Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, keberadaan anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan dpr. Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu Perhatikan data dibawah ini!1. eksekutif 2. Kedaulatan 3. yudikatif 4. Legislatif Menurut Montesquieu dalam ajarannya “trias politika” membagi kekuasaan pemerintahan antara lain?

beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap. • • BERITA • AGENDA • LEGISLASI • Prolegnas 2020 - 2024 • Prolegnas Prioritas • JDIH • Tentang • UUD 1945 • Undang-Undang • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang • Peraturan Pemerintah • Peraturan Presiden • Keputusan Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh • Instruksi Presiden • Peraturan DPR • Peraturan Bersama • Peraturan Sekjen DPR • DAFTAR ANGGOTA • ALAT KELENGKAPAN • Pimpinan DPR • Badan Musyawarah • Persidangan Paripurna • Komisi • Badan Legislasi • Badan Anggaran • B.U.R.T • B.K.S.A.P • B.A.K.N • Mahkamah Kehormatan Dewan • Panitia Khusus • TENTANG DPR • Sejarah • Tata Tertib • Keanggotaan • Fraksi • Kode Etik • Tahun Sidang • Tugas dan Wewenang • Hak DPR RI • Hak dan Kewajiban Anggota • Pembuatan Undang-Undang • Penetapan APBN • Pengambilan Keputusan • OPEN PARLIAMENT • Glosarium Keparlemenan YUDISIAL - KOMISI 2004 UU NO.

22, LN 2004 / NO. 89, TLN. NO. 4415, LL SETKAB : 23 HLM UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI YUDISIAL - Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh martabat, serta menjaga perilaku hakim.

Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. Atas dasar pertimbangan tersebut, perlu membentuk Undang-Undang tentang Komisi Yudisial. - Dasar hukum undang-undang ini adalah : :Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung; Undang-Undang Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

- Dalam Undang-undang ini diatur tentang : wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Komisi Yudisial mempunyai tugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, yakni Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berkaitan dengan wewenang tersebut, dalam Undang Undang ini juga diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian Anggota Komisi Yudisial.

Syarat-syarat untuk diangkat menjadi Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain hal-hal yang ditentukan di atas, dalam Undang-Undang ini diatur pula mengenai larangan merangkap jabatan bagi Anggota Komisi Yudisial.

Di samping itu diatur pula mengenai panitia seleksi untuk mempersiapkan calon Anggota Komisi Yudisial, beserta syarat dan tata caranya. CATATAN : - Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan pada tanggal 13 Agustus 2004. - Selama keanggotaan Komisi Yudisial belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini, pencalonan Hakim Agung dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

- Undang-Undang ini terdiri dari 7 Bab dan 41 Pasal. - Penjelasan 9 hlm. BERITA • Berita Paripurna • Berita Pimpinan • Berita Ketua • Berita Wakil Ketua Korpolkam • Berita Wakil Ketua Korekku • Berita Wakil Ketua Korkesra • Berita Wakil Ketua Korinbang • Berita Badan Musyawarah • Berita Komisi • Berita Badan Legislasi • Berita Badan Anggaran • Berita B.U.R.T • Berita B.K.S.A.P • Berita B.A.K.N • Berita Mahkamah Kehormatan Dewan • Berita Panitia Khusus • Berita Reformasi Birokrasi • Berita Open Parliament • Berita Lain-Lain
★ SMP Kelas 9 / PPKn SMP Kelas 9 KD 3.3 Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan… A.

DPD B. Mahkamah Konstitusi C. Mahkamah Agung D. DPR Pilih jawaban kamu: A B C D E Soal Selanjutnya > Soal / jawaban salah? klik disini untuk mengoreksi melalui kolom komentar Preview soal lainnya: Ujian Tengah Semester 2 (UTS) Matematika SD / MI Kelas 4 Jumlah peserta ulangan adalah ….

a. 32 b. 49 c. 37 d. 38 Materi Latihan Soal Lainnya: • PAS PAI SMP Kelas 7 • Tema 2 Subtema 2 - SD Kelas 4 • Ulangan Tema 7 Subtema 1 SD Kelas 5 • Statistik - Matematika SMA Kelas 12 • PTS Penjaskes PJOK SD Kelas 5 • Tangga Nada - Seni Budaya SD Kelas 5 • PTS Semester 1 Ganjil - Matematika SD Kelas 6 • PTS PPKn SD Kelas 2 • Ulangan Semester IPA SD Kelas 6 • PH Matematika Tema 2 SD Kelas 3 Cara Menggunakan : Baca dan cermati soal baik-baik, lalu pilih salah satu jawaban yang kamu anggap benar dengan mengklik / tap pilihan yang tersedia.

