BAB I PENDAHULUAN • Latar Belakang Penggambaran bentuk dan ukuran permukaan bumi merupakan bagian ilmu ukur wilayah. Ilmu Ukur Wilayah merupakan turunan dari Ilmu Geodesi.
Pemetaan dan pengukuran suatu wilayah hutan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya jenis alat ukur yang digunakan. Secara garis besar, alat ukur pemetaan hutan dibagi menjadi alat ukur optik dan non optik. Jenis dan bentuk alat ukur yang digunakanpun harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan pengukuran.
Beberapa alat ukur yang banyak digunakan antara lain adalah alat penyipat datar atau waterpass, ialah alat ukur yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik dan Theodolit adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-sudut.
Pembuatan peta situasi tidak bisa secara instan karena harus melalui proses pengambilan data dari pengukuran horizontal maupun vertikal. Pengukuran jarak merupakan basis dalam pemetaan. Dalam ilmu ukur tanah, yang di maksudkan dengan sudut horizontal (mendatar) merupakan sudut pada bidang datar (proyeksi sudut yang terbentuk dari dua titik di permukaan bumi). Untuk mendapatkan sudut pada bidang proyeksi secara langsung, maka pembacaan ke arah titik A di muka bumi dan proyeksinya (A’) tidak boleh terdapat pertentangan.
Sudut vertikal yang di peroleh dari pembacaan lingkaran vertikal adalah sudut yang terbentuk dari garis arah mendatar dan suatu titik tertentu lapangan. Sudut yang berada diatas atau dibawah bidang horizontal yang melalui titik pengamatan atau biasanya di sebut dengan sudut helling. Pembacaan mikrometer baik untuk sudut horizontal maupun vertical dapat di baca secara langsung dengan garis skala atau estimasi. Sebagai ilustrasi berikut ini di berikan contoh pembacaan pada jenis alat TOPCON TL 6G dan TL 20 G.
Pengukuran detail adalah untuk memberikan data topografi di atas peta sehingga diperoleh mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan atau informasi dari relief bumi. Kelengkungan dan ketelitian data topografi tersebut sangat tergantung dari kerapatan titik detail yang akan diukur. Untuk mengukur titik detail yang lengkap dan efisien, maka harus dipahami maksud dan kegunaan peta yang akan dibuat. Sebelum suatu daerah dilakukan pengukuran detail harus sudah ada titik ikat.
Biasanya hal-hal yang perlu diukur secara detail adalah segala benda atau bangunan yang terdapat di areal yang dipetakan akan menambah kelengkapan data peta. Misalnya perbedaan tinggi muka tanah yang cukup ekstrim sehingga nantinya dapat membantu dalam pembuatan kontur. Garis kontur adalah gambaran bentuk permukaan bumi pada peta topografi. Sifat-sifat garis kontur, yaitu Garis kontur merupakan kurva tertutup sejajar yang tidak akan memotong satusama lain dan tidak akan bercabang.
Garis kontur yang di dalam selalu lebih tinggi dari yang di luar. Interval kontur selalu merupakan kelipatan yang samaIndek kontur dinyatakan dengan garis tebal. Semakin rapat jarak antara garis kontur, berarti semakin terjal, jika gariskontur bergerigi (seperti sisir) maka kemiringannya hampir atau sama dengan90°.
Pelana (sadel) terletak antara dua garis kontur yang sama tingginya tetapiterpisah satu sama lain. Pelana yang terdapat diantara dua gunung besar dinamakan PASS. Sesuai dengan keadaan luas daerah yang akan dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum adalah berupa poligon. Poligon dibagi menjadi poligon terbuka dan tertutup. Beda tinggi yang didapat nantinya akan digunakan sebagai data dalam pembuatan dan penggambaran peta topografi Untuk membuat peta situasi cukup menggunakan titik pasti yang telah diketahui dari jaring triangulasi.
• Tujuan Untuk mengetahui cara pengukuran sudut dan jarak dengan poligon sehingga dapat membuat gambaran wilayah tersebut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA • Cara Pembuatan Peta Situasi Pembuatan peta situasi tidak dapat langsung jadi karena harus diawali dengan pengambilan data melalui pengukuran-pengukuran baik pengukuran horizontal maupun vertikal, sehingga setiap detail pada peta dapat diketahui posisinya terhadap bidang datar.
Pada pengukuran peta situasi ini yang harus dilakukan adalah: • Pengukuran di lapangan termasuk pembuatan titik sebagai kerangka peta. • Pekerjaan perhitungan. • Cara pemberian koreksi pada hasil perhitungan. • Proses penggambaran. Agar diperoleh hasil yang baik dan akurat, maka masing-masing kegiatan harus dilakukan dengan teliti dan ditunjang dengan sarana yang memadai.
• Pengukuran Kerangka Peta dengan Poligon Pada permukaan bumi diukur titik pasti yaitu titik yang diketahui koordinatnya dan tingginya.
Kemudian dari titik-titik pasti tersebut dipetakan yang selanjutnya disebut sebagai kerangka peta. Untuk keperluan ini dibutuhkan beberapa titik pasti sebagai dasar pemetaan. Titik pasti dapat ditentukan dengan cara poligon. Poligon berasal dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gon(gone) : titik. Yang kita maksud disini adalah poligon yang digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan yang memiliki titik titik dimana titik tersebut mempunyai sebuah koordinat X dan Y, silahkan klik disini untuk memahami sistem koordinat dan proyeksi peta yang tidak terlepas akan pengukuran dan penghitungan poligon.
Pengukuran Poligon dilakukan dengan cara menggunakan Total Station, yang mengambil data jarak dan sudut antar titik titik poligon yang ditanam secara permanen (dalam hal ini titik yang dimaksud adalah TDT Orde 4). Satuan jarak yang di pakai adalah meter, dimana 1m = 100cm = 1000mm, sedangkan sudut adalah derajat, dimana 1derajat sama dengan 60 menit atau 3600 detik, dan 1 putaran penuh memiliki besaran 360 derajat, 90 derajat merupakan sudut siku-siku.
Dalam pengukuran poligon, sudut yang digunakan ialah sudut yang mempunyai putaran searah jarum jam, jika anda membuat sudut 90 º berlawanan arah jarum jam maka sudut yang dihasilkan adalah 270 mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan (sesuai dengan arah jarum jam). Penghitungan poligon pada dasarnya hanyalah penghitungan sebuah detail yang berkesinambungan atau continous secara pararalel, akan tetapi sebuah poligon mempunyai koreksi baik itu koreksi sudut ataupun koreksi linier.
Koreksi merupakan perataan kesalahan yang timbul dalam pengukuran poligon, sebuah pengukuran poligon tidak bisa dianggap benar (selalu ada kesalahan). Kesalahan yang timbul dalam pengukuran poligon adalah kesalahan sudut dan kesalahan linier (jarak).
Koreksi sudut dapat dilakukan dengan cara membagi dengan rata kesalahan tersebut di tiap titik poligon, atau dengan cara pembagian koreksi berdasarkan perbandingan jarak antar titik poligon di sudut tersebut dengan jumlah jarak semua titik Sedangkan untuk koreksi linier pada penghitungan poligon, selisih jarak dianggap benar dengan hasil penghitungan dari data lapangan di bagi di tiap jarak berdasarkan perbandingan jarak tersebut dengan jumlah jarak, akan tetapi di sebuah penghitungan poligon jarak linier(L) yang kita maksud dibedakan menjadi jarak ordinat(Y) dan jarak absis(X).
Koreksi sering dijadikan tinjauan untuk mengetahui kualitas dari pengukuran poligon tersebut. Sebuah kesalahan di dalam poligon dapat dikatakan wajar jika kesalahan itu masih dalam toleransi yang di tentukan berdasarkan, spek alat yang digunakan, jarak yang di tempuh, banyak titik yang digunakan beserta sebuah ketentuan yang diinginkan/permintaan akan sebuah standar ketelitian.
• Pengukuran Detail Maksud dari pengukuran detail adalah untuk memberikan data topografi di atas peta sehingga diperoleh bayangan mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan informasi dari relief bumi. Kelengkungan dan ketelitian data topografi tersebut sangat tergantung dari kerapatan titik detail yang akan diukur. Untuk mengukur titik detail yang lengkap dan efisien, maka harus dipahami maksud dan kegunaan peta yang akan dibuat.
Sebelum suatu daerah dilakukan pengukuran detail harus sudah ada titik ikat. Biasanya hal-hal yang perlu diukur secara detail adalah segala benda atau bangunan yang terdapat di areal yang dipetakan akan menambah kelengkapan data peta.
Misalnya perbedaan tinggi muka tanah yang cukup ekstrim sehingga nantinya dapat membantu dalam pembuatan kontur. • Perhitungan Didalam perhitungan, kita menggunakan alat-alat sebagai berikut: • T0 Digunakan untuk menembak titik-titik azimuth pada sudut-sudut istimewa dan titik kritis. Tujuannya untuk menggambar kondisi kontur di lokasi tersebut. Pada saat menembak suatu titik, kita membaca Titik atas (TA), Titik Tengah (TT), dan atitik Bawah (TB) dengan TA-TB/2 x 10. • Digital Theodolit (DT) Dengan alat ini kita menghitung sudut dalam (b) suatu poligon serta jarak dari suatu patok ke patok lain.
• Waterpass Waterpass digunakan untuk mengukur jarak dan beda tinggi antara patok dengan cara menempatkan pesawat waterpass di tengah-tengah antar dua patok kemudian menembak ke arah muka dan belakang.
• Penggambaran Dalam penggambaran yang harus kita lakukan antara lain: • Menggambar grid pada kertas. • Menentukan letak patok atau koordinat poligon pada grid. • Menghitung poligon. • Menentukan koordinat titik detail pojok bangunan. • Membuat garis kontur dengan data hasil perhitungan memancar. • Mencocokan hasil gambar dengan data-data hasil perhitungan pengukuran. BAB III PEMBAHASAN Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar.
Kerangka dasar adalah sejumlah titik yang diketahui koordinatnya dalam system tertentu yang mempunyai fungsi sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik-titik kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dnegan kerapatan tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama, maka titik-titik kerangka dasar harus ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan lama. Dalam pengukuran untuk pembuatan peta ada dua jenis kerangka dasar yaitu kerangka dasar horizontal (X,Y) dan kerangka dasar vertikal (Z).
Pada praktiknya titik-titik kerangka dasar baik horizontal maupun vertikal dijadikan satu titik. Poligon memiliki beberapa jenis di pandang dari bentuk dan titik refrensi (acuan) yang digunakan sebagai sistem koordinat dan kontrol kualitas dari pengukuran poligon. Titik refrensi adalah titik yang mempunyai sebuah koordinat yang dalam penghitungannya mengacu pada sebuah datum dan proyeksi peta, di Indonesia datum yang di gunakan adalah WGS 84 sedangkan proyeksi peta menggunakan TM-3, sedangkan koordinat lokal adalah koordinat yang tidak mengacu pada dua hal tersebut (koordinat sementara).
Untuk titik refrensi dalam pengukuran poligon ialah TDT (Titik Dasar Teknik) atau BM (Base Mark) Orde 3,2 ataupun Orde 1 yang telah memiliki kooordinat TM-3 dan diukur menggunakan GPS Geodetik.
Untuk pemetaan daerah kecil, penyelenggaraan titik-titik kerangka dasar umumnya digunakan metode poligon. Karena metode poligon lebih bias menyesuaikan dengan keadaan lapangan dan ketelitiannya dapat memadai untuk pemetaan topografi. Poligon adalah serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi.
Hasil perhitungan jarak dan sudut menggunakan pengukuran poligon tidak berbeda jauh dengan pengukuran menggunakan meteran, hanya ada sedikit deviasi yang wajar dalam pengukuran. Peta topografi yang dihasilkan dengan poligon tertutup hasil akhir nya tidak akan pernah menyatu dengan titik awal pengukuran. Disini terdapat beda error yang memerlukan perhitungan koreksi poligon. Gambar awal peta topografi tanpa koreksi disebut dengan poligon asli. Dalam pengukuran poligon, sudut yang digunakan ialah sudut yang mempunyai putaran searah jarum jam, jika anda membuat sudut 90 º berlawanan arah jarum jam maka sudut yang dihasilkan adalah 270 º (sesuai dengan arah jarum jam).
