Juga : 10 Pantai Terindah Di Gunungkidul Dengan Panorama Yang Menakjubkan Lantas, benarkah demikian? Apakah berbahaya mengkonsumsi cacing laut? Ternyata, cacing laut ini sebenarnya tidak berbahaya jika festival bau nyale adalah tradisi khas daerah.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Hanya saja sebagian orang pasti merasa jijik untuk memakan apalagi tanpa diolah terlebih dahulu. Apakah Keistimewaan Nyale yang Ditangkap? Kandungan protein yang ada pada cacing laut sangat tinggi.

Bahkan, kandungan proteinnya lebih banyak jika dibandingkan telur dan daging loh! Inilah mengapa banyak yang menjadikannya sebagai makanan alternatif. Pada perayaan Nyale masyarakat memang kebanyakan memakan secara mentah. Namun, tidak jarang juga diolah menjadi sambal nyale, kukus nyale atau nyale festival bau nyale adalah tradisi khas daerah. Menurut masyarakat Lombok, jika mengkonsumsi nyale atau cacing laut secara mentah.

Maka, kamu akan merasakan rasa manis dan kenyal yang membuat banyak orang ketagihan. Sayangnya, jika kamu masih belum terbiasa maka coba saja yang sudah diolah (dimasak). Bacaan yang ada di blog saya ini banyak yang saya ambil dari buku bacaan islami, modul ilmu perpustakaan, dari internet kemudian ditulis ulang dengan gaya bahasa sendiri, dan ada juga yang saya tulis sendiri.

Semoga dengan blog ini bisa sama- sama berbagi dan belajar. Untuk teman-teman yang ingin menggunakan kata – kata yang ada di blog saya ini silahkan dicopas dan dibagikan (Tapi Jangan lupa sertakan link aslinya ya sob).

Apa yang Anda baca disini hanyalah sebuah Bacaan biasa yang insya Allah mengandung sedikit Ilmu-Nya yang indah. Semoga hal ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat apabila diamalkan. Dan jika kita sampaikan ilmu yang kita punya kepada orang lain, maka insya Allah, DIA akan menganugerahkan kepada kita ilmu yang belum kita ketahui.

“Sebenarnya waktu yang dimiliki oleh manusia adalah umurnya sendiri yang terus berjalan perlahan seperti gerakan awan.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Setiap waktu yang digunakan untuk Allah, itulah kehidupan dan umurnya. Sementara itu, waktu yang digunakan selain dengan tujuan tersebut tidak dianggap sebagai waktu (yang berarti) bagi hidupnya. Jika dia terus hidup, maka hidupnya sama dengan kehidupan binatang.

Jika dia menghabiskan waktu dalam keadaan lalai, lupa diri, dan membangun harapan-harapan bathil, maka waktu terbaik yang dilaluinya adalah ketika tidur dan menganggur.

Maka orang tersebut lebih baik mati daripada terus bertahan hidup”. [Ibnul Qayyim rahimahullah]Sebagai salah satu pulau terindah di Indonesia, Pulau Lombok kini tengah menjadi sorotan dunia internasional dengan diadakannya event MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika.

Dengan segala kearifan lokalnya, Lombok berhasil memikat banyak wisatawan dengan keindahan alam dan tradisi budayanya.

Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah Bau Nyale. Berikut adalah fakta tradisi Bau Nyale yang harus kamu ketahui! Sirkuit Mandalika (instagram.com/motogplombok) Festival Bau Nyale adalah salah satu contoh tradisi unik di Indonesia yang masih eksis di tengah kehidupan masyarakat yang semakin modern.

Tradisi yang terus dijaga oleh masyarakat Lombok ini tentunya menjadi kontribusi besar di bidang pariwisata untuk menarik minat wisatawan mengunjungi Pulau Lombok.