Tentang LatihanSoalOnline.com Latihan Soal Online adalah website yang berisi tentang latihan soal mulai dari soal SD / MI Sederajat, SMP / MTs sederajat, SMA / MA Sederajat hingga umum. Website ini hadir dalam rangka ikut berpartisipasi dalam misi mencerdaskan manusia Indonesia. Halaman Depan • Hubungi Kami • Kirim Soal • Privacy Policy • Follow us: Facebook • Instagram • Twitter Menu • Home • About KY • Establishment Background • Vision and Mision • Strategic Goals • Objectives • Ground Laws • Authorities • Membership • Member Profile 2005 - 2010 • Member Profile 2010 - 2015 (I) • Profil Anggota 2010 - 2015 (II) • Member Profile 2015 - 2020 (I) • Member Profile 2015 - 2020 (II) • Member Profile 2020 - 2025 (I) • General Secretariat • Organizational Structure • Liason of Judical Commission • Komisi Yudisial Logo • Komisi Yudisial Hymne • Public Services • Recruitment of Judges • Behavioural Surveillance Judge • Financial Statements and Planning • Research Result • Zona Integritas • Legal Products • Publication • Magazine • Bunga Rampai • Journal • Pocket Book • Article • Research Book • Infographic • Publikasi Blue Print • Year Book • KEPPH • Journalist Guide • Work Meeting 2022 • Lomba Poster HUT KY ke-14 • Other Publication • News • Contact Us SYARAT MENJADI ANGGOTA KOMISI YUDISIAL • Warga negara Indonesia.

• Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. • Setia pada Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • Berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses pemilihan.

• berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang relevan dan/atau mempunyai pengalaman di bidang hukum paling singkat 15 (lima belas) tahun; • Berkomitmen untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia • Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

• Memiliki kemampuan jasmani dan rohani. • Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan. • Melaporkan daftar kekayaan. Anggota Komisi Yudisial dilarang merangkap jabatan sebagai: • Pejabat negara atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan.

• Hakim. • Advokat. • Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah. • Pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha swasta.

• Pegawai negeri. • Pengurus partai politik. Tentang KY • Sejarah Pembentukan • Visi dan Misi • Sasaran Strategis • Tujuan • Dasar Hukum • Wewenang dan Tugas • Keanggotaan • Profil Anggota 2005 - 2010 • Profil Anggota 2010 - 2015 (I) • Profil Anggota 2010 - 2015 (II) • Profil Anggota 2015 - 2020 (I) • Profil Anggota 2015 - 2020 (II) • Profil Anggota 2020 - 2025 (I) • Sekretariat Jenderal • Struktur Organisasi • Penghubung KY • Logo Komisi Yudisial • Hymne Komisi Yudisial
Menu • Home • About KY • Establishment Background • Vision and Mision • Strategic Goals • Objectives • Ground Laws • Authorities • Membership • Member Profile 2005 - 2010 • Member Profile 2010 - 2015 (I) • Profil Anggota 2010 - 2015 (II) • Member Profile 2015 - 2020 (I) • Member Profile 2015 - 2020 (II) • Member Profile 2020 - 2025 (I) • General Secretariat • Organizational Structure • Liason of Judical Commission • Komisi Yudisial Logo • Komisi Yudisial Hymne • Public Services • Recruitment of Judges • Behavioural Surveillance Judge • Financial Statements and Planning • Research Result • Zona Integritas • Legal Products • Publication • Magazine • Bunga Rampai • Journal • Pocket Book • Article • Research Book • Infographic • Publikasi Blue Print • Year Book • KEPPH • Journalist Guide • Work Meeting 2022 • Lomba Poster HUT KY ke-14 • Other Publication • News • Contact Us “Bagi Anggota KY yang melakukan pelanggaran kode etik KY, akan dibentuk Dewan Kehormatan KY yang akan memeriksa bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota KY tersebut,” ujar Tenaga Ahli KY Totok Wintarto dalam menjawab salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Andi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur (FH UPN Jatim), Rabu (18/05).

Hal tersebut diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa Ketua, Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Ketua, Anggota Komisi Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden dengan persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial dengan alasan : melanggar sumpah jabatan, dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan perbuatan tercela, terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya, atau melanggar larangan rangkap jabatan.

“Fungsi KY sangat penting karena KY memiliki fungsi melakukan pengawasan eksternal terhadap perilaku hakim yang menjadi pilar utama bagi penegakan hukum di Indonesia,” kata Haryo.

