Sunan Kudus adalah ulama keenam dari Walisongo. Menjadi tokoh yang cukup disegani oleh masyarakat membuat namanya seolah tak pernah terlupakan hingga sekarang. Ia merupakan salah satu orang yang sangat berjasa dalam menyampaikan ilmu agama Islam. Sejumlah peninggalannya masih dilestarikan dan kisah-kisah semasa hidupnya masih banyak dibahas. Berikut adalah info lengkapnya. Posting terkait: Sejarah Sunan Kudus Kisah Sunan Kudus dimulai dari wafatnya sang ayah dalam pertempuran melawan Majapahit.
Sunan Kudus kemudian menggantikan posisi sang ayah menjadi senopati Demak sambil terus menyampaikan dakwah Islam dari satu tempat ke tempat lain. Dikabarkan bahwa Sunan Kudus pernah mengembara hingga Makkah, dan akhirnya kembali ke tanah Jawa dan menetap di Kudus.
Biografi Sunan Kudus Nama asli : Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan Gelar : Waliyyul Ilmi Tempat, tanggal lahir : Al-Quds, Palestina, 9 September 1400 M Tempat, tahun wafat : Kudus, 1550 M Nama ayah : Raden Usman Haji / Sunan Ngudung Nama ibu : Syarifah Dewi Rahil binti Sunan Bonang Nama kakek : Sayyid Fadhal Ali Murtazha / Sunan Bonang Nama guru : Sunan Kalijaga Nama saudara : Syarifah Dewi Sujinah Pekerjaan : Penasehat sultan, panglima perang, imam besar masjid Demak & masjid Kudus, qadhi, mufti, mursyid tarekat, ketua pasar islam Walisongo, naqib nasab keturunan azmatkhan, ketua baitulmal Walisongo, penanggung jawab pencetak dinar dirham Islam.
Simak Juga: Sunan Giri Makam Sunan Kudus Sunan Kudus wafat dalam posisi sujud saat menjadi imam solat subuh di Masjid Menara Kudus, yang kemudian dimakamkan di area masjid tersebut. Makam ini kemudian menjadi objek wisata Islami yang selalu ramai didatangi para peziarah, terutama setiap Kamis malam. Makamnya berada di pendopo kecil yang hampir semua bahannya terbuat dari kayu. Simak Juga: Sunan Drajat Silsilah Sunan Kudus Ayah dan ibu dari Sunan Kudus adalah orang Palestina asli dan masih memiliki hubungan keluarga dengan Sunan Ampel.
Dari dua orang istri, Sunan Kudus memperoleh sepuluh anak yang semuanya salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah tokoh penting di Pulau Jawa, yang bernama: • Amir Hasan • Nyai Ageng Pambayun • Panembahan Kudus • Amir Hamzah • Ratu Pajaka • Ratu Probodinalar • Panembahan Makaos Honggokusumo • Panembahan Jaka • Panembahan Kadhi • Panembahan Karimun Cucu dan cicitnya juga merupakan ulama tersohor di Tanah Air.
Tiga diantaranya adalah Syekh Kholil Bangkalan Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, dan Syekh Bahruddin Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini. Peninggalan Sunan Kudus 1. Masjid Menara Kudus Nama resmi masjid ini adalah Al Manar atau Al Aqsa Manarat Qudus.
Letaknya berada di Jl. Menara, Pejaten, Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Desain masjid ini adalah perpaduan Islam, China, dan Hindu.
Meskipun sudah ada sejak tahun 1549 M, masjid ini masih tampak kokoh dan baik karena selalu dirawat dan diperhatikan. 2. Keris dan Tombak Kedua benda pusaka ini disimpan di Masjid Menara Kudus dan dimandikan setiap tahun sekali, tepatnya setiap Idul Adha. Ritual memandikan keris dan tombak ini biasa dilakukan oleh seorang ahli pusaka dari pihak Yayasan Masjid. Nama ritualnya sendiri adalah “menjamas”. Diperkirakan bahwa keris yang bernama Chintaka/Cintoko ini sudah berusia 600 tahun.
Ritual biasanya dilakukan sejak pagi dengan diawali pembacaan doa iftitah, tahlil, dan ayat Al-Quran bersama. Dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kudus, lalu pengambilan keris salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah dalam peti di area makam. Kemudian, keris dimandikan dengan air rendaman merang ketan hitam, dibersihkan dengan air jeruk nipis, lalu dijemur di atas sekam ketan hitam.
3. Asmaradana Asmaradana adalah tembang (lagu Jawa kuno) yang berisi tentang cinta (asmara). Dengan perantara tembang ini, Sunan Kudus menyebarkan Islam lewat lirik lagu, yang membuat masyarakat lebih mudah memahaminya.
Simak Juga: Sunan Gresik Metode Dakwah Sunan Kudus Sunan Kudus menggunakan metode dakwah yang halus dan sangat toleran terhadap agama/kepercayaan/adat istiadat lain, yang ia pelajari dari gurunya, sang ayah, dan beberapa ulama terkenal lain, seperti Ki Ageng Ngerang, Kyai Telingsing, dan Sunan Ampel.
Adapun metode dakwah yang digunakan adalah: 1. Bergaul dengan Masyarakat Hindu Budha Pemeluk agama Hindu dikenal sangat setia pada agama, sehingga cukup sulit untuk membuatnya mempelajari Islam.
Salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah itu, Sunan Kalijaga melakukan pendekatan dengan cara berbaur dalam kehidupan sehari-hari. 2. Membuat Masjid Untuk menarik perhatian, Sunan Kalijaga juga membuat masjid yang bentuk bangunan dan ukiran-ukiran yang serupa dengan candi Hindu. Terdapat juga pancuran wudhu berjumlah delapan titik, dengan setiap titik diberi sebuah arca yang mirip dengan milik masyarakat Budha, yang bernama arca Kebo Gumarang.
Bangunan masjid seperti ini tentu saja membangkitkan rasa penasaran umat Hindu Budha, yang kemudian terpengaruh untuk masuk ke dalam masjid dan secara tidak langsung akan ikut mendengarkan dakwah sunan di dalam masjid. 3. Mengubah Ritual Di kalangan Hindu Budha pada zaman dulu, ada sebuah ritual sakral yang disebut dengan mitoni, yaitu bentuk syukur atas kelahiran seorang bayi. Jika dalam Islam, hampir mirip dengan dengan aqiqah. Namun bagi pemeluk agama Hindu Budha, persembahannya diberikan kepada arca atau patung.
Sunan Kalijaga kemudian merubah ritual ini agar lebih sesuai dengan ajaran Islam tapi tidak menghilangkan kebiasaan Hindu Budha yang selama ini mereka yakini. Perlahan-lahan, penganut Hindu Budha terbiasa dengan hal ini dan semakin banyak mendengarkan dakwah Sunan, hingga akhirnya tertarik masuk Islam. Sunan Kudus adalah tokoh Islam yang terkenal akan ilmunya. Hal ini terbukti dari cara yang ia gunakan untuk mengajak masyarakat memeluk Islam.