BAB IV PENUTUP • Kesimpulan Hal yang dapat disimpulkan dari bahasan diatas adalah : • Poligon berasal dari kata polygon yang berarti poly : banyak dan gon(gone) : titik. Yang kita maksud disini adalah poligon yang digunakan sebagai kerangka dasar pemetaan yang memiliki titik titik.
• Peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur asli dan buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut dapat dikenal maupun diidentifikasi dan pada umumnya untuk memperlihatkan keadaan yang sesungguhnya. • Pembuatan peta situasi tidak dapat langsung jadi karena harus diawali dengan pengambilan data melalui pengukuran-pengukuran baik pengukuran horizontal maupun vertikal, sehingga setiap detail pada peta dapat diketahui posisinya terhadap mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan datar.
• Pengukuran Detail adalah untuk memberikan data topografi di atas peta sehingga diperoleh bayangan atau informasi dari relief bumi. Kelengkungan dan ketelitian data topografi tersebut sangat tergantung dari kerapatan titik detail yang akan diukur. • Metode poligon banyak digunakan pada pemetaan daerah kecil. • Saran Sebaiknya dalam melakukan pengukuran, perhitungan dan penggambaran dalam praktikum ini dilakukan dengan teliti dan sungguh-sungguh sehingga hasil yang tidak diinginkan dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA Annonim. 2010. Pengetahuan Ilmu Ukur Tanah. http://tanahkoe.tripod.com/bhumiku/id10.html (diakses pada 21 september 2014) Bai. 2013. Pengertian dan Jenis Poligon. http://buaendel.blogspot.com/2013/03/pengertian-dan-jenis-poligon.html (diakses pada 22 September 2014) Ahmad. 2004. (online). http://www.google.com- theodolite.pdf/Pendidikan dan Pelatihan Diklat Teknis Materi:Theodolit.
Institut teknologi sepuluh November Surabaya. Nugroho, U. 2010. Poligon. (online). ( http://www.udinugroho.com/poligon). (diakses pada Sabtu 11 Desember 2010). Skurniasari. 2012.
Topografi. http://skurniasari.blogspot.com/2012/10/peta- topografi.html (diakses pada 21 September 2014) Cari untuk: Tulisan Terakhir • TUGAS PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014 • JENIS PONDASI PADA LAHAN RAWA • PAPER ILMU UKUR WILAYAH PEMBUATAN PETA TOPOGRAFI DENGAN POLA POLIGON Komentar Terbaru Arsip • Oktober 2014 Kategori • Tak Berkategori Meta • Daftar • Masuk • Feed entri • Feed Komentar • WordPress.com Penempatan Nama atau Huruf Penempatan nama sering menjadi pekerjaan yang sukar terutama untuk peta yang padat dengan nama-nama fenomena.
Penempatan nama pada peta harus jelas dan mudah untuk dibaca para pengguna. Ketentuan dan Aturan Penempatan Nama Pada Peta Ada beberapa ketentuan atau aturan tentang bagaimana penempatan nama pada peta. Ketentuan atau aturan penempatan nama pada peta adalah sebagai berikut.
Pertama, nama-nama dalam suatu lembar peta harus teratur susunannya, sejajar dengan tepi bawah peta untuk peta skala besar atau sejajar dengan grid untuk peta skala kecil.
Kedua, Nama-nama yang tercantum pada peta dapat memberi keterangan dari unsur-unsur yang berbentuk titik, garis, dan area.
Untuk fenomena yang menggunakan titik, seperti kota, bangunan, dan gunung sebaiknya diletakkan di samping kanan agak ke atas dari unsur tersebut. Fenomena yang berbentuk linier, seperti sungai, pantai, jalan, dan batas wilayah administratif sebaiknya diletakkan sejajar dengan unsur tersebut.
Sungai yang berupa garis sebaiknya ditempatkan sedikit di atas objeknya. Fenomena yang memerlukan keterangan luas, seperti negara, danau, dan pegunungan sebaiknya penamaan ditempatkan memanjang. Ketiga, Nama-nama harus terletak bebas satu dengan lainnya dan diusahakan tidak terganggu simbol-simbol lainnya. Nama-nama tidak boleh saling berpotongan kecuali apabila ada nama yang huruf-hurufnya memiliki jarak yang jelas. Keempat, apabila nama-nama harus ditempatkan melengkung, bentuk dari lengkungan harus teratur.
Kelima, nama-nama yang terpusat di suatu titik lokasi harus diatur sedemikian rupa sehingga terlihat tidak terlalu mepet. Keenam, atribut kontur ditempatkan di celah-celah tiap kontur dimana penempatannya mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan sehingga tiap angka terbaca dan terdapat ada arah mendaki lereng. Ketujuh, pemilihan huruf bergantung pada perencanaan kartografer sendiri. Akan tetapi, jenis-jenis huruf tersebut harus sama pada keseluruhan isi peta.
Aturan Pemakaian Jenis Huruf Pada Penamaan Peta Ada beberapa aturan tentang pemakaian jenis huruf. Misalnya, huruf-huruf tegak lurus untuk nama-nama fenomena budaya (kota, jalan, lalulintas), dan huruf miring untuk nama-nama unsur fisik (sungai, danau, pegunungan).
Pada dasarnya, tidak ada aturan yang baku untuk pemilihan jenis huruf karena diserahkan sepenuhnya pada kartografer dengan tetap memerhatikan prinsip agar peta tersebut dapat memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Koreksi Kesalahan Permasalahan yang sering dihadapi pada pemetaan dengan menggunakan alat sederhana adalah • ketidaktelitian membaca arah atau azimuth magnetis pada kompas • kecerobohan pengukuran jarak dengan meteran.
Kekurangtelitian dan kecerobohan sering terjadi pada garis-garis ukur yang membentuk poligon tertutup. Seharusnya titik A dan titik terakhir berhimpit. Namun pada penggambarannya, titik tidak berhimpit, tetapi menjadi A¹. Hal di atas perlu dikoreksi dengan menggunakan jarak kesalahan secara proporsional di tiap titik B, C, D dan E.
Caranya adalah sebagai berikut. Membuat garis lurus A, B, C, DE yang jaraknya sama dengan jarak pada poligon A, B, C, D, E. Misalnya, jarak A - B pada poligon adalah 4 cm, maka jarak pada garis A - B juga adalah 4 cm. Begitu pula dengan B, C, D dan E, dan E - A¹. Buatlah garis tegak lurus ke atas dari titik A¹ sesuai dengan panjang kesalahannya, yaitu a.
Kemudian dari garis kesalahan tersebut kemudian tarik garis ke titik A. Buatlah garis sejajar dengan garis kesalahan (a) pada titik B, C, D, dan E. Artikel Terkait • 1 Pengertian Peta, Fungsi Peta, Cabang Ilmu Yang Mempelajari peta, dan Peta Dunia Pertama • 2 Pengertian, Ketentuan, Metode, dan Pertimbangan Proyeksi Peta • 3 Komponen atau Kelengkapan Informasi Yang Terdapat Pada Peta • 4 Mengenal Simbol dan Warna Pada Peta • 5 Teknik Dasar Pembuatan Peta dan Pemetaan • 6 Berbagai Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pembuatan Peta dan Cara Penulisan Peta • 7 Cara Membaca Peta • 8 Alat Bantu Sederhana dalam Pembuatan Peta dan Tahapan Pengukuran Jarak dan Arah • 9 Cara Memperbesar dan Memperkecil Peta • 10 Tujuan dan Manfaat Membaca Peta • 11 Penggambaran dan Scribing Pada Peta • 12 Mengenal Teknik Lettering Pada Peta • 13 Penempatan mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan atau huruf dan Koreksi Kesalahan Pada Peta • 14 Klasifikasi Data, Tabulasi Data, dan Pembuatan Grafik untuk Sebuah Peta • 15 Analisis Lokasi Industri dan Pertanian
Peta merupakan salah satu alat bantu geografi dalam mengkaji dan menganalisis fenomena fisik dan sosial yang tersebar di muka bumi, fenomena tersebut antara lain pola pengaliran sungai, kawasan hutan, pola pemukiman, jalur transportasi, daerah pertanian, dan pola tata guna lahan (land use).
Bagi para petualang yang sering menjelajahi berbagai tempat di muka bumi, peta sangat bermanfaat sebagai pedoman perjalanan ke tempat-tempat atau daerah yang belum diketahui sebelumnya, baik berhubungan dengan jarak tempuh ataupun medan yang akan dilalui. Selain menganalisis kondisi spasial suatu wilayah, berguna pula dalam memprediksi perkembangan berbagai gejala yang ada di muka bumi pada masa yang akan datang.
Peta, sebuah nama yang tidak asing di telinga kita, Anda pun pasti pernah mendengarnya. Akan tetapi, apakah Anda mengerti apa peta itu? Mengapa peta sangat penting untuk digunakan? Bagaimana cara pembuatannya? Peta adalah salah satu media atau alat bantu yang penting dalam studi geografi. Media penting lainnya yang biasa digunakan antara lain globe, foto udara, dan citra satelit. Melalui media peta, seseorang dapat mengamati fenomena fisik dan sosial permukaan bumi secara lebih luas dari batas pandang manusia, meskipun orang tersebut belum pernah mengenalnya secara langsung atau berkunjung ke wilayah tersebut.
Sebab, pada dasarnya peta merupakan gambaran sebagian atau seluruh muka bumi dengan semua gejala dan ketampakannya dalam bentuk yang lebih kecil sesuai dengan per bandingan skalanya. Menurut Perhimpunan Kartografi Internasional (International Cartographic Association, 1976). Peta adalah suatu gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu bidang datar dan kemudian diperkecil atau menggunakan skala.
Berdasarkan batasan tersebut, kita memperoleh pengertian bahwa pada dasarnya terdapat tiga hal penting yang berkaitan dengan peta, yaitu sebagai berikut. Fenomena dan gejala yang terdapat di permukaan bumi sangat banyak jumlahnya, baik yang bersifat fisikal antara lain, seperti topografi, hidrografi (bentang perairan), struktur batuan pembentuk muka Bumi, maupun fenomena sosial, seperti per sebaran dan kepadatan penduduk, dan batas administrasi wilayah.
Komponen-komponen tersebut sangat sulit atau bahkan tidak mungkin digambarkan pada sebuah peta. Hal ini karena, jika dipaksakan, peta akan padat isinya dan tidak komunikatif serta memberikan informasi yang akurat bagi pengguna. Oleh karena itu, pada pem buatan sebuah peta dipilih fenomena muka bumi yang dianggap penting dan berusaha untuk digambarkan sesuai dengan tema dan judul peta. Gambar 2. Peta Administratif Kepulauan Papua. Pemilihan objek yang akan digambarkan pada sebuah peta hendaknya dipilih sesuai dengan tujuan pembuatan peta.
Bumi merupakan benda angkasa yang bentuknya hampir menyerupai bola air raksasa. Karena bentuknya ini, permukaan bumi hampir mirip dengan bidang lengkung (permukaan bola). Salah satu prinsip peta adalah mentransformasi bentuk muka bumi dalam bidang datar, yaitu pada sehelai kertas atau pada bidang yang dapat didatarkan, seperti silinder dan kerucut.
Pada kenyataannya, sangatlah sulit menggambarkan bentuk muka Bumi ke dalam bidang datar atau yang dapat didatarkan tanpa adanya kesalahan (kesalahan bentuk, ukuran, maupun jarak). Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses transformasi peta ini dikenal dengan distorsi. Untuk mengurangi kesalahan atau penyimpangan dalam pembuatan sebuah peta, sangat diperlukan sistem proyeksi. Permukaan Bumi merupakan wilayah yang sangat luas.
