TEMPO.CO, Jakarta - Seorang wakil bupati di Sumatera Barat mengajukan permohonan supaya diizinkan melakukan poligami. Permohonan izin ini diajukan ke Pengadilan Agama Tanjung Pati, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Menilik dari situs milik Pengadilan Agama Tanjung Pati, sipp.pa-tanjungpati.go.id, Rabu, 29 September 2021, permohonan izin poligami tersebut didaftrakan pada Jumat, 3 September 2021 dan memiliki nomor perkara 543/Pdt.G/2021/PA.LK, seperti dikutip dari langgam.id media partner Teras.id.
Selain itu, putusan tersebut juga diunggah di situs resmi Mahkamah Agung (MA) bagian Direktori Putusan, putusan.mahkamahagung.go.id. Dalam putusannya tidak disebutkan secara detail identitas pemohon dan termohon.
Hanya dijelaskan bahwa pemohon poligami berumur 34 tahun, beragama Islam, pendidikan S1 dan kediaman di Limapuluh Kota. Sedangkan, identitas termohon juga disamarkan. Hanya tercantum berumur 34 tahun, agama Islam, pendidikan S1, dan kediaman di Limapuluh Kota. Gugatan tersebut berisi bahwa pada 22 Juni 2011, Pemohon telah melangsungkan pernikahan dengan Termohon dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tanjung Harapan, Kota Solok.
Selanjutnya, Pemohon hendak menikah lagi atau berpoligami dengan seorang perempuan bernama AS, berumur 28 tahun, beragama Islam, Pendidikan S1, dan kediaman di Limapuluh Kota. Alasan Pemohon mengajukan izin poligami karena Pemohon merasa bahwa menikah syarat poligami dua istri adalah suatu kebutuhan. Pemohon beralasan bahwa selalu bekerja keluar daerah dengan intensitas tinggi dan jika tidak menikah dengan dua istri, Pemohon khawatir terjebak dalam perbuatan zina.
Di sisi lain, Termohon sudah memiliki tiga anak sehingga tidak bisa mendampingi Pemohon dalam setiap urusan pekerjaan. Oleh sebab itu, untuk menjaga diri syarat poligami perbuatan zina dan membangun rumah tangga yang samara, Pemohon memutuskan untuk menikah lagi pada 5 April 2018. Pemohon juga mampu memenuhi kebutuhan hidup Termohon dan anak-ankanya karena Pemohon bekerja sebagai pengusaha dan Wakil Bupati serta memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 juta per bulan.
Di antara Pemohon, Termohon, dan isteri kedua Pemohon tidak ada larangan untuk melakukan perkawinan, baik dari sis syariat Islam maupun ketentuan hukum di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Tanjung Pati untuk memutuskan dan mengabulkan permohonan Pemohon dan memberikan izin kepada Pemohon untuk menikah lagi dengan perempuan bernama AS.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa permohonan poligami Pemohon gugur dan pembebanan biaya perkara kepada Pemohon sebesar Rp 330 ribu. Putusan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Asep Nurdiansyah syarat poligami dua hakim anggota, Fauziah Rahmah dan Dina Hayati. Sedangkan panitera pengganti oleh Husna Hayati. EIBEN HEIZIER Syarat poligami PNS Poligami dan Cerai Tanpa Izin Atasan Bakal Dikenakan Sanksi Berat BANGKAPOS.COM -- Ustaz Abdul Somad menjelaskan hukum poligami bila istri pertama tidak mengizinkan dan syaratnya-syaratnya seperti ini.
Pernikahan bertujuan menyempurnakan agama yang belum terpenuhi agar semakin kuat seorang muslim dalam beribadah.
Banyak orang terutama laki-laki menikah lebih dari satu kali atau sering disebut poligami. Ada sebagian yang rela, namun banyak juga yang tidak mengizinkan. Lalu bagaimana jika istri pertama tidak mengizinkan suami menikah lagi. Dalam sebuah video singkat, penceramah Ustaz Abdul Somad menjelaskan hukumnya. Sebagaimana dalam kanal YouTube As-salaam Studio yang diunggah pada 26 November 2020 lalu.
Dia syarat poligami biasanya perempuan kalau sudah cerita poligami seperti orang yang terkena bisul dan sakit gigi. "Sedikit saja disentuh langsung emosi, seperti itulah perempuan kalau ditanya masalah poligami," terang Ustaz Abdul Somad.
Selama masa pandemi Covid-19 ini, pendaftaran pernikahan dapat via daring. Daftar nikah online ini difasilitasi oleh Kementerian Agama (Kemenag) melalui situs resmi simkah.kemenag.go.id. Terdapat empat cara pendaftaran pernikahan, yaitu mendaftar dengan datang langsung ke Kantor Urusan Agama (KUA), serta juga mendaftar online lewat simkah.kemenag.go.id, mendaftar lewat telepon, dan mendaftar melalui email.
Di masa PPKM ini, daftar nikah online melalui simkah Kemenag adalah cara yang paling praktis. Apa saja ketentuannya? Mari kita simak di artikel berikut: Artikel terkait: Akad Nikah bahasa Arab, termasuk Bacaan dan Doanya Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan untuk Syarat poligami Nikah Online Pendaftar sebelum mendaftar via online harus menyiapkan 3 hal berikut ini: • Nomor Induk Kependudukan (NIK) Calon Suami • NIK Calon Istri • NIK Orang Tua/Wali Daftar Dokumen yang Dibutuhkan untuk Daftar Nikah N1 - Surat Pengantar Nikah (Didapat dari Kelurahan/Desa) N3 - Surat Syarat poligami Mempelai Fotocopy Akta Lahir Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kecamatan (Jika nikah dilangsungkan di luar wilayah tempat tinggal catin) Pasphoto ukuran 2 x 3 sebanyak 5 lembar Pasphoto ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar Artikel terkait: Maraknya Nikah Siri - Seberapa Penting Status Pernikahan?
Cara Daftar Nikah Online di Laman SIMKAH Kemenag Berikut ini adalah tata cara melakukan pendaftaran nikah online di Simkah Syarat poligami 1. Buka situs simkah.kemenag.go.id 2. Syarat poligami menu DAFTAR NIKAH 3. Pilih lokasi akad (Provinsi, Kabupaten/kota dan Kecamatan) 4. Pilih tempat akad nikah (di KUA atau luar KUA) 5. Pilih waktu akad nikah (tanggal dan jam) 6. Jika ada keterangan bahwa jadwal tersedia, akan muncul tombol LANJUT 7. Klik Lanjut dan pilih desa lokasi akad nikah 8.
Masukan data calon suami dan calon istri 9. Masukkan juga data Ayah Suami, Ibu Suami, Ayah Istri, Ibu Istri dan Wali Nikah 10.
Checklist dokumen persyaratan 11. Masukan Nomor HP 12. Unggah foto 13. Cetak bukti pendaftaran. Berapa Biaya Nikah di KUA? Biaya nikah di KUA adalah gratis atau sama sekali tidak dipungut biaya. Syarat biaya nikah gratis di KUA adalah prosesi pernikahan yang dilakukan di KUA dan dilakukan saat jam kerja operasional dari hari Senin sampai dengan Jumat.
Jika di luar KUA dan di luar jam kerja, biaya nikah KUA menjadi tidak gratis lagi. Jika prosesi akad nikah dilakukan di luar jam kerja KUA, biaya nikah yang ditetapkan negara yakni sebesar Rp600.000 (biaya nikah di rumah).
Biaya nikah Rp600.000 yang dibayarkan tersebut masuk ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Agama. Biaya Rp 600.000 juga berlaku untuk pasangan yang menikah di luar kantor KUA seperti penyelenggaraan akad nikah di rumah pribadi, masjid, hingga gedung pertemuan. Sekalipun pelaksanaan pernikahan dilakukan saat jam kerja KUA. Artikel terkait: Akad Nikah Saat Haid, Seperti Apa Hukumnya dalam Islam?
Alur Mengurus Dokumen Nikah Alur pendaftaran menikah di KUA sebaiknya didaftarkan paling lambat 10 hari sebelum tanggal nikah. Namun, jika pendaftaran dilakukan kurang dari 10 hari kerja, maka KUA biasanya akan meminta calon mempelai untuk menyertakan surat dispensasi yang dikeluarkan kantor kecamatan.
Berikut ini adalah alur mengurus dokumen syarat nikah terbaru, baik yang mau nikah di KUA (Balai Nikah) atau di luar KUA (di Luar Balai Nikah): • Urus surat pengantar ke kelurahan atau kantor desa di ketua RT.
• Datangi kelurahan untuk mengurus surat pengantar nikah ke KUA. • Jika pernikahan kurang dari 10 hari kerja dari waktu pendaftaran, harus minta dispensasi dari kecamatan. • Datang ke KUA dan membayar biaya akad nikah jika lokasinya di luar KUA dan di luar jam kerja KUA. • Menyerahkan seluruh dokumen ke petugas KUA. • Pembayaran dilakukan via bank ke kas negara. • Menyerahkan bukti pembayaran ke KUA.
• Mendatangi KUA tempat akad nikah untuk melakukan pemeriksaan surat-surat dan data calon pengantin serta wali nikah. • Menentukan akad nikah sesuai dengan tempat dan waktu yang telah disetujui.
• Jika menikah di kantor KUA, bisa dilakukan saat itu juga atau hari lain yang sudah ditentukan. Demikian adalah alur pendaftaran menikah online dan mengurus dokumen untuk akad nikah di KUA. Baca juga: id.theasianparent.com/perjanjian-pra-nikah id.theasianparent.com/buku-nikah id.theasianparent.com/batal-nikah-karena-investasi-crypto • Kehamilan • Tips Kehamilan • Trimester Pertama • Trimester Kedua • Trimester Ketiga • Melahirkan • Menyusui • Tumbuh Kembang • Bayi • Balita • Prasekolah • Praremaja • Usia Sekolah • Parenting • Pernikahan • Berita Terkini • Seks • Keluarga • Kesehatan • Penyakit • Info Sehat • Vaksinasi • Kebugaran • Gaya Hidup • Keuangan • Travel • Fashion • Hiburan • Kecantikan • Kebudayaan • Lainnya • TAP Komuniti • Beriklan Dengan Kami • Hubungi Kami • Jadilah Kontributor Kami Tag Kesehatan A.
Arti Definisi / Pengertian Tayamum Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang tadinya seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang bersih. Yang boleh dijadikan alat tayamum adalah tanah suci yang ada debunya. Dilarang bertayamum dengan tanah berlumpur, bernajis atau berbingkah.
Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayamum. Orang yang melakukan tayamum lalu shalat, apabila air sudah tersedia maka ia tidak wajib mengulang sholatnya. Namun untuk menghilangkan hadas, harus tetap mengutamakan air daripada tayamum yang wajib hukumnya bila sudah tersedia.
Tayamum untuk hadas hanya bersifat sementara dan darurat hingga air sudah ada. Tayamum yang telah dilakukan bisa batal apabila ada air dengan alasan tidak ada air atau bisa menggunakan air dengan alasan tidak dapat menggunakan air tetapi tetap melakukan tayamum serta sebab musabab lain seperti yang membatalkan wudu dengan air. B. Sebab / Alasan Melakukan Tayamum : - Dalam perjalanan jauh - Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit - Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan - Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan - Air yang ada hanya untuk minum - Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat - Pada sumber air yang ada memiliki bahaya - Sakit dan tidak boleh terkena air C.
Syarat Sah Tayamum : - Telah masuk waktu salat - Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran - Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum - Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu - Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan - Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh D. Sunah / Sunat Syarat poligami Melaksanakan Syarat poligami : - Membaca basmalah - Menghadap ke arah kiblat - Membaca doa ketika selesai tayamum - Medulukan kanan dari pada kiri - Meniup debu yang ada di telapak tangan - Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku E.
Rukun Tayamum : - Syarat poligami Tayamum. - Menyapu muka dengan debu atau tanah. - Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
F. Tata Cara / Praktek Tayamum : - Membaca basmalah - Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat. - Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
- Niat tayamum : Nawaytuttayammuma listibaa hatishhalaati fardhollillahi ta'aala (Saya niat tayammum untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta'ala). - Mengusap telapak syarat poligami ke muka secara merata - Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan - Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu melekat.
- Angkat kedua tangan lalu tiup telapat tangan untuk menipiskan debu yang menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi. - Mengusap debu ke tangan kanan lalu ke tangan kiri Perhatian : Bersumber dari buku pelajaran anak-anak, jadi dalil-dalilnya tidak ada.
Situs Web ini bertujuan untuk berbagi ilmu pengetahuan kepada masyarakat umum dengan cara yang santai dan jenaka.
Apabila ada yang kurang berkenan atau kesalahan maka mohon beritahu kami agar kami bisa segera memperbaikinya. Tidak ada niat sedikit pun untuk berbuat jahat kepada pihak lain. Atas segala kekurangan dan kesalahan yang telah kami perbuat, kami mohon maaf lahir dan batin. Terima kasih atas perhatian anda.
Pasangan Suami Istri Agus dan Ning. Ningsih berkata, dalam Islam poligami memang dibolehkan, asal jangan suaminya. KURUSETRA -- Salam Sedulur.
Masalah poligami memang menjadi perbincangan ngeri-ngeri sedap dalam rumah tangga. Tidak sedikit para suami yang lebih besar keinginan daripada kemampuan.
Seperti yang terjadi kepada Agus dan istrinya, Ningsing. Sedulur, pengantin baru berbeda ormas itu memang sering bertukar pikiran. Syarat poligami dibesarkan dengan tradisi santri Nahdliyin sebagai orang NU, sementara istrinya Ningsih tumbuh dalam kultur keluarga Muhammadiyah.
BACA JUGA: Humor: Soekarno Otak Kanan Besar, Habibie Otak Kiri Besar, Gus Dur Sama Besar Tapi Suka Gak Nyambung Scroll untuk membaca Suatu waktu selepas santap sahur, mendaras Alquran, dan menunggu waktu Subuh, Agus berani-beraninya membuka diskusi tentang poligami.
Padahal, sebelum menikah Agus sempat berjanji tidak akan melakukan praktik poligami jika belum mampu memenuhi syarat seperti Baginda Rasulullah. "Ning, dalam agama Islam Rasulullah mengajarkan seorang Muslim untuk syarat poligami kata Agus yang kemudian menyitir Surah An-Nisa’ Ayat 3.
" Wa in khiftum allaa tuqsithuu fil yataamaa fankihuu maa thaaba lakum minannisaa-i matsnaa wa tsulaatsa wa rubaa’. Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah dari perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat," kata Agus. BACA JUGA: Syarat poligami Gus: Cinta Sejati Seperti Tarawih Mampu Bertahan Sampai 23 Rakaat, Tapi Mas Saya Muhammadiyah Network • - Algebra • - Antariksa • - Bandung24jam • - Boyanesia • - Bulutangkis • - Bundalogy • - Calakan • - Caricuan • - Chingudeul • - Depok24jam • - Digitaldonat • - Digdaya • - Eksplora • - Ibuwarung • - Jouron • - Jurnal • - Kabarturki • - Kakibukit • - Kampus • - Kereta • - Kartumerah • - Kurusetra • - Kuyliner • - Literat • - Legioma • - Matapantura • - Magenta • - Maktabu • - Nyantri • - Plot • - Mlipir • - Rihlah • - Rumahberkah • - Ramenten • - Sepakpojok • - Tadabbur • - Tekno
• Rukun Iman • Tauhid (Keesaan Tuhan) • Malaikat • Kitab • Nabi • Hari Akhirat • Qada dan Qadar • Rukun Islam • Pengakuan keimanan • Mendirikan Sembahyang • Menunaikan Zakat • Berpuasa • Melaksanakan haji • Mazhab akidah • Ahli Sunah • • Asya'irah • Maturidiyah • Salafi • Wahabi • Syiah • • Imamiyah • Ismailiyah • Zaidiyah • Muktazilah Umat muslim tengah solat Solat ( bahasa Arab: صلاة; pl.
ṣalāt) merujuk kepada sembahyang dalam agama Islam untuk menyembah Allah, Tuhan yang satu. Solat itu dilakukan dengan merujuk Al Quran dan Sunnah Rasul. Sering dirujuk daripada Rasul terakhir, Nabi Muhammad. Dan (ingatkanlah peristiwa) ketika Kami tentukan bagi Nabi Ibrahim tempat Kaabah (untuk membinanya, lalu Kami berfirman kepadanya): "Janganlah engkau sekutukan sesuatu pun denganKu, dan bersihkanlah rumahKu (Kaabah ini) bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang berdiri dan yang rukuk serta yang sujud (mengerjakan sembahyang).
Al Quran [surah 22:ayat 26] Solat terbahagi kepada solat fardu dan solat sunat. Solat fardu diwajibkan ke atas orang Islam yang baligh dan berakal sebanyak 5 kali sehari pada waktu-waktu tertentu. Solat fardhu merupakan Rukun Islam yang ke-2 dari lima Rukun Islam. Solat fardhu yang wajib didirikan ialah solat lima waktu sehari semalam, iaitu dengan nama umum subuh, zohor, asar, maghrib dan isyak.
Sekiranya seseorang tertinggal solat fardhu, wajib baginya untuk mengulangkannya syarat poligami niat qada. Bagi mereka yang musafir, ia merupakan rukhsah (keringanan) yang diberikan, dan harus bagi solat dengan menqasar dan menjamakkannya. Ini berdasarkan hadis:- “Sesungguhnya Allah suka dilaksanakan rukhsah (keringanan) yang diberikan olehNya seperti Allah membenci dilakukan maksiat kepadaNya”.
Hadis riwayat Ahmad. Isi kandungan • 1 Waktu-waktu solat • 2 Dalil wajib solat • 3 Syarat wajib solat • 4 Syarat sah solat • 5 Perkara-perkara yang membatalkan solat • 6 Rukun Solat • 7 Perkara-perkara sunat dalam solat • 8 Perkara-perkara makruh semasa solat • 9 Persediaan sebelum menunaikan solat • 10 Perkara yang boleh dilakukan selepas melangsaikan solat • 11 Lihat juga • 12 Rujukan • 13 Pautan luar Waktu-waktu solat [ sunting - sunting sumber ] Rencana utama: Waktu Solat Solat Zohor/Zuhur: Waktunya dimulai sejak matahari tergelincir ke barat dan berakhir di saat bayangan sesuatu benda itu sama betul panjangnya dengan benda itu.
Solat Asar: Waktunya dimulai setelah waktu Zohor habis, iaitu ketika bayangan sesuatu benda sama panjang dengan bendanya dan berakhir setelah terbenamnya matahari. Solat Maghrib: Waktunya dimulai setelah terbenamnya matahari dan berakhir apabila mega merah telah hilang.
Solat Isyak: Waktunya dimulai setelah hilangnya mega merah sampai terbitnya fajar shadiq. Solat Subuh: Waktunya dimulai setelah terbit fajar shadiq sampai terbitnya matahari. Dalil wajib solat [ sunting - sunting sumber syarat poligami Dalil-dalil Al-Quran. 1. Surah Al-Baqarah ayat 149 : Maksudnya : " Dan dari mana syarat poligami engkau keluar ( untuk mengerjakan solat ) hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram ( Kaabah ).
Sesunggunya perintah berkiblat ke Kaabah itu benar dari Allah ( tuhanmu ) dan ingatlah Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan ". [1] 2. Surah Al-Baqarah ayat 150: Maksudnya: " Dan dari mana saja engkau syarat poligami ( untuk mengerjakan solat ) maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram ( kaabah ) dan di mana sahaja kamu berada maka hadapkanlah muka kamu ke arahnya, supaya tidak ada lagi sebarang syarat poligami bagi orang yang menyalahi kamu, kecuali orang yang zalim syarat poligami mereka ( ada saja yang mereka jadikan alasannya ).
Maka janganlah kamu takut kepada cacat cela mereka dan takutlah kamu kepada-Ku semata-mata dan supaya Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kamu, dan juga supaya kamu beroleh petunjuk hidayah ( mengenai perkara yang benar ) ".
[2] Dalil-dalil Hadis. Ayat-ayat ini dijelaskan Rasulullah saw dengan sabdanya : “Islam didirikan dari lima sendi : mengaku bahawasanya tiada Tuhan yang sebenar-benarnya disembah melainkan Allah yang Maha Esa, mengaku bahawasanya Muhammad itu pesuruhNya; mendirikan solat; mengeluarkan zakat; mengerjakan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR BUKHARI DAN MUSLIM DARI IBNU UMAR) (TAISIRUL WUSHUL 1 : 13) [3] Syarat wajib solat [ sunting - sunting sumber ] • Islam • Baligh • Berakal • Suci daripada haid dan nifas bagi perempuan Syarat sah solat [ sunting - sunting sumber ] • Suci dan bersih badannya dari hadas besar dan kecil – Ertinya seseorang itu telahpun ber wuduk dan mandi hadas.