Ia tidak menggunakan kekerasan/paksaan, juga tidak berusaha untuk terus-menerus menjejalkan Islam. Ia justru mengikuti alur Hindu Budha untuk membuat orang-orang tertarik dan akhirnya mendengarkan dakwahnya sedikit demi sedikit. Salah satu peninggalan dari Sunan Kudus adalah sebuah masjid yang dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid al-Aqsa atau Masjid al-Manar. Masjid ini dibangun oleh Ja’far Shodiq atau yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus.
Sunan Kudus adalah putera dari Raden Usman Haji atau Sunan Ngundung. Sunan Kudus merupakan salah satu dari sembilan wali (wali songo) yang menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa. Sesuaidengannamanya, Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di wilayah Kudus.
Masjid Menara Kudus dibangun pada tahun 956 H atau 1537 M. Hal tersebut diketahui dari inskripsi berbahasa Arab yang terdapat pada mimbar masjid. Masjid ini mempunyai banyak keunikan.Salah satunya adalah bentuk menaranya yang mirip dengan candi.
Menurut beberapa pengamat, menara yang terdapat pada masjid ini mirip dengan Candi Jago. Kompleks Peninggalan Sunan Kudus terdiri atas masjid, menara, dan makam.
1. Masjid Menara Kudus Masjid Menara Kudus berbentuk empat persegi panjang, desainnya merupakan penggabungan Budaya Hindu dan Budaya Islam.
Untuk memasuki halaman Masjid Menara Kudus harus melewati 2 gapura utama yang berbentuk candi bentar. Terdapat 5 buah pintu di sebelah kanan dan 5 buah pintu di sebelah kiri. Jendelanya berjumlah 4 buah. Tiang bangunan masjid terbuat dari kayu jati dan berjumlah 8 buah. Terdapat kolam masjid berbentuk “padasan” yang merupakan peninggalan zaman purba dan dijadikan sebagai tempat wudhu.
Kolam tersebut memiliki delapan lubang yang diatasnya terdapat ukiran berbentuk kepala arca.
Didalam masjid terdapat 2 buah bendera yang terletak kanan dan kiri tempat khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura yang disebut “ Lawang Sewu”.
Gapura tersebut merupakan peninggalan Majapahit yang digunakan sebagai pintu spion. Bangunan Masjid Menara Kudus terdiri atas: a. Serambi Serambi berupa bangunan terbuka yang terbagi dua, yaitu serambi depan dan serambi tengah. Pada serambi depan terdapat sebuah gapura kori agung yang memisahkan antara serambi depan dengan serambi tengah.
Sebelumnya gapura tersebut berada diluar masjidnamun sekarang terlindung oleh atap serambi yang merupakan perluasan bangunan masjid. Pada bagian atas serambi terdapat sebuah kubah besar, yang bentuknya sama dengan bentuk kubah yang terdapat pada bangunan masjid di India.
Disekeliling kubah tersebut terdapat tulisan yang menyebutkan nama-nama Islam. Serambi tengah berukuran panjang 26,50 m dan lebar 22 m. Bangunan serambi ini merupakan ruangan terbuka dengan lantai dari ubin. b. Ruang utama Ruang utama ditopang oleh 4 soko guru (tiang utama) dan 4 soko rawa (tiang tambahan) dengan tinggi masing-masing tiang 5 meter. Pintu utama terletak di tengah sedangkan pintu lainnya berada di sisi barat dan timur ruang utama.
Lantai ruang utama terbuat dari ubin. Terdapat sebuah kori agung yang berukuran panjang 4.80 inci, lebar 55 cm, dan tinggi 5 m. Didalam ruang utama ada 2 buah mimbar yaitu dibagian utara dan selatan. Terdapat mihrab dengan relung berbentuk lengkung tapal kuda. Di kanan dan kiri mihrab terdapat jendela. Diatas mihrab terdapat inskripsi berhuruf Arab dan telah usang.
Atap bangunan ruang utama berbentuk tumpang tiga dan ditutup dengan genteng merah. Pada puncak atap terdapat mustaka dari tembaga. c. Pawestren Pawestren merupakan bangunan baru sebagai perluasan masjid. Terletak di samping kiri masjid dengan ukuran 15.5 m dan lebar 8 m. Bangunan disanggah oleh 8 buah tiang dari beton. Pintu masuk ada 4 buah dan terbuat dari kayu. Jendela berjumlah 6 buah dan lantai ruangan dari ubin keramik.
d. Tempat wudhu Ada 2 buah tempat wudhu di Masjid Kudus, masing-masing berukuran panjang 12 m, lebar 4 m, dan tinggi 3 m. Bentuk bangunan persegi panjang dengan bahan bangunan dari bata merah dan lantai dari ubin.
2. Menara Masjid Kudus Salah satu keistimewaan Masjid Menara Kudus adalah menaranya yang merupakan hasil akulturasi kebudayaan Hindu, ,Jawa dan Islam. Bentuk menara mengingatkan bentuk candi corak Jawa Timur. Regol-regol dan gapura bentar yang terdapat di halaman depan, serambi, dan bagian dalam masjid mengingatkan pada corak kesenian klasik di Jawa Timur.
Menara masjid berdenah empat persegi dengan arah hadap ke barat. Bentuk dan konstruksi menara seperti bangunan candi Hindu yang terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Di bagian kaki menara terbawah terdapat 3 buah pelipit yang tersusun menjadi satu. Bagian kaki paling atas terdiri atas beberapa susunan yang makin ke atas makin melebar.
Terdapat sebuah komposisi pelipit sebagai penyangga antara kaki bagian tengah dan atas. Seluruh material pada kaki menara menggunakan material dari batu bata merah tanpa perekat. Pada sisi barat terdapat konstruksi tangga menara yang mengarah keluar.
Hiasan yang terdapat pada kaki menara antara lain hiasan pola geometris yang berbentuk segi empat. Di sudut kaki menara terdapat bidang polos berbetuk pilar. Di sebelah kiri dan kanan tangga terdapat hiasan berbentuk tumpal berupa segitiga sama kaki.
Kaki dihiasi dengan pelipit-pelipit dan panel-panel persegi empat. Di atas kaki terdapat selasar sebagai tempat berdiri kaki bangunan yang mempunyai hiasan pelipit-pelipit dan panel persegi serta keramik. Pada bagian kaki bangunan ini terdapat tangga naik. Badan menara dihiasi dengan pelipit-pelipit dan relung-relung. Menara masjid memiliki ketinggian 18 meter dengan bagian dasar berukuran 10 x 10 m. Terdapat hiasan piring-piring bergambar yang berjumlah 32 buah di sekeliling bangunan.
Dua puluh buah hiasan piring berwarna biru dengan lukisan masjid, manusia dengan unta dan pohon kurma. Sementara 12 lainnya berwarna merah putih dengan lukisan kembang. Di dalam menara terdapat tangga kayu yang dibuat pada tahun 1895 M.