Kamu tertarik untuk mengikuti tradisi Bau Nyale juga? Baca Juga: 10 Bukit Paling Indah di Lombok untuk Referensi Liburanmu! Berita Terpopuler • Eks Danjen Kopassus saat Dijenguk Prabowo: Harus Jadi Presiden! • Tingginya 183 cm, 10 Potret Paula Verhoeven Bareng Teman-teman Artis • 10 Potret Terkini Rayyanza Makin Mirip Nagita Slavina, Sudah 5 Bulan • 10 Momen Geng Artis Raffi-Nagita Libur Lebaran Bareng di Bali, Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah • 7 Potret Anies Baswedan Resmikan Pembangunan Kampung Susun Bayam • 7 Macam Benjolan pada Vagina, Kenali Ciri-cirinya sebelum Terlambat • Data Lengkap Kasus COVID-19 di 34 Provinsi Indonesia per Minggu 8 Mei • Eks Intelijen AS Nilai Keterlibatan di Ukraina Harusnya Dirahasiakan • 10 Potret Raja dan Ratu Keponakan Kembar Syahrini yang Siap Jadi Kakak
Festival Bau Nyale, Pesta Rakyat Lombok yang selalu berlangsung meriah di Nusa Tenggara Barat.

Sebagai tim hura-hura banyak sekali yang saya lihat. Budaya Suku Sasak yang biasanya dilihat dari jauh, dalam Bau Nyale bersentuhan lebih dekat. Melihat mereka berburu cacing nyale memberi pengalaman berharga. Mendapat gambaran budaya, dan dampak ekonomi dari budaya itu. Yang paling seru adalah kesempat melihat cara memasak Nyale. Bahkan hanya demi bisa menceritakan saya ikut mencoba makan cacing juga.

Sunset di Pantai Seger Dalam artikel sebelum ini sudah diceritakan asal-usul cacing warna-warni yang disebut Nyale. Mereka tiap tahun muncul di Pantai Seger Lombok. Bau Nyale adalah ritual berburu cacing laut lalu dimakan beramai-ramai. Berawal dari cerita legenda Putri Mandalika yang mengorbankan diri dengan meloncat ke laut. Gara-gara terlalu banyak pangeran yang meminang dan ia tidak mau terjadi perang dan perselisihan, caranya adalah dengan melenyapkan diri. Peristiwa itu terjadi tanggal 20 bulan ke-10 dalam penanggalan Sasak.

Atau 5 hari setelah bulan purnama. Sejak itu, di kalender yang sama, menjelang fajar, Pantai Seger selalu dikunjungi ribuan cacing warna-warni yang disebut Nyale. Masyarakat Lombok percaya mereka adalah jelmaan Putri Mandalika.

Maka setiap tahun ada pesta rakyat Lombok berlangsung di sini. Ritual ini disebut Bau Nyale atau berburu cacing ramai-ramai. Festival Bau Nyale Lombok dari Deka – Foto Genpi Saya sudah berada di Pantai Seger sore sebelum festival bau nyale adalah tradisi khas daerah acara berlangsung keesokan subuh. Bersama ribuan rakyat Lombok, wisatawan domestik maupun mancanegara, camping bersama di sekitar Pantai Seger.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Bukit Seger pada hari biasa sepi. Pada even Bau Nyale dipenuhi tenda-tenda. Pengunjung menginap di sana agar tak ketinggalan saat ribuan Nyale muncul di perairan menjelang fajar.

Menjelang pukul 03.00 pagi laut di Pantai Seger sudah penuh orang. Dengan penerang bulan dan senter di tangan. Dengan takzim menangguk Nyale yang melintas, menyimpannya dalam ember atau kanntong plastik, sambil bercengkerama dengan teman, kerabat maupun yang baru dikenal.