Sabda Rasulullah s.a.w. "Allah tidak menerima solat seseorang dari kamu, apabila dia berhadas sehingga dia berwuduk" (H.R. Bukhari,Muslim). • Suci dan bersih pakaian serta tempat solat dari najis – Orang yang mendirikan solat wajib suci pakaian dan tempat solatnya dari najis, kecuali najis yang dimaafkan seperti darah yang sedikit, kotoran yang melekat pada kaki dan sebagainya. Dalam kaedah feqah disebutkan bahawa "kesukaran itu dapat menarik keringanan", oleh itu najis yang dimaafkan itu tidak membatalkan solat.
• Menutup aurat – Adapun menutup aurat bagi wanita ialah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua tapak tangan. Manakala aurat lelaki ialah diantara pusat hingga lutut. Batas ini paling penting dan wajib ditutup dalam solat.
Firman Allah s.w.t. "Wahai manusia, pakailah perhiasan mu ketika hendak solat di masjid" (Al-A'raf:31). • Menghadap Kiblat – Ketika mendirikan solat, kita diwajibkan menghadap kiblat iaitu Kaabah berdasarkan firman Allah s.w.t. "Maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram ( Kaabah)" (Al-Baqarah:144).
• Yakin bahawa waktu solat telah syarat poligami – Dengan yakin telah masuk waktu solat fardu yang hendak dilaksanakan. (nota: sekiranya sesudah tamat solat, lalu disedari perkara yang tersebut di atas terjadi - misalnya syarat poligami ada najis di sejadah - maka perlulah diulangi solat itu kerana ia tidak menepati syarat sah solat) Perkara-perkara yang membatalkan solat [ sunting - sunting sumber ] • Keluar/kedatangan hadas besar atau kecil. • Berkata-kata dengan sengaja walau sedikit yang memberi faham, atau ketawa.
• Makan/minum dengan sengaja membatalkan solat. [4] • Melakukan pergerakan di luar rukun solat tiga kali berturut-turut(mutawaliyat). • Berniat keluar dari solat ( mufaraqah). • Terkena najis yang tidak dimaafkan pada badan, pakaian dan tempat solat. • Beralih arah dari kiblat dengan sengaja (berpaling dada).
• Terbuka aurat dengan sengaja, atau tidak sengaja tetapi tidak segera ditutup. • Berubah niat dari satu solat ke solat yang lain. • Meninggalkan rukun solat. • Murtad Rukun Solat [ sunting - syarat poligami sumber ] Rencana utama: Rukun Solat Rukun solat terbahagi kepada tiga kategori: • Qalbi (diingat dalam hati) • Qauli (diucap dengan lidah) • Fi'li (perbuatan) Rukun solat ada 13 perkara iaitu: • Berdiri bagi yang mampu.
[Fi'li] • Niat.[Qalbi] • Takbiratul Ihram (Allahu Akhbar yang pertama). [Qauli] • Membaca surah Al-Fatihah. [Qauli] • Rukuk dengan tama'ninah .[Fi'li] • Iktidal dengan tama'ninah. [Fi'li] • Sujud dengan tama'ninah. [Fi'li] • Duduk di antara dua sujud, dengan tama'ninah. [Fi'li] • Duduk Tasyahhud akhir.
[Fi'li] • Membaca bacaan Tasyahhud Akhir. [Qauli] • Selawat kepada Nabi Muhammad s.a.w. dalam Tasyahhud Akhir.
[Qauli] • Mengucapkan salam yang pertama. [Qauli] • Tertib [Qalbi] Note:tama'ninah = berhenti seketika (sekadar menyebut subhanallah) Pada mazhab Maliki dan Hanafi, baca fatihah rukun bagi solat perseorangan sahaja.
Tidak rukun bila solat berjemaah, bila imam baca makmum dengar sahaja berdasarkan Al-Quran; "Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat." (Al-A'raaf/7:204).
Perkara-perkara sunat dalam solat [ syarat poligami - sunting sumber ] • Sunat Hai'ah • Sunat Ab'adh Perkara-perkara syarat poligami semasa solat [ sunting - sunting sumber ] • Berpaling ke kiri atau ke kanan (kecuali ketika Salam). • Memandang ke atas (mendongak). • Berdiri menggunakan sebelah kaki sahaja. • Berludah ke hadapan atau ke belah kanan. • Berlebih-lebihan membongkok dan menundukkan kepala ketika rukuk. • Bercekak pinggang. • Menyinsingkan kain atau baju.
• Bersembahyang ketika hadir makanan syarat poligami dihidangkan). • Bersembahyang ketika berasa hendak qadha' hajat (membuang air). • Ada juga yang mengatakan adalalah makruh ketika solat sambil menutup mata. Persediaan sebelum menunaikan solat [ sunting - sunting sumber ] • Berpakaian sopan dan menutup aurat. • Ber wuduk. • Duduk di atas tapak solat yang bersih (seperti diatas tikar sejadah) sambil ber zikir, ber tahmid, ber takbir, ber selawat dan memuji Allah.(sekiranya ada waktu yang terluang).
• Berdiri (bagi mereka yang mampu) dan membaca niat waktu solat. • Iqamat dan membaca ayat Kursi(2:255), Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, Surah An-Nas (bagi menghalangi syaitan dan jin dari mengganggu solat). • Mengangkat takbiratul ihram dan memulakan solat. Perkara yang boleh dilakukan selepas melangsaikan solat [ sunting - sunting sumber ] • Selepas memberi salam,digalakkan untuk duduk ber zikir, ber tahmid, ber takbir, ber selawat dan memuji Allah.(sekiranya ada waktu yang terluang).
• Membaca Al-Quran. • Berdoa kepada Allah dengan sebaik mungkin serta mengharapkan keampunan dan rahmat dariNya. Lihat juga [ sunting - sunting sumber ] Wikibook mempunyai sebuah buku berkenaan topik: Solat • Bacaan dalam solat • Waktu solat syarat poligami Istikhlaf • Solat sunat Rujukan [ sunting - sunting sumber ] • ^ Tafsir Ibn Kathir Juz' syarat poligami (Part 2): Al-Baqarah 142 to Al-Baqarah 252 2nd Edition, By Muhammad Saed Abdul-Rahman • ^ The Meaning and Explanation of the Glorious Qur'an (Vol 1) 2nd Edition • ^ The Translation of the Meanings of Summarized Sahih Muslim, By Al Hafiz Zakiuddin Abdul Azim Al Mundhiri • ^ Majlis Ugama Islam Singapura.
Pautan luar [ sunting - sunting sumber ] • (Melayu) Sembahyang • (Melayu) Panduan lengkap sifat solat/sembahyang cara Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w.
• (Melayu) Islam GRID • (Melayu) Waktu-Solat.com • Acèh • Afrikaans • العربية • অসমীয়া • Asturianu • Авар • Azərbaycanca • تۆرکجه • Bahasa Indonesia • বাংলা • Башҡортса • Беларуская • Bosanski • Български • Català • Чӑвашла • Čeština • Cymraeg • Dansk • Deutsch • ދިވެހިބަސް • Ελληνικά • English • Español • Esperanto • Euskara • فارسی • Français • Frysk • ГӀалгӀай • ગુજરાતી • 한국어 • Hausa • Հայերեն • हिन्दी • Hrvatski • Italiano • עברית • Jawa • ಕನ್ನಡ • ქართული • कॉशुर / کٲشُر • Қазақша • Кыргызча • Kiswahili • Kurdî • Лакку • Latviešu • Lëtzebuergesch • Lietuvių • Li Niha • Македонски • Malagasy • മലയാളം • मराठी • მარგალური • مصرى • Minangkabau • Nederlands • नेपाली • 日本語 • Нохчийн • Norsk bokmål • Norsk nynorsk • Oʻzbekcha/ўзбекча • ਪੰਜਾਬੀ • پنجابی • ភាសាខ្មែរ • Polski • Português • Qırımtatarca • Română • Русский • Scots • Shqip syarat poligami සිංහල • Simple English • سنڌي • Soomaaliga • کوردی • Српски / srpski • Srpskohrvatski / српскохрватски • Sunda • Suomi • Svenska • தமிழ் • Татарча/tatarça • తెలుగు • ไทย • Tiếng Việt • Тоҷикӣ • Türkçe • Türkmençe • Українська • اردو • ئۇيغۇرچە / Uyghurche • Walon • 吴语 • 粵語 • Zazaki • 中文 • Dagbanli Sunting pautan • Laman ini kali terakhir syarat poligami pada 01:39, 1 Februari 2022.
• Teks disediakan dengan Lesen Creative Commons Pengiktirafan/Perkongsian Serupa; terma tambahan mungkin digunakan. Lihat Terma Penggunaan untuk butiran lanjut. • Dasar privasi • Perihal Wikipedia • Penafian • Paparan mudah alih • Pembangun • Statistik • Kenyataan kuki • •Menurut pasal 26 KUH Perdata,perkawinan itu dipandang hanya dari hubungan perdata saja,artinya suatu perkawinan yang sah hanyalah perkawinan yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata dan syarat-syarat serta peraturan agama dikesampingkan.
Asas-asas atau prinsip suatu perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yaitu : • Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi,agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. • Suatu perkawinan adalah sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatatkan (Pasal 2 UU No 1 Tahun 1974).
• Menganus asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974). • Calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan,agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa harus berpikir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. • Mempersukar terjadinya perceraian (PP Nomor 10 tahun 1983 jo PP nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas PP nomor 10 Tahun 1983 Tentang izin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai negeri sipil).
• Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang,baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat,sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
Sistem perkawinan dikalangan orang Syarat poligami asli terdapat 3 sistem perkawinan yaitu : • Endogami, dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan orang-orang dari suku keluarga sendiri,misalnya : di toraja.
• Exogami, dalam sistem ini diharuskan kawin dengan orang diluar suku keluarganya .Misalnya : Batak,gayo,alas,minangkabau,buru dan seram. • Eleutherogami, dalam sistem ini tidak dikenal larangan seperti dalam Endogami maupun Exogami. Syarat-syarat perkawinan Syarat-syarat perkawinan dibedakan atas : • Syarat material (inti). • Syarat formal. 1.Syarat-syarat Material Syarat-syarat material dibedakan menjadi : a.Syarat material absolut,yaitu syarat mengenai pribadi seseorang yang harus diindahkan untuk perkawinan pada umumnya yang terdiri dari : • Monogami (Pasal 3-4 UU No 1 tahun 1974 jo pasal 27 KUH Perdata).