Panjang keliling ekuatornya mencapai 40.000 kilometer. Jika kita ingin menggambarkan muka bumi yang luas ini pada sehelai kertas dengan ukuran yang sama, tentunya sangat sulit. Oleh karena itu, bentuk muka bumi yang tergambar dalam sebuah peta, ukurannya lebih kecil dibanding kan dengan ukuran sebenarnya. Gambar 4. Pembacaan Informasi Peta. Penentuan sebuah tempat dapat dengan mudah ditentukan hanya dengan kemampuan dalam membaca sebuah peta.
Peta juga dapat diartikan sebagai penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan keruangan antarberbagai perwujudan permukaan Bumi yang diwakilinya. Selain itu, peta juga mengandung arti komunikasi. Artinya, peta merupakan sebuah tanda, saluran, atau penghubung antara pembuat peta dan pembaca atau pengguna peta. Pesan yang ditampilkan dalam sebuah peta, hendaklah mudah dipahami para pembacanya. Oleh karena itu, informasi yang ingin disampaikan dalam peta harus dapat dimengerti oleh pengguna informasi tersebut.
Anda mungkin pernah melihat wisatawan yang berkunjung ke sebuah tempat atau mungkin pula ke kota Anda sendiri. Jika Anda perhatikan dengan saksama, mereka selalu membawa peta situasi daerah yang sedang didatanginya. Mungkin dalam hati Anda bertanya, untuk apa wisatawan itu membawa peta? Jawaban yang paling sederhana, yaitu supaya tidak tersesat. Pernyataan ini sudah menjelaskan arti pentingnya peta dalam kehidupan sehari-hari. • Menunjukkan posisi atau lokasi suatu wilayah atau objek geografi di muka bumi, baik letak absolut yang didasarkan atas koordinat garis lintang dan bujur, maupun posisi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya dengan tempat lain di sekitarnya).
Sebagai contoh lokasi absolut kota Bandung terletak antara 6°54’ LS dan 107°36’ BT, sedangkan posisi relatif Indonesia terletak antara dua benua (Asia di sebelah Utara dan Australia di selatan) dan dua samudra, yaitu Samudra Hindia sebelah barat dan Samudra Pasifik di sebelah timur.
• Memperlihatkan ukuran (diukur luas daerah dan jarak). • Memperlihatkan kecenderungan bentuk (benua, pulau, negara, gunung, arah pembangunan). • Menunjukkan ketinggian tempat atau sudut elevasi berbagai wilayah dan objek geografi lainnya. • Mengumpulkan dan menyeleksi data atau informasi dari suatu daerah dan menyajikannya secara grafis dan nongrafis di atas peta sehingga dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan suatu wilayah atau kawasan.
Peta digunakan manusia melakukan penjelajahan dan penelitian ke berbagai wilayah di muka bumi. Perjalanan tersebut menghasilkan gambaran sebuah wilayah walaupun masih dalam bentuk yang sangat sederhana, yaitu dalam bentuk sketsa.
Jadi, peta itu setua dengan kebudayaan aksara. Gambar 5. Posisi Absolut Sebuah Tempat dalam Jaring-Jaring Permukaan Bumi. Posisi Absolut Kota Bandung antara 6 °54’ LS dan 107 °36’ BT. Claudius Ptolomaeus, pada abad ke-2 (87–150 M) mengemukakan mengenai pentingnya peta dalam kehidupan manusia.
Kumpulan dari peta karya Claudius Ptolomaeus dibukukan dan diberi nama Atlas Ptolomaeus. Gambar 6. Peta Dunia Pertama, Circa 600 SM. Peta ini menunjukkan kota Babylonia sebagai sebuah kotak yang dibagi dua oleh dua garis vertikal yang menunjukkan Sungai Eufrat. Lingkaran kecil berarti kerajaan yang ada di sekitarnya dan samudra yang mengelilingi bumi. Seiring dengan perkembangan zaman dan pola pemikiran manusia, pembuatan peta mengenai berbagai wilayah di muka Bumi pun mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Cabang ilmu geografi yang secara khusus mengkaji mengenai seluk beluk peta dinamakan Kartografi, sedangkan orang yang ahli dalam ilmu perpetaan dinamakan Kartografer atau Kartograf. Di dalam pengertian yang sempit, istilah kartografi berarti ilmu membuat peta, sedangkan dalam arti luas kartografi merupakan suatu seni, ilmu dan teknik pembuatan peta yang di dalamnya melibatkan ilmu geodesi, fotogrametri, kompilasi, dan reproduksi peta.
Tujuan dari kartografi antara lain mengumpulkan dan menganalisis data dari hasil ukuran berbagai pola atau grafis dengan skala tertentu sehingga unsur-unsur tersebut dapat terlihat dengan jelas, mudah dimengerti atau dipahami oleh para pengguna. Bumi yang menyerupai sebuah bola ternyata memperlihatkan bentuk permukaan yang tidak rata dan beraturan. Ada bagian muka Bumi yang merupakan dataran, bagian yang tinggi seperti punggungan, perbukitan, kubah, dan pegunungan, serta bagian yang yang rendah, seperti lembah, cekungan (depresi), palung, dan sebagainya.
Bentuk muka Bumi yang tidak beraturan mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam perhitungan hasil pengukuran langsung mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan lapangan untuk digambarkan pada bidang datar sebagai sebuah peta.
Untuk itu, kita memerlukan bidang lain yang teratur yang mendekati bentuk muka Bumi yang sebenarnya. Bidang tersebut dinamakan Elipsoida. Bidang ellipsoida dengan skala, jarak, dan luas tertentu dianggap sebagai bentuk matematis dari muka Bumi dan dijadikan dasar dalam proyeksi peta. Proyeksi peta adalah suatu sistem yang memberikan hubungan antara posisi titik-titik di bumi dan di peta.
Di dalam sebuah bangunan suatu proyeksi peta, Bumi biasanya digambarkan sebagai bola (jari-jarinya R = 6.370,283 km), volume elipsoida sama dengan volume bola. Gambar 7. Bidang elipsoida Bumi melintang dengan sumbu kutub. Menurut Arthur H. Robbinson (1963) esensi proyeksi peta adalah penyajian bidang lengkung ke bidang datar atau bidang konvensional.
Pada kenyataannya, penggambaran bidang lengkung (globe atau bola bumi) tidak dapat dibentangkan begitu saja menjadi bidang datar tanpa mengalami perubahan dan penyimpangan (distorsi). Untuk mengurangi tingkat distorsi itulah, diperlukan proyeksi peta. Untuk dapat memenuhi keempat persyaratan dalam mengubah bidang lengkung menjadi sebuah bidang datar tersebut merupakan hal yang tidak mungkin.
Apabila dipenuhi salah satu persyaratan, persyaratan lainnya pasti terabaikan. Akibatnya, timbullah berbagai macam jenis proyeksi peta yang dikembangkan oleh para kartograf, dasar pertimbangan, seperti Proyeksi Azimuth, Kerucut, Silinder, Goode Homolosin, Homolografis, dan sebagainya.
c) Semi geometris, sebagian peta diproyeksikan secara geometris dan sebagian titik-titik diperoleh dengan perhitungan matematis. Gambar 12. Persamaan Skala Dalam Globe Meskipun skala sama pada semua arah dalam globe, tetapi: (a) perubahan skala harus sesuai dengan semua proyeksi peta; (b) skala sama sepanjang garis paralel tetapi tidak sepanjang garis meridian; (c) skala sama sepanjang garis meridian tetapi tidak sepanjang garis paralel; (d) skala berubah sepanjang garis paralel dan meridian.
Pada uraian awal telah dikemukakan bahwa peta itu harus informatif, artinya mudah dibaca dan atau dikenali para pengguna karena pada dasarnya peta merupakan alat yang menyederhanakan bentuk dan potensi yang sebenarnya.
Oleh karena itu, peta yang baik harus dilengkapi dengan komponen-komponen peta agar peta mudah dibaca, ditafsirkan dan tidak membingungkan. Beberapa komponen yang harus dipenuhi dalam suatu peta, antara lain sebagai berikut. Judul peta merupakan komponen yang sangat penting. Judul peta hendaknya memuat atau mencerminkan keterangan yang relevan dengan isi peta.
Pada umumnya, judul peta diletakkan di bagian tengah atas. Namun, judul peta dapat juga diletakkan di bagian lain dari peta, yang penting penempatannya proporsional dan tidak mengganggu informasi dalam peta.
Gambar 13. Tata Letak Peta a) Peta rupabumi digital hasil dari Bakosurtanal. b) Peta topografi hasil Direktorat Geologi. Ketika suatu besaran terdiri atas (panjang, luas) ditransformasikan dari bidang lengkung ke bidang datar, besaran tersebut selalu mengalami pengembangan dan pengerutan. Besaran yang tidak mengalami perubahan (pengembangan atau pengerutan) hanyalah besaran yang merupakan bidang atau garis singgung antara bidang lengkung dan bidang datar tersebut.
Ini berarti, bahwa skala yang tercantum pada peta hanya akan berlaku pada titik-titik tertentu atau sepanjang garis tertentu. Skala peta yang sesungguhnya akan lebih besar Semua peta pada dasarnya merupakan hasil pengecilan dari wilayah permukaan bumi yang dilukiskan dalam bidang datar. Dengan kata lain, tidak pernah ada peta yang merupakan hasil pembesaran bentuk muka Bumi yang sebenarnya.
Proses pengecilan obyek geografis tersebut, tentunya meng hasilkan perbandingan antara kenyataan bentuk yang ada di muka bumi degan gambar yang dihasilkan. Angka perbandingan tersebut dikenal dengan istilah skala. Skala merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah peta. Melalui pengamatan skala, kita dapat membayangkan luas wilayah ataupun jarak antara dua tempat atau yang lebih sesungguh nya di muka bumi. Pada dasarnya, skala adalah perbandingan jarak lurus antara dua titik sembarang atau luas wilayah di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan atau di permukaan bumi, dengan satuan ukuran yang sama.
Apabila kita ingin menyajikan data yang lebih rinci, gunakanlah peta yang memiliki skala besar misalnya 1:5.000. Perhatikan, sebuah skala peta disebut skala besar jika bilangan penyebutnya kecil. Sebaliknya, apabila ingin mengetahui asosiasi ketampakan secara keseluruhan, gunakan peta yang memiliki skala kecil, misalnya skala 1:1.000.000. Pada dasarnya Peta merupakan penyederhanaan dari bentuk yang sebenarnya. Oleh karena merupakan penyederhanaan, sudah pasti peng gambaran fenomena permukaan bumi memerlukan simbol-simbol.
Bahkan ada juga pihak yang menyatakan bahwa peta itu merupakan bahasa simbolik. Agar simbol-simbol tersebut lebih teratur, pemuatannya harus dikonsentrasikan pada tempat khusus, yaitu dalam kotak legenda. Legenda pada peta harus menerangkan arti dari simbol-simbol yang terdapat pada peta.
Legenda harus menjadi alat untuk mempermudah dan membantu pemahaman para pembaca terhadap isi peta. Pada umumnya, legenda diletakkan di pojok kiri bawah peta. Namun, dapat juga diletakkan pada bagian lain, sepanjang tidak mengganggu ketampakan peta secara keseluruhan, dan kemenarikan peta itu sendiri. Tanda orientasi sering pula dinamakan diagram petunjuk arah.
Kelengkapan peta ini sangat penting artinya bagi para pembaca atau pengguna peta, terutama untuk menunjukkan posisi dan arah suatu titik maupun wilayah. Pada peta-peta umum yang Anda lihat seperti peta dinding maupun atlas, diagram penunjuk arah biasanya berbentuk tanda panah yang menunjuk ke arah mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan peta.
Namun, ada pula yang digambarkan secara lengkap, yaitu arah utara, selatan, barat, timur, atau menunjukkan arah yang lebih lengkap. Petunjuk ini dapat diletakkan di bagian mana saja dari peta, sepanjang tidak mengganggu ketampakan peta. • Utara peta atau utara grid (Grid North), adalah arah utara dari peta topografi tersebut yang arahnya sejajar dengan garis-garis vertikal grid.