Dari atas bukit kerlap-kerlip ratusan senter itu separti taburan bintang di ujung langit malam. Baca juga : • Parade Budaya Festival Pesona Bau Nyale 2019 • Cuci Parigi Pusaka di Pesta Rakyat Banda • Narmada Botanic Garden Wisata Agro Lombok Saya tidak langsung turun. Bersama dengan ratusan masyarakat lainnya kami nonton dari atas bukit.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Di sana saya juga bertemu dengan Lalu Satria yang bersama keluarganya datang dari Lombok Barat. Setiap tahun Pak Lalu datang ke tempat ini untuk merayakan Bau Nyale bersama dengan masyarakat lain. Tahun ini tidak ikut turun karena kakinya sakit. Padahal tahun-tahun sebelumnya ia selalu aktif turun ke laut untuk menangkap Nyale. Berburu Nyale di Pantai Seger – Foto Genpi Sama seperti semua masyarakat Lombok yang memenuhi Bukit dan Pantai Seger, Pak Lalu percaya bahwa cacing-cacing itu memiliki tuah.

Mereka dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang menghargainya. Akan mendapat malapetaka bagi yang meremehkan. Mereka juga percaya bahwa kehadiran Nyale di Pantai Lombok Selatan ini sebagai tanda keajaiban alam dari Tuhan semesta alam. Untuk memuaskan rasa ingin tahu saya akhirnya ikut turun ke bawah. Menjelang pukul 04.00. subuh, bulan di atas terlalu pucat menerangi jalan curam ke bawah.

Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah senter dari ponsel saya beringsut selangkah demi selangkah. Melewati mereka yang masih asik bermimpi, beralas tikar, beratap di temaram bintang. Pengunjung yang sudah bangun terus turun ke laut. Membawa anak-anak juga orang tua, menyigikan senter ke air, menangkap cacing, lalu memasukan ke dalam ember atau kantong plastik.

Baca juga : • 12 Makanan Khas Lombok yang Wajib Kamu Coba • Desa Wisata Sasak Ende Museum Hidup di Lombok • Khasiat Madu dan Kayu Manis : Bau Nafas Festival Bau Nyale Lombok dan Pemberdayaan Ekonomi Nyale atau Cacing Laut jelmaan Putri Mandalika Banyak program yang digelontorkan Kemenpar dan Pemda NTB dalam Festival Pesona Bau Nyale 2019 ini. Festival Bau Nyale Lombok lebih dari sekadar memperingati tradisi budaya.

Ada pemberdayaan ekonomi di dalamnya. Apa lagi tahun ini temanya adalah “Kebangkitan Pariwisata NTB” usai benca gempa bumi yang dialami. Dihelat 17- 25 Februari, menampilkan Aktivitas Pembersihan Pantai, Kompetisi Berselancar dan Voli Pantai, Kompetisi Selfie, Kontes Kecantikan Putri Mandalika, Parade Budaya, Mandalika Fashion Carnaval, dan Bazaar Kuliner. Puncak Bau Nyale yaitu menangkap cacing ramai-ramai memang hanya berlangsung 2-2,5 jam.

Pukul 6 pagi, ketika matahari sudah keluar sempurna, Nyale sudah tak kelihatan. Dan pengunjung pun meninggalkan Pantai Seger satu persatu. Tapi persiapan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Selama itu mereka membutuhkan banyak dukungan logistik. Termasuk makanan maupun minuman. Kesempatan ini juga digunakan Pemda setempat untuk mendirikan warung-warung dan Pasar Kuliner. Banyak kuliner unik Lombok saya temui di sini. Mengenai Kuliner Lombok akan saya tulis tersendiri nanti. Terlihat betapa gerakan ekonomi saat penyelenggaraan Bau Nyale ini tinggi.

Minimal di tempat acara puncak. Pengunjung tak mungkin hadir tanpa berbelanja. Baca juga 4 Pantai Lombok Tengah Menanti Anak Instagram Festival Bau Nyale Lombok – Pesta Rakyat Ajang Silaturahim Festival Bau Nyale Lombok ini tepat bila saya juluki pesta rakyat. Jadi media untuk membangun silaturahim antar sesama. Memang tak bisa dipungkiri Festival Bau Nyale Lombok ini jadi semacam ajang pengikat tali silaturahmi.

Bagaimana tidak. Mereka datang dari berbagai daerah, lelaki perempuan, dewasa dan kanak-kanak, berragam latar sosial ekonomi, bersama-sama merayakan kegembiraan.

