Perang shiffin adalah

perang shiffin adalah

Menu • 📖 SURAH-SURAH ALQURAN • 📗 HADITS SHAHIH • 📘 BULUGHUL MARAM • KITAB THAHARAH (BERSUCI) • KITAB SHALAT • KITAB JENAZAH • KITAB ZAKAT • KITAB SHIYAM • KITAB HAJJI • KITAB NIKAH • KITAB URUSAN PIDANA • KITAB HUKUMAN • KITAB JIHAD • KITAB MAKANAN • KITAB SUMPAH DAN NAZAR • KITAB MEMUTUSKAN PERKARA • KITAB MEMERDEKAKAN BUDAK • KITAB KELENGKAPAN • 🙏 DO’A SEHARI-HARI • 🔉 AUDIO PODCAST • 💬 KAMUS ISTILAH ISLAM • ❓ SOAL & PERTANYAAN AGAMA • 🔀 AYAT ALQURAN Perang shiffin adalah • 🔀 HADITS ACAK • 🔀 ARTIKEL ACAK • 🐫 LAINNYA … • Statistik Pencarian • Donasi • Beri Saran & Masukan • Tentang RisalahMuslim Kategori: Peristiwa Pertempuran Shiffin (وقعة صفين ) (Mei-Juli 657 Masehi) terjadi semasa zaman fitnah besar atau perang saudara pertama orang Islam dengan pertempuran utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli.

Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria ( Syam) pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah.

Latar belakang Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, Ali bin Abi Talib diangkat sebagai khalifah, tetapi penerimaan dari seluruh kekhalifahan islam sangatlah sulit didapat. Ali bin Abi Thalib RA berkata tentang dirinya yang diangkat umat Islam sebagai khalifah itu merasa agak kurang senang. Sebab, di antaranya ada yang membunuhi Utsman bin Affan, sekarang mereka berada di sisi pendukungnya agar bisa membaiatnya.

Muawiyah, Gubernur dari Suriah yang merupakan kerabat dari khalifah yang terbunuh, sangat menginginkan pembunuh dari sang Perang shiffin adalah diadili dimuka hukum. Seperti yang diterangkan oleh tabiin terkenal, Abu Muslim Al-Khaulani. Dia datang bersama teman-temannya menanyai Muawiyah RA, dan berkata mereka padanya, “Kamu menentang Ali dalam masalah khilafah atau kamu seperti dia?” Muawiyah menjawab, “Tidak. Aku tahu benar bahwa dia lebih baik dariku; perang shiffin adalah kalian ‘kan tahu, Utsman terbunuh dengan keji, sedang saya anak pamannya, dan juga keluarganya yang menuntut qisas kepada orang yang terlibat dalam pembunuhan itu.

Maka kalian temuilah Ali dan katakan, ‘[Agar] segera menyerahi para pembunuh Utsman’.” Maka mereka datangi Ali dan menyampaikan hal itu kepadanya, dan Ali menjawab, “Ia harus masuk baiat dan kemudian mereka tuntut hal ini kepadaku.” Muawwiyah berpendapat Ali bin Abi Talib tidak berniat untuk melakukan hal ini, sehingga Muawwiyah memberontak terhadap Ali bin Abi Talib dan membuat Ali bin Abi Talib berniat memadamkan pemberontakan Muawwiyah. Tapi walau demikian, yang benar menurut ulama adalah Ali hendak melihat kasus ini dari perspektif mashlahah (keuntungan) dan mafsadah (kerusakan).

Sehingga, dia berpendapat, perlu menahan dulu kasus ini. Agar supaya umat Islam bersatu dulu, baru melakukan qisas. Apalagi pembunuhnya hanya 2-3 orang saja, dan salah satunya seorang budak yang diketahui dari Mesir.

Diketahui perang shiffin adalah belakang pembunuh-pembunuh yang sedikit itu, kalau sampai qisas ditegakkan pada hari itu jua, maka kabilah- kabilah pembela pembunuh itu akan segera melakukan kehancuran yang lebih besar. Al-Juaniy, Imam al- Haramain berpendapat bahwa Muawiyah memang memerangi Ali bin Abi Thalib, tetapi tidak mengingkari kepemimpinannya, dan tidak bermaksud merebutnya untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, dia hanya menuntut agar terlaksananya qisas bagi para pembunuh Utsman, dengan asumsi dia benar, tetapi dia salah dalam hal ini.

Hasil dari keadaan ini adalah pertempuran di Shiffin antara kedua belah pihak. Jalannya perang Peperangan ini berlangsung imbang sehingga kemudian kedua belah pihak setuju untuk berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Pertempuran dan perundingan membuat posisi Ali bin Abi Talib perang shiffin adalah tetapi tidak perang shiffin adalah ketegangan yang melanda kekhalifahan mereda.

Oleh penganut aliran Syiah, Ali bin Abi Talib dianggap sebagai Imam pertama. Oleh penganut aliran Suni, Ali bin Abi Talib adalah khulafaur rasyidin yang ke empat dan Muawiyah adalah khalifah pertama dari Dinasti Ummayyah. Kejadian kejadian disekitar pertempuran Shiffin sangatlah kontroversial untuk Suni dan Syiah dan menjadi salah satu penyebab perpecahan di antara keduanya. Awalnya, Setelah pasukan Syam dan Kufah sampai di wilayah Shiffin, kedua pihak mengambil posisi masing-masing.

Utusan keduanya sibuk melakukan perundingan, dengan mengharap pertempuran bisa terhindar. Diriwayat yang lain juga disebutkan, bahwa Abu Darda’ dan Abu Umamah mendatangi Muawiyah, dengan isi percakapan yang hampir sama dengan riwayat sebelumnya. Setelah itu keduanya kembali kepada Ali bin Abi Thalib, dan dia mengatakan, ”Mereka adalah orang-orang yang kalian maksudkan.” Maka keluarlah banyak orang, dan mengatakan, ”Kami semua yang telah membunuh Utsman, siapa yang berkehendak maka silahkan dia melemparkan kami.” Dalam “ Minhaj As Sunnah” (4/384) juga dinukil bagaimana sikap para pendukung Muawiyah, mangapa mereka tidak membaiat Ali.

”Kami jika membaiat Ali, maka pasukannya akan mendhalimi kami, sabagaimana mereka mendhalimi Utsman, sedangkan Ali tidak mampu melakukan pembelaan terhadap kami.” Dari periwayatan di atas semakin jelas, bahwa memang kedua belah pihak, baik Ali dan Muawiyah tidak berselisih mengenai jabatan kekhalifahan, dan keduanya memang tidak bermaksud menyerang satu sama lain.

Berbagai upaya menghentikan peperangan dilakukan kedua belah pihak. Para utusan terus melakukan perundingan, dan pasukan kedua belah pihak sama-sama menahan diri untuk melakukan serangan, hingga berakhirnya bulan-bulan haram pada tahun itu (37 H). Pasukan Kufah menyeru kepada pasukan Syam, ”Amir Al Mukminin telah menyeru kepada kalian, aku telah memberi tenggang waktu untuk kalian, agar kembali kepada al haq, dan saya telah menegakkan atas kalian hujah, akan tetapi kalian tidak menjawab…” Pasukan Syam menjambut seruan itu, dengan mempersiapkan diri di shafnya masing-masing.

Pada hari Rabu, tanggal 7 pada bulan Safar, pertempuran berlangsung pada hari Rabu, Kamis, Jumat serta malam Sabtu. Perang shiffin adalah “Al Aqdu Al Farid” (4/3140) disebutkan bahwa kdua pihak bersepakat bahwa mereka yang terluka harus dibiarkan, begitu pula mereka yang melarikan diri tidak boleh dikejar, mereka yang meletakkan senjata akan aman, tidak boleh mengambil benda milik mereka yang meninggal, serta mereka mendoakan dan menshalati jenazah yang berada di antara kedua belah pihak.

Mayoritas sahabat tidak ikut serta dalam pertempuran ini. Pada saat itu jumlah mereka sekitar 10 ribu, akan tetapi yang ikut serta tidak lebih dari 30 sahabat saja, sebagaimana riwayat yang disebutkan dalam “ Minhaj As Sunnah” (6/237).

Riwayat mengenai jumlah pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama lain, akan tetapi Ibnu Katsir menyebutkan dalam “Al Bidayah wa An Nihayah” (7/288) bahwa pasukan Kufah berjumlah 120 ribu orang, terbunuh 40 ribu, sedangkan pasukan Syam berjumlah 60 ribu, dan yang terbunuh dari mereka 20 ribu orang,Namun menurut buku Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin Karangan Joesoef Sou’yb pasukan Ali bin Abi Thalib berjumlah 95.000 Prajurit dan yang terbunuh 35.000,sedangkan dari Pasukan Syam berjumlah 85.000 dan yang terbunuh berjumlah 45.000 Prajurit.

Terbunuhnya Amar bin Yasir Peristiwa terbunuhnya sahabat Amar bin Yasir dalam pertempuran Shiffin memberi pengaruh amat besar bagi kedua belah pihak, dimana sebelumnya rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata kepada Amar, bahwa ia tidak meninggal, kecuali terbunuh di antara dua kelompok orang-orang mukmin, sebagaimana disebutkan Al Bukhari dalam “Tarikh As Saghir” (1/104). Sedangkan Amru bin Ash, sahabat yang bergabung dalam barisan Muawiyah pernah mendengar bahwa rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai Amar bin Yasir, sebagaimana termaktub dalam “Al Majma’ Az Zawaid” (7/244).

”Sesungguhnya orang yang membunuh dan mengambil hartanya (sebagai ghanimah) akan masuk neraka.” Lalu ada yang mengatakan kepadanya, ”Sesungguhnya engkau yang memeranginya!” Amru bin Ash menjawab, ”Sesungguhnya yang disabdakan adalah pembunuh dan perampas hartanya.” Hadits di atas menunjukkan bahwa memang kedua belah pihak mengetahui keutamaan masing-masing dan tidak ada kesengajaan untuk berniat saling membunuh.

Meninggikan Mushaf Bisa dikatakan bahwa peristiwa penting dalam perang Shiffin adalah pangangkatan tinggi-tinggi mushaf Al Qur`an, hingga pertempuran itu berakhir. Disebutkan dalam beberapa periwayatan bahwa ketika pertempuran berlangsung amat sengit banyak sahabat yang menyeru, dengan mengangkat Al Quran tinggi-tinggi, ”Jika kita tidak berhenti (bertempur) maka Arab akan sirna, dan hilanglah kehormatan…” Muawiyah yang juga mendengar khutbah itu membenarkan, ”Benar, demi Rabb Ka’bah, jika kita masih berperang esok, maka Romawi akan mengincar para wanita dan keturunan kita.

Sedangkan Perang shiffin adalah akan mengincar para wanita dan keturunan Iraq. Ikatlah mushaf-mushaf di ujung tombak kalian.” Maka saat itu, pasukan Syam menyeru, ”Wahai pasukan Iraq di antara kami dan kalian adalah Kitabullah!” Muawiyah memerintahkan seorang utusan untuk menghadap kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, ”Iya, di antara kami dan kalian adalah Kitabullah, dan kami telah mendahulukan hal itu.” Jawab dia.

Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al Mushannaf (8/336) bahwa kaum Khawarij mendatangi Ali bin Abi Thalib, dengan pedang di atas pundak mereka, ”Wahai Amir Al Mukminin, tidakkah sebaiknya kita menyongsong mereka, hingga Allah memberi keputusan antara kita dan mereka.” Usulan ini ditentang keras oleh sahabat Sahl bin Hunaif Al Anshari. ”Tuduhlah diri kalian! Kami telah bersama rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat peristiwa Hudaibiyah.

Kalau sendainya kami berpendapat akan berperang, maka kami perangi (tapi kenyataannya mereka tidak berperang)” Sahl juga menjelaskan bahwa setelah perjanjian damai dengan kaum musyrikin itu turunlah surat Al Fath kepada rasulullah Perang shiffin adalah ‘alaihi wa sallam. Ali bin Abi Thalib pun menyambut pendapat Sahl, ”Wahai manusia, ini adalah fath (hari pembebasan).” Seru Ali bin Abi Thalib, akhirnya pertempuran itu pun berakhir.

۞ Variasi nama: Perang Shiffin, Shiffin Apa itu Al Baathin? Allah itu Al-Bathin ◀ Artinya adalah Allah itu Maha Tersembunyi dari makhluk-makhluk-Nya. Allah tidak bisa kita lihat karena kemampuan kita ini sangat terbatas dan memiliki banyak kekurangan.

Al Baathin termasuk dalam 99 Asma’ul husna. ۞ Variasi nama: Al-Baathin, Al-Bathin … • Al-Baathin, Al-Bathin Siapa itu Abdullah Ibnu Mas’ud? Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat Nabi Muhammad dan orang keenam yang masuk Islam setelah Nabi Muhammad mengawali dakwah di Mekah.

Abdullah adalah sahabat Nabi yang mempunyai ukuran badan paling kecil. Ia juga disebut sebagai sahabat nabi yang bersahabat dengan sandal Nabi.

Kehidupan Pada masa remajanya Abdul … • ibn Mas’ud, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah Ibnu Mas’ud, Ibnu Masud, Ibnu Mas’ud, Ibnu Mas’ud Dalam Alquran, surah Ad-Dhuha turun setelah surah …Surah Ad-Dhuha termasuk kategori surah …اَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْمًا فَاٰوٰىۖ lafal tersebut adalah surah Ad-Dhuha ayat ke- …وَالَّيْلِ اِذَا سَجٰىۙ Dalam surah Ad-Duha, terjemahan dari lafal di atas adalah …Kata berikut yang mempunyai arti orang yang meminta-minta adalah … Yang diajarkan oleh Rasulullah adalah jika kita melihat kemungkaran untuk mencegahnya pertama kali dengan … بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً Arti dari hadist diatas adalah …Di bawah ini adalah cara untuk menjadikan semangat mengamalkan ilmu dalam kehidupan kecuali …كادَ الفَقْرُ أنْ يَكُوْنَ كُفْرًا Arti dari kalimat di atas adalah …Siapakah ilmuan muslim yang pertama menjadi penemu Al-Jabar?