• Utara magnetik (Magnetic North), adalah arah utara yang menunjuk ke titik kutub utara magnet bumi. • Utara sesungguhnya (True North), adalah arah utara yang menunjuk ke titik kutub utara bumi.
Ada kalanya ketiga arah utara tersebut tidak berhimpit, tetapi membentuk sudut penyimpangan yang besarnya beberapa derajat atau menit. Penyimpangan arah utara peta dengan utara lainnya dikenal dengan istilah deklinasi.
Gambar 16. Diagram Deklinasi a) Hubungan di antara tiga jenis Utara. b) Azimuth bisa ditentukan dengan mengacu pada tiga Utara. Mengingat peta merupakan penyederhanaan bentuk mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan sebenarnya, isi sebuah peta pasti sarat dengan simbol.
Ada sebagian para ahli yang mengemukakan bahwa pada dasarnya peta merupakan suatu himpunan simbol-simbol yang fungsinya sebagai gambar pengganti dari gejala atau objek geografis yang ada di permukaan bumi. Pada bagian awal telah dibahas bersama, bahwa salah satu manfaat peta adalah sebagai media atau sarana informasi dan komunikasi antara si pembuat peta dan pembaca atau pengguna peta.
Agar pesan yang disampaikan pembuat peta dapat diterima dengan mudah dan benar oleh para penggunanya, tentunya peta harus hendak nya mudah dimengerti, komunikatif, dan tidak membingungkan. Pemuatan simbol pada peta dimaksudkan agar informasi yang disampaikan tidak membingungkan.
Oleh karena itu, simbol-simbol dalam peta harus memenuhi berbagai persyaratan sehingga dapat menginformasikan hal-hal yang digambarkan dengan tepat. Beberapa syarat tersebut antara lain: Berbagai jenis bentuk simbol banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti terdapat dalam berbagai jenis marka jalan, peta, atlas, maupun globe.
Ada kalanya simbol yang menggambarkan ketampakan muka bumi yang sama, memiliki bentuk yang berbeda antara peta yang satu dengan lainnya. Dari berbagai macam jenis simbol tersebut, dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk, sifat, dan fungsinya.
• Simbol titik, adalah simbol yang digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, seperti simbol kota, gunung, pertambangan, titik trianggulasi (titik ketinggian), dan tempat dari permukaan laut. • Simbol garis, adalah simbol yang digunakan untuk menyajikan data geografis yang bersifat kualitatif, seperti sungai, batas wilayah, dan jalan. • Simbol wilayah (area), adalah simbol digunakan untuk menunjukkan ketampakan wilayah, seperti rawa, hutan, dan padang pasir. • Simbol aliran, adalah simbol untuk menyatakan alur dan gerak suatu fenomena.
• Simbol batang, adalah simbol digunakan untuk menyatakan harga suatu fenomena dibandingkan dengan mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan fenomena yang lain. • Simbol lingkaran, adalah digunakan untuk menyatakan kuantitas dalam bentuk rasio dan persentase.
Simbol bola, digunakan untuk menyatakan isi (volume), semakin besar bola menunjukkan volumenya semakin besar dan sebaliknya semakin kecil bola, berarti volumenya semakin kecil. Gambar 18. Simbol Peta Beberapa simbol area yang dimodifikasi sesuai dengan wilayah yang ditampakkannya.
Simbol kuantitatif digunakan untuk membedakan atau menyatakan jumlah. Pada simbol-simbol yang bersifat kuantitatif, biasanya terdapat gradasi, baik dalam bentuk arsiran maupun warna.
Adanya gradasi arsiran dari rapat sampai renggang ataupun warna dari warna gelap sampai renggang, menggambarkan perubahan kuantitas atau interval nilai dari nilai yang tertinggi sampai terendah. Berdasarkan lokasinya, kita mengenal simbol-simbol di wilayah daratan, antara lain gunung, kota, dataran rendah, rel kereta api, dan jalan raya.
Simbol perairan, misalnya danau, sungai, laut, dan rawa. Adapun contoh simbol berdasarkan fungsinya, antara lain simbol budaya, seperti candi, keraton, dan taman buatan manusia. Pemakaian warna pada suatu peta tentu akan memberikan makna tersendiri bagi pembuat dan juga para penggunanya. Tidak ada peraturan yang baku mengenai penggunaan warna dalam peta. Jadi, penggunaan warna adalah bebas, sesuai dengan maksud atau tujuan si pembuat peta, dan kebiasaan umum. Meskipun bebas, tetap saja harus diperhatikan unsur-unsur kesesuaian dan kemenarikan.
Salah satu kelengkapan yang harus ada dan dapat menunjukkan baik tidaknya sebuah peta adalah mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan sumber dan tahun pembuatan peta. Sumber data yang akan digunakan dalam peta dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu survei langsung ke lapangan (data primer) atau menggunakan data-data yang telah ada sebelumnya (data sekunder). Penggunaan sumber data yang cepat dan akurat bukan saja hasilnya akan baik, tetapi lebih dari itu memberi kepastian kepada penggunaan peta mengenai keabsahan data tersebut.
Semakin lengkap, akurat, dan benar data yang tercantum dalam sebuah peta, berarti peta akan semakin banyak diakses oleh berbagai pihak dibanding dengan peta lainnya. Selain sumber peta, titik perhatian juga terfokus pada tahun pembuatan peta.
Dengan pencantuman tahun pembuatan peta, para pengguna peta dapat dengan mudah mengkaji berbagai kecenderungan perubahan fenomen dari waktu ke waktu. Gambar 21. Bakosurtanal merupakan salah satu lembaga yang memproduksi peta topografi di Indonesia.
Gerardus Mercator (1512-1594) Ia menciptakan proyeksi Mercator, jenis proyeksi yang dibuat khusus untuk keperluan navigasi. Peta pertamanya dibuat tahun 1537 dan pada 1541, ia menyelesaikan pembuatan globe teresterial.
(Sumber: www.sulinet.hu dan Microsoft mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan Encarta ® 2006. © 1993-2005 Microsoft Corporation) • Hitam, digunakan untuk detail planimetris, detail penghunian, lettering, tumbuhan karang dan tapal batas.
• Biru, digunakan untuk unsur hidrografi (air) termasuk nama unsur tersebut seperti sungai, danau, dan laut. • Hijau, umumnya digunakan untuk memberi tanda pada bentuk tumbuhan (vegetasi). • Cokelat, digunakan untuk kontur atau jalan raya. • Merah, digunakan untuk memperlihatkan jalan raya, terutama untuk jalan yang penting dan untuk bentuk gedung-gedung. Umumnya kita mengenal peta sebagai gambar rupa muka bumi pada suatu bidang datar atau selembar kertas dengan ukuran yang lebih kecil atau diskalakan.
Bentuk rupa bumi yang digambarkan dalam sebuah peta meliputi unsur-unsur alamiah dan unsur-unsur buatan manusia. Kemajuan teknologi komputer secara nyata telah mampu memperluas wahana dan wawasan kita mengenai peta. Penggambaran rupa bumi dapat diperoleh dengan melakukan berbagai pengukuran di antara titik-titik di permukaan bumi. Pengukuran tersebut meliputi besaran-besaran arah, sudut, jarak, dan ketinggian. Apabila data besaran-besaran itu diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan, pemetaan dilakukan dengan cara teristris.
Akan tetapi, jika cara pengukuran sebagian dari pengukuran tidak langsung, seperti cara fotogrametris dan penginderaan jauh dikatakan sebagai pemetaan cara ekstrateristris. Kartografi adalah seni pembuatan peta. Tujuannya mengumpulkan dan menganalisis data dari hasil ukuran berbagai pola atau unsur permukaan bumi dan menyatakan unsur-unsur tersebut dengan skala tertentu. Sebagai sebuah sistem komunikasi, kartografi memuat berbagai unsur yang saling memengaruhi antara satu unsur dan unsur lainnya.
Unsur-unsur tersebut dapat dibagankan sebagai berikut.
• Nama geografis ditulis dengan menggunakan bahasa atau istilah yang biasa digunakan penduduk setempat. Misalnya, Sungai ditulis Ci untuk Jawa Barat dan sebagian DKI, Kreung untuk Aceh, Way untuk Lampung, dan Kali untuk Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Nama sungai ditulis searah dengan aliran sungai dan menggunakan huruf miring.
Misalnya Ci Tarum, Kali Berantas, Kali Progo, dan Way Kambas. • Nama-nama mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan geografis berupa kawasan perairan, sepertidanau, laut, sungai, waduk, ditulis dengan huruf miring. Contohnya Laut Jawa, Sungai Ci Manuk, Danau Toba, dan Samudera Hindia. • Nama jalan ditulis harus searah dengan arah jalan tersebut dan ditulis dengan huruf cetak kecil. Setelah memahami langkah-langkah pembuatan peta, macam-macam simbol peta dan penggunaannya.
Sekarang, marilah kita pelajari cara memperbesar dan mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan peta.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbesar maupun memperkecil peta, yaitu dengan penggunaan metode pembuatan kotak-kotak grid, fotokopi, maupun dengan alat pantograf. • Buat grid pada peta yang akan diperbesar. • Buat grid yang lebih besar pada kertas yang akan digunakan untuk menggambar peta baru. Untuk Pembesarannya sesuai dengan rencana pembesaran, misalnya 1 kali, 2 kali, 100 %, dan 200 %.
• Memindahkan garis peta sesuai dengan peta dasar ke peta baru. • Mengubah skala, sesuai dengan rencana pembesaran. Ketentuan perubahan skala dalam memperbesar dan memperkecil peta adalah jika peta diperbesar, penyebut skala harus mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan dengan bilangan n. Namun, sebaliknya jika peta diperkecil sebesar n kali, penyebut skala harus dikali dengan bilangan n. Berikut ini gambar yang menjelaskan pengaruh dari skala sebagai komponen peta terhadap tampilan peta itu sendiri.
Gambar 24. Pengaruh dari Skala Perbedaan skala peta berpengaruh terhadap keluasan dan cakupan tampilan wilayah di permukaan bumi. Cara lain memperbesar peta adalah dengan fotokopi.
Peta yang akan diperbesar atau diperkecil, sebaiknya menggunakan skala garis. Peta yang menggunakan skala angka atau bilangan, sebenarnya dapat pula diperbesar dan diperkecil ukurannya dengan menggunakan mesin fotokopi. Namun, sebelum peta tersebut di fotokopi, skala bilangan yang terdapat dalam peta perlu diubah dulu ke skala garis. Jika skala peta 1 : 100.000 diubah dari skala angka ke skala garis hasilnya menjadi: Pantograf dapat mengubah ukuran peta sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Pada dasarnya, kerja pantograf berdasarkan prinsip kerja jajaran genjang. Tiga dari empat sisi jajaran genjang (a, b dan c) memiliki skala faktor yang sama.
Skala pada ketiga sisi tersebut dapat diubah sesuai kebutuhan. Adapun formulasi yang digunakan adalah: • Isi peta dan tempat yang digambarkan. • Posisi lokasi daerah yang digambar akan diketahui melalui koordinat garis lintang dan garis bujur. • Arah dapat diketahui melalui tanda orientasi.
• Jarak dan luas sebenarnya diketahui melalui skala peta. • Ketinggian tempat diketahui melalui titik triangulasi atau ketinggian dan melalui garis kontur. • Kemiringan lereng diketahui melalui interval kontur. • Sumber daya alam dan sumber daya budaya diketahui melalui legenda. • Fenomena alam dan budaya, misalnya relief, pegunungan atau gunung, lembah atau sungai, jaringan lalu lintas, persebaran kota, dan perumahan diketahui melalui simbol dan keterangan peta.