Berburu nyale. Seperti Pak Lalu Satria yang datang bersama dengan 8 anggota keluarganya. Di sana selain bertemu tetangga juga kerabat yang jarang bersua. Festival Bau Nyale Lombok secara tak langsung satu bentuk dari pewarisan budaya.

Pak Lalu Satria yang bersemangat selain ingin bertemu kerabat juga membawa cucu-cucunya. Ia ingin mengenalkan tradisi Nyale kepada mereka. Cara memasak Nyale Cara Memasak Nyale Setelah melihat bagaimana cara menangkap Cacing Nyale di Festival Bau Nyale Lombok, sekarang bagaimana cara memasak nyale? Memang bagi Rakyat Lombok Nyale festival bau nyale adalah tradisi khas daerah sekar jelmaan Putri Mandalika.

Nyale tak sekadar berkah dalam kehidupan. Nyale juga adalah santapan lezat. Menikmati daging Nyale, baik mentah maupun diolah, termasuk peristiwa istimewa. Dalam kesempatan memasak nyale ini saya saksikan di Desa Ende, pemukiman tradisional Suku Sasak di Lombok Tengah. Cacing-cacing yang sudah terkumpul dicuci bersih.

Tanpa diberi bumbu dibungkus dengan daun kelapa muda. Lalu dijepit dengan tangkai bambu. Pepes Nyale atau Pepes Cacing Laut Nyale sekarang siap dipanggang di atas tungku. Cara memasak seperti ini disebut Te-Lepet. Dilepet artinya dipepes. Proses memepes sampai masak kurang lebih 3 jam. Memasak Nyale harus dengan api kecil. Yang saya lihat menggunakan bara kayu bakar saja. Alasannya agar daun kelapa sebagai pelindung tidak keburu hangus.

Memasak dengan memepes seperti ini memang lama. Tapi orang Lombok percaya bahwa rasanya jauh lebih enak.

festival bau nyale adalah tradisi khas daerah

Pepes Nyale dinikmati dengan Sambal Kecos. Sambal terasi. Terbuat dari cabe merah, terasi dan bawang merah yang dibakar terlebih dahulu. Diulek dengan garam dan diberi jeruk purut atau jeruk Monti.

Karena itu Sambal Kecos disebut juga Sambal Monti. Nyale yang sudah dibakar bisa digoreng kembali. Di atasnya ditaburi bawang goreng.

Bisa juga dimasak dengan santan yang lebih gurih rasanya. Bagaimana Rasa Daging Cacing Laut atau Nyale ini? Membuat Sambal Kecos atau Sambal Terasi untuk Makan Nyale Untuk yang mentah saya tidak berani mencoba. Walaupun sebelum datang ke Festival Bau Nyale saya bertekad mencoba. Tapi setelah menyaksikan sendiri bagaimana cacing cacing menggeliat di dalam ember dan tempat penyimpanan keberanian saya langsung terbang.

Di Desa Endesaya memberanikan diri untuk mencoba Cacing Nyale Goreng dan Cacing Nyale kuah santan atau gulai. Nyale Masak Santan Karena tak terbiasa, rasanya langsung menyergap seluruh saraf perasa di lidah saya. Bau laut yang terkunyah, rumput laut yang terurai, anyir air laut, dan pasir bercampur jadi satu. Sepertinya rasa tersebut langsung ditolak oleh indra pengecap saya.

Tapi senang banget akhirnya dapat menyaksikan Festival Bau Nyale Lombok ini. Setelah membaca sekian lama akhirnya mencoba Nyale juga.

Evi Hallo, terima kasih sudah mampir dan membaca cerita dalam travel blog ini. Saya menyukai perjalanan ke destinasi alam, selalu takjub pada budaya, memberi perhatian khusus terhadap berbagai kuliner yang ditemui dalam perjalanan.

Blog ini juga tentang gula aren, bisnis yang saya geluti bersama suami. Sesekali menulis tentang motivasi untuk penyemangat. Saya menerima undangan fam trip, liputan festival, juga produk review yang sesuai dengan tema blog ini. Kontak saya di indrawanto.evi@gmail.com
Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat memiliki pesona keindahan alam dan kekayaan budaya yang tampak dari berbagai perayaan adat yang kental dengan budaya leluhur yang masih lestari dan terjaga keasliannya.