Mujahadah berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata jahada, yang berarti …َبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا Dalil di atas adalah nama-nama lain dari Alquran, yaitu إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ Dalil di atas adalah nama-nama lain dari Alquran, yaituSalah satu tokoh dalam kisah umat masa lalu yang dapat dipetik pelajaran sebagai teladan yang baik … Tujuan utama diturunkannya Alquran kepada umat manusia adalah … Pencarian Terbaru • apa itu hilah • robbi laa tadzarni fardan wa anta khoirul waaritsin • arti ruqyatun dalam kamus • tasbih malaikat langit tertinggi • makna hadis لا يغلق الرهن • hadits menyusui dewasa • tafsir al anfal 50 • mvidiyo meyiksa twanan cewe hamil di ab ganistan • makna hadits makanan cukup untuk dua orang cukup untuk tiga orang • Radhiyallohu • radhiallahu wa Anna wa radhoh artinya • muwatta artinya • rabbanaghfirlana dzunubana waliwa • hadist sesungguhnya agama itu mudah • doa menerima sodaqoh • العربية • Azərbaycanca • تۆرکجه • Banjar • বাংলা • Català • کوردی • Deutsch • English • Español • فارسی • Suomi • Français • Hausa • עברית • Italiano • 日本語 • ქართული • Қазақша • Lietuvių • മലയാളം • Bahasa Melayu • Norsk bokmål • Polski • پنجابی • Русский • Srpskohrvatski / српскохрватски • Српски / srpski • Svenska • ไทย • Türkçe • Українська • اردو • Oʻzbekcha/ўзбекча • 中文 • Muawiyah bin Abu Sufyan • Amr bin Ash • Abu al-A'war • Habib bin Maslamah • Ubaidillah bin Umar † • Dzul Kala' al-Himyari † Pertempuran Shiffin adalah pertempuran yang terjadi antara pasukan khalifah keempat, sahabat Ali bin Abi Thalib dan pasukan sahabat Muawiyah bin Abu Sufyan pada bulan Shafar tahun 37 Hijriyah; [2] [3] [4] setahun setelah Perang Jamal.

Pertempuran itu terjadi di daerah yang saat ini dikenal sebagai Perbatasan Suriah-Irak, dan berakhir dengan proses arbitrase di bulan Ramadhan pada tahun yang sama. [5] Daftar isi • 1 Latar belakang • 2 Jalannya perang • 2.1 Terbunuhnya Ammar bin Yasir • 2.2 Meninggikan Mushaf • 3 Referensi • 4 Pranala luar Latar belakang [ sunting - sunting sumber perang shiffin adalah Setelah terbunuhnya Khalifah Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah, tetapi penerimaan dari seluruh kekhalifahan islam sangatlah sulit didapat.

Ali bin Abi Thalib berkata tentang dirinya yang diangkat umat Islam sebagai khalifah itu merasa agak kurang senang. Sebab, di antaranya ada yang membunuhi Utsman bin Affan, sekarang mereka berada di sisi pendukungnya agar bisa membaiatnya. [6] Muawiyah, Gubernur dari Suriah yang merupakan kerabat dari khalifah yang terbunuh, sangat menginginkan pembunuh dari sang Khalifah diadili dimuka hukum.

Seperti yang diterangkan oleh tabiin terkenal, Abu Muslim Al-Khaulani.

perang shiffin adalah

Dia datang bersama teman-temannya menanyai Muawiyah dan berkata mereka padanya, "Kamu menentang Ali dalam masalah khilafah atau kamu seperti dia?" Muawiyah menjawab, "Tidak. Aku tahu benar bahwa dia lebih baik dariku; tetapi kalian 'kan tahu, Utsman terbunuh dengan keji, sedang saya anak pamannya, dan juga keluarganya yang menuntut qisas kepada orang yang terlibat dalam pembunuhan itu.

Maka kalian temuilah Ali dan katakan, '[Agar] segera menyerahi para pembunuh Utsman'." Maka mereka mendatangi Ali dan menyampaikan hal itu kepadanya, dan Ali menjawab, "Ia harus masuk baiat dan kemudian mereka tuntut hal ini kepadaku." [7] Muawiyah berpendapat Ali bin Abi Talib tidak berniat untuk melakukan hal ini, sehingga Muawiyah memberontak terhadap Ali bin Abi Talib dan membuat Ali bin Abi Talib berniat memadamkan pemberontakan Muawiyah.

Tapi walau demikian, yang benar menurut ulama adalah Ali hendak melihat kasus ini dari perspektif mashlahah (keuntungan) dan mafsadah (kerusakan). Sehingga, dia berpendapat, perlu menahan dulu kasus ini. Agar supaya umat Islam bersatu dulu, baru melakukan qisas. Apalagi pembunuhnya hanya 2-3 orang saja, dan salah satunya perang shiffin adalah budak yang diketahui dari Mesir.

[8] Diketahui di belakang pembunuh-pembunuh yang sedikit itu, kalau sampai qisas ditegakkan pada hari itu jua, maka kabilah-kabilah pembela pembunuh itu akan segera melakukan kehancuran yang lebih besar. Al-Juaniy, Imam al-Haramain berpendapat bahwa Muawiyah memang memerangi Ali bin Abi Thalib, tetapi tidak mengingkari kepemimpinannya, dan tidak bermaksud merebutnya untuk dirinya sendiri.

Akan tetapi, dia hanya menuntut agar terlaksananya qisas bagi para pembunuh Utsman, dengan asumsi dia benar, tetapi dia salah dalam hal ini. [9] Hasil dari keadaan ini adalah pertempuran di Shiffin antara kedua belah pihak. Jalannya perang [ sunting - sunting sumber ] Peperangan ini berlangsung imbang sehingga kemudian kedua belah pihak setuju untuk berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Pertempuran dan perundingan membuat posisi Ali bin Abi Thalib melemah tetapi tidak membuat ketegangan yang melanda kekhalifahan mereda.

Oleh penganut aliran Syiah, Ali bin Abi Perang shiffin adalah dianggap sebagai Imam pertama. Oleh penganut aliran Sunni, Ali bin Abi Thalib adalah khulafaur rasyidin yang ke empat dan Muawiyah adalah khalifah pertama dari Dinasti Umayyah.

Kejadian kejadian disekitar pertempuran Shiffin sangatlah kontroversial untuk Sunni dan Syiah dan menjadi salah satu penyebab perpecahan di antara keduanya.

Awalnya, Setelah pasukan Syam dan Kufah sampai di wilayah Shiffin, kedua pihak mengambil posisi masing-masing. Utusan keduanya sibuk melakukan perundingan, dengan mengharap pertempuran bisa terhindar.

Diriwayat yang lain juga disebutkan, bahwa Abu Darda’ dan Abu Umamah mendatangi Muawiyah, dengan isi percakapan yang hampir sama dengan riwayat sebelumnya. Setelah itu keduanya kembali kepada Ali bin Abi Thalib, dan dia mengatakan, ”Mereka adalah orang-orang yang kalian maksudkan.” Maka keluarlah banyak orang, dan mengatakan, ”Kami semua yang telah membunuh Utsman, siapa yang berkehendak maka silahkan dia melemparkan kami.” Dinukil juga bagaimana sikap para pendukung Muawiyah, mengapa mereka tidak membaiat Ali.

”Kami jika membaiat Ali, maka pasukannya akan mendzalimi kami, sebagaimana mereka mendzalimi Utsman, sedangkan Ali tidak mampu melakukan pembelaan terhadap kami. [10] Dari periwayatan di atas semakin jelas, bahwa memang kedua belah perang shiffin adalah, baik Ali dan Muawiyah tidak berselisih mengenai jabatan kekhalifahan, dan keduanya memang tidak bermaksud menyerang satu sama lain. Berbagai upaya menghentikan peperangan dilakukan kedua belah pihak.

Para utusan terus melakukan perundingan, dan pasukan kedua belah pihak sama-sama menahan diri untuk melakukan serangan, hingga berakhirnya bulan-bulan haram pada tahun itu (37 H). Pasukan Kufah menyeru kepada pasukan Perang shiffin adalah, ”Amirul Mukminin telah menyeru kepada kalian, perang shiffin adalah telah memberi tenggang waktu untuk kalian, agar kembali kepada al haq, dan saya telah menegakkan atas kalian hujjah, akan tetapi kalian tidak menjawab.” Pasukan Syam menyambut seruan itu, dengan mempersiapkan diri di shafnya masing-masing.

Pada hari Rabu, tanggal 7 pada bulan Safar, pertempuran berlangsung pada hari Rabu, Kamis, Jumat serta malam Sabtu. Disebutkan bahwa kedua pihak bersepakat bahwa mereka yang terluka harus dibiarkan, begitu pula mereka yang melarikan diri tidak boleh dikejar, mereka yang meletakkan senjata akan aman, tidak boleh mengambil benda milik mereka yang meninggal, serta mereka mendoakan dan menshalati jenazah yang berada di antara kedua belah pihak.

[11] Mayoritas sahabat tidak ikut serta dalam pertempuran ini. Pada saat itu jumlah mereka sekitar 10 ribu, akan tetapi yang ikut serta tidak lebih dari 30 sahabat saja. [12] Riwayat mengenai jumlah pasukan yang terbunuh di kedua belah pihak berbeda satu sama lain, akan tetapi Ibnu Katsir menyebutkan bahwa pasukan Kufah berjumlah 120 ribu orang, terbunuh 40 ribu, sedangkan pasukan Syam berjumlah 60 ribu, dan yang terbunuh dari mereka 20 ribu orang, [13] namun menurut Joesoef Sou'yb, pasukan Ali bin Abi Thalib berjumlah 95.000 Prajurit dan yang terbunuh 35.000,sedangkan dari Pasukan Syam berjumlah 85.000 dan yang terbunuh berjumlah 45.000 Prajurit.

[14] Terbunuhnya Ammar bin Yasir [ sunting - sunting sumber ] Peristiwa terbunuhnya sahabat Ammar bin Yasir dalam pertempuran Shiffin memberi pengaruh amat besar bagi kedua belah pihak, dimana sebelumnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah berkata kepada Ammar, bahwa ia tidak meninggal, kecuali terbunuh di antara dua kelompok orang-orang mukmin.

[15] Sedangkan Amru bin al-Ash, sahabat yang bergabung dalam barisan Muawiyah pernah mendengar bahwa Rasulullah bersabda mengenai Ammar bin Yasir, sebagaimana termaktub dalam ”Sesungguhnya orang yang membunuh dan mengambil hartanya (sebagai ghanimah) akan masuk neraka.” Lalu ada yang mengatakan kepadanya, ”Sesungguhnya engkau yang memeranginya!” Amru bin al-Ash menjawab, ”Sesungguhnya yang disabdakan adalah pembunuh dan perampas hartanya”. [16] Hadits di atas menunjukkan bahwa memang kedua belah pihak mengetahui keutamaan masing-masing dan tidak ada kesengajaan untuk berniat saling membunuh.

Meninggikan Mushaf [ sunting - sunting sumber ] Bisa dikatakan bahwa peristiwa penting dalam perang Shiffin adalah pangangkatan tinggi-tinggi mushaf Al Qur`an, hingga pertempuran itu berakhir. Disebutkan dalam beberapa periwayatan bahwa ketika pertempuran berlangsung amat sengit banyak sahabat yang menyeru, dengan mengangkat Al Quran tinggi-tinggi, ”Jika kita tidak berhenti (bertempur) maka Arab akan sirna, dan hilanglah kehormatan.” Muawiyah yang juga mendengar khutbah itu membenarkan, ”Benar, demi Rabb Ka’bah, jika kita masih berperang esok, maka Romawi akan mengincar para wanita dan keturunan kita.

Sedangkan Persia akan mengincar para wanita dan keturunan Iraq. Ikatlah mushaf-mushaf di ujung tombak kalian.” Maka saat itu, pasukan Syam menyeru, ”Wahai pasukan Iraq di antara kami dan kalian adalah Kitabullah!” Muawiyah memerintahkan seorang utusan untuk menghadap kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, ”Iya, di antara kami dan kalian adalah Kitabullah, dan kami telah mendahulukan hal itu.” Jawab dia. Diriwayatkan bahwa kaum Khawarij mendatangi Ali bin Abi Thalib, dengan pedang di atas pundak mereka, ”Wahai Amirul Mukminin, tidakkah sebaiknya kita menyongsong mereka, hingga Allah memberi keputusan antara kita dan mereka.” Usulan ini ditentang keras oleh sahabat Sahl bin Hunaif Al Anshari.

”Tuduhlah diri kalian! Kami telah bersama Rasulullah saat peristiwa Hudaibiyah.

perang shiffin adalah

Kalau seandainya kami berpendapat akan berperang, maka kami perangi (tapi kenyataannya mereka tidak berperang)”. [17] Sahl juga menjelaskan bahwa setelah perjanjian damai dengan kaum musyrikin itu turunlah surat Al Fath kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Ali bin Abi Thalib pun menyambut pendapat Sahl, ”Wahai manusia, ini adalah fath (hari pembebasan).” Seru Ali bin Abi Thalib, akhirnya pertempuran itu pun berakhir. Referensi [ sunting - sunting sumber ] • ^ Dr. Salamah Muhammad Al-Harafi. Buku Pintar Sejarah & Peradaban Islam.

Pustaka Al-Kautsar. hlm. 580. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-02. Diakses tanggal 2021-12-02. • ^ Tarikh Khalifah bin Khayyath Diarsipkan 14 أكتوبر 2017 di Wayback Machine. • ^ Al-Bidayah wan Nihayah - Juz 7 tentang Pertempuran Shiffin antara penduduk Irak dan penduduk Syam • ^ معركة صفين [ pranala nonaktif] Diarsipkan 15 سبتمبر 2015 di Wayback Machine. • ^ Al-Ya'qubi, Juz 2, hlm 188; Khalifah, hlm 191 • ^ Riwayat Hakim dalam " Mustadrak". • ^ Ibnu Hajar Al-'Asqalani, " Fath al-Bari", 13/92, sanadnya shahih." • ^ Ibnu 'Asakir, Tarikh Dimasyq.

• ^ Imam al-Haramain Al-Juani, Lam' al-Adillah fi 'Aqa'idi Ahlissunnah, halaman 115. • ^ Minhaj as-Sunnah (4/384) • ^ Al Aqdu Al Farid (4/3140) • ^ Minhaj as-Sunnah (6/237) • ^ Al-Bidayah wan Nihayah (7/288) • ^ Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin Karangan Joesoef Sou'yb • ^ Al Bukhari.