• Peta yang banyak menampilkan pegunungan atau perbukitan akan dicirikan dengan ketampakan garis kontur yang rapat sampai sangat rapat. Ketampakan garis kontur yang rapat menunjukkan kemiringan lereng yang terjal–sangat curam (>45°). Selain itu, lembah-lembah di lereng-lereng biasanya dalam yang diakibatkan pengikisan air hujan dan sangat mudah ditemukan sumber air di lembahnya.
Pada umumnya fenomena pegunungan atau perbukitan ditumbuhi oleh kategori hutan rapat sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya air larian di bagian lembahnya. • Permukiman dengan pola menyebar dapat ditunjukkan oleh ketam pakan garis kontur yang jarang. Gambar 26. Penggabungan Plastik Transparansi dan Peta Garis Kontur Penggabungan penutup plastik dengan kontur menghasilkan visual efek dari suatu relief.
Apakah Anda mendapatkan manfaat dari hasil membaca sebuah peta? Begitu banyak manfaat yang dapat Anda peroleh dengan membaca peta, antara lain sebagai berikut.
• Mengetahui jarak lurus antara dua buah tempat di permukaan Bumi hanya dengan menggunakan penggaris, kemudian hasilnya dikalikan dengan penyebut skala peta. • Pengetahuan kondisi alami suatu wilayah tanpa Anda mengunjungi tempat yang bersangkutan. Misalnya, masyarakat pedalaman yang tinggal di hutan Kalimantan rata-rata terisolasi dari daerah lainnya.
Interprestasinya, yaitu daerah tersebut berada di wilayah pegunungan sehingga menyusahkan pemantauannya melalui sarana transportasi. • Menginterpretasi bentuk suatu wilayah dengan menggunakan bantuan garis kontur.
• Penyebaran lokasi pemukiman dapat dicirikan dari ketampakan fisik pada peta. Dari hasil ketampakan itulah, Anda dapat menginterpretasi keadaan lahannya. • Unsur-unsur yang diukur meliputi sudut arah (azimuth magnetik) dan jarak. • Tahap pengukuran dimulai dari daerah yang sempit, kemudian diteruskan secara bertahap ke wilayah yang relatif lebih luas.
• Sudut arah (azimuth magnetik) diukur dengan menggunakan kompas magnetik. Jarak dapat diukur dengan menggunakan pita ukur dari logam tipis yang dapat digulung, misalnya pita ukur sepanjang 50 meter. • Pengukuran jarak dan arah (azimuth magnetik) dilakukan pada garis ukur pokok atau segment garis. • Arah utara magnetis, adalah utara yang menunjukkan kutub magnetis. • Arah utara sebenarnya, sering pula dinamakan utara geografis, atau utara arah meridian.
• Arah utara grid, adalah utara yang berupa garis tegak lurus pada bidang horizontal di peta. Gambar 27. Diagram Deklinasi Peta Rupabumi Bandung Tahun 2001 Cara memperbesar peta dengan memperbesar grid.
Keterangan: US : Utara Sebenarnya (Geografi) UTM : Utara Grid (Universal Transfer Mercator) UM : Utara Magnetik Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah suatu objek ke tempat objek lain searah jarum jam disebut sudut arah atau dikenal juga dengan sebutan azimuth magnetik.
Pada peta yang dibuat dengan menggunakan kompas, perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis. Untuk wilayah yang relatif datar, pengukuran jarak tidak mengalami masalah. Namun pada daerah yang tidak datar kadangkala terdapat hambatan. Hambatan ini terutama terjadi pada daerah datar yang memiliki garis ukur yang relatif panjang, yaitu adanya objek penghalang seperti sungai atau kolam.
Membuat garis tegak lurus terhadap garis ukur pada titik A sehingga diperoleh garis AC. Gambar 30. Pengukuran Tahap 1 Sungai, Garis pengukuran titik A–B, dan Garis C.
Menempatkan titik D tepat ditengah-tengah AC. Kemudian, menarik garis dari B ke D hingga di bawah titik C. Kemudian, membuat garis tegak lurus ke bawah terhadap garis AC dari titik C, sehingga terjadi perpotongan (titik E).
Pada Gambar 1.27, diperoleh segitiga ABD dan CED yang sama dan sebangun sehingga jarak AB yang akan diukur sama dengan jarak CE.
b) Apabila di sepanjang jalur jalan tersebut terdapat objek-objek tertentu, seperti bangunan, dan aliran sungai, objek tersebut dapat dipetakan dengan cara mengukur jarak tegak lurus dari titik pada garis ukur pokok ke titik yang mewakili objek tersebut.
Garis ini disebut offset. Pada contoh berikut, terdapat objek rumah di pinggir garis ukur pokok 1–2. Material yang akan dipakai harus memiliki dimensi kestabilan yang tinggi.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketelitian dan untuk memberikan keseimbangan yang baik bagi warna yang berbeda. Plastik film merupakan material gambar yang baik di dalam kartografi reproduksi. Plastik film memiliki permukaan yang halus untuk menggambar, tetapi memiliki kelemahan karena menarik lemak sehingga terlebih dahulu harus dibersihkan dengan bedak dan keadaan tangan harus tetap dalam keadaan bersih.
Tinta gambar tidak dapat menembus plastik, tetapi akan melekat apabila tintanya sudah kering. Jadi, penggambaran pada media plastik harus dikerjakan dengan sangat hati-hati karena harus menunggu tintanya kering. Koreksi penggambaran dilakukan dengan scraping (dikerok) atau dihapus dengan kain sebelum tinta tersebut kering.
Untuk penggambaran pada PVC, plastik (astralon, astrafoil) biasanya dipakai tinta Pelikan K yang memenuhi persyaratan tersebut. Untuk plastik material, dipakai mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan Pelikan TT. Pelikan T biasanya digunakan untuk penggambaran pada kertas biasa atau plastik, sedangkan Pelikan TN adalah tinta spesial untuk penggambaran mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan photographic film.
Gambar 33. Tinta Gambar Pemilihan jenis tinta yang akan digunakan untuk menggambar peta harus disesuaikan dengan media gambar. Jenis pena yang digunakan juga tidak boleh sembarangan, harus diupayakan menggunakan pena yang berkualitas. Pena yang paling sederhana, di antaranya mapping pen dapat digunakan untuk pekerjaan dengan tangan bebas (free hand). Untuk menggambarkan garis lurus dan garis kurva dengan bermacam-macam ketebalan dipakai rulling pen karena dengan pena tersebut dapat diatur ketebalan tintanya.
Saat ini, telah banyak pena yang berkualitas baik, yaitu reservoir pen antara lain Rapidograph, Rotring, Faber Castle, dengan ukuran yang bervariasi mulai ketebalan 0,1 mm sampai 1,2 mm. Gambar 33.
Mapping pen merupakan pena paling sederhana yang bisa dipergunakan untuk perkerjaan dengan tangan bebas. Lettering pada suatu peta sangat diperlukan. Lettering harus diupayakan secara hati-hati dan benar. Kesalahan pada lettering akan menimbulkan kebingungan pembaca peta, sehingga sulit dibaca dan ditafsirkan oleh pengguna. Gambar 35. Lettering Template Set Pemilihan ukuran lettering disesuikan dengan jenis dan besar peta yang akan dihasilkan.
(c) jika posisi huruf atau nama kurang tepat, masih dapat diperbaiki. Umumya stick up lettering dicetak pada plastik yang balikannya diberi perekat. Cara penempelannya dilakukan dengan memotong nama demi nama atau huruf demi huruf.
Cara lain penempelannya dilakukan dengan mengosok setiap huruf. Ada dua jenis cara mereproduksi stick up lettering yaitu nonimpact (photography, electronic) dan impact (dengan mesin ketik atau pencetakan). Perkembangan pemakaian peralatan komputer grafik mendorong kartografer untuk menerapkan beberapa metoda letering secara elektronis. Dengan cara ini, peta diberi namanama dengan vector plotter atau raster printer.
Kelemahan metode letering dengan komputer adalah pada mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan nama karena komputer hanya dapat menempatkan nama-nama tersebut secara lurus dan horizontal.
• Nama-nama dalam suatu lembar peta harus teratur susunannya, sejajar dengan tepi bawah peta (peta skala besar) atau sejajar dengan grid (peta skala kecil). • Nama-nama yang tercantum dapat memberi keterangan dari unsur-unsur yang berbentuk titik, garis, dan area. Untuk fenomena yang menggunakan titik, seperti kota, bangunan, dan gunung sebaiknya diletakkan di samping kanan agak ke atas dari unsur tersebut. Fenomena yang berbentuk linier, seperti sungai, pantai, jalan, dan batas wilayah administratif sebaiknya diletakkan sejajar dengan unsur tersebut.
Sungai yang berupa garis sebaiknya ditempatkan sedikit di atas objeknya. Fenomena yang memerlukan keterangan luas, seperti negara, danau, dan pegunungan sebaiknya penamaan ditempatkan memanjang. • Nama-nama harus terletak bebas satu dengan lainnya dan diusahakan tidak terganggu simbol-simbol lainnya. Nama-nama tidak boleh saling berpotongan kecuali apabila ada nama yang huruf-hurufnya memiliki jarak yang jelas.
• Apabila nama-nama harus ditempatkan melengkung, bentuk dari lengkungan harus teratur. • Nama-nama yang terpusat di suatu titik lokasi harus diatur sedemikian rupa sehingga terlihat tidak terlalu mepet. • Atribut kontur ditempatkan di celah-celah tiap kontur dimana penem patannya teratur sehingga tiap angka terbaca dan terdapat ada arah mendaki lereng.
• Pemilihan huruf bergantung pada perencanaan kartografer sendiri. Akan tetapi, jenis-jenis huruf tersebut harus sama pada keseluruhan isi peta. Ada beberapa aturan tentang pemakaian jenis huruf. Misalnya, huruf-huruf tegak lurus untuk nama-nama fenomena budaya (kota, jalan, lalu lintas), dan huruf miring untuk nama-nama unsur fisik (sungai, danau, pegunungan). Gambar 37. Aturan Penempatan Nama pada Peta a) Salah b) Benar Kekurangtelitian dan kecerobohan tersebut terutama terjadi pada garis-garis ukur yang membentuk poligon tertutup.
Seharusnya titik A dan titik terakhir berhimpit. Namun pada penggambarannya, titik tidak berhimpit, tetapi menjadi A¹. Hal tersebut perlu dikoreksi dengan menggunakan jarak kesalahan secara proporsional di tiap titik B, C, D dan E. Caranya sebagai berikut. Membuat garis lurus A, B, C, DE yang jaraknya sama dengan jarak pada poligon A, B, C, D, E. Misalnya, jarak A - B pada poligon 4 cm, maka jarak pada garis A - B juga 4 cm.
Begitu juga dengan B, C, D dan E, dan E - A¹. Buatlah garis tegak lurus ke atas dari titik A¹ sesuai dengan panjang kesalahannya, yaitu a.
Kemudian dari garis kesalahan tersebut kemudian tarik garis ke titik A. Buatlah garis sejajar dengan garis kesalahan (a) pada titik B, C, D, dan E. Gambar 38. Cara Mengoreksi Kesalahan secara Proporsional.
8. Tahap akhir dari pekerjaan Anda adalah memindahkan sketsa pengukuran ke dalam bentuk peta yang sebenarnya melalui perbandingan skala. Gambarlah di atas kertas kalkir dengan menggunakan drawing pen atau mapping pen.
Bubuhkan berbagai simbol yang sesuai dengan bentuk-bentuk penggunaan yang ada atau Anda dapat membuat sendiri simbol tersebut. Mengapa data perlu diklasifikasikan? Apakah yang Anda ketahui mengenai klasifikasi data. Klasifikasi data dilakukan untuk mempermudah pembacaan dan penggambaran data ke dalam bentuk peta. Secara sederhana klasifikasi data sering diartikan juga pengelompokan data. Klasifikasi data dilakukan pada data yang jumlahnya banyak dan sifatnya sangat variatif. Berikut disajikan contoh cara klasifikasi data: Berikut ini disajikan contoh dari klasifikasi, tabulasi dan pembuatan grafik.