Salah satu perayaan tersebut adalah Festival Bau Nyale yang merupakan perayaan tradisi adat masyarakat Lombok menarik minat wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Festival itu dilaksanakan sekali setahun di akhir bulan Februari atau di awal bulan Maret.

Perayaan dilakukan menangkap cacing laut yang oleh warga Lombok disebut nyale. Pada tahun 2021 kemarin saya pernah mengikuti festival yang diselenggarakan di bulan Februari berlokasi di Pantai Seger Lombok.

Acara dihadiri oleh banyak warga lokal maupun turis mancanegara. kami berbondong-bondong mendirikan tenda di pesisir pantai pada sore harinya untuk digunakan sebagai tempat tidur di malam harinya. Pada malam hari warga lokal maupun turis yang ingin menyaksikan tradisi itu menyalakan api unggun dan mempersembahkan drama tentang Putri Mandalika serta akan menarikan tarian-tarian tradisional Lombok. Lalu sekitar pukul 03.00 dini hari orang-orang turun ke pantai untuk memburu cacing nyale.

Ada tradisi yang unik dalam menangkap cacing tersebut, kami harus berteriak dengan kata-kata sedikit kasar, sebab dipercaya masyarakat sebagai panggilan kepada cacing nyale agar keluar ke permukaan. Konon tradisi berteriak ini sama persis dengan yang dilakukan oleh masyarakat Lombok terdahulu ketika Putri Mandalika mengorbankan dirinya dengan terjun ke laut. Suasana di Pantai Seger ramai karena ketika siang hari ada pertunjukan Gendang Beleq, pertunjukan musik khas suku Sasak yang dimainkan para lelaki, serta joget atau penari wanita yang menari mengikuti musik gendang.

Selain itu ada juga pertunjukan adat Presean yaitu dua lelaki akan bertarung menggunakan kayu dan memakai perisai untuk melindungi dirinya serta mereka juga akan menari tarian sasak disetiap gerak pertarungannya.

Adat tersebut menggambarkan para pangeran terdahulu yang rela bertarung untuk memperebutkan Putri Mandalika, Aneka warna cacing khas Lombok bernama nyale. Foto : Damma Ari Di tahun 2022, Festival Bau Nyale jatuh pada 20-21 Februari lalu berdasarkan hasil sangkep warige (musyawarah) para tokoh adat di Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Perayaan didasarkan dari cerita rakyat yang percaya bahwa cacing laut atau disebut nyale adalah jelmaan rambut dari Putri Mandalika yang merupakan seorang putri kerajaan dari Lombok yang cantik dan diperebutkan pangeran dari berbagai kerajaan.

Agar tak terjadi perpecahan di antara warga Lombok, ia memilih mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Laut Lombok.

Ajaib dari tempatnya ia jatuh ke laut, keluarlah cacing dari laut yang memiliki berbagai warna. Masyarakat setempat percaya, Putri Mandalika telah menjelma menjadi penjaga Pantai Lombok dan rambutnya menjelma menjadi cacing laut yang disebut nyale.

Masyarakat setempat menangkap cacing nyale dengan tangan kosong dan ada juga yang membawa serokan atau jaring ikan berukuran kecil agar bisa menangkap lebih banyak lagi. Umumnya cacing nyale ini bisa dimakan langsung setelah ditangkap dan bisa juga diolah menjadi olahan makanan lain seperti pepes, tumis cacing nyale, kripik cacing nyale, dan lainnya.

Masyarakat yang turun ke laut untuk menangkap cacing laut biasanya akan langsung festival bau nyale adalah tradisi khas daerah hidup-hidup. Cara itu memberikan kesan tersendiri bagi mereka karena cacing nyale akan terasa lebih segar dengan perpaduan rasa manis dan asin serta sedikit creamy.