Tarikh As Saghir (1/104) • ^ Al Majma’ Az Zawaid (7/244) • ^ Ibnu Abi Syaibah. Al Mushannaf (8/336) Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] • (Inggris) i-cias.com • (Inggris) IslamiCity.com • Halaman ini terakhir diubah pada 24 Perang shiffin adalah 2021, pukul 08.22. • Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; ketentuan tambahan mungkin berlaku.

Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •
• Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik • Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Surabaya • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • Perang shiffin adalah • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT Faktor terpenting meletusnya perang Shiffin adalah penolakan Muawiyah untuk berbaiat kepada Imam Ali As dengan dalih bahwa Imam Ali As terlibat dalam kasus pembunuhan Usman.

Tatkala perang nyaris berakhir dengan kemenangan sempurna Amirul Mukminin, dengan tipu-daya Amr bin Ash peperangan berakhir dan dengan peristiwa arbitrase (hakamain) yang mengharuskan Amirul Mukminin menarik diri dari beberapa keinginannya sementara waktu dan menghentikan peperangan karena desakan dan tuntutan kemaslahatan.

Sebagian pasukan Amirul Mukminin As yang sangat berperan dalam mendesak Imam Ali As untuk mengehentikan perang, menyadari kesalahan mereka setelah beberapa waktu dan meminta Amirul Mukminin untuk melupakan perjanjian dengan Muawiyah. Karena Imam Ali As menolak untuk melakukan hal itu maka desakan ini yang menjadi cikal-bakal meletusnya perang Nahrawan. Ali As dalam masa singkat pemerintahannya yang berlangsung selama lima tahun melewati masa tersebut dengan tiga peperangan.

Perang pertama yang dikenal sebagai perang Jamal berakhir dengan kemenangan beliau namun kemenangan dan penaklukan ini tidak berlangsung lama karena musuh lainnya seperti Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam (Suriah), yang telah memerintah sebagai Gubernur Syam semenjak kekhalifahan Umar, telah lama menaruh perhatian untuk menjadi khalifah dan keinginan ini ia wujudkan hingga akhir usianya memerintah di tempat itu.

Atas dasar ini, Imam Ali As, karena tugas berat dalam rangka memelihara umat Islam dari penyimpangan, mau-tak-mau harus menumpas rival licik dan para pengikutnya yang dikenal sebagai Qâsithin dalam lembaran sejarah. Ali As setelah pemilihannya sebagai khalifah di Madinah berada pada tataran menertibkan dan memersatukan umat Islam dengan menumpas api fitnah orang-orang Syam malah kini harus berhadapan dengan fitnah perang Jamal di Basrah buntut dari pengusiran wakil Imam Ali As di Basrah dan membuat kerusuhan di kota tersebut oleh para pelanggar Baiat.

Karena itu, Imam Ali harus melupakan dulu untuk menindak lanjuti keputusan pertamanya dan memutuskan bertolak menuju Basrah. Sebab pengambilan keputusan untuk menumpas api fitnah dengan bergerak ke arah Syam adalah karena Muawiyah dalam jawaban suratnya ke Baginda Ali As tidak hanya mau turut kepada baiat kepada Baginda Ali As malah perang shiffin adalah orang-orang Jamal, Ali As dituding sebagai orang yang terlibat dalam pembunuh Usman.

Muawiyah menjadikan keinginannya menuntut darah dari para pembunuh Usman sebagai dalih dan alasannya mengangkat senjata melawan Amirul Mukminin Ali As. [1] Kiranya kita perlu mencermati perang shiffin adalah ini bahwa masalah menuntut darah pembunuhan Usman bagi setiap penjahat telah berubah menjadi dalih dan alasan untuk menyebarkan fitnah.

Dan perang shiffin adalah orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman telah berganti peran dan muncul sebagai orang-orang yang menuntut darah Usman. Mereka menuding orang lain sebagai dalang dari pembunuhan ini yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dalam pembunuhan Usman bahkan telah menunjukkan itikad baik kepadanya dengan memberikan wejangan dan nasihat kepadanya. Tatkala rumah Usman dikepung, Imam Hasanlah yang mengirimkan air ke rumah Usman untuk memenuhi persediaan air di rumahnya.

[2] Menanggapi tudingan Muawiyah, Amirul Mukminin Ali As membantah surat Muwaiyah dengan menulis, “Baiatku adalah baiat yang bersifat umum. Dan mencakup seluruh kaum Muslimin baik mereka yang hadir di Madinah tatkala memberikan baiat perang shiffin adalah mereka yang berada di Basrah, Syam dan kota-kota lainnya.

Dan engkau mengira bahwa dengan melemparkan tuduhan sebagai orang yang terlibat dalam pembunuhan Usman maka engkau dapat menolak untuk berbaiat kepadaku. Dan semua orang tahu bahwa bukan aku yang membunuhnya sehingga aku harus mendapatkan qishas dari perbuatan tersebut.

Pewaris Usman lebih layak menuntut darahnya darimu.

perang shiffin adalah

Engkaulah di antara orang-orang yang menentangnya dan pada masa itu ia meminta pertolongan darimu namun engkau tidak menolongnya sehingga ia terbunuh.” perang shiffin adalah Ali As dalam banyak hal memberikan penyuluhan dan pencerahan kepada umat ihwal kelicikan dan kelihaian Muawiyah.

Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk pada kitab-kitab yang memberikan ulasan atas kitab Nahj al-Balaghah dan kitab-kitab yang telah ditulis dalam masalah ini. Kelompok ketiga yang diperangi oleh Baginda Ali As adalah kaum Khawarij. Mereka adalah kelompok yang tadinya bersama Baginda Ali As pada perang Shiffin. Karena penentangan mereka terhadap Amirul Mukminin pada peristiwa arbitrase mereka berpisah darinnya dan keluar dari ketaatan kepada Baginda Ali As karena mereka keluar ( khurûj) memerangi Amirul Mukminin Ali As.

Karena itu mereka juga disebut sebagai Mâriqin. Untuk telaah lebih jauh tentang sebab-sebab meletusnya perang Nahrawan (perang melawan Khawarij) kami persilahkan Anda untuk merujuk pada Pertanyaan 7299 (Site: 7555), Indeks: Ali dan Keraguan untuk Menumpas Api Fitnah Muawiyah dan Penyimpangan Khawarij dan Pertanyaan No. 1587 (Site: 2440), Kekafiran Muawiyah dan Perdamaian Imam Hasan.

[1]. Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâghahjil. 3, hal. 88, Kitab Khaneh Ayatullah Mar’asyi, Qum, 1404 H. [2]. Muhammad bin Muhammad Mufid, al-Fushûl al-Mukhtârahal. 228, Kongre Syaikh Mufid, Qum, 1413 H. [3]. Syarh Nahj al-Balâghahjil. 3, hal.

89. Menu • HOME • RAMADHAN • Kabar Ramadhan • Puasa Nabi • Tips Puasa • Kuliner • Fiqih Ramadhan • Hikmah Ramadhan • Video • Infografis • NEWS • Politik • Hukum • Pendidikan • Umum • News Analysis • UMM • UBSI • Telko Highlight • NUSANTARA • Jabodetabek • banten • Jawa Barat • Jawa Tengah & DIY • Jawa Timur • kalimantan • Sulawesi • Sumatra • Bali Nusa Tenggara • Papua Maluku • KHAZANAH • Indonesia • Dunia • Filantropi • Hikmah • Mualaf • Rumah Zakat • Sang Pencerah • Ihram • Alquran Digital • ISLAM DIGEST • Nabi Muhammad • Muslimah • Kisah • Fatwa • Mozaik • INTERNASIONAL • Timur tengah • Palestina • Eropa • Amerika • Asia • Afrika • Jejak Waktu • Australia Plus • DW • EKONOMI • Digital • Syariah • Bisnis • Finansial • Migas • pertanian • Global • Energi • REPUBLIKBOLA • Klasemen • Bola Nasional • Liga Inggris • Liga Spanyol • Liga Italia • Liga Dunia • Internasional • Free kick • Arena • Sea Games 2021 • SEAGAMES 2021 • Berita • Histori • Pernik • Profil • LEISURE • Gaya Hidup • travelling • kuliner • Parenting • Health • Senggang • Republikopi • tips • TEKNOLOGI • Internet • elektronika • gadget • aplikasi • fun science & math • review • sains • tips • KOLOM • Resonansi • Analisis • Fokus • Selarung • Sastra • konsultasi • Kalam • INFOGRAFIS • Breaking • sport • tips • komik • karikatur • agama • JURNAL-HAJI • video • haji-umrah • journey • perang shiffin adalah • tips • ihrampedia • REPUBLIKA TV • ENGLISH • General • National • Economy • Speak Out • KONSULTASI • keuangan • fikih muamalah • agama islam • zakat • IN PICTURES • Nasional • Jabodetabek • Internasional • Olahraga • Rana • PILKADA 2020 • berita pilkada • foto pilkada • video pilkada • KPU Bawaslu • SASTRA • cerpen • syair • resensi-buku • RETIZEN • Info Warga • video warga • teh anget • INDEKS • LAINNYA • In pictures • infografis • Pilkada 2020 • Sastra • Retizen • indeks Kebingungan itu pun menjalar hingga kini.

Banyak di antara kaum Muslimin masih memerlukan penjelasan, apa yang sebenarnya terjadi. Perang Shiffin adalah noktah hitam dalam sejarah Islam. Semua menyayangkan perang saudara di Shiffin (Suriah) itu terjadi.

Apalagi kala itu masih cukup banyak para shahabat Nabi SAW yang hidup. Sekilas sebagian dari umat Islam akan berpihak kepada Ali seraya menyalahkan Muawiyah. Ini tak bisa disalahkan. “Tapi jika tidak hati-hati, kita bisa terjebak pada paham Syiah yang mengkafirkan sebagian sahabat Nabi SAW,” kata penulis buku-buku sirah Ustaz Hepi Andi Bastoni, Selasa (21/3/2017).

Sebagian kalangan umat Islam ada juga yang justru menyalahkan keduanya, yakni Ali dan Muawiyah. Namun ini pun berbahaya. “Jika tidak hati- hati justru bisa terjebak pada paham Khawarij yang mengkafirkan orang yang tak sepaham dengannya,” tutur Hepi. Bagaimana kisah Perang Shiffin sebenarnya? Bagaimana umat Islam menyikapi para shahabat, khususnya Muawiyah dan Amr bin Ash yang berseberangan dengan Khalifah Ali yang sah?

Hal itu akan dikupas dalam Kajian Sirah Seri ke-57 di Masjid Alumni IPB, Botani Square, Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/3), ba'da Magrib. Dalam kesempatan tersebut, Hepi Andi Bastoni akan membahas tema “Wajah Politik Muawiyah bin Abi Sufyan” bagian ketiga.

Ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Alumni IPB Iman Hilman mengatakan Masjid Alumni IPB mengadakan kajian Islam setiap hari, dari Senin-Ahad. “Waktunya ba’da Maghrib sampai Isya. Ada pula yang waktunya pagi. Salah satu kajian tersebut adalah Kajian Sirah yang diadakan setiap Rabu malam, ba’da shalat Maghrib berjamaah. Kajian tersebut diisi oleh Ustaz Hepi Andi Bastoni, seorang penulis buku-buku sirah dan mantan wartawan majalah Sabili,” kata Iman Hilman.
Artikel ini berisi tentang Perang Shiffin.

Untuk tempat terjadinya peperangan inilihat Shiffin. Perang Shiffin (bahasa Arab: معركة صفين) adalah nama perang antara Imam Ali as dan Muawiyah yang terjadi pada bulan Shafar tahun 37 Hijriyah di sebuah tempat yang bernama Shiffin.

Muawiyah dan bala tentaranya dalam perang ini digelari dengan istilah Qasitin (artinya para pelanggar). Di tengah-tengah perang, ketika tentara Muawiyah hampir mengalami kekalahan, mereka menancapkan Alquran di atas tombak, melihat ini sebagian tentara Imam Ali as tidak melanjutkan peperangan. Akhirnya masing-masing dari kedua pihak memilih seorang perwakilan untuk mengadakan arbitrasi dan perangpun berakhir tanpa ada hasil.

Dalam perang ini Ammar dan Khuzaima mengalami kesyahidan. Daftar isi • 1 Sebab Terjadinya Perang • 2 Pengumpulan Tentara • 3 Perang Dimulai • 4 Pengepungan Sungai Furat • 5 Malam al-Harir • 6 Menancapkan Alquran pada Tombak • 6.1 Reaksi Imam Ali as dan Para Pasukannya • 7 Arbitrasi • 8 Hasil Perang • 9 Jumlah yang Gugur • 10 Karya Tulisan yang Berhubungan dengan Shiffin • 11 Pranala Terkait • 12 Catatan Kaki • 13 Daftar Pustaka Sebab Terjadinya Perang Benih-benih perang Shiffin telah dimulai pada masa dimana Imam Ali as mulai menduduki kursi kekhalifahan; sebab Imam Ali as pada awalnya menghendaki Abdullah bin Abbas menjadi penguasa di Syam.

Imam Ali as menuliskan surat kepada Muawiyah dan meminta darinya untuk datang ke kota Madinah bersama para pembesarnya. Dalam suratnya Imam Ali as menyebutkan bahwa masyarakat tanpa bermusyawarah dengannya telah membunuh Utsman, akan tetapi saat ini berdasarkan musyawarah dan kesepakatan, Imam Ali as dipilih sebagai khalifah. Dalam salah satu surat yang ditulis oleh Imam Ali as untuk Perang shiffin adalah tertulis sebagai berikut: "Pembaiatanku adalah pembaiatan umum dan mencakup seluruh kaum Muslimin; baik mereka yang hadir di kota Madinah disaat pembaiatan atau mereka yang ada di kota-kota Bashrah, Syam dan kota-kota lainnya.

Dan anda mengira bahwa dengan menuduh saya dalam kasus pembunuhan Utsman bisa membelot dari baiat kepadaku. Semua tahu bahwa yang membunuh dia (Utsman) bukanlah saya sehingga harus melakukan Qishash terhadap saya dan pewaris Utsman lebih berhak daripada anda untuk menuntut balas atas terbunuhnya Utsman.