Jika diketahui data siswa di Kelas XII SMA Mutiara sebanyak 35 orang. Komposisi kelas terdiri atas siswa laki-laki dan perempuan. Jumlah siswa laki-laki 20 orang, sedangkan siswa perempuan 15 orang. Berikut klasifikasi data siswa SMA Mutiara berdasarkan jenis kelamin dan tinggi badan. Pada kegiatan observasi, Anda sering dihadapkan pada data yang jumlahnya banyak dan variatif.
Misalnya, ada pihak yang meminta jumlah data berdasarkan jenis kelamin, Anda akan mendapatkan kesulitan.
Oleh karena itu harus dibuat tabulasinya terlebih dahulu. Bentuk tabulasi dapat disajikan ke dalam bentuk tabel, grafik, dan atau diagram. Jika sudah ditabulasi, Anda dapat melihat data yang mencerminkan keadaan sesungguhnya dari suatu wilayah atau suatu fenomena dalam tempo yang tidak terlalu lama.
Misalnya, data berikut dibuat berdasarkan data dari Tabel 1. dengan menggunakan interval 5. • Pengambilan data, misalnya data jumlah penduduk, curah hujan, atau mata pencaharian utama penduduk. • Mengalihkan data ke dalam bentuk persentase (%) terhadap total jumlah data. • Membuat lingkaran dan jari jari dengan perbandingan yang proporsional antara persentase data dengan sudut lingkaran. Grafik 41. Grafik Batang (Bar Graph).
Dewasa mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan, penggunaan peta tidak terbatas pada penggunaan dalam pekerjaan teknik atau petualangan semata. Akan tetapi, sudah merambah ke berbagai jenis bidang kegiatan dari kegiatan ekonomi sampai ke pada perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah. Kemajuan dalam dunia perhubungan dan telekomunikasi telah turut serta menjadi pendorong pemanfaatan peta secara meluas.
Pembuatan peta digital menjadi salah satu bukti adanya pemanfaatan teknologi komputer dalam pembuatan peta.
Pada tahap-tahap awal perkembangannya, sebuah peta diproduksi hanya dengan menggunakan keterampilan tangan dan ketajaman seni pembuat peta. Sehingga, pembuatan sebuah peta dengan teknik manual ini sangat memakan waktu, biaya, dan tenaga pembuat peta. Gambar 43. Replika Peta Digital Pada awal perkembangannya, peta digital seperti gambar ini hampir tidak mungkin dapat dibuat.
Industri pada dasarnya mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan kegiatan manusia dalam mengolah sumber daya yang ditujukan untuk kemakmuran manusianya sendiri. Bentuk kegiatannya dapat berlangsung dalam berbagai bidang kegiatan, antara lain industri pengolahan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan pengolahan bahan setengah jadi menjadi barang jadi.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut, penentuan sebuah lokasi industri dapat mengadopsi berbagai teori-teori pembangunan wilayah, seperti Teori Konsentris, Teori Sektor, Teori Tempat Sentral, dan Teori Inti Ganda. Setiap teori tersebut berdasar pada per timbangan penempatan lokasi pada suatu wilayah yang dapat dijangkau oleh komponen lapisan masyarakat sebagai pengguna.
Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Sebuah negara yang hampir setiap wilayahnya ditumbuhi oleh vegetasi yang tumbuh subur dari mulai jenis vegetasi alami sampai vegetasi hasil budidaya manusia. Kita wajib bersyukur dapat hidup dan tinggal di negeri yang kaya akan ketersediaan potensi sumber daya alam.
Sebagian besar penduduk Indonesia dewasa ini masih terkonsentrasi di wilayah perdesaan dan mengandalkan sumber mata pencariannya dari sektor agraris. Hal ini dapatlah dipahami, karena pada dasarnya kemajuan sektor perekonomian Indonesia berawal dari sektor agraris.
Siklus cara dan teknik pertanian yang dilakukan para petani sekarang ini di setiap wilayah yang berbeda perkembangan sangat pesat. Beberapa hal di antaranya yaitu penerapan berbagai hasil inovasi teknologi dalam dunia pertanian. Ditemukan nya bibit unggul membantu petani memperbesar hasil panen karena bibit unggul ini dirancang sedemikian rupa untuk disesuaikan dengan jenis, lahan, dan hama yang kemungkinan akan menyerangnya. Sehingga, hasil panen yang didapatkan petani dapat melebihi hasil panen dari varietas padi yang biasa digunakan.
Ditemukannya mesin traktor membantu petani dalam menghemat waktu, biaya, dan tenaga yang kemungkinan besar dikeluarkan dalam mengolah sawah. Kemajuan dalam cara dan teknik pertanian tentu saja diikuti oleh perkembangan dalam bidang sistem informasi pertaniannya.
Dewasa ini terutama pihak para penentu kebijakan, mulai mengadopsi hasil kemajuan ilmu pengetahuan berupa sistem informasi yang berbasiskan peta. Sangatlah tepat jika pengadopsian teknologi ini ditujukan untuk meningkatkan kemajuan dalam bidang pertanian. Output dari hasil sistem informasi tersebut dapat dijadikan sebagai data acuan pengembangan bagi wilayah-wilayah pertanian yang tersebar hampir di seluruh wilayah negara Indonesia.
Setiap wilayah pertanian tersebut memiliki ciri dan karakteristik berbeda, baik dari kondisi lahan dan kondisi klimatologisnya. Di sinilah peran teknologi perpetaan sebagai sebuah ilmu analisis wilayah melalui penterjemahan bentuk muka bumi dalam bidang datar. • Lokasi pertanian terutama pertanian lahan basah terletak pada dataran rendah. Ketampakan dalam peta topografi dicirikan dengan garis kontur renggang. Penempatan lokasi pertanian pada dataran rendah dikarenakan jenis pertanian ini sangat membutuhkan ketersediaan air untuk membantu pertumbuhan tanaman.
Khusus untuk jenis tanaman pertanian yang sedikit membutuhkan suplai air, biasanya terletak di dataran yang agak tinggi. Pada peta topografi dicirikan dengan adanya garis kontur agak rapat. Contoh lokasi pertanian yang berada di dataran rendah adalah Karawang sebagai lumbung padi provinsi Jawa Barat. • Pada beberapa wilayah, lokasi pertanian ini hampir berdekatan dengan sungai dan jalan raya.
Hal ini ditujukan untuk mempermudah pengangkutan dan distribusi hasil pertanian. g. Memperbesar dan memperkecil sebuah peta dapat dilakukan dengan memperbesar grid dan fotocopy.
Anda sekarang sudah mengetahui Peta. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber. Referensi : Utoyo, B. 2009. Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, p. 202. • Home • Featured • About • Contact • Categories Menu Toggle • Remote Sensing Menu Toggle • Geobia• Sistem Informasi Geografis• Kartografi• Geosains• Data Menu Toggle • Machine Learning• Belajar Statistika• Tips dan Tutorial Menu Toggle • Tutorial R di RStudio• Analisis spasial dengan R• Tutorial Python dan Jupyter Notebook• Umum • Home • Featured • About • Contact • Categories Menu Toggle • Remote Sensing Menu Toggle • Geobia• Sistem Informasi Geografis• Kartografi• Geosains• Data Menu Toggle • Machine Learning• Belajar Statistika• Tips dan Tutorial Menu Toggle • Tutorial R di RStudio• Analisis spasial dengan R• Tutorial Python dan Jupyter Notebook• Umum Ingin lebih paham mengenai proyeksi peta?
Kami jelaskan pengertian, fungsi, peranan, jenis, dan contoh sistem proyeksi beserta gambarnya. Proyeksi peta adalah proses memindahkan paralel dan meridian bumi secara matematis dan sistematis ke penyajian bentuk grid dalam bidang datar.
Sebuah sistem proyeksi tidak akan bisa dengan sempurna melakukan pemindahan tersebut. Pemilihan sistem proyeksi yang akan digunakan dilakaukan berdasarkan ciri asli yang akan dipertahankan, besar dan bentuk daerah yang dipetakan dan letaknya dipermukaan bumi.
Kesimpulan Definisi proyeksi peta Proyeksi Peta, merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik-titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid atau bola) ke koordinat titik-titik yang terletak di atas bidang datar.
Proyeksi peta adalah ilmu yang mempelajari cara pemindahan data topografi dari atas permukaan bumi ke atas permukaan peta (bidang datar), sehingga ada perubahan bentuk, sudut, luas dan perubahan jarak. Proyeksi peta dalam ilmu kartografi Proyeksi peta merupakan bagian penting dalam ilmu kartografi dan proses pembuatan peta. Jika kita kembalikan ke definisinya, kartografi merupakan ilmu dan seni mengenai perpetaan, baik pembuatan peta, atau mengenai peta itu sendiri.
Sedangkan peta didefinisikan sebagai gambaran abstraksi objek dan fenomena permukaan bumi yang dipilih, diperkecil, dan digambar dalam bidang datar. Di sini, peta setidaknya memiliki 4 kata kunci yaitu: • Abstraksi objek• Dipilih• Diperkecil• Digambar dalam bidang datar.
Proyeksi peta merupakan proses kunci dalam kartografi. Proyeksi peta dalam kartografi diperlukan untuk menggambarkan muka bumi yang bulat ke atas bidang datar. Secara teknis, p royeksi peta dilakukan cara memindahkan jaring-jaring bumi menjadi garis lintang dan garis bujur di peta. Fungsi proyeksi peta Proyeksi Peta berfungsi untuk merelasikan koordinat titik-titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid atau bola) ke koordinat titik-titik yang terletak di atas bidang datar.
Dengan demikian, proses pemindahan informasi terkait lokasi dari permukaan bumi ke peta menjadi sangat terbantu oleh adanya proyeksi peta.
Dengan menggunakan proyeksi yang tepat, pembuat peta dapat meminimalisasi atau bahkan menghilangkan kesalahan atau distorsi yang mungkin terjadi saat proses proyeksi peta. Distorsi dalam proyeksi peta Secara konsep, proyeksi peta dilakukan melalui 2 tahap : pertama, bumi dianggap dipetakan pada globe (selanjutnya disebut globe referensi) yang diskalakan sesuai dengan skala peta yang akan dipetakan.
Kedua, memindahkan titik-titik pada permukaan globe ke permukaan datar secara matematis, sehingga permukaan 3 dimensi dapat menjadi permukaan 2 dimensi. Tidak ada sistem proyeksi yang sempurna, yaitu sebuah sistem proyeksi tidak akan bisa dengan sempurna melakukan pemindahan ke bidang datar. Terdapat 4 jenis distorsi yang bisa terjadi, yaitu: • Distorsi sudut• Distorsi area• Distorsi jarak• Distorsi arah Distorsi sudut Distorsi sudut terjadi jika sudut-sudut garis pada peta berubah jika dibandingkan dengan sudut sebenarnya di permukaan bumi.
Logika yang digunakan untuk mepertahankan hubungan sudut adalah bahwa setiap kompas akan menunjukkan arah yang sama di tiap titik di bumi (kecuali kutub), yaitu pembagian arah selalu 90 o. Jika arah dipertahankan, maka proyeksi merupakan conformal atau orthomorphic, yang berarti mempertahankan bentuk. Bentuk yang dipertahankan hanya berlaku untuk area yang kecil dan bentuk bisa mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan pada daerah yang lain dengan suatu ukuran yang signifikan.
Distorsi Area Distorsi area terjadi jika luas area secara relatif peta berubah jika dibandingkan dengan luas area sebenarnya di permukaan bumi.
Proyeksi yang mempertahankan representasi area (luas secara relatife) disebut proyeksi equal-area atau equivalent. Tidak ada proyeksi yang merupakan proyeksi conformal dan equivalent sekaligus. Hal ini juga mengindikasikan bahwa semua proyeksi conformal akan menampilkan area bumi yang sama dengan ukuran yang tidak sama, dan semua proyeksi equivalent akan mengubah sebagian besar sudut.