Tak jarang pula masyarakat menjajakan hasil tangkapan cacing nyale mereka di pasar kemudian dibeli oleh sebagian masyarakat yang tidak ikut perayaan namun ingin mencicipi nyale. Sebagian besar masyarakat Lombok sangat menyukai cacing nyale karena rasanya yang unik dan cacing tersebut hanya bisa ditemui sekali dalam setahun oleh karena itu wisatawan dari berbagai penjuru dunia sangat bersemangat dalam mengikuti perayaan bau nyale dan ingin mencoba memakan cacing laut itu, tak jarang para wisatawan memuntahkan kembali karena merasa jijik dan adapula yang menyukai eksistensi rasa dari cacing nyale festival bau nyale adalah tradisi khas daerah.

Umumnya cacing nyale memiliki tiga warna yang berbeda-beda yaitu merah, hijau dan kuning. Warga setempat menyatakan walau berbeda warna, rasa cacing sama saja.

Menurut kepercayaan masyarakat Lombok, Festival Bau Nyale menggambarkan kemakmuran daerah mereka dan menjadi tanda keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa, itu sebabnya Festival Bau Nyale menjadi perayaan yang sangat ditunggu-tunggu oleh warga Lombok.

Festival Bau Nyale termasuk dalam salah satu pesona Indonesia dan diakui pemerintah sebagai daya tarik wisata yang dapat meningkatkan sumber devisa negara. Apalagi masyarakat lokal juga memiliki kesempatan untuk menghasilkan rupiah dengan memanfaatkan destinasi wisata  yang sedang ramai dikunjungi wisatawan. Mita Apriani, mahasiswi STP Trisakti Jurusan Pengelolaan Perhotelan // ------------------------------------FONT AWESOME .fas{ margin-right: 16px } .menu-item a .fas.fa-home{ margin:0px } // ------------------------------------AUTHOR AVATAR .avatar{ border-radius: 100%; } .td-instagram-profile-image img{ width: 100%; } // ------------------------------------HEADER .td-main-page-wrap{ padding-top: 0px; } .td-header-style-9 .td-banner-bg{ background-color: transparent; } .td-header-sp-logo{ //background header ornamen background: url(https://d18nu206jtfjv5.cloudfront.net/wp-content/uploads/sites/31/2019/05/Ornamen-Logo.png); background-size: cover; background-position: center } .td-main-logo img{ max-width: 400px; } @media all and (max-width: 500px){ .td-main-logo img{ min-width: 100px; max-width: 200px;; } } .td-banner-wrap-full{ background: transparent; } .td-retina-data{ padding: 3rem; } // ------------------------------------PRIMARY MENU .td-header-menu-wrap.td-header-menu-wrap .td-header-gradient .td-affix.td-container .td-header-row .td-header-main-menu{ background-color: #005a99 !important; } .menu-item-kontributor a i{ background-color: #f3a83b; border-radius: 16px; padding: 8px; } ul.sf-menu > .td-menu-item > a { font-size : 12px; } .td-instagram-button{ background-color: #1e73be; } .td-container-wrap{ background: transparent; } .td_module_mega_menu .td-module-image .td-module-thumb .td-image-wrap .entry-thumb{ width:200px; } // -----------------------------------BURGER MENU ON MOBILE #td-mobile-nav{ background:#005a99 ; } // ------------------------------------ SEARCH FORM .td-head-form-search-wrap .btn#searchsubmit{ background: #005a99 !important; } .td-search-background{ background:none; } //HOME PAGE -RESPONSIVE IPAD @media (min-width: 767px) and (max-width: 1024px){ .sidebar-column .wpb_wrapper{ display: flex; } .ipad-width{ width: 100%; } .ipad-wrap .td_block_inner .td_module_wrap{ width: 50%; margin-bottom : 32px; } .jumbotron .td_block_inner .td_module_flex_6:first-child{ width: 66.6% } .jumbotron .td_block_inner .td_module_flex_6 :nth-child(2){ margin-bottom: 6px; } // MEGA MENU .td_module_mega_menu .td-module-image .td-module-thumb .td-image-wrap .entry-thumb{ width:150px; min-height: 