Tubuh menara bagian bawah merupakan sebuah pelipit besar dan tinggi yang dibagi dua oleh sebuah bingkai tebal. Tubuh menara bagian tengah berbentuk persegi yang ramping. Pada sisi utara, timur, dan selatan terdapat relung-relung kosong.
Pintu masuk ruangan terbuat dari kayu. Tubuh menara bagian atas terdiri dari susunan pelipit-pelipit mendatar yang makin ke atas makin panjang dan melebar. Hiasan yang terdapat pada tubuh menara berupa pola geometris, mangkok porselen bergambar, dekorasi bergambar, dan bentuk silang yang penempatannya berselang-seling.
Selain itu terdapat tempelan benda berwujud piring yang berisi lukisan masjid, manusia dengan onta, dan lukisan bunga. Atap menara berbentuk limas bersusun dua dan di bagian puncaknya terdapat tulisan Arab “Allah”, sedangkan di bagian bawah atap menara tergantung sebuah bedug dan kentongan.
Bedug berukuran panjang 138 cm dan kentongan berukuran panjang 150 cm. Bagian puncak menara berupa ruangan mirip pendopo berlantaikan papan yang ditopang oleh 4 buah tiang kayu yang bertumpu masuk pada lantai papan yang berlapis.
Di antara dua tiang sebelah timur dipasang hiasan arloji salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah cukup besar. Pada salah satu tiang terdapat inskripsi yang ditulis dengan huruf dan bahasa Jawa yang berbunyi “Gapura Rusak Ewahing Jagad” yang berarti 1609 S (1685 M). 3. Makam Di belakang Masjid Menara Kudus terdapat kompleks makam, diantaranya makam Sunan Kudus dan para ahli warisnya, serta tokoh lain seperti Panembahan Palembang, Pangeran Pedamaran, Panembahan Condro, Pangeran Kaling, dan Pangeran Kuleco.Komplek makam terbagi dalam beberapa blok dan tiap blok merupakan bagian tersendiri dari hubungannya terhadap Sunan Kudus.
Ada blok para putera dan puteri Sunan Kudus, ada blok para Panglima perang dan blok paling besar adalah makam Sunan Kudus sendiri. Uniknya semua pintu penghubung antar blok berbentuk gapura candi-candi.
Makam Sunan Kudus berpagar bata dan gapuranya berbentuk paduraksa yang merupakan bentuk arsitektur masa Hindu. Dipintu makam Sunan Kudus terukir kalimat Asmaul Husna, berangka tahun 1895 atau 1296 H. Makam Sunan Kudus terletak dalam cungkup yang terbuat dari kayu beratap genteng dan berbentuk limasan. Jirat makam terbuat dari marmer berhias, dan terdapat dua nisan dari batu di atas jirat tersebut. Makam dikelilingi oleh tembok-tembok dari bata merah yang disusun berjenjang, ada yang menjorok ke dalam dan ke luar seperti layaknya bangunan candi.
Area makam yang terlihat seperti komplek pemakaman Islam namun bercorak Hindu.Masing-masing makam memiliki cungkup berbentuk denah bujur sangkar dengan ukuran sisinya 4.35 cm. Makam dengan panjang jirat 298 cm, lebar 76 cm, dan tinggi 28 cm.
Nisan berbentuk lengkung bawang yang rata pada bagian atasnya. Tinggi nisan 79 cm, lebar tubuh 20 cm, dan lebar bagian kaki 28 cm. Hiasan yang ada pada makam Sunan Kudus, yaitu pada bagian nisan berupa sulur-suluran yang mengisi bidang tumpal pada kaki makam maupun pada bagian tubuh nisan.
Di sekitar makam terdapat bangunan tajug dan bak air.Bangunan tajug atau bale-bale terdapat di dekat pintu gerbang masuk kompleks makam. Bangunan ini berdenah bujur sangkar dengan ukuran 6.63 m setiap sisinya. Di sebelah barat laut bangunan tajug terdapat bak air yang masih dipergunakan sampai sekarang. Bak air berukuran panjang 287 cm, lebar 180 cm, dan tinggi 66 cm.
Raden Ja’far Shadiq, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus adalah salah satu dari Walisongo. Walisongo adalah sembilan Wali yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa.
Sunan Kudus sendiri merupakan Wali yang menyebarkan ajaran Islam didaerah Kudus, Jawa Tengah. Beliau adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung. Bapaknya yaitu Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kekhilafahan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.
Hingga sekarang masih banyak budaya dan tradisi peninggalan Sunan Kudus. Berikut adalah beberapa tradisi peninggalan Sunan Kudus. 1. Masjid Al-Aqso dan Menara, peninggalan ini merupakan peninggalan yang terlihat fisiknya dan masih terawat hingga sekarang dengan beberapa renovasi untuk mempertahankan bangunan yang sudah dimakan usia. Masjid peninggalan Sunan Kudus sendiri dinamakan masjid Al-Aqso seperti menyerupai masjid Al-Aqso yang berada di Palestina. Selain karena beliau asli dari Palestina, nama Al-Aqso sendiri diambil karena konon katanya diantara batu bata yang terdapat pada bangunan ada beberapa batu bata yang berasal dari Palestina.
Selain itu terdapat bangunan menara yang menyerupai bangunan sebuah candi. Sunan Kudus sengaja membangun menara bergaya candi ini dikarenakan untuk strategi dakwah beliau yang mayoritas masyarakat Kudus pada zaman dulu beragama Hindu.
Sehingga dengan dibangunnya menara yang mirip candi tersebut, menarik perhatian dan simpati masyarakat Hindu pada waktu itu dikarenakan adanya kesamaan dalam budaya. 2. Tradisi Dandangan, tradisi ini semula adalah sebuah pertanda atau peringatan akan masuknya bulan Ramadhan.
Kata “Dandangan” sendiri konon berasal dari kata “Dandang” atau wadah untuk memasak air atau nasi. Dahulu, Sunan Kudus memberi pertanda akan masuknya bulan suci Ramadhan dengan cara memukul-mukul dandang. Cara ini dilakukan karena belum adanya bedug ataupun speaker. Tradisi ini menjadi sebuah peninggalan dan masih ada hingga sekarang. Dengan bertempat disekitar jalan komplek makam Sunan Ampel, tradisi ini dibuka dengan kirab budaya oleh salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah Kudus.
Dalam waktu kurang lebih satu bulan sebelum memasuki tanggal 1 Ramadhan, komplek makam Sunan Kudus ini ramai dipenuhi dengan kios-kios yang memperjual belikan aneka dagangan.
Mulai dari pakaian, alat-alat dapur, makanan, hingga aksesoris dijual disini. Kemeriahan tradisi Dandangan semakin ramai dengan dilengkapi pasar malam.
Tradisi ini sudah menjadi agenda tahunan yang tidak pernah sepi pengunjungnya. 3. Larangan Menyembelih Sapi, kenapa di Kudus dilarang salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah sapi? Hingga sekarang masyarakat Kudus menghormati larangan tersebut. Karena larangan tersebut berasal dari Sunan Kudus. Hal ini dilakukan Sunan Kudus karena merupakan salah satu strategi dakwahnya. Beliau menghormati kebudayaan umat Hindu yang mengagung-agungkan hewan sapi ini.