Distorsi Jarak Distorsi area terjadi jika jarak antar dua titik pada peta berubah jika dibandingkan dengan jarak titik yang sama sebenarnya di permukaan bumi setelah diskalakan. Masalah skala diperhatikan untuk mempertahankan aspek jarak.
Untuk mendapatkan jarak yang benar-benar merepresentasikan jarak sebenarnya pada dua titik, maka skala harus seragam pada sepanjang batas pada garis yang menghubungkan dua titik tersebut. Skala ini juga harus sama dengan skala pada globe referensi. Proyeksi peta yang mempertahankan aspek jarak disebut equidistant.
Distorsi Arah Distorsi arah terjadi jika arah pada peta berubah jika dibandingkan dengan arah sebenarnya di permukaan bumi. Proyeksi peta yang mempertahankan aspek arah adalah proyeksi azimuthal. Jenis-jenis proyeksi peta Sistem proyeksi dapat dibandingkan berdasarkan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Berdasarkan unsur intrinsik Berdasarkan unsur intriksik, sistem proyeksi dapat dibagi berdasarkan: • Sifat yang dipertahankan (jarak, luas, bentuk)• Cara generasi atau cara pembuatannya (matematis, geometris) Berdasarkan sifat asli yang dipertahankan Berdasarkan sifat asli yang dipertahankan, sistem proyeksi dapat dibagi menjadi: • Sistem proyeksi yang mempertahankan jarak (equidistant),• Sistem proyeksi yang mempertahankan luas (equivalent) dan• Sistem proyeksi yang mempertahankan bentuk (conform).
Berdasarkan generasi atau cara pembuatannya Berdasarkan generasi atau cara pembuatannya, sistem proyeksi dapat dibagi menjadi: • Matematis (menggunakan perhitungan)• Geometris (berdasarkan penggambarannya).
Berdasarkan Unsur Ekstrinsik Sedangkan berdasarkan unsur ekstrinsik, sistem proyeksi dapat dibagi berdasarkan: • Bidang proyeksi (bidang planar, silinder, kerucut)• Posisi bidang proyeksi (normal, transversal).• Persinggungan dengan sumbu bumi (secantial, tangensial).
Berdasarkan bidang proyeksinya Berdasarkan bidang proyeksinya, sistem proyeksi dapat dibagi menjadi: • Bidang planar• Silinder• Kerucut Proyeksi peta berdasarkan bidang proyeksi.
Sumber: Unstat Berdasarkan posisi bidang proyeksi Berdasarkan posisi bidang proyeksi, sistem proyeksi dapat dibagi menjadi: • Normal (sumbu bidang proyeksinya berimpit dengan sumbu bumi)• Transversal (sumbu bidang proyeksi tegak lurus dengan sumbu bumi)• Oblique (sumbu bidang proyeksi miring) Proyeksi peta berdasarkan posisi bidang proyeksi. Sumber: Unomaha.edu Berdasarkan persinggungan dengan sumbu bumi Berdasarkan persinggungan dengan sumbu bumi, sistem proyeksi dapat dibagi menjadi: • Secantial (bidang proyeksi memotong lengkung bumi)• Tangensial (bidang proyeksi menyinggung lengkung bumi) Proyeksi peta berdasarkan persinggungan bidang proyeksi dengan sumbu bumi.
Sumber: Daylot, dkk, 2009 Dalam prakteknya, setiap sistem proyeksi dapat dibagi berdasarkan semua kriteria di atas. Kita ambil contoh sistem proyeksi yang paling familiar dan paling banyak digunakan di Indonesia, yaitu sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). • Sifat yang dipertahankan = bentuk/ konformal.• Cara pembuatannya = matematis.• Bidang proyeksi = silinder.• Posisi bidang proyeksi = transversal.• Persinggungan dengan sumbu bumi = secantial.
Secara umum, masing-masing sistem proyeksi memiliki karakteristik yang berbeda-beda dengan kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda pula.
Memilih sistem proyeksi peta Mengapa kita perlu memilih proyeksi peta? Dan juga… Mengapa setiap wilayah memiliki kesesuaian sistem proyeksi berbeda mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan Itu karena: • Tergantung tujuan peta itu dibuat.• Letak dan luas daerah yang dipetakan mempengaruhi pemilihan proyeksi.• Setiap sistem proyeksi memiliki karakteristik berbeda. Bagaimana kita memilih sistem proyeksi peta yang sesuai?
Dasar pemilihan proyeksi peta adalah bahwa setiap transformasi akan menyebabkan pengaruh pada representasi jarak, arah, sudut dan area.
Dengan memiliki pengatahuan mengenai ini, pemilihan proyeksi akan lebih sesuai sehingga hasil pemetaan menjadi lebih akurat sesuai dengan tujuan pemetaan. Pemilihan ini membutuhkan penyesuaian karakteristik sistem proyeksi dengan tujuan pemetaan. Banyak factor mempengaruhi pemilihan proyeksi peta, antara lain : • Tujuan pemetaan• Nilai dan pengaturan distorsi setiap sistem proyeksi• Bentuk daerah secara keseluruhan. Tujuan pemetaan Ahli geografi dan ekologi akan menekankan pada luasan relatif daerah.
Navigator, ahli meteorology, astronot akan mengutamakan jarak dan sudut. Pemilihan didasarkan pada beberapa aspek utama, missal kesesuaian bentuk (conformal), equivalent, azimuthalkewajaran penampilan dan sebagainya.
Nilai dan pengaturan distorsi Beberapa jenis proyeksi memiliki pola dan pengaturan spesifik terhadap distorsi, sehingga dengan mengetahui hal ini, pemilihan proyeksi akan menjadi efektif dan optimal. Kesesuaian antara bentuk daerah yang dipetakan dengan hasil proyeksi merupakan sesuatu yang diinginkan. Hal ini menjadi penting ketika peta dibuat dalam bentuk seri. Untuk peta berseri, proyeksi yang dipilih sebaiknya memiliki pola distorsi yang sama baik pada daerah yang besar maupun kecil.
Bentuk daerah secara keseluruhan Bentuk daerah dapat disesuaikan dengan ukuran dan format kertas. Dengan memilih proyeksi yang cocok, terdapat kemungkinan untuk menampilkan peta dala skala yang lebih besar, sehingga peta dengan banyak detil dapat ditampilkan dengan lebih optimal. Bagaimana jika menggunakan proyeksi yang tidak sesuai?
Pemilihan teknik proyeksi peta harus sesuai dengan tujuan pemetaan. Kita harus memilih aspek apa mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan akan kita pertahankan.
Apakah jarak (equidistant), atau luas (equivalent) atau bentuknya (conform)? Akibat dari penggunaan proyeksi peta yang salah adalah akan terjadi distorsi yang lebih besar yaitu kesalahan baik dari segi bentuk, luas maupun jarak pada peta, dibandingkan dengan keadaan sebenarnya. Keseuaian proyeksi peta berdasarkan letak wilayah Sistem proyeksi peta dunia yang sering digunakan adalah: • Mercator• Web Mercator• World Mercator Sedangkan, untuk peta-peta yang memuat beberapa negara atau daerah yang luas, kita bisa menggunakan proyeksi berdasarkan letak lintangnya.
• Proyeksi peta yang digunakan untuk memetakan daerah kutub atau daerah lintang tinggi adalah proyeksi peta yang menggunakan bidang datar sebagai bidang proyeksinya, atau sering disebut disebut dengan proyeksi azimutal, contohnya proyeksi Lambert Equal Area, Azimutal Equidistant.• Proyeksi peta yang sesuai untuk daerah lintang sedang adalah proyeksi peta dengan bidang proyeksi kerucut, seperti proyeksi polyconic, Lambert equal area.• Sedangkan proyeksi peta yang sesuai untuk memetakan wilayah ekuator atau daerah lintang rendah adalah proyeksi yang menggunakan bidang proyeksi silinder seperti proyeksi Mercator, Transverse Mercator dan Universal Transverse Mercator (UTM).
Sistem proyeksi peta yang sesuai untuk Indonesia Indonesia adalah negara yang terletak di wilayah ekuator atau lintang rendah, sehingga proyeksi yang cocok untuk Indonesia adalah proyeksi dengan bidang proyeksi berupa tabung, atau proyeksi silindris. Lebih lanjut, bentuknya yang memanjang dari barat ke timur, sehingga lebih sesuai lagi jika sumbu proyeksinya tegak lurus dengan sumbu bumi, atau proyeksi transversal.
Proyeksi yang merupakan proyeksi silinder dan proyeksi transversal adalah proyeksi Transverse Mercator. Untuk lebih memperkecil distorsi, karena daerah Indonesia luas, maka proyeksi secantial, atau proyeksi yang bidang proyeksinya memotong permukaan bumi.
Salah satu sistem proyeksi yang menggunakan bidang proyeksi berupa silinder, transversal dan sekantial adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Jadi kesimpulannya, jika ingin memetakan seluruh negara Indonesia, gunakan sistem proyeksi silindris sepeti Mercator. Jika ingin memetakan wilayah yang lebih sempit seperti provinsi dan kabupaten, gunakan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator atau sistem proyeksi Transverse Mercator.
Contoh proyeksi peta dan gambarnya Proyeksi Mercator Proyeksi Mercator menggunakan silinder sebagai bidang proyeksi. Pada proyeksi ini, semua garis rhumb tampak sebagai garis lurus. Sedangkan garis dari lingkaran besar tidak tampak lurus, kecuali pada ekuator dan meridian.
Pada proyeksi Mercator normal, garis standar adalah ekuator, dimana sepanjang garis tersebut memiliki factor skala = 1.0. Nilai factor skala hanya berubah sangat kecil pada sekitar ekuator, sehinga proyeksi ini sangat cocok untuk daerah di ekuator.
Gambar Proyeksi Mercator Proyeksi Transverse Mercator Proyeksi Transverse Mercator merupakan proyeksi Mercator yang bidang proyeksinya diputar 90 O, sehingga garis standar merupakan meridian, bukan parallel.
Proyeksi ini sangat cocok untuk daerah kecil di sekitar meridian standar.
Proyeksi ini banyak digunakan dalam pemetaan topografi, dan telah menjadi dasar dari system koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) Gambar proyeksi Transverse Mercator Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) merupakan sistem proyeksi dengan bidang proyeksi silinder, posisi bidang proyeksinya transversal, dan menyinggung permukaan bumi (sekansial). Proyeksi ini sangat cocok digunakan di daerah ekuator, seperti di Indonesia. Peta RBI keluaran BIG juga menggunakan sistem proyeksi ini.
Gambar proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) Proyeksi Space Oblique Mercator Proyeksi ini muncul sebagai respon dari keberadaan citra satelit penginderaan jauh. Proyeksi ini merupakan proyeksi Mercator yang garis standarnya dibuat miring mengikuti lintasan dari satelit. Hal ini menyebabkan kesalahan koreksi geometric pada citra menjadi minimal. Sistem proyeksi ini memiliki sifat conformal. Gambar Proyeksi Space Oblique Mercator Proyeksi Albers Equal Area Sistem ini menggunakan dua parallel standar.
2 Lingkaran kecil yang berdekatan bisa dipilih sebagai parallel standar. Semakin dekat kedua garis, semakin bagus representasi pada daerah disekitar garis tersebut secara langsung.
Sistem ini memiliki nilai distorsi yang rendah. Penampilannya mirip graticule bumi, yaitu meridian lurus secara konvergen dan mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan melengkung secara konsentris dan berpotongan dengan meridian di sudut yang tepat. Di luar parallel standar, nilai factor skala mengecil, sedangkan diantara parallel standar, nilai factor skala membesar. Proyeksi ini sangat bagus untuk daerah di lintang tengah yang memiliki batas timur-barat lebih besar daripada batas utara selatan.
Gambar proyeksi Albers equal area Proyeksi Lamberts Equal Area Proyeksi ini juga umum digunakan, termasuk azimuthal yang bersifat equifalen.