(KY/Noer/Titik) Berita Terkait • Calon Hakim ad hoc Tipikor MA Rodjai S Irawan: Daluwarsa Penuntutan Tipikor Mengikuti KUHP • Calon Hakim ad hoc Tipikor MA Arizon Mega Jaya: Pemiskinan terhadap Koruptor Tidak Sepenuhnya Tepat • Calon Hakim ad hoc Tipikor MA Andreas Lumme: Yurisprudensi Tidak Mengikat Hakim sehingga Memungkinkan Terjadi Disparitas Putusan • Calon Hakim adhoc Tipikor Amir Aswan: Pelaku Tipikor Perlu Diberikan Efek Jera • Calon Hakim adhoc Tipikor Agustinus Permono: UU Tipikor Sudah Memadai • CHA Moch.

Sukkri: UU Nomor 16 Tahun 2019 Disahkan, Permohonan Dispensasi Perkawinan Meningkat • CHA Abdul Hakim: Perkuat Pemahaman Pancasila dan Wawasan Nusatara untuk Atasi Hoaks • CHA Suradi: Monitoring Minutasi Berkas Perkara Perlu Dioptimalkan • CHA Suhartanto: Hakim Agung Harus Memberikan Keteladanan • CHA Sudharmawatiningsih: Hakim Harus Miliki Skill, Knowledge, Quality, dan Morality Kategori Berita • Kelembagaan • Penghubung KY • Pengawasan Perilaku Hakim • Rekrutmen Hakim • Peningkatan Kapasitas Hakim • Advokasi Hakim Tag Berita • Komisi Yudisial RI anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Indonesia • Hukum • Ketua • SCHA • Anggota KY • Wakil Ketua • Penghubung • Sosialisasi • MoU • Hakim • MKH • Kinerja KY • Tenaga Ahli • Sekjen • Seleksi Hakim Ad Hoc • PKH • Mitra Kerja • Advokasi Hakim • Prestasi • Audiensi • RUU JH • Jubir KY
Komisi Yudisial Republik Indonesia Gambaran umum Didirikan 2 Agustus 2005 Dasar hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Jenis perkara Pelanggaran kode etik hakim Jumlah perkara masuk 2.337 laporan pengaduan (tahun 2020) Lokasi Jakarta Pimpinan Ketua Prof.

Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum Wakil Ketua Drs. M. Taufiq HZ, M.HI Anggota Dr. Hj. Siti Nurdjanah, S.H., M.H. (Ketua Bidang Rekrutmen Hakim) Anggota Sukma Violetta (Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi) Anggota Binziad Kadafi, S.H., LL.M., Ph.D. (Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan) Anggota Joko Sasmito (Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim) Anggota Prof. Amzulian Rifai, S.H., LL.M., Ph.D.

(Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi) Anggota Jumlah jabatan 7 orang Sistem seleksi Terdiri dari mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat yang disahkan oleh presiden, mereka merupakan pejabat negara.

Sekretaris Jenderal Arie Sudihar, S.H., M.Hum. Situs Web http://www.komisiyudisial.go.id/ • l • b • s Komisi Yudisial Republik Indonesia atau cukup disebut Komisi Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

[1] Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial bertanggung jawab kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

{INSERTKEYS} [2] Daftar isi • 1 Sejarah • 1.1 Gagasan Pembentukan Penegak Etik Hakim • 1.2 Periode 2005 - 2010 • 1.3 Periode 2010 - 2015 • 1.4 Periode 2015 - 2020 • 1.5 Periode 2020 - 2025 • 1.6 Penguatan Kewenangan • 1.7 Batal Membentuk Panel Ahli dan MKHK • 1.8 Dasar Hukum • 2 Tujuan Pembentukan • 3 Wewenang dan Tugas • 3.1 Wewenang • 3.2 Tugas • 4 Anggota • 5 Sekretariat Jenderal • 6 Rujukan • 7 Pranala luar Sejarah [ sunting - sunting sumber ] Komisi Yudisial merupakan respon dari tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998.

Saat itu, salah satu dari enam agenda reformasi yang diusung adalah penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut merupakan wujud kekecewaan rakyat terhadap praktik penyelenggaraan negara sebelumnya yang dihiasi berbagai penyimpangan, termasuk dalam proses penyelenggaraan peradilan.

Sejarah Komisi Yudisial dimulai pada 9 November 2001, saat sidang tahunan Majelis Permusyarawatan Rakyat RI mengesahkan amendemen ketiga UUD 1945.

Dalam sidang itulah Komisi Yudisial resmi menjadi salah satu lembaga negara yang diatur secara khusus dalam konstitusi/dasar negara dalam Pasal 24B UUD 1945. Kondisi peradilan menjadi salah satu fokus pembahasaan MPR RI, sehingga perlu diterbitkan Ketetapan MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.