• Adanya persetujuan antara kedua calon suami istri (Pasal 6 ayat (1) UU No 1 tahun 1974 jo pasal 28 KUH Perdata). • Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas usia minimal ,laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun (Pasal 7 ayat syarat poligami UU No 1 Tahun 1974). • Seorang perempuan yang sudah pernah kawin berlaku jangka waktu tunggu ( idah),(pasal 39 PP nomor 9 tahun 1975) • Untuk kawin diperlukan izin dari orang tua ,keluarga atau wali bagi yang belum mencapai usia 21 tahun (Pasal 6 UU No 1 tahun 1974).
b.Syarat material yang relatif,yaitu mengenai ketentuan-ketentuan yang merupakan larangan bagi seorang untuk kawin dengan orang tertentu,berupa : • Larangan untuk kawin dengan orang yang sangat dekat didalam kekeluargaan sedarah atau karena perkawinan (Pasal 8 UU no 1 syarat poligami 1974).
• Larangan untuk kawin kedua kalinya,sepanjang hukum masing-masing agama dan kepercayaannya tidak menentukan lain (Pasal 10 UU No 1 tahun 1974).
2.Syarat-syarat syarat poligami Syarat formal dibedakan atas syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkan perkawinan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan dilangsungkannya perkawinan. a.Syarat yang harus dipenuhi sebelum perkawinan dilangsungkan : • Pemberitahuan tentang maksud kawin kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan ,10 hari sebelum perkawinan. • Pengumuman tentang maksud kawin oleh pegawai pencatat.
b.Syarat yang harus dipenuhi bersamaan dengan dilangsungkannya perkawinan : • Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir. • Keterangan mengenai nama,agama/kepercayaan,pekerjaan,dan tempat tinggal orang tua calon mempelai. • Izin tertulis/izin pengadilan apabila calon belum mencapai usia 21 tahun. • Izin pengadilan/pejabat,bagi suami yang masih mempunyai istri. • Dispensasi pengadilan/pejabat,bagi laki-laki yang belum mencapai usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun.
• Surat kematian istri/suami yang terdahulu,atau keterangan perceraian. • Izin tertulis dari pejabat yang ditunjuk bagi anggota ABRI. • Surat kuasa otentik atau dibawah tangan yang disahkan oleh pegawai pencatat,apabila calon tidak dapat hadir karena alasan penting,sehingga diwakilkan pada orang lain. Pengertian Monogami Menurut pasal 3 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan “Pada azasnya dalam suatu perkawinan pria hanya boleh mempunyai seorang istri.seorang istri hanya boleh mempunyai seorang suami”.dengan demikian maka diharapkan seorang Pria hanya mempunyai seorang istri saja ( Monogami), dan perempuan tidak diperkenankan mempunyai lebih dari seorang suami ( Poliandri).
Namun pada pasal 3 ayat (2) UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan memperkenankan seorang pria mempunyai istri lebih dari seorang ( poligami) atas izin pengadilan,dengan mengajukan alasan dalam permohonan yaitu : • Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya kewajibannya sebagai istri. • Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. • Istri tidak dapat melahirkan keturunan (Pasal 4 UU nomor 1 tahun 1974). Selain alasan berpoligami,harus juga diajukan syarat permohonan yaitu : • Adanya persetujuan dari istri-istri.
• Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. • Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil.
Berpoligami hanya diperkenankan apabila agama dan kepercayaannya tidak melarang.KUH Perdata menganut prinsip monogami mutlak,artinya dalam waktu yang sama seorang suami tidak diperkenankan mempunyai lebih dari seorang istri,sebaliknya perempuan tidak boleh mempunyai lebih dari seorang suami (Pasal 27 KUH Perdata).Pelanggaran terhadap prinsip monogami ini tidak hanya menimbulkan batalnya perkawinan itu,tetapi juga diancam hukuman pidana menurut pasal 279 KUH Pidana.
Persetujuan dalam perkawinan Dalam perkawinan diperlukan persetujuan kedua calon mempelai dan persetujuan keluarga,dalam arti tidak ada paksaan.Persetujuan tidak ada apabila persetujuan itu diperoleh karena adanya paksaan,penipuan syarat poligami kekeliruan.
Walaupun perkawinan merupakan persetujuan,tetapi bukanlah suatu persetujuan yang dimuat dalam KUH Perdata,hanya ikatan 2 pihak yang sama,yang lainnya tidak.adapun perbedaannya yaitu : • Persetujuan pada umumnya hanya mengikat pihak-pihak tertentu,sedangkan persetujuan dalam perkawinan mengikat semua pihak.
• Persetujuan pada umumnya hanya dilakukan oleh 2 pihak,sedangkan persetujuan dalam perkawinan harus dilakukan oleh pemerintah (dicatatkan). • Persetujuan pada umumnya dapat mengatur segala hal yang disepakati bersama,sedangkan persetujuan perkawinan segala akibatnya diatur undang-undang. • Persetujuan pada umumnya hak-hak yang timbul dapat dilimpahkan pada orang lain,sedangkan persetujuan perkawinan hak-hak perkawinan tidak dapat dilimpahkan. • Persetujuan pada syarat poligami yang diutamakan adalah isinya bukan bentuknya,sedangkan persetujuan perkawinan yang diutamakan adalah bentuknya ,bukan isinya.
• Persetujuan pada umumnya dapat diakhiri dengan kesepakatan,sedangkan persetujuan perkawinan tidak dapat diakhiri dengan kesepakatan. Batas usia minimal untuk kawin Untuk dapat syarat poligami perkawinan seorang calon suami harus telah mencapai usia 19 tahun dan calon istri telah mencapai usia 16 tahun (Pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 tahun 1974).pembatasan usia minimal bertujuan agar kedua calon mempelai telah masak jiwa raganya ,karena tidak jarang terjadi perkawinan dilangsungkan oleh mereka yang masih dalam usia muda bermuara pada perceraian.
Mereka yang belum mencapai usia minimal dapat melangsungkan perkawinan apabila telah mendapatkan dispensasi dari pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat (2) Syarat poligami nomor 1 tahun 1974). Perkawinan diperkenankan antara dua orang yang sudah lanjut usia ,bahkan diperbolehkan pula perkawinan yang dinamakan “ inextrimis” yaitu perkawinan yang pada waktu salah satu pihak sudah hampir meninggal dunia.
Jangka waktu tunggu Perempuan yang telah pernah kawin (janda),untuk melangsungkan perkawinan berikutnya diperlukan waktu tunggu ( idah),sedangkan bagi duda tidak ada waktu tunggu. Waktu tunggu atau idah merupakan pranata hukum yang mencegah seorang perempuan yang diceraikan atau kematian suami melangsungkan perkawinannya lagi dalam batas atau tenggang waktu tertentu.Pencegahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kalau-kalau akan terjadi percampuran darah (sperma laki-laki) antara suami terdahulu dengan suami yang baru.atau dengan kata lain pencegahan confusio sanguinis, syarat poligami ketidakpastian keturunan siapa apabila ada anak yang dilahirkan.
Menurut Pasal 39 PP nomor 9 tahun 1975,waktu tunggu adalah : • Apabila perkawinan putus karena kematian,waktu tunggu ditetapkan 130 hari. • Apabila perkawinan putus karena perceraian ,waktu tunggu 3 kali suci,minimal 90 hari.
• Apabila perkawinan putus janda tersebut dalam keadaan hamil,waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. Tata cara perkawinan Sebelum melangsungkan perkawinan ,terlebih dahulu diberitahukan kehendak akan dilangsungkannya perkawinan kepada pegawai pencatat perkawinan ,yang kemudian akan mengumumkannya.pengumuman tersebut dimaksudkan agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengetahuinya dan apabila berkeberatan dapat mencegah perkawinan yang akan dilangsungkan.
Perkawinan dilangsungkan setelah 10 hari sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu,dan dilaksanakan dihadapan pegawai pencatat perkawinan ,kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat perkawinan dan selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan pegawai pencatat perkawinan yang menghadiri perkawinan,dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama islam,ditandatangani pula oleh wali nikah atau yang mewakilinya.
Dengan penandatangan akta perkawinan,maka perkawinan telah tercatat secara resmi.akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2,helai pertama disimpan oleh pegawai pencatat perkawinan,helai kedua disimpan pada panitera pengadilan dalam wilayah kantor pencatat perkawinan berada.dan kepada suami dan istri masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.
Pada dasarnya suatu perkawinan harus dibuktikan dengan akta perkawinan,yang telah dibukukan dalam register-register catatan (pasal 100 KUH Perdata),kecuali apabila register-register itu tidak pernah ada atau hilang,maka diserahkan kepada hakim untuk menerima pembuktian secara lain,asal saja hubungan suami istri jelas nampak adanya (Pasal 101 KUH Perdata). This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website.
We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent.
You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an syarat poligami on your browsing experience.
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
• አማርኛ • Aragonés • العربية • مصرى • Asturianu • Azərbaycanca • Boarisch • Bikol Central • Беларуская • Беларуская (тарашкевіца) • Български • বাংলা • Brezhoneg • Буряад • Català • Čeština • Чӑвашла • Cymraeg • Dansk • Deutsch • English • Esperanto • Español • Eesti • Euskara • فارسی • Suomi • Français • Frysk • Gaeilge • Gàidhlig • Galego • 客家語/Hak-kâ-ngî • עברית • हिन्दी • Hrvatski • Magyar • Հայերեն • Íslenska • Italiano • 日本語 • Jawa • ქართული • Қазақша • 한국어 • Latina • Lietuvių • Latviešu • Malagasy • Македонски • Монгол • ဘာသာ မန် • Кырык мары • Bahasa Melayu • မြန်မာဘာသာ • مازِرونی • Li Niha • Nederlands • Norsk nynorsk • Norsk bokmål • Nouormand • Livvinkarjala • Polski • Português • Ikirundi • Română • Русский • سنڌي • Srpskohrvatski / српскохрватски • Taclḥit • සිංහල • Simple English • Slovenčina syarat poligami Slovenščina • ChiShona • Soomaaliga • Српски / srpski • Sesotho • Sunda • Svenska • Kiswahili • తెలుగు • ไทย • Tagalog • Setswana • Türkçe • Українська • اردو • Oʻzbekcha/ўзбекча • Tiếng Việt • Walon • 吴语 • ייִדיש • Yorùbá • 中文 • 粵語 Jenis hubungan Duda · Istri · Janda · Keluarga · Kumpul kebo · Monogami · Nikah siri · Pacar lelaki · Pacar perempuan · Perkawinan · Poligami · Saudara · Sahabat · Selir · Suami · Wanita simpanan Peristiwa dalam hubungan Cinta · Ciuman · Kasih sayang · Pacaran · Persahabatan · Pernikahan · Perselingkuhan · Perceraian · Percumbuan · Perjantanan · Persetubuhan · Perzinaan Litografi tentang iring-iringan upacara pernikahan pada tahun 1872 di daerah Bogor.