Anda adalah termasuk orang yang menentangnya dan pada saat itu dimana ia meminta bantuan dari anda. Namun, anda tidak membantunya sampai akhirnya dia terbunuh" [1] Muawiyah tidak menjawab surat tersebut. [2] Pengumpulan Tentara Garis waktu kehidupan Imam Ali perang shiffin adalah Mekah 599 Lahir 610 Orang pertama yang masuk Islam 619 Wafat Abu Thalib (ayah) 622 Lailatul Mabit: tidur mengganti Nabi Muhammad saw Madinah 622 Hijrah ke Madinah 624/2 Ikut serta dalam Perang Badar 625/3 Ikut serta dalam Perang Uhud 626/4 Wafat Fatimah binti Asad (ibu) 627/5 Ikut serta dalam Perang Ahzab dan membunuh Amr bin Abdiwudd 628/6 Menyusun isi Perjanjian Hudaibiyah 629/7 Menaklukan benteng Khaibar dalam Perang Khaibar 630/8 Ikut serta dalam Pembukaan Kota Mekah dan mengahncuran berhala atas perintah Nabi saw 630/9 Wakil Nabi Muhammad saw di Madinah dalam Perang Tabuk 632/10 Ikut serta dalam Haji Wada' 632/10 Peristiwa Ghadir 632/11 Wafat Nabi Muhammad saw dan penguburan beliau oleh Imam Ali as Peridoe tiga khalifah pertama 632/11 Peristiwa Saqifah dan permulaan khilafah Abu Bakar 632/11 Syahadah Sayidah Fatimah sa 634/13 Permulaan khilafah Umar bin Khattab 644/23 Perserta dalam Syura Enam Orang 644/23 Permulaan khilafah Utsman bin Affan Periode Khilafah 655/35 Permulaan khilafahnya 656/36 Perang Jamal 657/37 Perang Shiffin 658/38 Perang Nahrawan 661/40 Syahadah Setelah berakhir perang Jamal, Imam Ali as tinggal di kota Kufah dan berusaha untuk meyakinkan Muawiyah untuk taat kepadanya.

[3] Setelah beliau yakin bahwa selain menggunakan bahasa kekerasan Muawiyah tidak bisa diberi pemahaman dan dari sisi lain para pembesar kota Kufah termasuk pembelanya dalam peperangan dengan Syam, dalam khutbahnya di depan umum, ia mengajak masyarakat untuk pergi jihad.

Imam Ali as menulis surat kapada Ibnu Abbas untuk mengundangnya bersama masyarakat Bashrah, dimana setelah undangan Imam Ali as banyak dari masyarakat Bashrah pergi ke Kufah bersama Ibnu Abbas. Beliau juga menulis surat kapada Mikhnaf bin Sulaim pemimpin kota Isfahan agar dia juga ikut bergabung dengan tentaranya.

[4] Beberapa wanita juga hadir dalam perang Shiffin dan dengan syiar-syiar yang dilantunkan mereka memuji Imam Ali as serta menyampaikan keutamaan-keutamaan beliau untuk menggerakan tentara Irak untuk melawan tentara Syam. Diantara mereka adalah Saudah putri dari Amareh Hamadani, Ummu Sinan, [5] Zarqo' putri dari 'Adi Hamadani, [6] Ummul Khair dan Jarwah putri dari Marroh bin Ghalib Tamimi.

[7] Para pengikut Muawiyah adalah orang-orang seperti; Amru bin 'Ash (yang tinggal di Palestina dan direkrut oleh Muawiyah untuk memanfaatkan keahliannya dalam bermusyawarah serta memintanya untuk bergabung dengan pengikut Muawiyah melawan pemerintahan Mesir), [8] Ubaidillah bin Umar, Abdurrahman bin Khalid bin Walid, Abdullah bin Amru bin 'Ash, Marwan bin Hakam, Muawiyah bin Hadij, Dhahhak bin Qois, Busr bin Arthah, Syarhubail bin Dzul Kila' dan Habib bin Muslimah.

[9] Perang Dimulai Kemudian tentara Imam Ali as bentrok dengan tentara Syam di perbatasan Romawi yang perang shiffin adalah berada di kawasan utara Irak dan Suriah. Imam Ali as mengutus Malik Asytar kepada mereka dan menekankan kepadanya untuk tidak memulai peperangan bagaimana pun keadaannya. Dengan datangnya Malik Asytar pasukan Syam memulai peperangan dan bentrokan kedua kubu pun tidak bisa dielakan.

Setelah beberapa lama pasukan Syam pun mundur. [10] Setelah terjadi peperangan yang tak beraturan, ada kesepakatan untuk berhenti berperang. [11] Akan tetapi perundingan antara perwakilan Imam Ali as dan Muawiyah berlanjut dan Muawiyah menjadikan syarat utamanya adalah membunuh orang-orang seperti Ammar, Adi bin Hatim, Malik dan orang-orang yang dalam pandangan dia adalah yang ikut dalam pembunuhan Utsman.

Hari pertama bulan Shafar terjadilah perang besar antara dua pasukan, setiap hari salah seorang dari para komandan Imam Ali as bergantian bertugas untuk memimpin pasukan di garis depan. Hari pertama Malik Asytar, hari kedua Hasyim bin 'Atabah, hari ketiga, Ammar bin Yasir, hari keempat Muhammad bin Hanafiyah dan hari kelima komondan perang dipegang oleh Abdullah bin Abbas.

[12] Pengepungan Sungai Furat Pasukan Muawiyah berada diantara pasukan Imam Ali as dan sungai Furat, mereka tidak mengizinkan pasukan Imam Ali as untuk mengambil air di sungai Furat.

Imam Ali as mengutus Musayyab bin Rabi' dan Sha'sha'ah bin Shauhan kepada Muawiyah dan berkata: "Pergilah ke Muawiyah dan katakan bahwa pengikutmu berada diantara kami dan air, dan menghalangi kami untuk mengambil air.

Jika kami mendahului kalian dan membuat kemah pasukan disana, maka kami tidak akan menutup air buat kalian. Berhentilah untuk menutup air sehingga pasukan kami dan pasukan kalian bisa memanfaatkannya secara sama atau kita perang untuk mendapatkan air dan jika salah seorang dari kita menang, maka kemenangan bagi dia".

[13] Dalam dialognya antara Muawiyah dengan utusan Imam Ali as, Muawiyah marah dan berkata: "Ali tidak memiliki hak atas air ini. Semoga Tuhan tidak memberikan air kepadaku dan ayahku dari telaga Kautsar jika aku biarkan Ali atau sahabat-sahabatnya meminum air Furat. Kecuali jika dia dengan pedang bisa menang". [14] Kemudian pasukan Amirul Mukminin menyerang pasukan Muawiyah dan berhasil menguasai sungai Furat. Ketika itu Ali as memberikan perintah untuk membebaskan siapa saja untuk meminum air dan tidak ada seorangpun yang dilarang.

Oleh karena itu, dari kedua pihak banyak orang-orang yang datang dan meminum air Furat. [15] Malam al-Harir Artikel utama: Malam al-Harir Malam al-Harir adalah malam yang sulit dalam perang Shiffin.

Di malam itu pasukan Imam Ali as dan pasukan Muawiyah terlibat peperangan dimana banyak sekali yang gugur dari kedua pihak. Menurut Minqari, di malam itu selain suara denking pedang yang bisa membuat hati orang-orang pemberanipun akan ketar-ketir, tidak terdengar suara yang lain.

[16] Dalam menjelaskan kondisi malam itu, Ibnu Miskawaih berkata: "Malam itu terjadi peperangan dimana tombak-tombak patah dan tidak lagi tersisa anak panah, kemudian mereka menggunakan pedang". [17] Di malam al-Harir, pasukan Imam Ali as hampir mengalami kemenangan, namun Asy'ats yang ada diantara pasukan Kindi berdiri serta dan berkhutbah dengan nada yang menuntut kemaslahatan, meminta untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih besar lagi.

Berdasarkan riwayat ini, saat khutbah tersebut sampai ke Muawiyah, ia memerintahkan untuk menancapkan Alquran di ujung sebuah tombak. [18] Menancapkan Alquran pada Tombak Pasukan Muawiyah disebabkan serangan yang dilakukan oleh pasukan Malik Asytar, mereka hampir mengalami kekalahan. Untuk bisa keluar dari perang shiffin adalah ini Muawiyah meminta bantuan kepada Amru bin 'Ash. [19] Atas saran dari Amru bin 'Ash dan perintah Muawiyah, orang-orang Syam menancapkan Alquran di ujung tombak dan meneriakkan yel-yel; "Wahai penduduk Irak!

Hakim kita adalah Alquran". Disebutkan juga bahwa pasukan Syam berteriak: "Wahai kelompok Arab! Pikirkanlah anak-anak dan istri-istri kalian! Jika kalian mati, besok siapa yang akan berperang melawan kaum Romawi, Turki dan Persia?! [20] Reaksi Imam Ali as dan Para Pasukannya Masyarakat berdatangan kepada Amam Ali as dan berkata: "Hendaklah anda menjawab apa yang mereka ajak dimana sebenarnya kita sudah musnah". Diantara pasukan Amirul Mukminin, Asy'ats bukan hanya tidak rela untuk diam, bahkan ia lebih dari siapapun banyak bicara tentang keharusan untuk mematikan api peperangan dan cenderung untuk berdamai.

Akan tetapi Malik Asytar yang tidak memiliki pilihan kecuali harus meneruskan peperangan, hanya bisa terdiam. [21] Amirul Mukminin Ali as bangkit dan berkata: "Aku selalu menyukai untuk menyerahkan urusanku kepada kalian dan aku bersama kalian. aku sebenarnya kemarin komandan kaum mukminin dan sekarang aku yang dikomandani. Aku dulu sering melarang orang-orang dan saat ini aku dilarang oleh orang-orang. Saat ini kalian memiliki kehidupan yang baik dan aku tidak memiliki perang shiffin adalah untuk menghalangi kalian dari kehidupan yang tidak baik".

[22] Arbitrasi Dengan tipu daya yang dilancarkan oleh Amru bin 'Ash dan Alquran yang ditancapkan di ujung tombak, muncullah dua kelompok dalam pasukan Imam Ali as dimana musuh menerima arbitrasi Alquran dan kami tidak punya hak berperang dengan mereka.

Imam Ali as dengan keras melawan pernyataan ini dan mengumumkan bahwa perbuatan ini tidak lain hanyalah tipu daya belaka. Namun, Amirul Mukiminin dengan terpaksa menerima ajuan arbitrasi Alqurani ini dengan mengirimkan surat kepada Muawiyah dengan catatan bahwa anda (sebenarnya) bukanlah ahli Quran.

[23] Pasukan Syam memilih Amru bin 'Ash sementara Asy'ats dan sejumlah orang lainnya yang kemudian mereka terbentuk dalam kelompok Mariqin mengajukan Abu Musa al-Asy'ari sebagai perwakilan perundingan. Akan tetapi Imam Ali as mengajukan Ibnu Abbas dan Malik Asytar,namum Asy'ats dan para pengikutnya tidak menerima ajuan dari Imam Ali as dengan alasan bahwa Malik Asytar lebih cenderung untuk memilih berperang dan Ibnu Abas pun tidak bisa diterima karena Amru bin 'Asy adalah dari kabilah Mudhari, maka lawannya haruslah dari orang Yaman.

[24] Dua perwakilan diantara mereka mengambil keputusan bahwa Amru bin 'Ash harus menurunkan Muawiyah dan Abu Musa al-Asy'ari harus menurunkan Imam Ali as, dan pemilihan khalifah harus perang shiffin adalah melalui musyawarah. Amru bin 'Ash mengedepankan Abu Musa al-Asy'ari atas dirinya untuk mengumumkan hasil musyawarah. Pertama, Abu Musa al-Asy'ari menurunkan Imam Ali as, akan tetapi ketika sampai giliran Amru perang shiffin adalah 'Ash, bukannya ia mencopot Muawiyah malah ia menyetujui Abu Musa al-Asy'ari dalam menurunkan Imam Ali as dan mengangkat Muawiyah menjadi khalifah.

Setelah itu terjadi percekcokan antara keduanya sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak layak. [25] Hasil Perang Melalui arbitrasi tersebut kedua pasukan masing-masing mundur dan Muawiyah berhasil lolos dari kekalahan. Setelah perang shiffin adalah, usaha apapun yang lakukan Imam Ali as untuk membentuk pasukan demi menyerang Syam, ia selalu dihadapkan dengan pembangkangan dari masyarakat Kufah dan Hijaz sehingga muncullah kelompok yang disebut dengan Khawarij dari dalam Kufah yang kemudian mereka menciptakan perang Nahrawan.

Jumlah yang Gugur Tentang jumlah orang yang gugur dari dua pasukan terdapat perbedaan. Sebagian ahli sejarah menyatakan: "Dari dua pihak terdapat 70.000 pasukan yang gugur dimana perang shiffin adalah jumlah ini 45.000 pasukan Muawiyah dan 25.000 pasukan Imam Ali as".

[26] Diantara para syuhada dari pasukan Imam Ali as yang keseluruhan berjumlah 25.000 terdapat para sahabat Badriyun (yang ikut perang Badar bersama Rasulullah saw) yang mereka gugur di tangan pasukan Syam pada perang Shiffin.

[27] Mereka adalah: • Ammar Yasir • Khuzaimah Dzu Al-Syahadatain • Hasyim bin 'Atabah • Suhail bin Amru Anshari • Abdullah bin Ka'ab Muradi • Abu Hasyim Bajali • Ya'la bin Umayah Karya Tulisan yang Berhubungan dengan Shiffin Sebagian bibliografer penulis katalog seperti Ibnu Nadim dalam al-Fihrist, Najasi dalam Rijal, Syekh Thusi dalam al-Fihrist dan lain-lain adalah kitab-kitab yang memperkenalkan beberapa buku yang memiliki kajian tentang perang Shiffin.

Diantara buku-buku tersebut adalah: • Kitab Shiffin karya Jabir bin Yazid Ju'fi • Kitab Shiffin karya Aban bin Taglib • Kitab Shiffin karya Abu Mikhnaf • Kitab Shiffin karya Muhammad bin Amru Waqidi • Waq'atu Shiffin karya Nashr bin Muzahim Minqari • Kitab Shiffin karya Hisyam Kalbi • Kitab Shiffin karya Ishaq bin Basyar • Kitab Shiffin karya Abu Ishaq Ismail bin Isa Al-Athar • Kitab Shiffin karya Abdullah bin Muhammad Abi Syaibah • Kitab Shiffin karya Yahya bin Sualiman Ju'fi • Kitab Shiffin karya Ibrahim bin Muhammad bin Said Tsaqafi • Kitab Shiffin Al-Kabir dan kitab Shiffin al-Shaghir karya Muhammad bin Zakaria bin Dinar • Kitab Shiffin'karya Mundzir bin Muhammad bin Mundzir bin Said Qabusi • Kitab Shiffin Karya Abdul Aziz bin Yahya bin Ahmad Jaludi • Kitab Shiffin karya Abu Abdillah Husain bin Muhammad bin Ahmad Halwani • Kitab Shiffin karya Ibrahim bin Husain bin Dizil Hamedani.