Menurut kepercayaan agama Hindu, sapi merupakan hewan jelmaan dari Dewa. Oleh sebab itu Sunan Kudus melarang untuk menyembelih sapi agar umat Hindu jadi tertarik dengan akhlak orang Islam yang menghargai dan menghormati agama lain, sehingga banyak umat Hindu yang memutuskan untuk masuk Islam. Hingga sekarang, masyarakat Kudus tidak menyembelih sapi dalam acara apapun.
Baik itu acara hajatan maupun ketika hari raya Idul Adha. Sebagai gantinya Beliau menganjurkan untuk menyembelih kerbau yang dalam Islam ukuran kurban maupun zakatnya sama dengan sapi. Konon ceritanya ketika ada masyarakat Kudus yang menyembelih sapi, maka ada suatu peristiwa yang tidak diinginkan atau lebih sering disebut dengan musibah. Wallahu A’lam. Selain beberapa tradisi dan kebudayaan diatas, masih banyak lagi peninggalan Sunan Kudus baik yang berupa benda maupun pengetahuan dan cerita.
Kudus adalah kota kecil yang memiliki banyak kebudayaan dan tradisi. Slogannya sendiri berbunyi “KUDUS KOTA SEMARAK” Sehat, Elok, Maju, Aman, Rapi, Asri, dan Konstitusional. Sedangkan Kudus mendapat sebutan sebagai, kota kretek, kota jambu bol, kota santri, Juressalem of java.
Selain Sunan Kudus, terdapat pula salah satu dari Walisongo yang bermukim dan menyebarkan diwilayah Kudus bagian Utara. Beliau adalah Raden Umar Said atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria. Sunan Kudus merupakan wali keenam dari Walisongo.
Ia menjadi tokoh yang sangat disegani oleh masyarakat dan membuat namanya seolah tidak bisa dihilangkan hingga sekarang. Beliau merupakan sala seorang yang sangat berjasa dalam menyampaikan ilmu ajaran agama Islam di nusantara. Setelah berhasil menyebarkan agama Islam di wilayah nusantara, Sunan Kudus juga meninggalkan berbagai peninggalan yang membuatnya tetap dikenang.
Berikut ini info lengkap mengenai sunan kudus. Biografi Sunan Kudus Nama Asli Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan Tempat lahir Al-Quds, Palestina Tanggal lahir 9 September 1400 M Tempat, tahun wafat Kudus, 1550 M Nama Ayah Raden Usman Hajji (Sunan Ngudung) Nama Istri Syarifah Dewi Rahin binti Sunan Bonang Tempat tinggal Kudus, Jawa Tengah Dikenal atas Anggota Walisongo paling alim Gelar Waliyyul Ilmi Pekerjaan Penasehat Sultan (Sultan Demak), Panglima perang, Qadhi, Mufti, Imam besar Masjid Demak, Imam besar Masjid Kudus, Ketua Pasar Islam Walisongo, Ketua Baitulmal Wlisongo, Penanggung Jawab Pencetak Uang Walisongo.
Baca juga : Teks Biografi Silsilah Sunan Kudus Sunan Kudus memiliki ayah bernama Raden Usman Hajji (Sunan Ngudung) yang merupakan anak dari Sultan Sayyid Fadhal Ali Murtazha. Ayah dan ibu dari Sunan Kudus adalah orang Palestina yang memiliki hubungan keluarga dengan Sunan Ampel.
Sunan Kudus memiliki sepuluh anak yang juga merupakan tokoh penting di pulau Jawa, yaitu: • Amir Hasan • Nyai Ageng Pambayun • Panembahan Kudus • Amir Hamzah • Ratu Pajaka • Ratu Probodinalar • Panembahan Makaos Honggokusumo • Panembahan Jaka • Panembahan Kadhi • Panembahan Karimun Selain anak-anaknya, Sunan Kudus juga memiliki cucu dan cicit yang juga menjadi tokoh atau ulama tersohor di Indonesia. Tiga diantaranya yaitu Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, Syekh Kholil Bangkalan Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, dan Syekh Bahruddin Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini.
Sejarah Dakwah Sunan Kudus Perjalanan Sunan Kudus dalam berdakwah dan menyampaikan ajaran agama Islam hampir sama dengan apa yang juga dilakukan oleh para wali lainnya dari Walisongo. Dimana Sunan Kudus dalam berdakwah lebih mengutamakan kebijaksanaan dalam menentukan taktik dan siasat.
Cara tersebut dilakukan karena dinilai paling sesuai untuk mengajak masyarakat mengikuti ajaran agama Islam. Dalam berdakwah, Sunan Kudus menerapkan strategi serupa seperti Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Dimana beliau membiarkan terlebih dahulu kepercayaan yang telah ada dan tidak mengubah adat istiadat yang sudah dilakukan oleh masyarakat. Karena beliau tidak suka menggunakan jalan yang radikal atau penuh kekerasan dan memaksa masyarakat untuk memeluk ajaran Islam.
Sunan Kudus lebih memilih untuk mengikuti dari belakang setiap adat dan kelakuan masyarakat, namun juga berusaha untuk mempengaruhi dan mengubahnya sedikit demi sedikit. Cara ini disebutnya dengan Tut Wuri Handayani. Sedangkan ia juga melakukan cara lain yaitu Tut Wuri Hangiseni, dimana ia mengiktui dari belakang namun juga sambil mengisi ajaran Islam di dalamnya.
Hal ini beliau lakukan untuk menghindari terjadinya konfrontasi atau penolakan terhadap ajaran yang ia bawa. Pada akhirnya Sunan Kudus berhasil mengubah kepercayaan dan juga adat istiadat masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Masyarakat yang sudah mengikuti ajaran agama Islam juga harus bisa berusaha untuk menarik simpati masyarakat lain agar tertarik dan mau mendekat salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah agama Islam. Baca juga : Teks Cerita Sejarah Metode Dakwah Sunan Kudus Kala itu, mayoritas rakyat Kudus memeluk ajaran agama Hindu dan Buddha. Upaya Sunan Kudus untuk mengajak masyarakat memeluk agama Islam bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi hampir semua masyarakat saat itu masih berpegang teguh dengan kepercayaan dan adat istiadat saat itu.
Namun hal tersebut menjadi penyemangat bagi Sunan Kudus untuk tetap bersabar dan menjaga keteguhannya dalam berdakwah. Suatu ketika, Sunan Kudus membeli seekor sapi dari Hindia. Sapi yang dibelinya tersebut kemudian dibawa oleh para pedagang asing dengan mengugnakan kapal besar dan akhirnya diantarkan dan ditempatkan di halaman rumah beliau. Banyak masyarakat sekitar yang mayoritas beragama Hindu penasaran kenapa Sunan Kudus membawa sapi tersebut ke rumahnya. Karena dalam pandangan agama Hindu, sapi dianggap sebagai hewan yang suci dan dipergunakan sebagai kendaraan para dewa.