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang pria dan wanita dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, syarat poligami kelas sosial.
Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu. Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani.
Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluarga.
Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan. Daftar isi • 1 Etimologi • 2 Pernikahan di Indonesia • 2.1 Syarat pernikahan berdasar undang-undang • 2.2 Pernikahan agama • 2.2.1 Islam • 2.2.2 Kristen Protestan • 3 Pembatalan pernikahan • syarat poligami Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan • 3.2 Alasan pembatalan perkawinan • 3.3 Pengajuan pembatalan perkawinan • 3.4 Cara mengajukan syarat poligami pembatalan perkawinan • 3.5 Batas waktu pengajuan • 3.6 Pemberlakuan pembatalan perkawinan • 4 Lihat pula • 5 Referensi • 6 Pranala luar Etimologi [ sunting - sunting sumber ] Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah ( bahasa Arab: النكاح ) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata syarat poligami berasal dari kata lain dalam bahasa Syarat poligami yaitu kata nikah ( bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan.
[1] [2] Pernikahan di Indonesia [ sunting - sunting sumber ] Syarat pernikahan berdasar undang-undang [ sunting - sunting sumber ] Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu: • Ada persetujuan dari kedua belah pihak. • Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua.
Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. • Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.
Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI): • Calon istri • Calon suami • Wali nikah • Dua orang saksi • Ijab dan kabul Menggugat UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi Pada pertengahan tahun 2014, seorang mahasiswa dan 4 alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggugat Undang-undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 2 ayat 1 UU No.
1/1974 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" yang menghalangi/mempersulit terjadinya pernikahan beda agama.
{INSERTKEYS} [3] Pada tanggal 18 Juni 2015, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan tersebut dengan pertimbangan negara berperan memberikan pedoman untuk menjamin kepastian hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan perkawinan, agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan UU menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.
[4] Pernikahan agama [ sunting - sunting sumber ] Islam [ sunting - sunting sumber ] Acara ijab kabul pada tahun 1977. Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia dan merupakan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan ia bimbing dan pelihara menuju jalan kebenaran.
Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu yakni memelihara kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa. Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: " Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya.
Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.
Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia.
Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: " Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya." Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan.
Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu. Perkawinan sudah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan.
Adapun yang termasuk dalam rukun perkawinan adalah sebagai berikut: • Pihak-pihak yang melaksanakan akad nikah yaitu mempelai pria dan wanita.
• Adanya akad ( sighat) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (kabul). • Adanya wali dari calon istri. • Adanya dua orang saksi. Apabila salah satu syarat itu tidak dipenuhi maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah, dan dianggap tidak pernah ada perkawinan. Oleh karena itu diharamkan baginya yang tidak memenuhi rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam pergaulan.
Dengan demikian apabila keempat rukun itu sudah terpenuhi maka perkawinan yang dilakukan sudah dianggap sah. Perkawinan di atas menurut hukum Islam sudah dianggap sah, apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 pasal 2 ayat 2 tahun 1974 tentang perkawinan itu berbunyi: " Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Dipertegas dalam dalam undang-undang yang sama pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah mencapai usia 16 tahun.
Jika masih belum cukup umur, pada pasal 7 ayat 2 menjelaskan bahwa perkawinan dapat disahkan dengan meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita. Kristen Protestan [ sunting - sunting sumber ] Pernikahan dari awal abad kedua puluh ( 1935). Barcelona, Spanyol.
Upacara pernikahan secara agama Kristen Protestan, perkawinan dipandang sebagai kesetiakawanan bertiga antara suami-istri di hadapan Tuhan. Perkawinan itu suci. Seorang pria dan seorang wanita membentuk rumah tangga karena dipersatukan oleh Tuhan.
Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Pada prinsipnya makna perkawinan dalam agama Kristen Protestan memiliki makna kesamaan, namun dalam ritus dan peraturannya berbeda. Peraturan perkawinan lebih longgar alias tidak seketat dan serumit dalam perkawinan dalam Kristen Katolik. Bagi pasangan yang ingin merayakan pernikahan tanpa ada implikasi hukum atau bagi mereka yang ingin merayakan pembaruan janji setelah beberapa tahun menikah, upacara pernikahan secara agama adalah pilihan yang ideal.
Pembatalan pernikahan [ sunting - sunting sumber ] Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada. {/INSERTKEYS}
Jadi, pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Pasal 22 UU Syarat poligami. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan.
Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan [ sunting - sunting sumber ] Berdasarkan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan: • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri. • Suami atau istri. • Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan. • Pejabat pengadilan. Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah: • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.
• Suami atau istri. • Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang. • Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.
Alasan pembatalan perkawinan [ sunting - sunting sumber ] Perkawinan dapat dibatalkan, bila: • Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum yang terdapat pada Pasal 27 UU No. 1/1974. • Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No.
1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama. • Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974). • Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan). Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila: • Seorang suami melakukan syarat poligami tanpa izin pengadilan agama. • Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud (hilang).
• Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain. • Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No 1 Tahun 1974. • Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak. • Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
Pengajuan pembatalan perkawinan [ sunting - sunting sumber ] Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke pengadilan (pengadilan agama bagi muslim dan pengadilan negeri bagi non-muslim) di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut.
Cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan [ sunting - sunting sumber ] • Anda atau kuasa hukum Anda mendatangi pengadilan agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi non-muslim (UU No.7/1989 pasal 73).
• Kemudian Anda mengajukan syarat poligami secara tertulis atau lisan kepada ketua pengadilan (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang muka biaya perkara kepada bendaharawan khusus. • Anda sebagai pemohon, dan syarat poligami (atau beserta istri barunya) sebagai termohon harus datang menghadiri sidang pengadilan syarat poligami surat panggilan dari pengadilan, atau dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No.
7/1989 pasal 82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26, 27 dan 28 Jo HIR pasal 121, 124, dan 125). • Pemohon dan termohon secara pribadi syarat poligami melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran dari isi (dalil-dalil) permohonan pembatalan perkawinan/tuntutan di muka sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268).
Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut. • Pemohon atau Termohon secara pribadi atau masing-masing menerima salinan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
• Pemohon dan termohon menerima akta pembatalan perkawinan dari syarat poligami. • Setelah Anda menerima akta pembatalan, sebagai pemohon Anda segera meminta penghapusan pencatatan perkawinan di buku register Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil. Batas waktu pengajuan [ sunting - sunting sumber ] Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan.
Untuk perkawinan Anda sendiri (misalnya karena suami anda memalsukan identitasnya atau karena perkawinan Anda terjadi karena adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan Anda masih hidup bersama sebagai syarat poligami, maka hak Anda untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (pasal 27 UU No. 1 tahun 1974). Sementara itu, tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami Anda yang telah menikah lagi tanpa sepengetahuan Anda.
Kapan pun anda dapat mengajukan pembatalannya. Pemberlakuan pembatalan perkawinan [ sunting - sunting sumber ] Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Keputusan Pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Artinya, anak-anak dari perkawinan yang dibatalkan, tetap merupakan anak yang sah dari suami Anda.
Dan berhak atas pemeliharaan dan pembiayaan serta waris (pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974). Lihat pula [ sunting - syarat poligami sumber ] • Mahar • Perceraian • Upacara pernikahan • Akad Nikah syarat poligami Ijab kabul • Kantor Urusan Agama • Catatan sipil • Surat nikah Referensi [ sunting - sunting sumber ] • ^ fadelput (2010-02-25), Nikah, Scribd, hlm. 1diakses tanggal 2010-03-28 Lebih dari satu parameter -pages= dan -page= yang digunakan ( bantuan) • ^ Badawi, El-Said M.; Haleem, M.
A. Abdel (2008), Arabic-English dictionary of Qur'anic usage, Brill Academic Publishers, hlm. 962, ISBN 9789004149489diakses tanggal 2010-03-28 Lebih dari satu parameter -pages= dan -page= yang digunakan ( bantuan) • ^ "Menag: Indonesia Bukan Negara Sekuler, Nikah Beda Agama Sulit Dilakukan".
5 September 2014. • ^ Yohannie Linggasari (18 Juni 2015). "Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Menikah Beda Agama". Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] Wikimedia Commons memiliki media mengenai Wedding ceremonies. Wikisource memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini: • Halaman ini terakhir diubah pada 25 Desember 2021, pukul 11.34.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.
• Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
• Kebersihan • Air untuk bersuci • Bersugi • Najis • Samak • Wuduk • Mandi • Mandi wajib • Tayamum • Istinjak • Darah Wanita • Haid • Nifas • Baligh • Solat • Azan dan Iqamat • Rakaat • Kiblat • Waktu solat • Rukun solat • Solat fardu • Subuh • Zuhur • Asar • Maghrib • Isyak • Solat Jumaat • Khutbah • Solat berjemaah • Solat sunat • Hari raya • Gerhana • Minta hujan • Solat qada • Solat musafir • Solat jamak • Solat qasar • Jenazah • Puasa • Iktikaf • Sahur • Lailatulqadar • Haji, Umrah, Korban • Ihram • Wukuf • Tawaf • Sa'i • Akikah • Sembelihan • Cara hidup • Makanan • Sumber bahan • Alkohol • Arak • Pakaian • Aurat • Jilbab • Tudung • Niqab • Pergaulan • Mahram • Assalamualaikum • Insya-Allah • Selawat • Kepimpinan Islam • Khilafah • Imamah • Sosialisme Islam • Demokrasi Islam • Negara Islam • Daulah Islamiyah • Monarki Islam • Republik Islam • Syarat poligami • Syura • Khalifah • Bendera • Pilihanraya • Warganegara bukan Islam • Ketenteraan • Peraturan perang • Jihad • Perang • Jihad fi sabilillah • Mati syahid • Tawanan Perang • l • b • s Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.