[28] Pranala Terkait • Arbitrase • Perang Jamal • Perang Nahrawan Catatan Kaki • ↑ Ibnu Abi Al-Hadid, jld 3, hlm. 89. • ↑ Baladzuri, jld. 2, hlm. 211. • ↑ Ibnu A'tsam, jld 2, hlm. 375. • ↑ Ibnu Muzahim, hlm. 115. • ↑ Ibnu A'tsam, jld 2, hlm. 101. • ↑ Ibnu A'tsam, jld 3, hlm. 142. • ↑ Ibnu Bakr, hlm. 46. • ↑ Ibnu Aitsam, jld. 2, hlm. 382. • ↑ Waq'atu Shiffin, hlm. 195, 429, 461, 552 dan 455; Ibnu Atsir, jld. 3, hlm.

436; Dzahabi, jld. 2, hlm. 392 dan jld. 3, hlm. 91. • ↑ Ja'farian, hlm. 276. perang shiffin adalah ↑ Ibnu Muzahim, hlm. 196. • ↑ Baladzuri, jld.

perang shiffin adalah

2, hlm. 305. • ↑ Ibnu A'tsam, Janghaye Imam Ali dar Panj Sal Hukumat (Tarjumeh Futuhaat), hlm. 134. • ↑ Ibnu A'tsam, Janghaye Imam Ali dar Panj Sal Hukumat (Tarjumeh Futuhaat), hlm. 135. • ↑ Ibnu A'tsam, Janghaye Imam Ali dar Panj Sal Hukumat (Tarjumeh Futuhaat), hlm.

136-137. • ↑ Ibnu Muzahim, Waq'atu Shiffin, 1382 Q.; hlm. 475; Tadzkirah al-Khawash, hlm. 92. • ↑ Tajarub Al-Umam, jld 1, hlm. 535. • ↑ Ibnu Muzahim, Waq'ah al-Shiffin, hlm. 480-481; Dinawari, hlm. 188-189. • ↑ Ibnu Abi al-Hadid, jld 2, hlm.

210. • ↑ Ibnu Muzahim, hlm. 478. • ↑ Ibnu Muzahim, Waq'atu Shiffin, hlm. 483-484. • ↑ Ibnu Muzahim, Waq'atu Shiffin, hlm. 484. • ↑ Ibnu Muzahim, hlm.

perang shiffin adalah

490. • ↑ Ibnu Aitsam, al-Futuh, jld. 4, hlm. 197-198. • ↑ Ibnu Muzahim, hlm. 545. • ↑ Ibnu Muzahim, hlm. 475 dan 558; Khalifah, hlm. 116; Baladzuri, hlm. 97; Ibnu Syahar Asyub, hlm. 195; Ibnu Abi Hadid, jld 2, hlm.

208. • ↑ Ibnu Jauzi, jld 5, hlm. 120. • ↑ Rasul Ja'farian, Manabe-e Kitab Waq'e-e Shiffin. • Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya. Ansab al-Asyraf. Diedit oleh Muhammad Baqir Mahmudi. Beirut: Muassasah al-A'lami. • Al-Dinawari, Ahmad bin Daud. Al-Akhbar al-Thiwal. Riset: Abdul Mun'im 'Amir. Kairo: 1960. • Al-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad.

Siyar A'lam al-Nubala'. Diedit oleh Muhibbuddin Abi Said. Beirut: Dar al-Fikr. • Al-Ya'qubi. Tarikh al-Ya'qubi. Diterjemahkan oleh Ibrahim Ayati. Tehran. • Ibnu Abi al-Hadid. Syarah Nahjul Balaghah. Diedit oleh Muhammad Abdul Fadhl Ibrahim. Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Arabi. • Ibnu A'tsam. Al-Futuh. Beirut: Dar al-Adhwa 1411 H. • Ibnu A'tsam. Al-Futuh. Beirut: Dar al-Nadwah. • Ibnu Atsir. Usdul Ghabah. Beirut: Dar Ihya at-Turats. • Ibnu Bakkar. Akhbar al-Wāfidāt min al-Nisa 'ala Muawiyah bin Abi Sufyan.

Markaz Ettila'āt wa Madarik Islami (digital). • Ibnu Hanbal, Ahmad. Fadhail Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Riset: Sayyid Abdul Aziz Thabatahabi. Qom: Dar al-Tafsir, 1433 H.

• Ibnu Jauzi Hanbali. Al-Muntazham fi Tarikh al-Muluk wa al-Umam. Beirut: Dar Shadir. perang shiffin adalah Ibnu Maskawaih, Abu Ali (421). Tajarub al-Umam. riset: Abdul Qasim Imami. Tehran: Surush, cetakan kedua, 2000. • Ibnu Muzahim, Nashr, (212). Waq'atu Shiffin. riset: Abdussalam Muhammad Harun. Kairo: al-Muassasah al-Arabiyah al-Haditsah, cetakan ketiga, 1382 H.

cetakan Qom: Mansyurat Maktabah al-Mar'asyi al-Najafi, 1404 H. • Ibnu Muzahim, Nashr. Peikar-e Shiffin. terj. Parwiz Atabaki, Tehran: penerbit Ilmi wa Farhangi, cetakan ketiga, 1996. • Ibnu Muzahim, Nashr. Waqi'ah Shiffin. Qom: penerbit Bashirati. • Ibnu Syahr Asyub. Manaqib Aali Abi Thalib, tahqiq Yusuf Al-Baqai. Beirut: Dar Al-Adwa'. • Ja'farian. Tarikh Khulafa'. Qom: Penerbit Perang shiffin adalah Ma.

• Khalifah bin Khayath. Tarikh Khalifah bin Khayath. Riset: Suhail Zakkar,Beirut: Dar al-Fikr. • Sibth bin al-Jauzi. Tadzkirah al-Khawash. Qom: penerbit as-Syarif al-Radhi, cetakan Kedua, 1418 H.

Kategori tersembunyi: • Halaman yang memiliki Editorial Box • Artikel dengan penilaian kualitas dan prioritas • Artikel penting • Artikel penting dengan kualitas b • Artikel dengan link yang sesuai • Artikel dengan foto • Artikel dengan kategori • Artikel dengan infobox • Artikel dengan navbox • Artikel dengan alih • Artikel yang memiliki referensi
Peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan merupakan sebuah tragedi dalam sejarah Islam.

Pembunuhan yang terjadi akibat ketidakpuasan sebagian muslim ini sekaligus menandai retaknya persatuan di antara umat Islam yang telah dirintis oleh Rasulullah. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya stabilisasi politik setelah wafatnya Utsman. Pasca terbunuhnya Utsman, muncul sebuah konflik baru antara dua tokoh kuat muslim yakni Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Konflik tersebut bermula dari ketidakmauan Muawiyah untuk berbaiat kepada Khalifah Ali dan akhirnya menyebabkan pecahnya Perang Shiffin.

Latar Belakang Perang Shiffin Setelah Perang Jamal dan Ali dibaiat oleh mayoritas kaum Anshar dan Muhajirin, Ali memindahkan kursi kekhalifahannya dari Madinah ke Kufa. Dari Kufa, ia mengirim gubernur-gubernur baru yang menerima pemikirannya, untuk mengambil alih fungsi administraif provinsi-provinsi yang memberontak.

Akan tetapi perang shiffin adalah satu dari para gubernur itu menolak berbaiat kepadanya, ia dalah gubernur Syam, Muawiyah ibn Abu Sofyan. Muawiyah merupakan politikus yang sangat licin dan mempunyai ambisi besar. Perangainya yang lemah lembut dan tidak segan-segan mengelurkan hartanya, membuatnya menjadi politikus yang disegani dan memiliki banyak sekutu.

perang shiffin adalah

Ketika Ali mengutus Jarir bin Abdullah untuk menyerahkan surat kepada Muawiyah untuk berbaiat, Muawiyah tidak serta merta menerimanya. Ia justru mengumpulkan Amr bin al-Ash dan tokoh-tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah.

Setelah bermusyawarah, mereka memutuskan untuk menolak berbaiat kepada Ali hingga para pembunuh Utsman ditumpas atau Ali menyerahkan para pembunuh tersebut. Jika ia tidak memenuhi permintaan ini maka mereka akan memerangi Ali dan menolak berbaiat kepadanya hingga mereka berhasil menghabisi seluruh pembunuh Utsman tanpa sisa.

Setelah itu Jarir pulang menemui Ali dan menceritakan keputusan Muawiyah dan penduduk Syam. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib merespon ancaman Muawiyah dengan berangkat dari Kufah bertujuan untuk menduduki Syam.

Ia mempersiapkan pasukan di Nukhailah dan menunjuk Abu mas’ud Uqbah bin Amru sebagai amir sementara di Kufah. Sebelum berangkat beberapa orang menganjurkan agar khalifah tetap tinggal di Kufah dan cukup mengirim pasukan ke sana, namun beberapa orang lainnya menganjurkannya supaya turut keluar bersama pasukan.

Ketika berita keberangkatan pasukan Ali sampai kepada Muawiyah, ia segera bermusyawarah dengan Amr bin Ash yang juga menganjurkan Muawiyah untuk keluar bersama pasukannya. Amr lalu berpidato di hadapan penduduk Syam bahwa “Sesungguhnya penduduk Kufah dan Bashrah telah musnah pada perang Jamal, tidak tersisa bersama Ali kecuali segelintir orang saja.

Termasuk sekelompook orang yang membunuh Khalifah Amirul Mukminin Utsman bin Affan. Allah Allah! Jangan sia-siakan hak kalian, jangan biarkan darah Utsman tertumpah sia-sia.” Kemudian ia menulis pesan kepada seluruh pasukan di Syam, dalam waktu singkat mereka sudah berkumpul dan mengangkat panji-panji bagi amir masing-masing.

Pasukan Syam telah bersiap-siap berangkat. Mereka bergerak menuju Eufrat dari arah Perang shiffin adalah. Sementara di pihak lain, Ali bersama pasukannya bergerak dari Nukhlailah menuju tanah Syam.

perang shiffin adalah

Pecahnya Perang Shiffin Kedua kubu saling berhadapan pada Juli 657 di tempat bernama Shiffin, di hulu sungai Eufrat. Sesampainya di Shiffin kedua pasukan sempat saling berebut sumber air, hingga menimbulkan konfrontasi kecil.

Kemudian kedua pihak sepakat berdamai dalam urusan air ini. Sehingga mereka saling berdesak-desakan di sumber air itu, mereka tidak saling berbicara dan mengganggu. Ali berdiam selama dua hari tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Muawiyah dan Muawiyah pun juga melakukan hal yang sama. Kemudian Ali mengirim seorang utusan kepada Muawiyah, namun kesepakatan belum juga tercapai. Muawiyah tetap bersikeras menuntut darah pembunuh Utsman. Setelah terjadi kebuntuan dalam negosiasi maka pertempuran antara keduanya pun tidak dapat dihindarkan.

Pada awalnya Ali mengajak Muawiyah untuk bertempur satu lawan satu, supaya konflik di antara mereka segera usai. Sehingga siapa yang hidup ia adalah yang menang dan menjadi khalifah.

Namun, Muawiyah menolak ajakan itu, hanya Amr yang mau. Ketika Ali dan Amr berhadap-hadapan dan menyentak lembing serta pedang masing-masing, hampir saja Amr tewas oleh pedang Ali. Pedang Alli telah mengenai pinggangnya, hampir menembus perutnya mengenai tali celananya dan putus, hingga auratnya terlihat. Ali tidak mau melanjutkan pertempuran itu dan berbalik menuju tempat lain dan membiarkan Amr menutupi auratnya. Setelah itu, perempuran besar baru dimulai.

Pada awalnya, Muawiyah mendominasi pertempurantetapi akhirnya pasukan Muawiyah dipaksa mundur karena mendapat serangan keras dari pasukan Ali. Bahkan, beberapa orang serdadu Ali telah sampai di depan kemah Muawiyah. Lukisan Perang Shiffin Dalam pertempuran terakhir pada 28 Juli 657 M, pasukan Ali di bawah pimpinan Malik al-Asytar hampir menang ketika Amr ibn al Ash dengan licik melancarkan siasatnya. Ia memerintahkan pasukan Muawiyah untuk melekatkan salinan al-Quran di ujung tombak dan mengangkatnya, sebuah tanda yang diartikan pasukan Ali sebagai seruan untuk mengakhiri perang dan mengikuti keputusan al-Quran.

Ketika tombak-tombak pasukan Muawiyah diangkat, tentara Ali tidak menyerang lagi, padahal mereka hampir menang. Ali sendiri menganggap itu hanya tipu daya musuh saja. Ia berseru, “Wahai hamba Allah, teruskan merebut hakmu, teruskan memerangi musuhmu, Muawiyah. Amr bin Ash, Ibnu bin Muith, Habib bin Muslimah, Ibnu Abi Sarah, dan Dhihak ibnu Qais. Mereka itu bukanlah ahli agama, bukanlah ahli al-Quran. Aku lebih mengetahui keadaan mereka. Aku berteman dengan mereka sejak kecil dan sampai dewasa.

Pada waktu kecil perang shiffin adalah hanyalah anak-anak nakal dan pada waktu besarnya mreka laki-laki yang jahat semata. Mereka mengangkat al-Quran hanyalah rencana mereka. Mereka mengangkat al-Quran tidak lain hanyalah tipuan.pecayalah pada apa yang kukatakan.” Orang banyak itu menjawab, “tidak sampai hati kami akan meneruskan peperangan kalau kami telah diseru kepada kitab Allah.” Pada awalnya Ali hendak meneruskan peperangan, tetapi perang shiffin adalah pengikutnya pecah.