Di dalam agama Hindu sendiri menyembelih sapi merupakan suatu perbuatan dosa dan dikutuk oleh dewa. Dalam waktu sekejap saja setelah sapi tersebut sampai di halaman rumah Sunan Kudus, masyarakat sekitar baik yang beragama Hindu atau Buddha ramai mendatangi halaman rumah Sunan Kudus. Akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari rumahnya dan berbicara dengan masyarakat yang ramai berkumpul di halaman rumahnya itu.
Beliau mengatakan bahwa rakyatnya itu tidak boleh menyakiti apalagi menyembelih sapi. Beliau kemudian juga bercerita bahwa saat masih kecil, beliau pernah ditolong oleh seekor sapi dan diberi susu yang segar. Masyarakat yang beragama Hindu merasa sangat kagum dengan cerita Sunan Kudus tersebut. Mereka menganggap bahwa Sunan Kudus merupakan titisan Dewa Wisnu. Akhirnya dari kejadian tersebut masyarakat di sana bersedia untuk mendengarkan ceramah Sunan Kudus dengan senang hati.
Baca Juga : Teks Eksposisi : Pengertian, Struktur, Ciri dan Contoh Beliau kemudian menyampaikan bahwa di dalam Al-Quran juga terdapat sebuah surat khusus tentang sapi, yaitu dalam bahasa Arab surat tersebut bernama Al-Baqarah. Mendengar hal tersebut, masyarakat yang beragama Hindu semakin tertarik lagi untuk mendengarkan cerita dari beliau.
Setelah kejadian tersebut, banyak masyarakat yang merasa simpati dengan Sunan Kudus dan dengan ajaran yang dibawanya. Masyarakat Hindu kemudian banyak yang memeluk agama Islam dengan suka rela dan tanpa paksaan. Selanjutnya beliau juga mendirikan sebuah masjid yang arsitektur bangunannya dibuat tidak jauh berbeda dengan bangunan candi. Hal tersebut bisa dilihat pada bentuk menara Masjid Kudus. Bentuk tersebut dipilih agar masyarakat Hindu merasa akrab dan nyaman, sehingga tidak segan untuk masuk ke dalam masjid dan mendengarkan ceramah Sunan Kudus.
Perjuangan Sunan Kudus dalam Agama Islam Seiring berjalannya waktu, akhirnya beliau berhasil mengajak banyak Umat Hindu untuk masuk dan memeluk agama Islam dengan sikap toleransi yang tinggi. Dimana mereka tetap menghormati sapi yang dianggapnya berharga dalam agama Hindu dan juga membuat masjid yang menyerupai bangunan Candi. Namun perjuangan Sunan Kudus tidak berhenti sampai disitu saja, beliau juga menginginkan agar Umat Buddha juga mengenal agama Islam.
Ia kemudian terus berfikir dan meminta petunjuk kepada Allah. Setelah masjid tersebut berdidi kokoh, Sunan Kudus kemudian membuat tempat wudhu dengan bentuk pancuran yang berjumlah delapan pancuran.
Dimana setiap ancuran tersebut diberi arca kebo gumarang di atasnya, hal ini ia lakukan untuk menarik Umat Buddha. Karena hal tersebut sesuai dengan ajaran Buddha yakni Sanghika Marga atau jalan berlipat delapan.
Usahanya tersebut ternyata membuahkan hasil yang baik, banyak Umat Buddha yang merasa penasaran dengan pancuran delapan dengan arca kebo gumarang di atasnya. Pada akhirnya umat Buddha juga memiliki ketertarikan dengan ajaran yang dibawa oleh Sunan Kudus, dan tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya mau memeluk agama Islam. Kemulusan berdakwah di atas tidak serta merta langsung terjadi begitu saja dengan mudahnya, karena dalam beberapa kisah diceritakan bahwa Sunan Kudus juga pernah mengalami kegagalan saat berdakwah menyebarkan agama Islam.
Dimana suatu ketika beliau mengundah seluruh warga untuk datang ke masjid, baik warga beragama Islam, Buddha, ataupun Hindu. Namun sebelum memasuki masjid, rakyat diharuskan untuk mencuci tangan dan juga kakinya terlebih dahulu di dalam kolam yang sudah disediakan di masjid tersebut. Namun karena hal tersebut, banyak rakyat yang merasa malas dan kemudian enggan untuk masuk ke dalam masjid, terutama bagi rakyat beragama Hindu dan Buddha.
Beliau sangat menyesali kesalahannya tersebut, seharusnya beliau jangan terlalu mementingkan dan mengedepankan syariat wudhu terlebih dahulu. Kemudian di lain kesempatan, beliau mencoba untuk mengundang kembali masyarakat untuk datang ke masjid tersebut.
Namun kali ini beliau tidak mengharuskan mereka untuk mencuci tangan dan kakinya terlebih dahulu. Hal tersebut ternyata berhasil, banyak masyarakat yang mau datang dan masuk ke dalam masjid. Kesempatan emas tersebut digunakan beliau untuk menyisipkan ajaran islam mengenai keimanan dan menyampaikannya dengan cara yang halus agar rakyat merasa senang.
Selain itu, Sunan Kudus juga melakukan cara yang pintar, dimana beliau akan mengakhiri ceramahnya saat orang-orang sedang serius memperhatikan dan mendengarkannya. Hal ini akan membuat orang-orang tidak bosan dengan ceramah beliau dan malah membuat mereka penasaran dengan cerita kelanjutan ceramah Sunan Kudus tersebut.
Pada akhirnya mereka mau kembali mendatangi masjid tersebut dan mendengarkan ceramah Sunan Kudus, bahkan mereka berwudhu terlebih salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah sebelum memasukinya. Cerita Sunan Kudus yang Menentang Sesajen Pada saat itu, masih banyak masyarakat di tanah Jawa yang melakukan kegiatan adat istiadat yang aneh dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Beberapa diantaranya yaitu seperti selamatan mitoni, mengirimkan sesaji di kuburan, dan berbagai adat lainnya. Sebagai pendakwah, beliau sangat memperhatikan upacara ritual tersebut dan mencoba untuk mengarahkan dan merubah kebiasaan orang saat itu menjadi sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini juga pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga dan Sunan Muria. Misalnya saja, saat seorang istri sedang mengandung tujuh bulan, maka akan dilakukan sebuah ritual selamatan bernama mitoni.
Mitoni dilakukan oleh pasangan dan beberapa orang yang hadir dengan memberikan sesaji kepada dewa dan memohon kepada dewa agar anak yang sedang dikandungnya menjadi anak yang cantik seperti Dewi Ratih atau tampan seperti Arjuna.
Beliau sangat menentang acara adat seperti itu, kemudian beliau mencoba merubah acara selamatan dengan niat untuk bersedekah pada penduduk sekitar, bukan untuk mengirim sesaji kepada dewa. Selain itu, permintaan tersebut juga tidak ditujukan kepada dewa, namun ditujukan langsung kepada Allah.