Menurut istilah syarak pula ialah Ijab dan Qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam [1]. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina. Isi kandungan • 1 Sejarah perkahwinan • 2 Jenis-jenis perkahwinan • 3 Hukum hukum perkahwinan dalam Islam • 4 Hikmah perkahwinan • 5 Dalil pensyariatan • 6 Pemilihan calon • 6.1 Ciri-ciri bakal suami • 6.2 Ciri-ciri bakal isteri • 7 Sebab haram nikah • 8 Peminangan • 9 Nikah • 9.1 Rukun nikah • 9.2 Syarat bakal suami • 9.3 Syarat bakal isteri • 9.4 Syarat wali • 9.5 Jenis-jenis wali • 9.6 Syarat saksi • 9.7 Syarat ijab • 9.8 Syarat qabul • 10 Wakil Wali/ Qadi • 11 Mahar • 11.1 Jenis mahar • 12 Walimatulurus • 13 Konsep yang diharamkan dalam Islam • 13.1 Konsep rahbaniyah • 13.2 Konsep ibahiyah • 14 Lihat juga • 15 Rujukan • 16 Pautan luar Sejarah perkahwinan [ sunting - sunting sumber ] Agama-agama wahyu memperakui bahawa perkahwinan pertama di kalangan manusia berlaku antara Nabi Adam a.s.
bersama Hawa. Perkahwinan ini berlaku dengan suatu cara perhubungan yang dibenarkan oleh Allah s.w.t kepada mereka berdua. Ini merupakan suatu sistem perkahwinan yang disyariatkan bagi membiakkan manusia untuk memerintah Bumi dan mendudukinya buat sementara waktu.
Selain al-Quran dan hadith, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru turut menceritakan kejadian Adam dan Hawa sebagai pasangan pertama. Di dalam Perjanjian Lama atau Taurat, telah diselitkan beberapa ayat, antaranya yang bermaksud, “Tuhan telah berkata tidak baik Adam berkeseorangan sahaja, maka Aku jadikan seorang penolong sepertinya”.
syarat poligami Berkenaan dengan perkahwinan anak-anak Adam sendiri tidaklah dapat diketahui bagaimanakah sistemnya yang sebenar. Di dalam Tafsir Ibn Kathir, apa yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir daripada Ibn Masi’ud dari beberapa orang sahabat yang lain,bahawa mereka berkata yang bermaksud, “Sesungguhnya tidak diperanakkan bagi Adam anak lelaki melainkan diperanakkan beserta anak perempuan, kemudian anak lelaki kandungan ini dikahwinkan dengan anak perempuan dari kandungan lain, dan anak perempuan bagi kandungan ini dikahwinkan dengan anak lelaki dari kandungan yang lain itu.” Pada masa itu, perkahwinan berlainan kandungan boleh dijadikan seperti perkahwinan berlainan keturunan.
Jenis-jenis perkahwinan [ sunting - sunting sumber ] • Poligami adalah perkahwinan lelaki dengan ramai wanita. Ia diamalkan oleh hampir kesemua bangsa di dunia ini. Mereka mengamalkan poligami tanpa had dan batas. Contohnya ada agama di negara Syarat poligami yang membolehkan perkahwinan sehingga 130 orang isteri. Pada syariat Yahudi, poligami dibenarkan tanpa batas dan menurut Islam, poligami hanya dibenarkan sehingga empat orang isteri dengan syarat-syarat yang tertentu.
• Poliandri merupakah perkahwinan yang berlaku antara seorang perempuan dengan beberapa orang lelaki (konsep songsang dari poligami). Perkahwinan ini sangat jarang berlaku kecuali di Tibet, orang-orang bukit di India dan masyarakat jahiliah Arab. Contohnya masyarakat Juansuwaris apabila saudara lelaki yang tua mengahwini seorang wanita, wanita itu juga menjadi isteri untuk semua saudara-saudaranya. Amalan ini merujuk kepada kitab Mahabhrata.
[3] • Monogami merupakan cara perkahwinan tunggal iaitu perkahwinan antara seorang lelaki dengan seorang perempuan sahaja. Sesetengah agama seperti Kristian mengamalkan perkahwinan jenis ini kerana perkahwinan antara seorang lelaki dan seorang perempuan adalah suci di dalam Tuhan Kristus untuk sepanjang zaman.
Oleh kerana itulah penceraian tidak diiktiraf sama syarat poligami (seperti mazhab Katolik) manakala ajaran Kristian Anglikan syarat poligami penceraian tetapi mengharamkan berkahwin dengan janda selagi bekas suaminya syarat poligami hidup. [4] Hukum hukum perkahwinan dalam Islam [ sunting - sunting sumber ] • Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga boleh menjatuhkan ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepad bakal syarat poligami.
Dalam permasalahan ini boleh didahulukan perkahwinan dari naik haji kerana gusar penzinaan akan berlaku, tetapi jika dapat dikawal nafsu, maka ibadat haji yang wajib perlu didahulukan kerana beliau seorang yang berkemampuan dalam segala aspek. • Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya. • Harus kepada orang yang tidak ada padanya galakan dan bantahan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkahwinan • Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri, sama ada ia kaya atau tiada nafsu yang kuat • Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan berkahwin serta akan menganiaya isteri jika dia berkahwin.
Hikmah perkahwinan [ sunting - sunting sumber ] • Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui ini manakala perzinaan liwat dan pelacuran sebagainya dapat dielakkan. • Untuk memperoleh syarat poligami hidup, kasih sayang dan ketenteraman • Memelihara kesucian diri • Melaksanakan tuntutan syariat • Menjaga keturunan • Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan persekitaran yang sihat bagi membesarkan anak-anak.
Kanak-kanak yang dibesarkan tanpa perhubungan ibu bapa akan memudahkan si anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh itu, institusi kekeluargaan yang disyorkan Islam dilihat medium yang sesuai sebagai petunjuk dan pedoman kepada anak-anak • Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab • Dapat mengeratkan silaturahim Dalil pensyariatan [ sunting - sunting sumber ] • Surah An-Nisaa': ayat 1 & 3 • Surah An-Nuur: ayat 32 • Surah An-Nahl: ayat 72 • Surah Yaasin: ayat 36 • Surah Ar-Rum: ayat 21 • Surah Adz-Dzariyaat: ayat 49 • Surah Luqman: ayat 10 • Surah Qaf: ayat 7 • Surah Asy-Syu’araa: ayat 7 Pemilihan calon [ sunting - sunting sumber ] Islam ada menggariskan beberapa ciri-ciri bakal suami dan bakal isteri yang dituntut di dalam Islam.
Namun, ia hanyalah panduan dan tiada paksaan untuk mengikut panduan-panduan ini. Ciri-ciri bakal suami [ sunting - sunting sumber ] • beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t • bertanggungjawab terhadap semua benda • memiliki akhlak-akhlak yang terpuji • berilmu agama agar dapat membimbing bakal isteri dan anak-anak ke jalan yang benar • tidak berpenyakit yang berat seperti gila dan sebagainya • rajin berusaha untuk kebaikan rumahtangga seperti mencari rezeki yang halal untuk kebahagiaan keluarga.
Ciri-ciri bakal isteri [ sunting - sunting sumber ] • syarat poligami & solehah • rupa paras yang sedap mata memandang, dapat menyejukkan hati suami • memiliki akhlak-akhlak yang terpuji • menentukan mas kahwin yang rendah • wanita yang subur • berasal dari keturunan yang baik • bukan keturunan terdekat • tidak memandang harta semata-mata Sebab haram nikah [ sunting - sunting sumber ] • Perempuan yang diharamkan berkahwin oleh lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang bermaksud, “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara lelaki bagi adik-beradik perempuan.”: • Ibu • Nenek sebelah ibu mahupun bapa • Anak perempuan & keturunannya • Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu • Anak perempuan kepada adik-beradik kandung lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan • • Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa) • Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu) • Perempuan yang diharamkan kahwin oleh lelaki disebabkan oleh susuan ialah: • Ibu susuan syarat poligami Nenek dari sebelah ibu susuan • Adik-beradik perempuan susuan • Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan • Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan • Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah: • Ibu mentua dan ke atas • Ibu tiri • Nenek tiri • Menantu perempuan • Anak tiri perempuan dan keturunannya • Adik ipar perempuan dan keturunannya • Emak saudara kepada isteri • Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya Peminangan [ sunting - sunting sumber ] Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak lelaki dan perempuan untuk melangsungkan perkahwinan mengikut tarikh yang dipersetujui oleh kedua-dua pihak.
Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang diterima oleh Islam. Peminangan adalah permulaan proses perkahwinan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaklah bukan isteri orang, bukan mahram sendiri, tidak dalam idah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan.
Apabila berlaku keingkaran yang syarat poligami oleh lelaki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaklah dikembalikan, namun persetujuan hendaklah dibuat semasa peminangan dilakukan.
Melihat bakal suami dan bakal isteri adalah sunat, kerana tidak mahu penyesalan berlaku setelah berumahtangga. Anggota yang harus dilihat bagi seorang wanita ialah muka dan kedua-dua tangan sahaja.
Hadis Rasullullah berkenaan kebenaran untuk merisik (melihat tunang) dan syarat poligami "Daripada Abu Hurairah RA berkata, sabda Rasullullah kepada seorang lelaki syarat poligami hendak berkahwin dengan seorang perempuan: "Adakah kamu telah melihatnya?
Jawabnya tidak (kata lelaki itu kepada Rasullullah). Pergilah melihatnya supaya perkahwinan kamu terjamin berkekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai) Hadis Rasullullah berkenaan larangan meminang wanita yang telah bertunang: "Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang syarat poligami saudara kamu sehingga dia (membuat ketetapan untuk) memutuskannya".
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim (Asy-Syaikhan)) Nikah [ sunting - sunting sumber ] Akad nikah lazim diadakan di masjid Rukun nikah [ sunting - sunting syarat poligami ] • Pengantin lelaki • Pengantin perempuan • Wali • Dua orang saksi lelaki • Ijab dan kabul ( akad nikah) Syarat bakal suami [ sunting - sunting sumber ] • Islam • Baligh • Berakal • Lelaki yang tertentu • Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri • Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut • Bukan dalam ihram haji atau umrah • Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan • Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa • Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri Syarat bakal isteri [ sunting - sunting sumber ] Pengantin perempuan dalam pakaian tradisional Bahrain • Islam • Perempuan yang tertentu • Bukan perempuan mahram dengan bakal suami • Bukan seorang khunsa • Bukan dalam ihram haji atau umrah • Tidak dalam idah • Bukan isteri orang Syarat wali [ sunting - sunting sumber ] • Islam dan bukan kafir • Lelaki dan bukannya perempuan • Baligh • Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan • Bukan dalam ihram haji atau umrah • Tidak fasik • Tidak cacat akal fikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya syarat poligami Merdeka • Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali.
Sekiranya syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya. Jenis-jenis wali [ sunting - sunting sumber ] • Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan bakal isteri yang syarat poligami dikahwinkan) • Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali • Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan.
Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susunan tersebut jika tiada yang terdekat lagi. • Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu Syarat saksi [ sunting - sunting sumber ] • Sekurang-kurangya dua orang • Islam • Berakal • Baligh • Lelaki • Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul • Dapat mendengar, melihat dan bercakap • Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil) • Merdeka Syarat ijab [ sunting - sunting sumber ] • Pernikahan nikah ini hendaklah tepat • Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran • Diucapkan oleh wali atau wakilnya • Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak e.g.perkahwinan(ikatan suami syarat poligami yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah) • Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan) Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami: "Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai".
Syarat qabul [ sunting - sunting sumber ] • Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab • Tiada perkataan sindiran • Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu) • Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak) • Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan) • Menyebut nama bakal isteri • Tidak diselangi dengan perkataan lain Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal syarat poligami "Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai isteriku".
Selepas qabul dilafazkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan pengikhtirafan/kesaksian dari para hadirin khususnya dari 2 (dua) orang saksi perkahwinan dengan menanyakan adakah JELAS?
Sekiranya para saksi mengakui / mengiktiraf bahawa mereka mendengar dengan jelas, maka Wali itu sendiri akan mengatakan lafaz "SAH" atau perkataan lain yang sama maksud dengan perkataan itu. Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar perkahwinan suami isteri itu berkekalan dan berbahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAmeenkan oleh para hadirin Sejurus itu, mas kahwin/bayaran perkawinan/mahar akan diserahkan kepada pihak isteri dan selalunya sebentuk cincin akan disarungkan kepada jari manis isteri oleh suami sebagai tanda permulaan ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagiaan suami isteri.
Aktiviti ini diteruskan dengan isteri mengucup/mencium tangan suami, manakala suami mencium dahi isteri atau pipinya. Aktiviti ini disebut sebagai "Pembatalan Wuduk". Ini kerana sebelum akad nikah dijalankan, suami dan isteri itu diminta untuk ber wuduk terlebih dahulu. Suami isteri juga diminta untuk solat sunat nikah sebagai tanda kesyukuran selepas perkahwinan berlangsung. Perkahwinan Islam sememangnya mudah kerana ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset perkahwinan disamping mas kahwin,hantaran atau majlis keramaian(walimatul urus)yang tidak perlu membebankan atau membazir.
Jadi mengapa syarat poligami menyusahkan dalam hal berkaitan perkahwinan dan mengapakah perlu melakukan zina? Wakil Wali/ Qadi [ sunting - sunting sumber ] Seorang ustaz bertindak sebagai jurunikah Wakil wali/ Qadi adalah orang yang dipertanggungjawabkan oleh institusi Masjid atau jabatan/pusat Islam untuk menerima tuntutan para Wali untuk menikahkan/mengahwinkan bakal isteri dengan bakal suami. Segala urusan perkahwinan,penyedian aset perkahwian seperti mas kahwin,barangan hantaran(hadiah),penyedian tempat berkahwin,jamuan makanan kepada para hadirin dan lain-lain adalah tanggungan pihak suami isteri itu.
Qadi hanya perlu memastikan aset-aset itu telah disediakan supaya urusan perkahwinan berjalan lancar. Disamping tanggungjawabnya mengahwinkan suami isteri berjalan dengan dengan sempurna,Qadi perlu menyempurnakan dokumen-dokumen berkaitan perkahwinan seperti sijil perkahwinan dan pengesahan suami isteri di pihak tertinggi seperti jabatan Islam dan jabatan pendaftaran negara.
Ini bagi memastikan status resume suami isteri itu sentiasa sulit dan terpelihara. Qadi selalunya dilantik dari kalangan orang-orang alim(yang mempunyai pengetahuan dalam agama Islam dengan luas) seperti Ustaz,Muallim,Mufti,Sheikh ulIslam dan sebagainya. Qadi juga mesti merupakan seorang lelaki Islam yang sudah merdeka dan akhil baligh.
Mahar [ sunting - sunting sumber ] Mahar ialah pemberian yang wajib diberikan oleh lelaki kepada perempuan yang bakal menjadi isterinya.
Ia juga disebut sebagai mas kahwin. Hukumnya adalah wajib berdasarkan surah an-Nisa: ayat 4. Jumlah mahar yang wajib dibayar akan ditentukan oleh walinya jika perempuan itu masih kecil, tetapi sudah baligh syarat poligami janda boleh ditentukan oleh perempuan itu sendiri.
Mahar boleh dibayar dengan pelbagai cara yang mempunyai nilai atau faedah tertentu berdasarkan persetujuan bersama seperti rumah, kebun, mengajar atau membaca al-Quran, mengajar ilmu agama, senaskah kitab al-Quran, sejadah sembahyang, pakaian sembahyang atau sebagainya. Malah ia boleh dibayar secara tunai, bertangguh atau berhutang. Jika mahar berhutang, suami wajib membayarnya setelah melakukan persetubuhan atau persetubuhan secara syubhah atau salah seorang mati.
Jika suaminya mati, waris suami wajib membayarnya kepada ahli waris isterinya. Jika diceraikan sebelum bersetubuh, hutang mahar wajib dibayar separuh daripada nilainya kepada bekas isterinya, jika sudah dibayar tetapi belum bersetubuh, maka isteri wajib memulangkan separuh daripadanya.
Jika isteri meminta fasakh, mereka belum bersetubuh, dan mahar masih berhutang, suaminya tidak wajib membayarnya. Jika sudah dibayar, bekas isteri wajib memulangkan kesemua jumlah mahar tersebut. Jenis mahar [ sunting - sunting sumber ] • Mahar misil : mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya • Mahar muthamma : mahar yang ditentukan syarat poligami dan dipersetujui oleh kedua-dua pihak Walimatulurus [ sunting - sunting sumber ] Walimatulurus atau kenduri kahwin sunat(seperti majlis santapan makanan)diadakan dan menerima jemputannya adalah wajib (terdapat ulama mengatakan sunat).
Ia bertujuan untuk menghebahkan kepada orang ramai mengenai perkahwinan tersebut, mengelakkan sangkaan buruk orang syarat poligami sekiranya terjadi sesuatu perkata dan saudara mara dapat menyaksikan sendiri pernikahan mereka dan mendoakan kebahagiaan rumahtangga mereka. Terdapat beberapa adab dalam walimatulurus seperti dilakukan selepas akad nikah; menjemput jemputan mengikut keutamaan seperti didahulukan saudara-mara, kaum kerabat dari kedua-dua pihak, jiran dan rakan kenalan; syarat poligami pengantin wanita hendaklah mengikut sunah Nabi MuhammadSAW dengan cara bersederhana dan tidak unsur mehah, maksiat dan kemungkaran; dilarang sama sekali berhutang yang membebankan.Dalam menganjurkan agenda berkaitan Walimatulurus,etika berbudaya mengikut adat resam bangsa masing-masing adalah dibolehkan,namun perlu diingat agar penganjurannya perlulah selari dengan apa yang dianjurkan oleh Islam tanpa mempunyai rasa gharar(was-was)dalamnya.Juga tidak mempunyai pengaruh adat berunsur keagamaan dan kepercayaan yang dicedok dari agama lain.Islam melarang aktiviti persandingan seperti yang menjadi adat kebiasaan dalam masyarakat melayu khususnya kerana perbuatan tersebut telah menampakkan pengaruh Hindu-Buddha seperti aktiviti merenjis dan menepung tawar,selain memperlihatkan pasangan pengantin yang bergaya dan bersolek secara terus kepada hadirin.Hal ini akan pasti akan menimbulkan rasa bangga oleh pasangan pengantin dan menimbulkan rasa(seperti cemburu,gersang dan was-was)dari kalangan hadirin yang melihat aktiviti persandingan tersebut.
Konsep yang diharamkan dalam Islam [ sunting - sunting sumber ] Konsep rahbaniyah [ sunting - sunting sumber ] Perkataan rahbaniyah bermasud kerahiban atau kependetaan, atau kehidupan paderi [5] Di dalam Islam, membujang tidak dianggap sebagi satu etika atau cara bagi mendekatkan diri dengan Tuhan seperti yang dilakukan oleh agama Kristian (Katholik), Buddha, Jain dan sebagainya.
Sebagai contoh, agama Buddha ada menyebut tiga aspek yang perlu dimiliki oleh seorang sami iaitu kefakiran, ketabahan dan kelanjangan (membujang). Mengikut agama Buddha, jika seseorang mahu syarat poligami dirinya dari nafsu duniawi dan keperluan jasmaniah maka ia akan sampai kepada hakikat diri yang sebenarnya dan dapatlah ia masuk ke dalam Nirwana [6] Dalam agama Kristian (Katholik) ada ajaran yang menggalakkan penganutnya mengamalkan hidup membujang.
Sejak abad ke-5 lagi, orang begitu kagum dengan golongan paderi yang hidup membujang dan sekiranya golongan paderi mahu dihormati dan mengekalkan kuasa mereka, amatlah berfaedah sekiranya mereka memisahkan diri mereka dari orang biasa dengan cara menjauhkan diri dari perkahwinan. Mereka juga berpendapat bahawa paderi yang berkahwin lebih rendah tarafnya dari paderi yang terus membujang kerana perkahwinan bererti tunduk kepada nafsu.
Saint Paul berkata, “Sekiranya mereka tidak boleh tahan, biarlah mereka berkahwin akan tetapi seseorang yang benar-benar suci mesti sanggup menahan diri dari berkahwin.” Oleh yang demikian, taraf membujang di kalangan paderi dianggap memelihara moral gereja [7]. Selain itu, perkahwinan juga ditolak oleh golongan bukan paderi mahupun sami seperti golongan yang terlalu sibuk mengejar kekayaan material dan memberi alasan kesibukan bekerja sebagai penghalang membina rumahtangga.
Konsep ibahiyah [ sunting - sunting sumber ] Istilah ibahiyah diambil dari perkataan yang bermaksud membolehkan. Selain itu, ibahiyah membawa maksud membolehkan atau membebaskan tanpa batas seperti pergaulan seks bebas, homoseksual, lesbian dan sebagainya.
Gejala sebegini wujud kerana sikap mereka yang menolak konsep institusi perkahwinan. Pergaulan bebas: Pendirian Islam dalam pertemuan antara lelaki dan perempuan adalah tidak diharamkan sebaliknya ia diharuskan atau dituntut jika ia menjurus kepada matlamat yang mulia seperti mencari ilmu yang bermanfaat, amal ibadat, perkara kebajikan, jihad dan perkara-perkara lain yang memerlukan pengembelingan tenaga antara kedua-duanya.