Sebagian dari mereka sudah tidak mau berperang lagi, sehingga Ali terpaksa menghentikan perang dengan hati yang amat kesal. Perang pun akhirnya berakhir, dan konflik antar keduanya dilanjutkan ke jalur perundingan. Dimulainya Perundingan Setelah perang berhenti, Ali mengutus Asy’ats ibnu Qaist untuk menemui Muawiyah dan menanyakan tentang tujuan mengangkat al-Quran di atas kepala tombak. Muawiyah menjawab bahwa maskudnya adalah agar perkara ini dihukumkan saja menurut hukum Kitabullah.

Apa yang diputuskan oleh kedua orang yang diutus itu, maka kelak akan diterima. Asy’ats tidak melawan usulan Muawiyah, dan kembali untuk menyampaikannya kepada Ali. Sebelum Ali menyatakan pikirannya dengan tergesa-gesa banyak orang telah menjawab setuju. Orang Syam yang mendengar itu lalu berkata bahwa utusan mereka adalah Amr bin Ash.

Lalu pengikut Ali (orang Irak) berkata, “Kami memilih Abu Musa al-Asy’ari.” Ali yang mendengar pendapat kaumnya lalu berkata, “Jika telah kamu bantah perintahku pada awal perkara ini, sekarang jangalah dibantah pula.

Aku tidak suka berwakil pada Abu Musa.” Abu Musa memang merupakan orang yang dikenal saleh tapi ia tidak begitu loyal kepada Ali. Namun, penolakan Ali justru ditekan oleh mayoritas pengikutnya yang berkehendak untuk mengutus Perang shiffin adalah Musa. Sekali lagi Ali terpaksa menurut.

Pada waktu itu, terlihat bahwa pengaruh Ali mulai hilang terhadap pengikutnya. Di sisi lain, pengaruh Muawiyah semakin menguat kepada pasukannya. Kedua juru runding memegang dokumen kesepakatan tertulis yang memberikan otoritas penuh untuk mengambil keputusan. Keduanya memutuskan untuk menunda perundingan hingga bulan Ramadhan.

Ali dan Muawiyah menyetujui tempat perundingan yaitu di Daumatul Jandal, Adhruh. Pada bulan Ramadhan yang telah disepakati atau pada Januari 659 M, kedua kubu bertemu kembali di Daumatul Jandal, Adhruh, dengan membawa 400 saksi dari masing-masing pihak. Perundingan yang Merugikan Apa yang tepatnya terjadi dalam perundingan bersejarah ini sulit dipastikan.

Berbagai versi muncul dalam berbagai sumber yang berbeda. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa kedua pihak sepakat untuk melengserkan kedua pemimpin mereka, sehingga melapangkan jalan bagi calon baru. Akan tetapi setelah Abu Musa yang lebih tua berdiri dan menegaskan bahwa ia memecat Ali dari jabatan kekhalifahannya dan memilih Abdullah bin Umar, Amr mengkhianatinya dan menetapkan Muawiyah sebagai khalifah. Namun, kajian kritis yang dilakukan sejarawan-sejarawan modern, memperlihatkan bahwa riwayat itu mencerminkan pandangan kelompok Irak (kebanyakan riwayatnya menjadi rujukan) yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah, musuh Dinasti Umayyah.

Kemungkinan yang telah terjadi adalah bahwa kedua juru runding memecat kedua pemimpin mereka, sehingga Ali menjadi pihak yang kalah, karena Muawiyah tidak memiliki jabatan kekhalifahan yang perang shiffin adalah diletakkan. Ia tidak lain hanyalah seorang gubernur sebuah provinsi. Hasil arbitrase itu telah menempatkan dirinya setara perang shiffin adalah Ali, yang posisinya menjadi tidak lebih dari pemimpin yang diragukan otoritasnya. Berdasarkan keputusan para arbitor, Ali dilengserkan dari jabatan kekhalifahan yang sebenarnya, sementara Muawiyah dilengserkan dari jabatan kekhalifahan fiktif yang ia klaim dan belum berani ia kemukakan di depan publik.

Terdapat kerugian lain yang diderita Ali karena menerima tawaran arbitrase, yaitu turunnya simpati sejumlah besar pendukungnya.

perang shiffin adalah

Pendukung yang membelot itu akhirnya membentuk sebuah sekte baru, bernama Khawarij. Kelompok ini pada perkembangannya akan memusuhi Ali dan akhirnya menyebabkan khalifah terbunuh dalam perjalanannya ke Masjid Kufah, pada 24 Januari 661 M. BIBLIOGRAFI As-Suyuthi, Imam. 2015. Tarikh Khulafa’. Terj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka al-Kautsar. Bauer, Susan Wise. 2016. Sejarah Dunia Abad Pertengahan: Dari Pertobatan Konstantinus Sampai Perang Salib Pertama.

Terj. Aloysius Prasetya. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hamka. 2016. Sejarah Umat Islam. Jakarta: Gema Insani. Hasan, Hasan Ibrahim. 1989. Sejarah Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang. Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Katsir, Ibnu. 2004. Al-Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafaur Rasyidin.

Jakarta: Darul Haq. Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II. Terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: RajaGrafindo Persada Similar Posts: • Perang Meksiko-Amerika Serikat (1846-1848 M.) • Konflik Utsmani dan Safawiyah Abad XVI-XVIII M. • Perang Rusia-Jepang (1904-1905 M.) 15 Jul, 2020 at 1:13 pm perang shiffin terjadi sebelum berdirinya Bani Umayyah terjadi pada tanggal 26 Juli sampai perang shiffin adalah 28 Juli 657 berlokasi di shiffin, Suriah, pertempuran ini terjadi diantara dua kubu yaitu muawiyah bin Abu Sufyan dan Ali bin Abi Tholib di tebing sungai furat yang kini terletak di serie A dalam kurung sampai pada 1 Safar tahun 37 Hijriyah (pendapat ini menurut Wikipedia, dari sumber lain).

Perang ini berlatarbelakang karena adanya konflik tentang pembunuhan Utsman bin Affan yakni menjadi konflik baru antara Ali bin Abi Thalib dan muawiyah bin Abu Sufyan. Pada dasarnya muawiyah bin Abu Sufyan yang tidak ingin berbaiat kepada Ali bin Abi. pada akhirnya, perang berakhir dan konflik antar keduanya dilanjutkan ke jalur perundingan. perang shiffin adalah Jul, 2020 at 2:08 pm Kedua tentara Ali dan Muawiyah saling berhadapan dan berusaha untuk melakukan negosiasi guna menghindari pertumpahan darah.

Hal ini dikarenakan para tentara Syiria menguasai suplai air yang berada di Lembah Shiffin. Ali mengirimkan surat kepad Muawiyah untuk tidak melakukan hal seperti itu (menempatkan bala tentara disumber air dan memotong alirannya), sebelum Ali menyatakan prang, Muawiyah telah melakukannya terlebih dahulu dan pilihan ada ditangannya atau dengan terpaksa dengan menggunakan kekuakan 15 Jul, 2020 at 7:13 pm Menurut pendapat saya,perang Shiffin itu terjadi akibat perebutan kekuasaan.Diantara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyyah bin Abu Sufyan.kelompok Muawiyyah bin Abu Sufyan tidak percaya karena kekhalifahan Ali yang dianggapnya tidak tegas terhadap para pembunuh Utsman bin Affan,sedangkan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah karena dikehendaki oleh mayoritas umat Islam pada masa itu.Muawiyah dan pengikutnya terkenal kelicikannya,sedangkan Ali bin Abi Thalib terkenal dengan kejujurannya.

Pencarian Perang shiffin adalah for: Kategori • Filsafat Sejarah (2) • Kebudayaan (16) • Kerajaan-Kerajaan di Indonesia (11) • Sejarah Agama-Agama (6) • Sejarah Dunia (97) • Sejarah Indonesia (86) • Sejarah Islam (77) Postingan Terbaru • Sepak Terjang Tentara Afrika di Hindia-Belanda • Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah • Kehidupan Buruh di Tambang Batu Bara Ombilin Masa Kolonial • Biografi Christiaan Eijkman (1858-1930) • Bandit-Bandit di Jawa Masa KolonialPerang Shiffin atau perang saudara terjadi pertama pada orang Islam karena adanya fitnah yang besar pada tanggal Mei-Juli 657 Masehi dengan peperangan utama terjadi dari tanggal 26-28 Juli.

Peperangan ini terjadi pada 1 Shafar tahun 37 Hijriah di antara dua kubu yaitu, Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abu Sufyan di tebing Sungai Furat (Syam) yang sekarang terletak di Syria. b17.com Latar Belakang Terjadinya Perang Shiffin www.lppimakassar.com Setelah kewafatan Khalifah Utsman bin Affan disebabkan terbunuh, Ali bin Abi Talib diangkat sebagai khalifah, akan tetapi penerimaan dari seluruh kekhalifahan islam sangatlah perang shiffin adalah didapat.

Ali bin Abi Thalib RA berkata tentang dirinya yang diangkat umat Islam sebagai khalifah itu merasa kurang senang. Karena, di antaranya ada yang membunuhi Utsman perang shiffin adalah Affan, dan sekarang berada di antara pendukungnya untuk bisa membaiatnya. Muawiyah yang merupakan kerabat dari Utsman bin Affan sekaligus gubernur dari Suriah, sangat menginginkan pembunuh Utsman bin Affan diadili dimuka hukum. Seperti yang diterangkan oleh Abu Muslim Al-Khaulani. Dia datang bersama teman-temannya menanyai Muawiyah RA, dan berkata mereka padanya, “Kamu menentang Ali dalam urusan khilafah atau kamu seperti Ali?” Muawiyah menjawab, “Tidak.

Aku tahu benar bahwa dia lebih baik dariku akan tetapi kalian tahu, Utsman telah terbunuh dengan keji, sedang saya anak pamannya, dan juga keluarganya yang menuntut qisas kepada orang yang terlibat dalam pembunuhan itu.

Maka kalian temuilah Ali dan katakan, “untuk segera memberikan para pembunuh Utsman.” lalu mereka mendatangi Ali dan menyampaikan pesan dari Muawiyah, lalu Ali menjawab, “Dia harus masuk baiat yang kemudian mereka menuntut perkara ini kepadaku”.

Muawiyah berpendapat Ali bin Abi Talib tidak berniat untuk melakukan hal ini, dan menyebabkan Muawwiyah memberontak terhadap Ali bin Abi Talib dan Ali bin Abi Talib berniat memadamkan pemberontakan Muawwiyah. Walau demikian, yang benar menurut ulama adalah Ali hendak melihat kasus ini dari keuntungan mashlahah dan kerusakannya.

Sehingga, dia berpendapat, perlu menahan kasus ini terlebih dahulu. Supaya umat Islam terlebih dahulu agar bersatu, barulah melakukan hukum qisas. Apalagi pembunuhnya hanya 2-3 orang saja, dan salah satunya seorang budak yang diketahui dari Mesir. Diketahui di belakang pembunuh-pembunuh yang sedikit itu, kalau sampai qisas ditegakkan pada hari itu, maka kabilah-kabilah pembela pembunuh itu akan segera melakukan kehancuran yang lebih besar.

Seorang Tabi’in yang terkenal Imam al-Haramain Al-Juaniy berpendapat bahwasanya Perang shiffin adalah memang memerangi Ali bin Abi Thalib, tapi tidak mengingkari kehalifahannya, dan bukan bermaksud untuk merebutnya untuknya sendiri.

Akan tetapi, dia hanya menuntut agar terlaksananya hukuman yang serupa bagi para pembunuh Utsman, dengan merasa dia benar, tapi dia salah dalam hal ini. Hasil dari keadaan ini adalah pertempuran di Shiffin antara kedua belah pihak.
TANDA-TANDA KECIL KIAMAT Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil 6. MUNCULNYA BERBAGAI MACAM FITNAH D. PERANG SHIFFIN Di antara fitnah yang terjadi antara para Sahabat Radhiyallahu anhum selain perang Jamal adalah apa yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّـى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ، يَكُـونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ، دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ.

perang shiffin adalah akan terjadi hari Kiamat sehingga dua kelompok besar berperang, di perang shiffin adalah keduanya terjadi peperangan yang sangat besar, padahal seruan (dakwah) mereka itu sama.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim][1] Dua kelompok itu adalah kelompok ‘Ali dengan orang-orang yang bersamanya dan kelompok Mu’awiyah dengan orang-orang yang bersamanya, sebagaimana diungkapkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fat-hul Baari.[2] Al-Bazzar meriwayatkan dengan sanad yang jayyid, dari Zaid bin Wahb, dia berkata, “Saat itu aku bersama Hudzaifah, lalu beliau berkata, ‘Bagaimanakah kalian sementara penduduk agama kalian saling memerangi?’ Mereka berkata, ‘Apa yang engkau perintahkan kepada kami?’ Beliau menjawab, ‘Lihatlah golongan yang mengajak kepada perintah ‘Ali, lalu pegang teguhlah!

Karena sesungguhnya kelompok tersebut ada di atas kebenaran.’”[3] Telah terjadi peperangan antara dua kelompok pada sebuah tempat yang terkenal, yaitu Shiffin [4], pada bulan Dzul Hijjah, tahun ke-36 Hijriyyah. Jumlah kelompok tersebut lebih dari tujuh puluh pasukan besar. Pada peperangan tersebut gugur sebanyak tujuh puluh ribu orang dari dua pasukan tersebut.”[5] Peperangan yang terjadi antara ‘Ali dan Mu’awiyah sebenarnya tidak diinginkan oleh salah seorang dari keduanya.

Akan tetapi di dalam dua pasukan tersebut terdapat para pengikut hawa nafsu yang mendominasi dan selalu berusaha untuk melakukan peperangan. Hal inilah yang menyebabkan berkecamuknya peperangan dan keluarnya perkara dari kekuasaan (kendali) ‘Ali juga Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Kebanyakan orang-orang yang memilih peperangan di antara dua kelompok bukanlah orang-orang yang taat kepada ‘Ali, tidak juga kepada Mu’awiyah. Sebelumnya ‘Ali juga Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma berusaha mencegah agar tidak terjadi pertumpahan darah, akan tetapi keduanya tidak mampu menahannya.

Sementara jika fitnah telah menyala, maka orang-orang bijak pun tidak akan mampu memadamkan apinya. Baca Juga Tanda-Tanda Kecil Kiamat Di antara pasukan itu ada orang-orang semisal al-Asytar an-Nakha’i [6]Hasyim bin ‘Atabah, al-Mirqal [7]‘Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid [8], Abul A’war as-Sulami [9] dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang mendorong untuk dilakukannya peperangan.