100px; max-height: 100px; } } // SINGLE RESPONSIVE Festival bau nyale adalah tradisi khas daerah @media (max-width: 767px){ #single-page-container .td-stretch-content{ padding-left: 0px !important; padding-right: 0px !important; } } // ------------------------------------FOOTER MUDA .footer-muda{ background-size: cover; } #footer-muda .td-stretch-content{ padding: 0px; } .td-sub-footer-container{ background-color: #0d0d0d; } .td-footer-wrapper .td-container-wrap { width: 100% !important; } .td-boxed-layout{ width: 100% !important; } a .td_single_image_bg{ z-index:-1 !important; } .pre-footer{ margin-top:10rem; height: 4rem; background-position: top; } @media all and (min-width: 1280px){ .pre-footer{ height:6rem; } } .footer-logo .td-fix-index img{ max-witdh: 400px !important; min-width: 100px; } // ------------------------------------ SINGLE POST .td-video-template-bg{ background: transparent; } .post{ background: transparent; } .td-post-author-name div.td-post-author-name a{ font-size:16px; } .logged-in-as{ font-size: 14px; } .td-post-next-prev-content span{ font-size: 14px; } #reply-title{ font-size: 16px; } .td-post-content p{ font-size: 18px; font-family: "Fira Sans"; } #single-jumbotron .td-pb-span12{ padding-left: 0px !important; padding-left: 0px !important; } .td-post-featured-video .td-post-featured-image figure .wp-caption-text{ background: black; position: absolute; bottom: 2rem; color: white; padding: 16px; margin-top:-100px; } .td-block-title-wrap h4,{ font-family: "Fira Sans" !important; font-size: 32px !important; font-weight: 700 !important; } .td_module_mega_menu .item-details .entry-title.td-module-title a{ font-size: 14px !important; line-height: 20px; } .sidebar-muda .td_block_inner .td-block-span12 .td_module_wrap .item-details .entry-title.td-module-title a{ font-size: 24px !important; font-weight: 700 !important; font-family: "Fira Sans" !important; } .td-post-date time { font-size: 16px !important; font-family: "Fira Sans" !important; text-transform: uppercase; } .td-post-next-prev-content a{ font-style: italic; font-weight: 700 !important; font-size: 16px !important; font-family: "Fira Sans" !important; text-transform: festival bau nyale adalah tradisi khas daerah color: #000; } .td-post-title h1.entry-title{ //judul artikel single font-style: italic; font-weight: 700 !important; font-family: "Fira Sans" !important; text-transform: uppercase; color: #000; } .td-related-span4 .td_module_related_posts .item-details h3 a{ font-size: 24px; font-weight: 700 !important; font-family: "Fira Sans" !important; } .td-related-span4 .td_module_related_posts .item-details h3 a:hover.

td-post-next-prev .td-post-prev-post .td-post-next-prev-content a:hover{ color:#F3A83B; } .td-related-span4:hover{ .td_module_related_posts .item-details h3 a{ color:#000 ; } } #td_social_sharing_article_top .td-post-sharing-visible{ margin-top: 20px } @media all and (max-width: 1019px){ .entry-thumb{ width:100px; } } .td-post-featured-image{ overflow: hidden; max-width: 1080px; margin: 0 auto; } .sidebar-muda .td-block-title-wrap .td-block-title .td-pulldown-size{ margin-bottom: 16px; } .entry-category a.

td-post-source-tags. td-tags li a{ font-size: 14px; } .post header .entry-title { font-size: 32px; } .td-author-name span.fn a{ font-size: 16px; } // ADS .single-ads{ padding: 1rem 0; } .td-container-wrap { width : 100% !important; } .tdc-no-posts{ background-image: url(https://kompas-muda-redesign-mumed-2.c9users.io/wp-content/uploads/2019/04/Words-not-found-02.png); }

FESTIVAL BAU NYALE//teradisi adat Sasak Lombok yg dijaga, turun menurun dr Nene moyang.




2022 www.videocon.com