Doa didalamnya juga diganti agar mengharapkan jika anaknya laki-laki maka akan terlahir tampan seperti Nabi Yusuf, dan jika perempuan maka akan terlahir cantik seperti Maryam. Oleh karena itu, orang tua harus bisa membaca Al-Quran, terutama surat Yusuf dan surat Maryam. Setelah datang dan menetap di Indonesia, ayah dari Sunan Kudus memimpin pasukan Majapahit.
Selanjutnya, ayah dari Sunan Kudus menjadi seorang Senopati Demak dan dijuluki dengan sebutan Sunan Ngudung. Namun saat terjadi peperangan, Sunan Ngudung tidak bisa bertahan dan gugur. Kedudukannya sebagai Senopati kemudian diserahkan kepada anaknya yaitu Sunan Kudus.
Menjadi seorang Senopati Demak, Sunan Kudus tetap melanjutkan dakwah Islamnya di daerah Kudus dan sekitarnya. Perjuangan dakwah dari Sunan Kudus mengedepankan cara yang halus dan juga sikap yang tenang. Cara tersebut dilakukan agar masyarakat bisa menerima ajaran Islam dengan sukarela dan salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah paksaan. Sunan Kudus juga dikenal sebagai orang yang suka mengembara. Bahkan terdapat sebuah cerita bahwa beliau pernah mengembara hingga ke tanah suci Mekah untuk melakukan ibadah haji.
Saat berada di tahan suci Mekah, terdapat seorang penguasa yang mencari orang utnuk bisa menghilangkan wabah penyakit dengan imbalan hadiah. Banyak ulama yang datang dan mencoba menghilangkan wabah tersebut, namun gagal. Pada saat itu, Ja’far Shodiq datang menemui penguasa tersebut, namun kedatangannya itu tidak disambut baik oleh sang penguasa.
Beliau kemudian ditanya oleh penguasa tersebut, bagaimana cara untuk menghilangkan wabah penyakit yang ada, kemudian beliau menjawab dengan tegas bahwa doa bisa menghilangkannya. Seketika wabah tersebut menghilang dan warga kembali sembuh dengan cepat.
Ternyata, sebab gagalnya banyak ulama yaitu karena imbalan yang ditawarkan oleh sang penguasa. Dimana doa yang dibacakan tersebut menjadi tidak ikhlas dan hanya mengharapkan imbalan saja. Setelah berhasil salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah wabah tersebut.
Sunan Kudus dijanjikan sebuah hadiah, namun beliau menolaknya, beliau hanya meminta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis. Kemudian batu tersebut diletakkan di Masjid Kudus, tepatnya di area imam. Ajaran Sunan Kudus Ajaran dari Sunan Kudus hampir sama dengan berbagai ajaran dari sunan lainnya. Seperti Sunan Kalijaga yang dalam dakwahnya masih menggunakan pendekatan menggunakan tembang dan wayang. Ajaran Sunan Kudus juga menggunakan pendekatan-pendekatan dengan ajaran yang ada saat itu.
Dalam berdakwah, Sunan Kudus sangat berhati-hati, karena pada saat itu mayoritas masyarakat masih sangat kuat menganut agama Hindu dan Buddha. Berikut ini beberpa ajaran yang diterapkan oleh Sunan Kudus: 1. Toleransi Ajaran pertama yang diterapkan oleh Sunan Kudus yaitu mengenai toleransi. Dimana beliau meminta agar masyarakat tidak menyembelih sapi saat hari raya Idul Adha. Hal tersebut dilakukannya karena binatang sapi dianggap suci oleh masyarakat Hindu dan Buddha pada saat itu.
Sebagai gantinya, mereka bileh menyembelih kerbau atau kambing sebagai hewan kurban. Sikap toleransi ini menjadi kunci agar masyarakat muslim bisa hidup rukun dan berdampingan antar sesama manusia mesti berbeda keyakinan. Selain itu hal ini juga dilakukan sebagai salah satu strategi dakwah beliau, dimana dengan begitu Umat Hindu akan menganggap baik Sunan Kudus dan mau mempelajari agama Islam.
2. Gusjigang Sunan Kudus juga menerapkan ajaran “Gusjigang” yang mengajarkan cara hidup yang benar di dunia dan di akhirat. Ajaran ini selalu ia sampaikan kepada semua santrinya. Gusjigang sendiri berasal dari kata “Bagus, Ngaji, dan Dagang”. Gus berarti bagus akhlaknya, Ji berarti rajin mengaji, dan Gang berarti dagang. Ajaran ini bermaksud selain mementingkan kehidupan saat ini (duniawi), juga harus mengimbanginya dengan kehidupan yang akan datang (akhirat).
Maka tidak heran jika kota Kudus hingga saat ini memiliki perkembangan ekonomi yang sangat pesat. Hingga sampai saat ini kota tersebut masih terkenal dengan kemauan ekonominya sebagai kota kretek. Karomah Sunan Kudus Sebagai wali, Sunan Kudus diberikan karomah dari Allah. Berikut ini beberapa karomah Sunan Kudus. 1. Bisa Menyembuhkan Penyakit Atas Izin dari Allah Karomah ini terjadi saat Sunan Kudus sedang menunaikan ibadah haji di tanah Arab.
Pada saat itu masyarakat Arab sedang terkena sebuah wabah penyakit. Pemerintah Arab kemudian mengadakan sebuah sayembara bagi siapa yang dapat menyembuhkan dan menghilangkan wabah tersebut maka akan diberi hadiah.
Pada akhirnya Sunan Kudus yang kebetulan sedang melaksanakan ibadah Haji menyanggupi untuk menyembuhkan wabah yang sedang terjadi disana. Atas izin dari Allah, Sunan Kudus berhasil menyembuhkan dan menghilangkan penyakit atau wabah tersebut. Maka dari itu, atas keberhasilannya Sunan Kudus diberikan hadiah atau imbalan sesuai dengan janji pemerintah Arab. Namun Sunan Kudus menolak hadiah tersebut. Beliau lebih memilih untuk meminta sebuah batu yang berasal dari Baitul Maqdis, setelah pulang ke tanah Jawa, beliau kemudian meletakkan batu tersebut di area imam Masjid Menara Kudus.
Baca Juga : Sunan Kalijaga : Biografi, Metode Dakwah Karya, Karomah, Makam dan Kisahnya Lengkap 2.
Beradu Kesaktian dengan Ki Ageng Kedu Ki Ageng Kedu sangat ingin menantang kesaktian Sunan Kudus, ia kemudian memutuskan untuk pergi ke Kudus dengan menggunakan tampah terbang miliknya. Setelah sampai di Kudus, ia berkoar-koar untuk menantang kesaktian Sunan Kudus dengan tetap berada di atas tampah terbangnya. Sunun Kudus kemudian keluar dari rumahnya lalu meminta Ki Ageng Kedu untuk turun dari tampah terbang tersebut. Namun permintaan Sunan Kudus itu ditolak oleh Ki Ageng Kedu.
Sunan Kudus kemudian menunjuk tampah terbang tersebut, seketika saja tampah tersebut oleng dan Ki Ageng Kedu jatuh dari tampah tersebut ke dalam comberan. Akibat kejadian tersebut Ki Ageng Merasa kalah dengan Sunan Kudus dan memilih untuk pulang dan tidak mengganggu Sunan Kudus lagi.