Satu kelompok membela ‘Utsman secara mati-matian, kelompok lain meninggalkan ‘Utsman. Satu kelompok membela ‘Ali dan kelompok lain lari dari ‘Ali. Peperangan para pengikut Mu’awiyah sebenarnya bukan karena semata-mata untuk Mu’awiyah, akan tetapi ada sebab-sebab lainnya. Peperangan yang terjadi karena fitnah seperti peperangan kaum Jahiliyyah, tujuan dan keyakinan pelakunya tidak beraturan.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh az-Zuhri, “Telah terjadi fitnah sedangkan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berjumlah banyak. Mereka sepakat bahwasanya setiap darah, harta dan kehormatan yang tertimpa musibah dengan sebab mentakwil al-Qur-an adalah kesia-siaan.

Para Sahabat mendudukkan mereka sendiri seperti kedudukan Jahiliyah.”[10] [Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir] _______ Footnote [1].

Shahiih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab (tanpa bab) (XIII/8, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraatus Saa’ah (XVIII/12-13, Syarh an-Nawawi). [2]. Fat-hul Baari (XIII/85). [3]. Fat-hul Baari (XIII/85). [4]. Shiffin adalah sebuah tempat di tepi sungai Efrat dari arah barat daya, dekat dengan ar-Riqqah, akhir perbatasan Irak dan awal negeri Syam.

Lihat Mu’jamul Buldaan (III/414), dan ta’liq Muhibbuddin al-Khatib terhadap kitab al’Awashiim (hal. 162). [5]. Kitab Fat-hul Baari (XIII/86) dan Mu’jamul Buldaan (XIII/414-415). [6].

perang shiffin adalah

Dia adalah Malik bin al-Harits bin ‘Abdi Yaghuts bin Maslamah an-Nakha’i al-Kufi yang terkenal dengan sebutan al-Asytar, mengalami zaman Jahiliyyah dan meriwayatkan hadits dari ‘Umar juga ‘Ali, ia adalah pengikut ‘Ali Radhiyallahu anhu. Ikut dalam peperangan Jamal, Shiffin dan peperangan yang lainnya.

Dikatakan bahwa dia pun ikut dalam perang Yarmuk. Dia adalah kepala kaumnya, dia adalah orang yang berusaha menimbulkan fitnah dan merencanakan siasat atas ‘Utsman. Pernah menjadi gubernur di Mesir dan wafat ketika berjalan menuju ke sana pada tahun 37 H. Lihat biografinya dalam kitab Tahdziibut Tahdziib (X/11-12), al-A’laam (V/ 259). perang shiffin adalah. Hasyim bin ‘Atabah bin Abi Waqqash az-Zuhri, dikenal dengan nama al-Mirqal.

Dia adalah komandan ‘Ali pada perang Shiffin. Lahir ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, ada yang mengatakan bahwa dia termasuk Sahabat, dan terbunuh pada perang Shiffin, dan dia adalah seorang pemberani.

Lihat biografinya dalam kitab Siyar A’laamin Nubalaa’ (III/486), Syadzaraatudz Dzahab (I/46), dan al-A’laam (VIII/66). [8]. ‘Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid, salah seorang yang dermawan. Dia adalah pembawa bendera Mu’awiyah pada perang Shiffin, meninggal tahun 46 H rahimahullah. Lihat biografinya dalam kitab Syadzaraatudz Dzahab (I/55). [9]. Dia adalah ‘Amr bin Perang shiffin adalah bin ‘Abd Syams bin Sa’ad adz-Dzakwani as-Sulami, yang terkenal dengan kun-yahnya. Ibnu Hajar menukil dari ‘Abbas ad-Dauri bahwasanya Yahya bin Ma’in berkata, “Abul A’war as-Sulami adalah seseorang dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau bersama Mu’awiyah.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari bapaknya, “Sesungguhnya Abul A’war mengalami masa Jahiliyyah dan bukan merupakan seorang Sahabat, pernah ikut perang Qubrush pada tahun 26 H, dan dia memiliki kedudukan pada perang Shiffin bersama Mu’awiyah.

Lihat al-Ishaabah (II/540-541) dan catatan pinggirnya al-Muntaqaa’ min Man-haajil I’tidal (hal. 264), karya adz-Dzahabi tahqiq dan ta’liq Syaikh Muhibuddin perang shiffin adalah. [10]. Minhaajus Sunnah, karya Ibnu Taimiyyah (II/224).
Perang Shiffin adalah peperangan yang terjadi setelah Rasulullah ﷺ tiada. Jadi, ini bukan termasuk ghazwah maupun sariyah. Terkait perang shiffin, hal ini pernah beliau sabdakan dalam salah satu haditsnya: : لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّـى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيمَتَانِ، يَكُـونُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيمَةٌ، دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ.

“Kiamat tidak akan terjadi sehingga dua kelompok besar berperang satu sama lain. Jumlah korban tewas di antara keduanya sangat besar, padahal seruan (dakwah) mereka itu sama.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim] Dua kelompok itu adalah kelompok Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan orang-orang yang bersamanya dan kelompok Muawiyah radhiyallahu ‘anhu dengan orang-orang yang bersamanya, sebagaimana diungkapkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.[Fathul Baari (XIII/85].

Pertempuran dua kelompok besar tersebut dalam sejarah dikenal dengan perang Shifin. Tulisan berikut ini akan mengulas tentang perang besar antara sesama umat Islam ini, dengan fokus utama tentang pelajaran yang ada di dalamnya. Incoming search terms: Apa Itu Perang Shiffin? Perang Shiffin adalah pertempuran yang terjadi antara tentara Ali bin Abi Thalib dan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb pada tanggal 26 Juli 657 M / 37 H.

Perang ini merupakan kelanjutan dari fitnah yang menyebabkan terbunuhnya khalifah ketiga Utsman bin ‘Affan di tangan para pemberontak yang berkumpul di Mesir dan sekitarnya. [i] Kapan Terjadi Perang Shiffin? Perang Shifin terjadi pada bulan Shafar tahun 37 Hijriah bertepatan dengan bulan Juli tahun 657 M. Perang ini terjadi setelah perang Jamal yang merupakan konflik pertama di kalangan umat Islam yang melibatkan para sahabat Nabi Muhammad ﷺ, bahkan istri Nabi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha terlibat di dalamnya.

Penyebab Perang Shiffin Sesungguhnya salah satu keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah menahan diri dari perselisihan yang terjadi di antara para sahabat Nabi ﷺ dan merasa ridha dengan seluruh sahabat Nabi ﷺ.

Selain itu Ahlus Sunnah juga meyakini bahwa para sahabat yang sedang bertikai itu adalah orang-orang yang telah berijtihad dalam rangka mencari kebenaran. Yang benar ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala. Sedangkan yang keliru hanya mendapatkan satu pahala. Tidak selayaknya mengandalkan berita-berita dusta yang memenuhi buku-buku sejarah yang merendahkan martabat para sahabat pilihan tersebut dan menggambarkan bahwa perselisihan yang terjadi di antara sahabat tersebut adalah perselisihan pribadi atau duniawi.

Dan motif pribadi dan duniawi inilah yang menyebabkan peperangan diantara para sahabat pilihan radhiyallahu ‘anhum. Jadi perang Shifin atau pertempuran Shifin adalah pertempuran yang berlangsung antara tentara Ali radhiyallahu ‘anhu dan tentara Muawiyah radhiyallahu ‘anhu yang disebabkan oleh adanya perselisihan di antara keduanya seputar para pembunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu.

Muawiyah dan para sahabatnya menuntut darahnya Utsman dan menuntut qishash terhadap para pembunuh Utsman. Sedangkan Ali meminta Muawiyah dan para sahabatnya agar berbaiat (menyatakan sumpah setia) kepada Ali terlebih dahulu sehingga terwujudlah kesatuan umat pada satu pemimpin setelah itu baru menyelidiki persoalan pembunuhan Utsman. [ii] Perang shiffin adalah masing-masing pihak di dalam perang Jamal maupun perang Shifin itu sama sekali tidak ingin memerangi yang lain.

Yang memicu terjadinya pertempuran adalah orang-orang zhalim dari kalangan para pembunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu yang ada di antara kedua pihak tersebut dan juga orang-orang munafik. Para pembunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu telah menyebar di tengah-tengah masyarakat. Sebaiknya kita menjauh dari tenggelam dalam pembicaraan tentang perselisihan di antara para sahabat. Sesungguhnya madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah menahan diri dari tenggelam dalam membicarakan perselisihan di antara para sahabat.

Juga meyakini bahwa persoalan tersebut merupakan persoalan ijtihad dari mereka. Sebaiknya kita berpegang teguh dengan perkataan Umar bin Abdul Azis rahimahullah, تلك فتنة عصم الله منها سيوفنا فلنعصم منها ألسنتنا “Hal itu merupakan fitnah yang Allah telah melindungi pedang-pedang kita dari fitnah tersebut maka hendaklah kita benar-benar melindungi lisan kita dari fitnah tersebut.” [iii] Ringkasan Sejarah Perang Shiffin Ketika Ali bin Abi Thalib menerima amanah kekhilafahan, beliau memulai dengan mencopot sebagian dari para pejabat dan menggantinya dengan yang lain.

Di antara yang dicopot jabatannya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan yang memimpin wilayah Syam. Pendapat Ali Radhiyallahu ‘anhu dalam hal para pembunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu adalah perang shiffin adalah terburu-buru dalam hal qishash sebelum kondisi menjadi stabil dan kekuasan kekhilafahan menjadi kuat.

Sementara Muawiyah berpendapat sebagaimana para pendukung perang Jamal yaitu bersegera dalam menuntut qishash terhadap para pembunuh Utsman. Ali menetapkan untuk mencopot Muawiyah dari posisi sebagai pemimpin wilayah Syam. Ali mengangkat Sahal bin Hanif sebagai pengganti Muawiyah. Ketika Sahal bin Hanif berjalan menuju Syam, para penduduk Syam menolaknya perang shiffin adalah Muawiyah menolak pencopotan dirinya karena dia memandang bahwa persoalannya belum sepenuhnya stabil di pihak Ali.

Khususnya, para pembunuh Utsman masih berkeliaran di berbagai wilayah. Maka Ali mengambil sikap tegas. Dia tidak mau bersikap lunak dalam masalah semacam ini. Dia lantas menggerakkan pasukan menuju ke Syam dan langsung dipimpin oleh dirinya.

Namun dia beralih menuju Bashrah setelah mendengar keluarnya Thalhah dan Zubair serta ‘Aisyah dan orang-orang yang bersamanya.

Itulah peristiwa perang Jamal. Setelah selesai dari perang Jamal dan menetap di Kufah selama beberapa waktu, Ali mengutus Jarir bin Abdullah ke Muawiyah agar Muawiyah berbaiat kepada Ali dan menjelaskan hujjah atau argumentasi Ali dalam persoalan para pembunuh Utsman. Akan tetapi Muawiyah tidak memberikan jawaban. Setelah perang shiffin adalah utusan datang berturut-turut namun tidak ada hasilnya sama sekali.

Akhirnya Ali menggerakkan pasukannya. Muawiyah mengetahui persoalan tersebut dan menggerakkan pasukannya terlebih dahulu ke Shiffin dan menguasai sumber airnya. Saat Ali tiba di sana, dia meminta agar sumber air tersebut dibebaskan untuk kedua belah pihak, namun mereka menolaknya. Akhirnya para penduduk Irak berhasil menyingkirkan mereka dari sumber air dan Ali radhiyallahu ‘anhu membebaskan sumber air itu untuk kedua belah pihak. Selama beberapa hari kemudian tidak terjadi pertempuran di antara mereka.

Setelah itu terjadi pertempuran. Lalu masuklah bulan Muharram ( perang shiffin adalah satu bulan haram) sehingga kedua belah pihak menghentikan peperangan dengan harapan terjadi perdamaian di antara mereka. Para duta dari masing-masing pihak telah diutus namun tidak ada hasilnya. Ali tetap pada pendapatnya dan Muawiyah tidak mau menyambut permintaan Ali. Kemudian terjadilah pertempuran kecil hingga berlanjut di bulan Shafar.

Setelah itu, terjadilah pertempurna besar selama tiga hari. Dalam pertempuran tersebut ‘Ammar bin Yasir terbunuh perang shiffin adalah dalamnya. Rasulullah ﷺ bersabda tentang ‘Ammar bin Yasir: وَيْحَ عمَّارٍ تَقْتُلُهُ الفِئَةُ الباغِيَةُ ”Kasihan ‘Ammar.

Dia akan dibunuh oleh kelompok pemberontak.” Ketika tanda-tanda kekalahan mulai tampak pada para penduduk Syam, mereka mengangkat mushaf Al-Quran, dan menawarkan tahkim (arbitrase-usaha untuk melerai dua pihak yang bersengketa atau disebut juga dengan perundingan damai). Lalu ditulislah dokumen arbitrase dengan disaksikan oleh perwakilan dari masing-masing pihak. Setelah itu, Ali pergi menuju ke Kufah dan Muawiyah kembali ke Syam.

Kemudian berkumpullah dua orang juru runding. Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali dan ‘Amr bin Al-‘Ash dari pihak Muawiyah. Namun pertemuan keduanya belum menampakkan kesepakatan apa pun yang yang menjadikan Ali bersiap-siap untuk menuju Syam kedua kalinya. Akan tetapi, persoalan Khawarij telah menghalangi dirinya dari hal tersebut.

[iv] Pelajaran Hikmah Dari Perang Shiffin Beberapa pelajaran penting yang bisa diambil dari perang Shifin adalah sebagai berikut: [v] • Persoalan pemerintahan merupakan salah satu persoalan yang paling kompleks. Sesungguhnya orang-orang yang memperhatikan dan mencermati peristiwa besar yang terjadi sejak meninggalnya Amirul Mukminin ‘Utsman bin’Affan radhiyallahu ‘anhu akan mengetahui bahwa apa yang telah terjadi dan apa yang tengah berlangsung pada periode sejarah ini merupakan ujian paling dahsyat yang dihadapi umat Islam semenjak diutusnya Nabi Muhammad ﷺ .

perang shiffin adalah

Orang yang mengkaji dan mencermati peristiwa-peristiwa tersebut dengan pandangan yang adil dan proporsional akan mengetahui secara yakin bahwa masalah pemerintahan merupakan perkara yang paling kompleks. Hal itu nampak jelas di penghujung masa periode Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu dan masa kekhalifahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma.