Mengutip TAP tersebut digambarkan kondisi hukum sebagai berikut: “ Selama tiga puluh dua tahun pemerintah Orde Baru, pembangunan hukum khususnya yang menyangkut peraturan perundang-undangan organik tentang pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai. Kondisi ini memberi peluang terjadinya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa.

Telah terjadi penyalahgunaan wewenang, pelecehan hukum, pengabaian rasa keadilan, kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Pembinaan lembaga peradilan oleh eksekutif merupakan peluang bagi penguasa melakukan intervensi ke dalam proses peradilan serta berkembangnya kolusi dan praktik-praktik negatif pada proses peradilan. Penegakan hukum belum memberi rasa keadilan dan kepastian hukum pada kasus-kasus yang menghadapkan pemerintah atau pihak yang kuat dengan rakyat, sehingga menempatkan rakyat pada posisi yang lemah ” Beberapa agenda kebijakan mulai digagas, seperti pemisahan yang tegas antara fungsi-fungsi yudikatif dari eksekutif dan pemisahan secara tegas antara fungsi dan wewenang aparatur penegak hukum.

Untuk merealisasikan hal tersebut, terdapat perubahan penting dalam tubuh kekuasaan kehakiman melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Salah satu pokok perubahan yang mendasar ialah penempatan aspek organisasi, administratif, dan finansial kekuasaan kehakiman di bawah satu atap di Mahkamah Agung. Sebelumnya, secara administratif, ketiganya ada di bawah kendali Departemen Kehakiman.

Sementara itu, ketiganya, secara teknis yudisial, berada dalam kekuasaan Mahkamah Agung. {/INSERTKEYS}

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Konsep ini lebih dikenal dengan sebutan penyatuatapan kekuasaan kehakiman ( one roof of justice system). Kehadiran sistem tersebut bukan tanpa kekhawatiran. Menyadur naskah akademis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, penyatuatapan–tanpa perubahan sistem lainnya misalnya rekrutmen, mutasi, promosi, dan pengawasan terhadap hakim–berpotensi melahirkan monopoli kekuasaan kehakiman.

Selain itu, ada pula kekhawatiran bahwa Mahkamah Agung belum mampu menjalankan tugas barunya karena memiliki beberapa kelemahan organisasi yang sampai saat ini masih dalam upaya perbaikan. Alasan lain ialah gagalnya sistem yang ada untuk menciptakan pengadilan yang lebih baik, sehingga penyatuatapan kekuasaan kehakiman ke Mahkamah Agung belum menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Pertimbangan itu membuat ahli dan pengamat hukum mengeluarkan ide untuk membentuk lembaga pengawas eksternal yang diberi tugas menjalankan fungsi checks and balances.

Kehadiran lembaga pengawas peradilan diharapkan agar kinerja pengadilan transparan, dipertanggungjawabkan, imparsial, dan mengedepankan aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.

Gagasan Pembentukan Penegak Etik Hakim [ sunting - sunting sumber ] Pembentukan lembaga pengawas peradilan sebenarnya sempat digagas sebelum terbentuknya Komisi Yudisial.

Misalnya, ada wacana pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan Dewan Kehormatan Hakim (DKH). MPPH yang telah diwacanakan sejak tahun 1968, berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran dan/atau usul-usul yang berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan tindakan/hukuman jabatan para hakim yang diajukan, baik oleh Mahkamah Agung maupun oleh Menteri Kehakiman.

Sayangnya, ide tersebut menemui kegagalan sehingga tidak berhasil menjadi materi muatan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Sementara Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 berwenang mengawasi perilaku hakim, memberikan rekomendasi mengenai perekrutan, promosi, dan mutasi hakim, serta menyusun kode etik ( code of conduct) bagi para hakim.

Barulah ide pembentukan Komisi Yudisial mulai terealisasi pada tahun 1999, setelah Presiden B.J. Habibie membentuk panel diskusi mengkaji pembaharuan UUD 1945.

Istilah Komisi Yudisial sendiri dikemukakan oleh Hakim Agung Iskandar Kamil. Ia ingin agar kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim terjaga. Kemudiannama Komisi Yudisial secara eksplisit mulai disebut saat ditetapkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004.

Maka, secara resmi nama Komisi Yudisial tercantum dalam Pasal 24B UUD 1945 yang merupakan hasil amendemen ketiga. Berdasarkan Pasal 24B Ayat 1 UUD 1945, Komisi Yudisial merupakan lembaga negara bersifatmandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung danmempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Kemudian pada 13 Agustus 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial disahkan.