3. Dibantu Tawon dan Tikus Saat Perang Saat Sunan Kudus menjadi Senopati Kerajaan Demak, wilayah kerajaan tersebut semakin meluas hingga ke wilayah Madura di bagian timur dan wilayah Cirebon di bagian barat.
Keahlian beliau dalam strategi perang membuat kerajaan tersebut disegani oleh kerajaan lain. Saat perang melawan pasukan Majapahit, beliau menggunakan sebuah rompi di tubuhnya, saat peperangan berlangsung keluar banyak tikus dari rompi tersebut untuk membantu beliau dalam berperang. Tikus-tikus yang keluar dari rompi beliau bukanlah tikus biasa, mereka sangat kuat dan sakti, bahkan saat dipukul bukannya mati namun mereka malah menjadi semakin besar dan ganas.
Hal tersebut membuat pasukan Majapahit lari ketakutan. Selain itu, Sunan Kudus juga memiliki sebuah peti yang jika dibuka akan mengeluarkan banyak sekali tawon. Saat perang, pasukan Majapahit juga banyak yang mati disebabkan oleh sengatan tawon tersebut.
Hal tersebut terjadi ketika beliau perang melawan pasukan Majapahit yang dipimpin Adipati Terung.
Pada akhirnya Adipati Terung menyerah dan mengaku kalah kepada Sunan Kudus. Makam Sunan Kudus Sunan Kudus meninggal pada tahun 1550 M, beliau wafat dalam keadaan yang didambakan setiap umat muslim. Sunan Kudus meninggal dunia dalam keadaan sedang bersujud kepada Allah saat menjadi imam sholat subuh berjamaah di Masjid Menara Kudus. Sunan Kudus kemudian dimakamkan di are Masjid Menara Kudus, tepatnya di sebuah pendopo di bagian belakang bangunan utama Masjid.
UNtuk masuk ke area makam tersebut terdapat jalan yang khusus yang bisa dilalui, namun bisa juga dengan melewati gapura sebelah kiri Masjid Menara Kudus. Hingga sekarang, makam Sunan Kudus banyak dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Peninggalan Sunan Kudus Setelah meninggal, Sunan Kudus meninggalkan beberapa peninggalan berharga yang sampai saat ini masih terawat dengan baik. Berikut ini beberapa peninggalan dari Sunan Kudus. 1. Masjid Menara Kudus Masjid Menara Kudus memiliki nama resmi Al Aqsa Manarat Qudus atau yang biasa dikenal masyarakat sekitar dengan nama Al Manar.
Letak masjid tersebut berada di Jl. Menara, Pejaten, Kauman, Kudus, Jawa Tengah. Masjid ini dibuat dengan menggunakan gaya arsitektur Islam, Jawa, Hindu, dan Buddha. Sehingga dari desainnya tersebut tergambar jelas akulurasi yang terjadi pada masa Walisongo.
Meski sudah didirikan sejak tahun 1549 M, masjid ini masih kokoh berdiri karena selalu dirawat dengan baik dan dilakukan renovasi secara berkala. Hingga saat ini masjid ini masih aktif digunakan untuk beribadah oleh masyarakat Kudus dan orang luar daerah yang niat datang untuk berziarah ke makam Sunan Kudus dan beribadah di Masjid Menara Kudus. 2. Keris Cintoko Selain masjid, Sunan Kudus juga memiliki peninggalan berupa benda pusaka, yaitu Keris Cintoko yang sudah berusia 600 tahun dan beberapa benda pusaka lainnya.
Setiap satu tahun sekali tepatnya saat hari raya Idul Adha, diadakan ritual yang bernama menjamas atau jamasan. Dimana ritual ini dilakukan oleh ahli pusaka dari pihak Yayasan Masjid untuk memandikan keris cintoko dan beberapa benda pusaka lainnya. Ritual ini biasanya akan dilakukan sejak pagi hari dengan diawali pembacaan doa iftitah, tahlil, dan pembacaan ayat Al-Quran bersama.
Kemudian dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Kudus, lalu dilanjutkan dengan prosesi pengambilan keris cintoko dari dalam peti yang ada di area makam.
Setelah itu keris dimandikan dengan menggunakan air rendaman merang ketan hitam, lalu dibersihkan dengan menggunakan air jeruk nipi, dan kemudian dijemur di atas sekam ketan hitam. 3. Dua Tombak Sunan Kudus Selain keris, benda pusaka lain peninggalan Sunan Kudus yaitu dua tombak. Sama halnya dengan keris cintoko, setiap tahunnya tombak ini juga diikutsertakan dalam ritual jamasan yang bertujuan untuk mengingat nilai yang terkandung di dalamnya yaitu Dapur Panimbal (Kekuasaan dan Kebijaksanaan).
4. Tembang Asmarandana Selain peninggalan berupa bangunan masjid dan benda pusaka, peninggalan lain dari Sunan Kudus yaitu berupa seni tembang atau lagu berjudul Asmarandana. Tembang Asmarandana berisi lirik yang berupa nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam.
Hingga saat ini tembang Asmarandana masih banyak diajarkan di sekolah yang ada di Jawa Tengah pada materi Bahasa Jawa.
Itulah ulasan lengkap mengenai Sunan Kudus yang merupakan salah satu wali dari Walisongo yang bertugas menyebarkan agama Islam di wilayah Kudus, Jawa Tengah. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan kalian. Originally posted 2021-11-03 17:33:37.
Sunan Kudus yang semasa hidupnya dikenal memiliki ilmu dan pengetahuan yang tinggi, meninggalkan jejak sejarah yang masih bisa kita nikmati sampai hari ini. Karena kecintaannya akan seni dan sikapnya yang sangat toleran terhadap agama yang lebih dulu dikenal, tidak heran kalau peninggalan Sunan Kudus unik dan layak dilestarikan sebagai cagar budaya.
Mitoni adalah upacara peninggalan Sunan Kudus yang berhasil diluruskan maknanya. Dahulu kala, umat Hindu Budha menyelenggarakan upacara Mitoni dengan menyembah patung dan arca.
Berkat jasa Sunan Kudus, kini upacara Mitoni yang kita kenal adalah wujud bersyukur kepada Allah atas hadirnya seorang anak.
• Amir Hasan • Nyi Ageng Pembayun • Panembahan Palembang • Panembahan Mekaos Salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah • Panembahan Qodhi • Panembahan Karimun • Panembahan Joko • Ratu Pakojo • Prodobinabar (menikah dengan Pangeran Poncowati yang menjadi senopatinya Sunan Kudus).
• • • Agama Islam Sunan Kudus merupakan Ulama' Penyebar Agama Islam di Nusantara, yg tergabung dalam dewan dakwah bernama Wali Songo. Nama lengkapnya adalah Ja'far Shodiq. Beliau adalah putra Sayyid Utsman Haji [1] dengan Siti Syari'ah (Putri Sunan Ampel). Daftar isi • 1 Karya Sunan Kudus • 2 Wafatnya Sunan Kudus • 3 Referensi • 4 Pranala luar Karya Sunan Kudus [ sunting - sunting sumber ] Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kota Kudus, yang kini terkenal dengan nama Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang.