Bila kita perhatikan, peristiwa-peristiwa dalam perang Jamal dan Shiffin, kita akan melihat bahwa akan sangat sulit bagi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pada saat itu untuk secara langsung menguasai kondisi dan mengendalikan secara penuh urusan negara dan membuat ridha semua pihak yang beragam yang saling bertikai.

Hal itu karena keberadaan kelompok Sabaiyyah di barisan yang menghasut massa dan menyebarkan fitnah. Ketika suara mulai meninggi, banyak teriakan di antara manusia, banyak desas-desus yang tersebar di masyarakat, semua itu akan menyebabkan lemahnya suara akal sehat sehingga tidak akan ada yang mendengarnya kecuali sedikit saja.

• Semangat saja tidaklah cukup. Dan keikhlasan semata juga tidak memadai. Harus memperhatikan realitas dan menimbang dengan cermat antara maslahat dan madharat serta menentukan tempat-tempat yang kuat dan lemah. Harus memperhatikan maslahat tertinggi bagi umat dan negara. Menolak kerusakan harus didahulukan daripada meraih maslahat. Harus menanggung madharat yang bersifat perang shiffin adalah untuk menghilangkan madharat yang bersifat umum.

Orang-orang yang menuntut darahnya Utsman radhiyallahu ‘anhu, kami menganggap mereka semua di atas kebaikan. Kami tidak menuduh niat mereka akan tetapi mereka keliru dalam ijtihadnya dan perang shiffin adalah mereka terhadap berbagai perkara. Yang lebih utama adalah kita menjaga persatuan umat dan darah kaum Muslimin meskipun hal itu akan menyebabkan dilakukannya sebuah kerusakan yang lebih ringan dari kerusakan yang lain.

Syariat itu pondasinya adalah mewujudkan maslahat dan menyempurnakannya serta menghilangkan kerusakan dan meminimalkannya. Oleh karenanya, harus dijaga kaidah: “Mempertimbangkan kemampuan dan kelemahan”, “Kehilangan maslahat yang lebih kecil dari dua masalahat yang ada demi meraih masalahat yang lebih besar.” Demikian juga harus menjaga kaidah: “Melakukan mafsadat yang lebih kecil dari dua mafsadat yang ada untuk menghilangkan mafsadat yang lebih besar.” Juga kaidah: “Mempertimbangkan berbagai dampak/akibat.” Dalam hal inilah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu tepat ijtihadnya dan telah keliru pihak yang lain.

Bahkan pendiriannya tersebut menunjukkan kedalaman pemahamannya dan kecerdasannya radhiyallahu ‘anhu. • Semangat yang tercampur dengan emosi saja tanpa memperhatikan pedoman-pedoman kaidah di atas tidak akan selaras dengan metode perubahan yang benar. • Sesungguhnya duduk di meja delegasi dan upaya mendamaikan antara pihak-pihak yang bertikai adalah salah satu sebab memelihara darah kaum Muslimin.

Salah satu sebab kelemahan adalah kerasnya perselisihan antara pihak-pihak yang berselisih tersebut hingga meskipun proses upaya damai itu memakan waku lama.

Dengan berjalannya waktu, jiwa-jiwa itu akan menjadi tenang dan jernih. Oleh karenanya, kita melihat bahwa kedua juru runding dan mereka yang bersamanya tidak mampu untuk mencapai penyelesaian yang tuntas dalam persoalan tersebut. Akan tetapi, semata duduknya mereka itu sudah menjadi semacam obat dari luka yang menganga dan terjadi pendarahan.

• Wajib untuk menahan lisan kita dari pertikaian apa pun di antara para sahabat kecuali yang sesuai dengan mereka radhiyallahu ‘anhum. Karena, terlalu jauh masuk dalam pembahasan mengenai persoalan tersebut akan menyebabkan lahirnya permusuhan dan kedengkian serta kemarahan terhadap salah satu dari dua pihak yang bertikai tersebut.

Setiap Muslim wajib untuk mencintai semua pihak dan meridhai mereka dan mendoakan rahmat untuk mereka, menjaga keutamaan mereka, mengakui mereka adalah para pendahulu dalam Islam dan menyebarkan kebaikan mereka. Apa saja pertikaian yang terjadi di antara mereka hanyalah merupakan buah dari ijtihad. Semuanya mendapatkan pahala dalam keadaan benar dan salah.

Hanya saja pahala orang yang tepat ijtihadnya itu lebih banyak dari yang keliru ijtihadnya. Dan perang shiffin adalah yang terbunuh maupun yang membunuh dari kalangan sahabat berada di dalam surga. Ini merupakan madzhab Ahlus Sunnah wal jamaah bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang benar ijtihadnya dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu itu meskipun keliru ijtihadnya dia akan mendapat pahala insya Allah. Namun demikian, Ali-lah sang Imam. Baginya dua pahala sebagaimana telah ditegaskan dalam Shahih Al-Bukhari: إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ، فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ، فَلَهُ أَجْرٌ ”Apabila seorang pemimpin menetapkan hukum lalu dia berijtihad kemudian ternyata tepat maka baginya dua buah pahala dan apabila menetapkan hukum lalu dia berijtihad kemudian ternyata keliru maka baginya satu pahala.” [Al-Bukhari dengan Syarahnya Fathul Bari 13/318] Allah Ta’ala berfirman, وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإِن فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ “Dan apabila ada dua golongan orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya.

Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah Mencintai orang-orang yang berlaku adil.” [Al-Hujurat: 9] Pada ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan untuk melakukan ishlah di antara orang-orang mukmin yang sedang berperang karena mereka itu bersaudara.

Peperangan ini tidak mengeluarkan mereka dari sebutan iman, karena Allah sendiri menyebut mereka sebagai perang shiffin adalah beriman. Allah memerintahkan untuk melakukan ishlah di antara mereka apabila terjadi peperangan di antara kaum mukminin secara umum.

Hal itu tidak mengeluarkan mereka dari keimanan. Dengan demikian, para sahabat Rasulullah ﷺ yang saling berperang dalam perang Jamal dan setelahnya adalah orang pertama yang masuk dalam sebutan iman yang disebutkan dalam ayat ini. Maka mereka di sisi Allah Ta’ala tetaplah orang-orang mukmin sejati dan pertikaian yang terjadi di antara mereka sama sekali tidak berpengaruh dalam iman mereka karena hal itu terjadi dari hasil ijtihad mereka. Dari Umar bin Abdul Azis rahimahullah, dia berkata, ‘Aku melihat Rasulullah ﷺ dalam mimpi.

Abu Bakar dan Umar sedang duduk di sampingnya. Lalu aku mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ kemudian aku duduk. Ketika aku sedang duduk, Ali dan Muawiyah didatangkan. Mereka berdua dimasukkan ke dalam sebuah rumah lalu pintunya ditutup.

Aku melihat, tak lama kemudian Ali radhiyallahu ‘anhu keluar sambil berkata, ”Aku diputus benar demi, Rabb Ka’bah.” Setelah itu keluarlah Muawiyah sambil berkata, ”Aku telah diampuni, demi Rabb Ka’bah.” [Al-Bidayah wan Nihayah, 8/133] • Kita wajib untuk meridhai pihak ketiga yang menjauhi fitnah tersebut seperti Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar dan selain mereka berdua radhiyallahu ‘anhuma.

Sayangnya, sebagian ahli sejarah mendiskreditkan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu bahkan menganggapnya telah fasiq. Mereka semua telah lupa bahwa Muawiyah radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu penulis wahyu bagi Rasulullah ﷺ. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ولم يكن معاوية ممن يختار الحرب ابتداءً، بل كان مِن أشد الناس حرصًا على أن لا يكون قتال ”Muawiyah bukanlah orang yang sejak semula memilih perang.

Bahkan dia termasuk orang yang paling berusaha keras agar tidak terjadi peperangan.” Pada akhirnya kami tegaskan bahwa periode sejarah ini merupakan masa paling berbahaya yang telah dilalui oleh umat ini dan fitnah ini termasuk fitnah yang paling dahsyat. Perang shiffin adalah urusan hanyalah milik Allah, sebelumnya maupun sesudahnya.

Dari sini menjadi jelas, golongan-golongan sesat dan kelompok-kelompok yang menyimpang itu harus diperangi secara pemikiran, sosial dan keamanan. Hal ini karena ketika kelompok-kelompok tersebut menyebar di negeri- negeri kaum Muslimin, hal itu akan membahayakan kaum Muslimin, mengancam keamanan dan stabilitas serta membuat manusia ragu dengan akidahnya.

Inilah keadaan Khawarij yang memberontak kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, mengkafirkannya dan salah seorang dari mereka kemudian membunuhnya dengan mengklaim bahwa mereka sedang mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan tersebut. Mereka tidak memiliki sandaran dan bukti dalam hal itu. Mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu dan mentaati setan. Para ulama dan dai harus melaksanakan kewajiban mereka dalam persoalan ini untuk menjaga Islam dan kaum Muslimin serta untuk mengokohkan aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Inilah jalan ideal untuk menguatkan persatuan dan menyatukan barisan. Siapa saja yang memperhatikan sejarah Islam yang panjang akan mendapati bahwa negara-negara yang berdiri di atas sunnah adalah negara-negara yang menyatukan kesatuan kaum Muslimin dan dengan persatuan tersebut Islam menjadi mulia dahulu dan sekarang.

Hal ini berbeda dengan negara-negara yang berdiri di atas bid’ah dan menyebar luaskan kekacau balauan, perpecahan dan hal-hal yang baru dalam agama, maka hal itu akan memecah persatuan. Negara-negara semacam ini akan segera punah. Pendapat Para Ulama Tentang Perang Shiffin Berikut beberapa komentar para ulama yang kami kumpulkan terkait dengan perang shiffin – Umar bin Abdul Aziz Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah ditanya mengenai perang yang terjadi di antara para sahabat, maka dia menjawab, تلك دماء طهر perang shiffin adalah يدي منها؛ أفلا أطهر منها لساني؟!

مثل أصحاب رسول الله -صلى الله عليه وسلم- مثل العيون, ودواء العيون ترك مسها “Itu adalah darah yang Allah telah mensucikan tanganku darinya.

Tidakkah aku sucikan lisanku dari darah tersebut? Perumpamaan para sahabat adalah seperti mata. Obat dari mata adalah dengan tidak menyentuhnya.!” – Al Baihaqi Al-Baihaqi rahimahullah memberikan komentar terhadap perkataan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah tersebut, “Ini sikap yang baik nan indah.

Karena diamnya seorang pria dari apa yang tidak memberikan manfaat kepadanya adalah sikap yang benar.” – Al Hasan Al Bashri Al-Hasan Al-Bashri ditanya tentang perang di antara para sahabat, maka beliau menjawab, قتال شهده أصحاب محمدٍ -صلى الله عليه وسلم- وغبنا, وعلموا وجهلنا, واجتمعوا فاتبعنا, واختلفوا فوقفنا ”Itu adalah peperangan yang diikuti oleh para sahabat Muhammad ﷺ sementara kita tidak turut serta.

Mereka mengetahui sedangkan kita tidak mengetahui. Mereka bersatu maka kita ikuti. Dan bila mereka berselisih maka kita berdiam diri.” [Al-Jami’ Li Ahkamil Quran, Al-Qurthubi, 16: 332] – Imam Ahmad bin Hanbal Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Apa pendapat anda tentang perang yang terjadi antara Ali dan Muawiyah radhiyallahu ‘anhuma?

Imam Ahmad menjawab, ما أقول فيهم إلا الحسنى “Aku tidak berbicara tentang mereka kecuali yang baik.” – Abu Bakar Al Baqilani Abu Bakar al-Baqilani rahimahullah berkata, “Harus diketahui bahwa kita harus menahan diri terhadap persesilihan yang terjadi di antara para sahabat Nabi ﷺ. Kita mendoakan mereka semua agar mendapatkan rahmat. Kita memuji mereka semua dan memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada mereka ridha dan keamanan, keberuntungan dan surga.

Kita meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh Ali radhiyallahu ‘anhu adalah benar dan baginya dua pahala. Apa yang muncul dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum itu adalah hasil dari ijithad mereka maka bagi mereka pahala. Kita tidak menyatakan mereka fasik dan tidak pula menyatakan mereka adalah pelaku bid’ah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: لَقَدْ رَضِيَ اللهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا ” Sungguh, Allah telah Meridhai orang-orang Mukmin ketika mereka perang shiffin adalah setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia Mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia Memberikan ketenangan atas mereka dan Memberi balasan dengan kemenangan yang dekat.” [Al-Fath: 18] – Ibnu Katsir Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Perselisihan yang terjadi di antara para sahabat setelah Nabi ﷺdi perang shiffin adalah ada yang perang shiffin adalah tanpa ada kesengajaan seperti peristiwa perang Jamal.

Ada juga yang merupakan hasil dari sebuah ijtihad seperti perang Shiffin. Ijtihad tersebut keliru namun pelakunya dimaafkan. Bila keliru maka dia dia mendapat pahala juga, sedangkan yang benar ijtihadnya maka baginya dua pahala.” [Al-Ba’its Al-Hatsits Ikhtishar ‘Ulumil Hadits, Ibnu Katsir, hal.

182] – Ibnu Hajar al Asqolani Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ahlus Sunnah telah sepakat atas wajibnya melarang tindakan mendiskreditkan (merusak reputasi) seseorang dari sahabat dengan sebab peperangan yang mereka alami meskipun diketahui siapa yang benar dari mereka.

Ini karena peperangan tersebut hanya terjadi berdasarkan ijtihad. Bahkan telah jelas bahwa dia diberi satu pahala satu sedangkan yang bernar ijtihadnya diberi dua pahala.” [Fathul Bari, Ibnu Hajar, 13/34] Demikian pembahasan tentang beberapa pelajaran dari perang Shiffin.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepada kita semuanya dari berbagai pelajaran penting yang ada di dalamnya. Apabila ada kebenaran di dalam tulisan ini maka itu dari Allah semata dan bila ada kesalahan dan penyimpangan maka dari kami dan dari setan. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya. [i] https://www.marefa.org/ [ii] sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/187905/سبب-حرب-صفين [iii] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/297637/ [iv] http://iswy.co/e29qiu [v] http://www.salafvoice.com/article.aspx?a=11381

Perang Shiffin - Tragedi Berdarah Kubu Ali bin Abi Thalib VS Kubu Muawiyah Bin Abu Sufyan




2022 www.videocon.com