Namun setelah meluaskan arus pemikiran Barat dan seruan kebebasan wanita, pergaulan bebas telah digariskan oleh al-Qardhawi sebagai • keruntuhan akhlak • wujudnya anak-anak yang tidak sah tarafnya (anak luar nikah) • Merebaknya pelbagai penyakit membahaya • Banyaknya terdapat andartu serta lelaki yang terus membujang • Berlakunya keruntuhan rumahtangga kerana perkara-perkara yang remeh Amalan seks bebas: Kegilaan Barat yang memilih cara hidup ‘hidonistik’ iaitu mementingkan keseronokan dan syarat poligami terikat dengan tanggungjawab menyebabkan amalan seks rambang dan bebas berleluasa dan mempengaruhi masyarakat dari benua lain untuk bersama mereka mengejar keseronokan duniawi tanpa mempedulikan dunia selepas syarat poligami.
Menurut perangkaan Kementerian Kesihatan Singapura (MOH) sebanyak 18.7% daripada 13,753 kes pengguguran kandungan dilakukan di Singapura pada tahun 1999 melibatkan wanita Melayu atau Islam. Menurut MOH lagi, hampir 41% pengguguran dilakukan oleh wanita dari semua kaum dan agama yang belum berkahwin, janda dan berpisah dengan suami Homoseksual & Lesbian: Pasangan homoseksual atau gay lebih dikenali sebagai perhubungan antara lelaki dengan lelaki dan lesbian sebagai perhubungan antara wanita dengan wanita.
Mereka menjalani hidup seperti suami isteri dan beberapa negara Barat telah menghalalkan perkahwinan sejenis. Bahkan sesetengah gereja dan paderi terus meraikan perkahwinan yang sememangnya dihalang oleh semua agama termasuk Kristian sendiri. Manakala di Malaysia, pertubuhan seperti Human Right Watch bagi syarat poligami Asia menyeru supaya Malaysia menghalalkan homoseksualiti dan lesbian. Artikel seperti “Homosexuality is not a Sin”menjelaskan hujah-hujah yang dilihat secara sepintas lalu ianya boleh menyakinkan syarat poligami ramai.
[8]. Selain itu akhbar The Star pada 26 Mei 1998 pernah melaporkan semasa pelancaran ‘Women’s Agenda For Change’, Avy Joseph ada menyebut bahawa kita perlu membenarkan lesbianisme sebagai tanda masyarakat yang toleran. Lihat juga [ sunting - sunting sumber ] • Perkahwinan bersama Wanita Kitabiah dan bukan Kitabiah menurut Islam • Pengambilan anak angkat menurut Islam • Adab berumah-tangga menurut Islam • Penceraian dalam Islam Rujukan [ sunting - sunting sumber ] • ^ H.
Idris Ahmad, 1983; jil. 2, 54 • ^ Abdul Kadir, 1983: 114 • ^ Abdul Ghani Azmi, 1994:18 • ^ No Catholic can doubt that even according to the natural law of marriage is in a certain sense indissoluble. The following proposition is condemned in the Syllabus of Pius IX (Proposition LXVII): "According to the natural law, the bond of marriage is not indissoluble, and in certain cases divorce in the strict sense can be sanctioned by civil authority.".
• ^ Kamus Munawwir, 1984: 576 • ^ H.OK. Rahmat, 1979:255 • ^ Russell Bertand, 1993:494 • ^ "salinan arkib". Diarkibkan daripada yang asal pada 2002-08-29. Dicapai pada 2007-05-16. Pautan luar [ sunting - sunting sumber ] • Perkahwinan Pernikahan dan Syarat-syaratnya Diarkibkan 2009-07-10 di Wayback Machine • Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) Diarkibkan 2011-01-17 di Wayback Machine • العربية • تۆرکجه • Bahasa Indonesia • বাংলা • Башҡортса • Deutsch • ދިވެހިބަސް • English • Español • Esperanto • فارسی • Français • Gaeilge • Hausa • Հայերեն • हिन्दी • עברית • Jawa • Kiswahili • മലയാളം • मराठी • مصرى • नेपाली • 日本語 • پښتو • Polski • Русский • Shqip • Simple English • سنڌي • Татарча/tatarça • తెలుగు • Українська • اردو • 中文 Sunting pautan • Laman ini kali terakhir disunting pada 06:16, 14 Februari 2022.
• Teks disediakan dengan Lesen Creative Commons Pengiktirafan/Perkongsian Serupa; terma tambahan mungkin digunakan. Lihat Terma Penggunaan untuk butiran lanjut. • Dasar privasi • Perihal Wikipedia • Penafian • Paparan mudah alih • Pembangun • Statistik • Kenyataan kuki • •
Apa itu poligami?
Arti poligami adalah sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Dasar hukum poligami dapat dijumpai dalam UU Perkawinan dan KHI. Pada dasarnya syarat poligami istri pertama tidak menyetujui suami untuk menikah lagi, maka suami tidak dapat melakukan poligami, mengingat persetujuan istri merupakan syarat yang wajib dipenuhi jika suami hendak beristri lebih dari 1 orang. Namun, dalam hal permohonan izin poligami diajukan ke Pengadilan Agama berdasarkan alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat memberi izin setelah memeriksa dan mendengar keterangan dari istri yang bersangkutan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Ulasan Lengkap Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Prosedur Poligami yang Sah yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 18 Maret 2013 dan dimutakhirkan pertama kali pada 28 April 2021. Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa Anda bertanya soal poligami dalam perkawinan agama Islam.
Asas Monogami dalam UU Perkawinan Menurut UU Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia syarat poligami kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. [1] Jadi, pada dasarnya hukum perkawinan Indonesia berasaskan monogami. Asas monogami ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan beserta penjelasannya yang berbunyi: Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (asas monogami).
Kendati demikian, UU Perkawinan memberikan pengecualian yang memungkinkan seorang suami untuk melakukan poligami. [2] Apa itu Poligami? Apa itu poligami? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, arti poligami adalah sistem perkawinan yang membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Dasar Hukum Poligami Dasar hukum poligami dapat kita jumpai dalam Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur secara jelas bahwa: Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Khusus bagi yang beragama Islam, dasar hukum poligami diatur pula dalam Pasal 56 ayat (1) KHI: Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. Merujuk pada dasar hukum poligami tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya hukum poligami di Indonesia dapat dilakukan, sepanjang poligami tersebut dilakukan sesuai dengan hukum poligami yang berlaku di Indonesia dan memenuhi sejumlah syarat-syarat poligami.
Syarat Poligami Agar dapat melakukan poligami secara sah menurut hukum di Indonesia, maka poligami tersebut harus memenuhi syarat poligami sebagai berikut: [3] • Suami wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, dengan syarat: • Ada persetujuan dari istri/istri-istri, [4] dengan catatan persetujuan ini tidak diperlukan jika: [5] • istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian’ • tidak ada kabar dari istri selama minimal 2 tahun; atau • karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
• Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; • Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak. • Pengadilan hanya memberikan izin poligami jika: [6] • istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; • istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; • istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Izin tersebut diberikan pengadilan jika berpendapat adanya cukup alasan bagi pemohon (suami) untuk beristri lebih dari seorang. Hukum Poligami Menurut Hukum Islam Selanjutnya, mengenai syarat poligami di KUA atau syarat poligami bagi yang beragama Islam, secara garis besar, hukum poligami menurut hukum Islam memang tidak jauh berbeda dengan UU Perkawinan. Namun, dalam KHI terdapat syarat poligami lainnya yang harus diperhatikan, yaitu: • Suami hanya boleh beristri terbatas sampai 4 istri pada waktu bersamaan.
[7] • Suami harus mampu syarat poligami adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya. Jika tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang. [8] • Suami harus memperoleh persetujuan istri dan adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. [9] Persetujuan ini dapat diberikan secara tertulis atau lisan. [10] • Harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
[11] Jika nekat dilakukan tanpa izin dari Pengadilan Agama, perkawinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum. [12] Jika istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin diajukan syarat poligami dasar alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama.
Atas penetapan ini, istri/suami dapat mengajukan banding atau kasasi. [13] Alasan yang sah yang dimaksud adalah jika istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan, [14] Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya jika istri pertama tidak menyetujui suami untuk menikah lagi, maka suami tidak dapat melakukan poligami, mengingat persetujuan istri merupakan syarat yang wajib dipenuhi jika suami hendak beristri lebih dari 1 orang.
Namun, dalam hal permohonan izin poligami diajukan ke Pengadilan Agama berdasarkan alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat memberi izin setelah memeriksa dan mendengar keterangan dari istri yang bersangkutan.
Sebagai informasi tambahan, mengenai syarat mampu berlaku adil, pada dasarnya Al Qur’an dalam Surah An Nisa’ ayat 129 yang merupakan salah satu sumber hukum Islam telah menegaskan bahwa suami tidak akan dapat berlaku adil, sebagai berikut: Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.
Terhadap ketentuan ini, Quraish Shihab dalam buku Kaidah Tafsir (hal. 88) menjelaskan bahwa penggunaan huruf nafy dalam ayat tersebut mengandung makna tidak akan sama sekali sampai kapan pun. Senada, Rahmi dalam Poligami: Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3 menjelaskan bahwa Al-Qur’an memang membolehkan poligami jika suami mampu mewujudkan keadilan di antara para istri, yaitu keadilan material.
Namun, keadilan material di antara istri merupakan syarat yang sangat sulit dilakukan karena lahirnya tindakan manusia tidak terlepas dari kondisi hati/perasaannya. Padahal, pada saat yang bersamaan, hati/perasaannya memiliki kecenderungan untuk tidak adil (hal. 124). Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya).
Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan; • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Referensi: • Quraish Shihab. Kaidah Tafsir. Jakarta: Lentera Hati, 2013; • Poligami : Penafsiran Surat An Nisa’ Syarat poligami 3, Kafa’ah: Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Vol. V No.1 Tahun 2015; • Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, diakses pada Selasa, 4 Januari 2021 pukul 17.00 WIB.
[1] Pasal 1 UU Perkawinan [2] Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan [3] Pasal 4 ayat (1) UU Syarat poligami [4] Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Perkawinan [5] Pasal 5 ayat (2) UU Perkawinan [6] Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan [7] Pasal 55 ayat (1) KHI [8] Pasal 55 ayat (2) dan (3) KHI [9] Pasal 58 ayat (1) KHI [10] Pasal 58 ayat (2) KHI [11] Pasal 56 ayat (1) KHI [12] Pasal 56 ayat (3) KHI [13] Pasal 59 KHI [14] Pasal 57 KHI