Implementasi dari undang-undang tersebut, pemerintah membentuk panitia seleksi untuk mengisi organ Komisi Yudisial dengan memilih tujuh orang yang ditetapkan sebagai Anggota Komisi Yudisial. Periode 2005 - 2010 [ sunting - sunting sumber ] Meski pengesahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 telah dilakukan pada 13 Agustus 2004, kiprah Komisi Yudisial dimulai sejak terbentuknya organisasi pada 2 Agustus 2005, ditandai dengan pengucapan sumpah ketujuh Anggota Komisi Yudisial periode 2005-2010 di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Periode tersebut dipimpin Dr. M. Busyro Muqoddas, Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh, M. Hum, dan Wakil Ketua M. Thahir Saimima, S.H., M.Hum. Anggota yang lain adalah Prof. Dr. Mustafa Abdullah (Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung), Zaenal Arifin, S.H.(Koordinator Bidang Pelayanan Masyarakat), Soekotjo Soeparto, S.H., L.LM. (Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga), Prof. Dr. Chatamarrasjid Ais,S.H., M.H. (Alm; Koordinator Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia), dan Irawady Jonoes,S.H.

(Koordinator Bidang Pengawasan Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim) yang tidak dapat menuntaskan jabatan hingga masa jabatan berakhir. Kemudian secara bertahap, Komisi Yudisial melengkapi kebutuhan organisasi dengan membentuk Sekretariat Jenderal untuk memberikan dukungan teknis administratif yang dipimpin Drs.

Muzayyin Mahbub, M.Si. sebagai Sekretaris Jenderal. Sebagai organisasi baru, pada awal masa menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi Yudisial masih dengan kondisi yang memprihatinkan.

Pada saat Komisi Yudisial terbentuk, lembaga negara ini belum memiliki kantor untuk menjalankan aktivitasnya. Awalnya, Komisi Yudisial menumpang sebuah ruangan milik Departemen Hukum dan HAM dengan sarana dan prasarana seadanya.

Setelah itu Komisi Yudisial pindah kantor dengan menyewa dua lantai sebuah gedung di jalan Abdul Muis. Setelah melalui proses panjang, akhirnya Komisi Yudisial baru menempati gedung sendiri di Jalan Kramat Raya Nomor 57 Jakarta Pusat sejak Agustus 2009. Dalam perjalanannya, lembaga yang diberi amanat untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung danmempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,keluhuran martabat, serta perilaku hakim ini tak luput dari peristiwa yang menyesakan dada.

Sebanyak 31 orang hakim agung mengajukan permohonan uji materiil ( judicial review) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Yang akhirnya, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 005/PUU-IV/2006, beberapa kewenangan dalam pengawasan hakim dan hakim MK tidak berlaku. Terkait hakim konstitusi, putusan tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya. Sejak Mahkamah Konstitusi mempreteli wewenang Komisi Yudisial melalui putusannya yang keluar pada tahun 2006, Komisi Yudisial dan sejumlah elemen bangsa yang mendukung peradilan yang bersih, transparan, dan dapat dipercaya melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan peran Komisi Yudisial.

Salah satu upayanya adalah dengan merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. Sayangnya, hingga akhir periode pertama kepemimpinan Anggota Komisi Yudisial tahun 2005-2010, upaya merevisi Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tersebut belum berhasil. Periode 2010 - 2015 [ sunting - sunting anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh ] Setelah Anggota Komisi Yudisial periode 2005–2010 menyelesaikan masa jabatannya, terpilihlah Anggota Komisi Yudisial periode 2010–2015 yang terdiri dari Prof.

Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H., Dr. H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum., Dr.Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H.,Dr. Suparman Marzuki S.H., M.Si., Dr. H.Abbas Said, S.H., M.H., Dr. Jaja Ahmad Jayus, S,H., M.H., dan Dr. Ibrahim, S.H.,L.LM. dengan mengucap sumpah di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara.

Melalui tahap pemilihan secara terbuka dan demokratis, kepengurusan Komisi Yudisial jilid II ini dipimpin oleh Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. dan Dr. H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum. sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial. Sementara Dr.Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H.

dipercaya sebagai Ketua Bidang Rekrutmen Hakim,Dr. Suparman Marzuki S.H., M.Si. sebagai Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Dr. H.Abbas Said, S.H., M.H. sebagai Ketua Bidang Pencegahan dan Pelayanan Masyarakat, Dr. Jaja Ahmad Jayus, S,H., M.H. sebagai Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, dan Dr. Ibrahim, S.H., L.LM.

sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga. Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pimpinan Komisi Yudisial, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial dijalankan selama 2 tahun 6 bulan dan dapat dipilih kembali untuk 2 tahun dan 6 bulan berikutnya.

Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. dan H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum. mengakhiri masa kepemimpinannya sebagai Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial periode Desember 2010 – Juni 2013 pada 30 Juni 2013. Keduanya telah memimpin Komisi Yudisial selama 2,5 tahun sejak terpilih pada 30 Desember 2010 lalu. Setelah diadakan pemilihan kembali secara terbuka dan demokratis untuk menentukan Ketua dan Wakil Ketua Komisi Yudisial periode Juli 2013 – Desember 2015, terpilihlah Dr.

Suparman Marzuki S.H., M.Si. sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Dr. H.Abbas Said, S.H., M.H. sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial. Sementara Dr.Taufiqurrohman Syahuri, S.H., M.H.

dipercaya sebagai Ketua Bidang Rekrutmen Hakim; Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. sebagai Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh. H. Imam Anshori Saleh, S.H., M.Hum sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi; Dr.

Jaja Ahmad Jayus, S,H., M.H. sebagai Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, dan Penelitian dan Pengembangan; dan Dr. Ibrahim, S.H.,L.LM sebagai Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim. Pada 1 April 2013, Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Drs. Muzayyin Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh, M.Si memutuskan pensiun dini.

Selama masa kekosongan posisi itu, Komisioner Komisi Yudisial menunjuk Ir. Andi Djalal Latief, M.S. sebagai (Plt) Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial. Setelah melewati proses seleksi sekretaris jenderal, akhirnya Danang Wijayanto, Ak., M.Si dilantik sebagai Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial oleh Ketua Komisi Yudisial Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. pada 29 Agustus 2013 di Auditorium Komisi Yudisial, Jakarta.

Penunjukan akhirnya Danang Wijayanto, Ak., M.Si dalam jabatan Eselon IA dengan pangkat Pembina Utama Muda IV-C berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 96/M/2013 tertanggal 23 Agustus 2013. Periode 2015 - 2020 [ sunting - sunting sumber ] Pimpinan dan Anggota Komisi Yudisial Periode 2010-2015 ini mengakhiri masa tugasnya pada 18 Desember 2015 dan diteruskan oleh Anggota Komisi Yudisial Periode 2015-2020.

Lima Anggota Komisi Yudisial Periode 2015 – 2020, yaitu Drs. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H., Dr. Sumartoyo, S.H., M.Hum., Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H., Sukma Violetta, S.H., LL.M., dan Dr. Farid Wajdi, S.H., M.Hum.

mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 18 Desember 2015. Kemudian menyusul dua Anggota Komisi Yudisial lainnya, yaitu Prof.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum dan Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum mengucap sumpah di hadapan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat, 12 Februari anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh. Pada paruh waktu pertama ini, Prof.

Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum terpilih sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Sukma Violetta, S.H., LL.M. sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial. Kemudian Pimpinan Komisi Yudisial Paruh Kedua Periode 2015-2020 adalah Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum sebagai Ketua Komisi Yudisial dan Drs. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H. sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial. Periode 2020 - 2025 [ sunting - sunting sumber ] Estafet kepemimpinan Komisi Yudisial anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh saat Anggota Komisi Yudisial masa jabatan tahun 2020-2025 melakukan pembacaan sumpah disaksikan Presiden Joko Widodo pada Senin (21/12) di Istana Negara, Jakarta.

Pengangkatan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 131/P tahun 2020 tentang Pemberhentian dengan Hormat Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan Tahun 2015-2020 dan Pengangkatan Anggota Komisi Yudisial Masa Jabatan Tahun 2020-2025. Anggota Komisi Yudisial Periode 2020-2025, yaitu: Drs. H. M. Taufiq HZ M.H.I., Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H., Sukma Violetta, S.H.

LL.M., Binziad Kadafi, S.H., LL.M, Ph.D, Prof. Amzulian Rifai, S.H., LL.M, Ph.D, Prof. Dr. Mukti Fajar Nur Dewata, S.H., M.Hum. dan Dr. Siti Nurdjanah, S.H., M.H. Penguatan Kewenangan [ sunting - sunting sumber ] Usaha untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang dirintis sejak masa kepemimpinan Dr. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum mulai membuahkan hasil di bawah kepemimpinan Prof.

Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. Komisi Yudisial memiliki amunisi baru dengan lahirnya Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan pada 9 November 2011.

Kelahiran Undang – Undang ini menandai kebangkitan kembali Komisi Yudisial. Selain itu, amunisi lain yang menguatkan kewenangan Komisi Yudisial adalah Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum; Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tersebut memberikan berbagai tugas dan wewenang baru bagiKomisi Yudisial, antara lain: melakukan seleksi pengangkatan hakim ad hoc di Mahkamah Agung, melakukan upaya peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim, melakukan langkah-langkah hukum dan langkah lain untuk menjaga kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, melakukan penyadapan yang bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi.