Distorsi secara simetris mengelilingi titik pusat, dan dapat berlokasi dimanapun. Oleh karena itu, proyeksi berguna untuk daerah yang memanjang timur-barat dan berdimensi dimensi utara selatan. Gambar proyeksi Lambert equal area Proyeksi Polyconic Semakin besar skala pemetaan, maka semakin banyak hal-hal yang harus diperhatikan, di antaranya kesamaan bentuk merupakan factor yang penting, distori secara keseluruhan harus minimal, dan peta-peta yang berdekatan harus dapat disandingkan dengan sesuai.
Proyeksi Polyconic dipilih untuk mengatasi hal ini. Namun, proyeksi ini hanya akan menghasilkan peta-peta berdekatan dapat disandingkan pada arah tertentu dan tidak pada arah yang lain. Gambar proyeksi polyconic Proyeksi Robinson Proyeksi ini dicetuskan pada tahun 1961. berbeda dengan proyeksi conformal equal area namun merupakan perpaduan antara keduanya. ciri khas proyeksi ini adalah mendistorsi bentuk, luas, skala dan jarak dalam upaya menyeimbangkan kesalahan sifat dari proyeksi.
garis parallel standar akan dipertimbangakan ketika proyeksi tersebut menggambarkan permukaan bumi dalam skala kecil. Keuntungan menggunakan sistem proyeksi ini adalah ¾ permukaan bumi dapat tergambarkan dengan tingkat kebenaran 20 persen pada skala sebenarnya.
Gambar proyeksi robinson Kesimpulan Proyeksi peta adalah proses memindahkan paralel dan meridian bumi secara matematis dan sistematis ke penyajian bentuk grid dalam bidang datar. Proyeksi peta merupakan bagian penting dalam ilmu kartografi dan proses pembuatan peta.
Dasar pemilihan proyeksi peta adalah bahwa setiap transformasi akan menyebabkan pengaruh pada representasi jarak, arah, sudut dan area. Dengan memiliki pengatahuan proyeksi peta, pemilihan proyeksi peta akan lebih sesuai sehingga hasil pemetaan menjadi lebih akurat sesuai dengan tujuan pemetaan.
Ads Ads Categories • Data (24)• Featured (6)• Geografi (2)• Geosains (4)• Kartografi (24)• Life journal (4)• Personal (1)• Project (1)• Remote Sensing (21)• Sains Informasi Geografi (33)• Sistem Informasi Geografis (21)• Tips dan Tutorial (20)• Tutorial SIG (1)• Umum (4) Ads report this ad Recent Posts • Aplikasi dan Software SIG (Gratis dan Berbayar)• Apa itu GIS: Pengertian dan Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis• Analisis Spasial Menggunakan Sistem Informasi Geografis• GIS Workflow: Alur dan Tahapan Kerja SIG (Sistem Informasi Geografis)• Fungsi dan Keunggulan SIG Beserta Kelemahannya
Penggambaran rupa bumi dapat diperoleh dengan melakukan berbagai pengukuran di antara titik-titik di permukaan bumi.
Pengukuran tersebut meliputi besaran-besaran arah, sudut, jarak, dan ketinggian. Apabila data besaran-besaran itu diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan, pemetaan dilakukan dengan cara teristris.
Akan tetapi, jika mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan pengukuran sebagian dari pengukuran tidak langsung, seperti cara fotogrametris dan penginderaan jauh dikatakan sebagai pemetaan cara ekstrateristris. 1) Nama geografis ditulis dengan menggunakan bahasa atau istilah yang biasa digunakan penduduk setempat.
Misalnya, Sungai ditulis Ci untuk Jawa Barat dan sebagian DKI, Kreung untuk Aceh, Way untuk Lampung, dan Kali untuk Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Nama sungai ditulis searah dengan aliran sungai dan menggunakan huruf miring.
Misalnya Ci Tarum, Kali Berantas, Kali Progo, dan Way Kambas. Setelah memahami langkah-langkah pembuatan peta, macammacam simbol peta dan penggunaannya. Sekarang, marilah kita pelajari cara memperbesar dan memperkecil peta. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperbesar maupun memperkecil peta, yaitu dengan penggunaan metode pembuatan kotak-kotak grid, fotokopi, maupun dengan alat pantograf. (4) Mengubah skala, sesuai dengan rencana pembesaran. Ketentuan perubahan skala dalam memperbesar dan memperkecil peta adalah jika peta diperbesar, penyebut skala harus dibagi dengan bilangan n.
Namun, sebaliknya jika peta diperkecil sebesar n kali, penyebut skala harus dikali dengan bilangan n. Berikut ini gambar yang menjelaskan pengaruh dari skala sebagai komponen peta terhadap tampilan peta itu sendiri. Cara lain memperbesar peta adalah dengan fotokopi. Peta yang akan diperbesar atau diperkecil, sebaiknya menggunakan skala garis. Peta yang menggunakan skala angka atau bilangan, sebenarnya dapat pula diperbesar dan diperkecil ukurannya dengan menggunakan mesin fotokopi.
Namun, sebelum peta tersebut di fotokopi, skala bilangan yang terdapat dalam peta perlu diubah dulu ke skala garis. Anda harus belajar membuat peta. Pembuatan peta dapat dilakukan secara sederhana. Proses pembuatannya meliputi pengukuran langsung dan pembuatan peta tematik secara sederhana.
Mulailah dengan pemetaan daerah sempit, kemudian dilanjutkan secara bertahap hingga mencakup daerah yang lebih luas. Alat yang dapat digunakan adalah kompas magnetik dan pita ukur, panjangnya 50 meter dan dapat digulung.
Pengukuran dilakukan dengan penggunaan metode berantai (chain survey). Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan, yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis dengan arah suatu objek ke tempat objek lain searah jarum jam disebut sudut arah atau dikenal juga dengan sebutan azimuth magnetik.
Pada peta yang dibuat dengan menggunakan kompas, perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara magnetis. Untuk wilayah yang relatif datar, pengukuran jarak tidak mengalami masalah.
Namun pada daerah yang tidak datar kadangkala terdapat hambatan. Hambatan ini terutama terjadi pada daerah datar yang memiliki garis ukur yang relatif panjang, yaitu adanya objek penghalang seperti sungai atau kolam. Membuat garis tegak lurus terhadap garis ukur pada titik A sehingga diperoleh garis AC.
Menempatkan titik D tepat ditengah-tengah AC. Kemudian, menarik garis dari B ke D hingga di bawah titik C. Kemudian, membuat garis tegak lurus ke bawah terhadap garis AC dari titik C, sehingga terjadi perpotongan (titik E). Pada Gambar 1.27, diperoleh segitiga ABD dan CED yang sama dan sebangun sehingga jarak AB yang akan diukur sama dengan jarak CE.
b) Apabila di sepanjang jalur jalan tersebut terdapat objek-objek tertentu, seperti bangunan, dan aliran sungai, objek tersebut dapat dipetakan dengan cara mengukur jarak tegak lurus dari titik pada garis ukur pokok ke titik yang mewakili objek tersebut. Garis ini disebut offset.
Pada contoh berikut, terdapat objek rumah di pinggir garis ukur pokok 1–2. (1) Material Tempat Dilakukan Penggambaran Material yang akan dipakai harus memiliki dimensi kestabilan yang tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketelitian dan untuk memberikan keseimbangan yang baik bagi warna yang berbeda.
Plastik film merupakan material gambar yang baik di dalam kartografi reproduksi. Plastik film memiliki permukaan yang halus untuk menggambar, tetapi memiliki kelemahan karena menarik lemak sehingga terlebih dahulu harus dibersihkan dengan bedak mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan keadaan tangan harus tetap dalam keadaan bersih. Tinta gambar tidak dapat menembus plastik, tetapi akan melekat apabila tintanya sudah kering. Jadi, penggambaran pada media plastik harus dikerjakan dengan sangat hati-hati karena harus menunggu tintanya kering.
Koreksi penggambaran dilakukan dengan scraping (dikerok) atau dihapus dengan kain sebelum tinta tersebut kering. Tinta yang digunakan untuk pembuatan peta harus yang berkualitas baik, misalnya tahan air (waterproof), hitam kelam, tahan lama, dan harus cepat kering.
Untuk penggambaran pada PVC, plastik (astralon, astrafoil) biasanya dipakai tinta Pelikan K yang memenuhi persyaratan tersebut. Untuk plastik material, dipakai tinta Pelikan TT. Pelikan T biasanya digunakan untuk penggambaran pada kertas biasa atau plastik, sedangkan Pelikan TN adalah tinta spesial untuk penggambaran pada photographic film. (2) Tipe Pena yang Dipakai Jenis pena yang digunakan juga tidak boleh sembarangan, harus diupayakan menggunakan pena yang berkualitas.
Pena yang paling sederhana, di antaranya mapping pen dapat digunakan untuk pekerjaan dengan tangan bebas (free hand). Untuk menggambarkan garis lurus dan garis kurva dengan ber macam-macam ketebalan dipakai rulling pen karena dengan pena tersebut dapat diatur ketebalan tintanya.
Saat ini, telah banyak pena yang berkualitas baik, yaitu reservoir pen antara lain Rapidograph, Rotring, Faber Castle, dengan ukuran yang bervariasi mulai ketebalan 0,1 mm sampai 1,2 mm. (c) jika posisi huruf atau nama kurang tepat, masih dapat diperbaiki. Umumya stick up lettering dicetak pada plastic yang balikannya diberi perekat. Cara penempelannya dilakukan dengan memotong nama demi nama atau huruf demi huruf. Cara lain penempelannya dilakukan dengan mengosok setiap huruf.
Ada dua jenis cara mereproduksi stick up lettering yaitu nonimpact (photography, electronic) dan impact (dengan mesin ketik atau pencetakan). Perkembangan pemakaian peralatan komputer grafik mendorong kartografer untuk menerapkan beberapa metoda letering secara elek tronis. Dengan cara ini, peta diberi namanama dengan vector plotter atau raster printer. Kelemahan metode letering dengan komputer adalah pada penem patan nama karena komputer hanya dapat menempatkan nama-nama tersebut secara lurus dan horizontal.
Untuk fenomena yang menggunakan titik, seperti kota, bangunan, dan gunung sebaiknya diletakkan di samping kanan agak ke atas dari unsur tersebut.
Fenomena yang berbentuk linier, seperti sungai, pantai, jalan, dan batas wilayah administratif sebaiknya diletakkan sejajar dengan unsur tersebut. Sungai yang berupa garis sebaiknya ditempatkan sedikit di atas mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan.
Fenomena yang memerlukan keterangan luas, seperti negara, danau, dan pegunungan sebaiknya penamaan ditempatkan memanjang. (7) Pemilihan huruf bergantung pada perencanaan kartografer sendiri. Akan tetapi, jenis-jenis huruf tersebut harus sama pada keseluruhan isi peta. Ada beberapa aturan tentang pemakaian jenis huruf. Misalnya, huruf-huruf tegak lurus untuk nama-nama fenomena budaya (kota, jalan, lalulintas), dan huruf miring untuk nama-nama unsur fisik (sungai, danau, pegunungan).
Kekurangtelitian dan kecerobohan tersebut terutama terjadi pada garis-garis ukur yang membentuk poligon tertutup. Seharusnya titik A dan titik terakhir berhimpit. Namun pada penggambarannya, titik tidak berhimpit, tetapi menjadi A¹. Hal tersebut perlu dikoreksi dengan menggunakan jarak kesalahan secara proporsional di tiap titik B, C, D dan E.
Caranya sebagai berikut. Membuat garis lurus A, B, Mengapa pada pembuatan peta memerlukan koreksi kesalahan, DE yang jaraknya sama dengan jarak pada poligon A, B, C, D, E. Misalnya, jarak A - B pada polygon 4 cm, maka jarak pada garis A - B juga 4 cm.
Begitu juga dengan B, C, D dan E, dan E - A¹. Buatlah garis tegak lurus ke atas dari titik A¹ sesuai dengan panjang kesalahannya, yaitu a. Kemudian dari garis kesalahan tersebut kemudian tarik garis ke titik A.
Buatlah garis sejajar dengan garis kesalahan (a) pada titik B, C, D, dan E.