Disahkannya undang-undang tersebut merupakan konkritisasi dari upaya memperkuat wewenang dan tugas Komisi Yudisial sebagai lembaga negara independen yang menjalankan fungsi checks and balances di bidang kekuasaan kehakiman dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, kembali terjadi permohonan uji materiil terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Kemudian pada 9 Februari 2012, majelis hakim di Mahkamah Agung, yang diketuai oleh Paulus Effendie Lotulung, memutuskan perkara Nomor: 36 P/HUM/2011 bahwa mengabulkan permohonan dan poin-poin penerapan dalam pasal 8 dan 10 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Artinya butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 SKB bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan di tingkat lebih tinggi, yaitu Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 32A ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Kemudian untuk lebih menjalin komunikasi yang lebih intens dengan Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung mulai membentuk Tim Penghubung yang berfungsi sebagai jembatan untuk mencapai titik temu dan mencairkan hubungan Komisi Yudisial dengan Mahkamah Agung.

Gagasan adanya Tim Penghubung ini berawal dari pertemuan pimpinan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung di Gedung Mahkamah Agung pada awal Desember 2011. Tim Penghubung dilandasi semangat kerja untuk mendekatkan dan menyamakan pandangan dan penafsiran tugas kedua lembaga. Setelah melewati proses dan koordinasi panjang, lahirlah empat Peraturan Bersama antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Yudisial Periode Desember 2010 – Juni 2013, Prof.

Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H. dan Ketua Mahkamah Agung Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. pada 27 September 2012. Keempat Peraturan Bersama tersebut berisi tentang Seleksi Pengangkatan Hakim, Panduan Penegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Tata Cara Pemeriksaan Bersama dan Tata Cara Pembentukan, Tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.

Batal Membentuk Panel Ahli dan MKHK [ sunting - sunting sumber ] Di tengah upaya melakukan reformasi penegakan hukum di Indonesia, terjadi peristiwa kelam yang menjadi preseden buruk bagi lembaga peradilan, yaitu Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi M.

Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap dua sengketa Pemilukada Gunung Mas dan Lebak pada Rabu, 2 Oktober 2013 silam. Peristiwa ini seakan menguatkan agar hakim konstitusi diawasi oleh sebuah lembaga permanen yang berfungsi menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku Hakim Konstitusi.

Sayangnya, sejak Mahkamah Konstitusi berdiri, belum ada satu lembaga atau komisi pun yang berwenang mengawasi hakim konstitusi. Awalnya, Komisi Yudisial memiliki kewenangan mengawasi hakim konstitusi. Namun, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan Komisi Yudisial untuk mengawasi hakim konstitusi.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam rangka penyelamatan wibawa MK. Perpu Nomor 01 Tahun 2013 tersebut mengamanatkan dua kewenangan baru Komisi Yudisial (KY), yaitu membentuk panel ahli untuk melakukan rekrutmen hakim MK dan memfasilitasi pembentukan Majelis Kehormatan MK.

Kemudian DPR mengesahkan Perppu MK itu menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang Undang tertanggal 19 Desember 2013. Namun, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 diuji materi oleh gabungan advokat dan konsultan hukum yang menamakan Forum Pengacara Konstitusi serta sejumlah dosen Fakultas Hukum Universitas Jember yang melakukan uji materi UU Nomor 4 Tahun 2014 dengan perkara nomor 1-2/PUU-XII/2014.

Dalam sidang pembacaan putusan yang dilakukan delapan anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh konstitusi di ruang sidang MK yang diketuai oleh Hamdan Zoelva pada 13 Februari 2014 sore terungkap, majelis memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pemohon yang dicantumkan dalam pengajuan uji materi undang-undang tersebut. Berdasarkan uji materi, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 beserta seluruh lampirannya bertentangan dengan UUD 1945 dan undang-undang tersebut juga diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

Konsekuensinya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 berlaku kembali sebagai landasan hukum. Sehingga, terhadap pembentukan MKHK dan Panel Ahli Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Hakim Konstitusi menjadi tidak berlaku. Dasar Hukum [ sunting - sunting sumber ] • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • Pasal 24A ayat (3): Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

• Pasal 24B: • Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

• Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. • Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

• Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. • Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim. • Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

• Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. • Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Tujuan Pembentukan [ sunting - sunting sumber ] Tujuan dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah: • Mendapatkan calon Hakim Agung, Hakim Ad Hoc di MA dan hakim di seluruh badan peradilan sesuai kebutuhan dan standar kelayakan.

• Mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. • Peningkatan kepatuhan hakim terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

• Terwujudnya kepercayaan publik terhadap hakim. • Meningkatkan kapasitas kelembagaan Komisi Yudisial yang bersih dan bebas KKN. Sementara menurut A. Ahsin Thohari dalam bukunya Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), di bebarapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh lebih dari lima hal sebagai berikut: [3] • Lemahnya pengawasan secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena pengawasan hanya dilakukan secara internal saja.

• Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) –dalam hal ini Departemen Kehakiman– dan kekuasaan kehakiman (judicial power). • Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non-hukum. • Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.

• Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen. Sedangkan tujuan pembentukan Komisi Yudisial menurut A. Ahsin Thohari adalah: [3] • Melakukan pengawasan yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya pengawasan secara internal saja.

Pengwasan secara internal dikhawatirkan menimbulkan semangat korps (l’esprit de corps), sehingga objektivitasnya sangat diragukan. • Menjadi perantara (mediator) antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman. Dengan demikian, lembaga peradilan tidak perlu lagi mengurus persoalan-persoalan teknis nonhukum, karena semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

Sebelumnya, lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya.

anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh

• Meningkatkan efisiensi dan efektivitas lembaga peradilan dalam banyak aspek, karena tidak lagi disibukkan dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan aspek hukum seperti rekrutmen dan monitoring hakim serta pengelolaan keuangan lembaga peradilan. Dengan demikian, lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kemampuan intelektualitasnya yang diperlukan untuk memutus suatu perkara.

• Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Di sini diharapkan inkonsistensi putusan lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial.

Dengan demikian, putusan-putusan yang dianggap kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan dieliminasi. • Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekrutmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain, bukan lembaga politik lagi, sehingga diidealkan kepentingan-kepentingan politik tidak lagi ikut menentukan rekrutmen hakim yang ada.

Wewenang dan Tugas [ sunting - sunting sumber ] Wewenang [ sunting - sunting sumber ] Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang sebagai berikut: • Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; • Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; • Menetapkan Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung; • Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

Tugas [ sunting - sunting sumber ] Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas: • Melakukan pendaftaran anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh hakim agung; • Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung; • Menetapkan calon hakim agung; dan • Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa: • Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas: • Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim; • Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim; • Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup; • Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, • Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.

• Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim; • Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.

• Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Anggota [ sunting - sunting sumber ] Artikel utama: Daftar Anggota Komisi Yudisial Republik Indonesia Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap Anggota).

Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Susunan keanggotaan saat ini Berikut susunan keanggotaan Komisi Yudisial saat ini (periode 2015–2020 paruh kedua) [4] Jabatan Nama Ketua Dr. Jaja Ahmad Jayus, S.H., M.Hum. Wakil Ketua Drs. H. Maradaman Harahap, S.H., M.H. Ketua Bidang Bidang Rekrutmen Hakim Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum.

Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Sukma Violetta, S.H., LL.M. Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Dr. Sumartoyo, S.H., M.Hum. Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Dr. Joko Sasmito, S.H., M.H. Bidang Hubungan Antarlembaga dan Layanan I nformasi Dr. Farid Wajdi, S.H., M.Hum. Juru Bicara Sekretariat Jenderal [ sunting - sunting sumber ] Artikel utama: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial adalah aparatur pemerintah yang di dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada dan bertanggung jawab langsung kepada Pimpinan Komisi Yudisial.

Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Komisi Yudisial. [5] Rujukan [ sunting - sunting sumber ] • ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 • ^ "Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial" (PDF).

Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-05-24. Diakses tanggal 2014-12-04. • ^ a b A. Ahsin Thohari (2004), Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta ISBN 979-8981-35-9 • ^ "Profil Anggota Paruh II Periode 2015-2020".

Komisi Yudisial Republik Indonesia. Diakses tanggal 16 April 2019. • ^ "Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-15. Diakses tanggal 2014-12-04. Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] • Situs web resmi Komisi Yudisial • Pelaporan Perilaku Hakim (Dugaan Pelanggaran KEPPH) • Layanan Informasi Publik (PPID) • Informasi Rekrutmen Hakim • Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Komisi Yudisial • Portal Peningkatan Kapasitas Hakim - Komisi Yudisial • Pembelajaran jarak jauh (e-learning) Peningkatan Kapasitas Hakim - Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Yudisial • Jurnal Yudisial • Seni • Film • Tari • Sastra • Musik • Lagu • Masakan • Mitologi • Pendidikan • Olahraga • Permainan tradisional • Busana daerah • Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia • Arsitektur • Bandar udara • Pelabuhan • Stasiun kereta api • Terminal • Pembangkit listrik • Warisan budaya • Wayang • Batik • Keris • Angklung • Tari Saman • Noken Simbol • Halaman ini terakhir diubah pada 30 April 2022, pukul 23.31.

• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •

DPR Dorong Komisi Yudisial Tingkatkan Kinerja Hakim




2022 www.videocon.com