Sekarang Masjid Agung Kudus berada di alun-alun kota Kudus Jawa Tengah. Peninggalan lain dari Sunan Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan untuk memotong kurban kerbau ini salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah banyak ditaati oleh masyarakat Kudus hingga saat ini.
Wafatnya Sunan Kudus [ sunting - sunting sumber ] Pada tahun 1550, Sunan Kudus meninggal dunia saat menjadi Imam sholat Subuh di Masjid Menara Kudus, dalam posisi sujud. kemudian dimakamkan di lingkungan Masjid Menara Kudus.
Referensi [ sunting - sunting sumber ] • Ibrahim, Zahrah. 1986. Sastera Sejarah Interpretasi dan Penilaian. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pelajaran Malaysia.
• Purwadi dan Enis Niken H. 2007. Dakwah Wali Songo: Penyebaran Islam Berbasis Kultural di Tanah Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka. • Said, Nur. 2009. Pendidikan Multikultural Warisan Kanjeng Sunan Kudus. Kudus: CV Brillian Media Utama. • Sutrisno, Budiono Hadi.
2007. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Jawa. Yogyakarta: Graha Pustaka. • Wahyudi, A, Khalid, A. Kisah Wali Songo Para Penyebar Agama Islam Di Tanah Jawa. Surabaya : Karya Ilmu. Pranala luar [ sunting - sunting sumber ] • (Indonesia) Sejarah Sunan Kudus dan Sunan Ngudung Diarsipkan 2008-08-13 di Wayback Machine.
• (Indonesia) Dongeng tentang Sunan Kudus Diarsipkan 2010-12-14 di Wayback Machine. • (Indonesia) Silsilah Wali • Halaman ini terakhir diubah pada 28 Maret 2022, pukul 07.49.
• Teks tersedia di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa; salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya. • Kebijakan privasi • Tentang Wikipedia • Penyangkalan • Tampilan seluler • Pengembang • Statistik • Pernyataan kuki • •Sunan Kudus – Salah satu anggota Walisongo yang terkenal karena kealimannnya, Belaiu ini merupakan Anak dan cucu para wali yang ternama di Pulau jawa, bahkan beliau ini Merupan anggota Majelis Walisongo dan Putra Sunan Ngudung dari ibunya Nyai Ageng Maloka binti Sunan Ampel, Sunan Ngudung Sendiri Putra Sayyid Ali Murtadho adik Sunan Ampel, Dan Garis Keturunannya bertemu di Syech Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gersik, Beliau Adalah Ja’far Shadiq atau Lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus.
Daftar Isi • 1 Biografi Sunan Kudus • 1.1 Pendidikan Sunan Kudus • 1.2 Metode Dakwah Sunan Kudus • 2 Peninggalan Sunan Kudus • 3 Wafatnya Sunan Kudus Biografi Sunan Kudus Ja’far Shadiq atau sunan Kudus lahir tahun 1500 Masehi yang bernama lengkap Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan beliau lahir di Palestina tepatnya di Al-Quds beliau Hijrah Kepulau Jawa bersama Ayahnya Sunan Ngudung dan Sunan Gersik. Menurut Kisah Babat Tanah Jawi, pada saat itu Beliau di tanah jawa beliau mempunyai tiga orang murid, Arya Pinangsang, Sultan Pajang dan Sunan Prawata tetapi yang paling beliau sayang dari ketiga muridnya itu adalah arya pinangsang, karena belaiu mengetahui bahwa kelak arya pinangsang akan menjadi seorang pemimpin jipang yang sangat di segani oleh kawan maupun lawan.
ini terlihat dari sifatnya yang gagah meskipun terkadang Kurang teliti dalam mengambil sikap. Pada awalnya wilayah ini dikenal dengan nama Tajug, dan dikembangkan oleh seorang kyai Telingsing akhirnya menjadi seboah kota, Kyai Telingsing adalah Seorang muslim berasal dari negeri seberang tepatnya Asal Negeri Tiongkok, Cina, Tetapi Sejak Abad ke 15 beliau hijrah ke Tajug untuk mensyiarkan Agama islam disana dan derah inilah yang menjadi cikal bakal Wilayah Kudus.
Baca Juga: Raden Kian Santang Kyai Telingsing Mendirikan sebuah Masjid dan Pondok pesantren, Kemudian setelah kedatangan Ja’far Shodiq di pondok pesantren itu untuk menjadi santri di pondok pesantren tersebut, dan kemudian Ja’far Shodiq ini yang kemudian di tunjuk untuk menjadi generasi penerus dari Kyai Telingsing karena melihat kelebihan dan kealiman beliau, Dan beliau Diberi gelas Waliyyul Ilmi.
Disisi lain Ja’far Shadiq adalah sebagai Penghulu di Kesultanan Demak tetapi beliau meninggalkan semua itu untuk mensyiarkan agama islam di tanah jawa dan hidup di kalangan jamaah dengan kelompok kecil yang tidak lain adalah murid atau santrinya sendiri yang beliau bawa dari Kesultanan Demak. Menurut Versi lain bahwa santri beliau merupakan Kelompok tantara yang dulu pernah menjadi bawahanya ketika belaiu berperang Melawan Majapahit dan menjadi penglima perang menggantikan ayahnya.
Untuk memenuhi kebutuhannya sehari hari beliau bersama santri santri berladang hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Dengan Melakukan Pendekatan kultural, Seni budaya dan dakwah islamiyah beliau berhasil untuk mengislamkan banyak penduduk disana, ini terlihat jelas dari bangunan Menara Kudus yang merupakan hasil Gabungan Akulturasi budaya Hindu, cina dan islam yang di kemudian dikenal dengan Representasi menara Multikultural dan akhirnya melahirkan Idiologi Pencitraan tertentu Terhadap Kanjeng Sunan Kudus.
Silsilah Sunan Kudus Sayyid Ja’far Shadiq bin Sunan Ngudung atau Sunan udung atau Raden Usman Haji bin Sayyid ali Muthada atau Fadhal Ali Murtadha bin Syech Maulana Malik Ibrahim bin Syech Jumadil Kubro dst… Pendidikan Sunan Kudus Selain belajar Ilmu agama dengan Ayahnya ( Sayyid Ali Murtada) beliau juga belajar di padepokan atau pondok pesantren Kyai Telingsing Untuk Memperdalam Ilmu Agama, Kemudian Beliau Juga Menimba Ilmu dengan Kanjeng Sunan Kalijaga, Beliau Belajar Baca Juga: Sunan Gunung Jati Kanjeng Sunan Kalijaga, bahkan Sunan Kudus Sangat Gemar Menggunakan Metode Dakwah Sunan Kalijaga yang sangat Bertoleransi Terhadap budaya, kultur dan kesenian agama lain, sehingga beliau banyak menyadur metode metode dakwa sunan kalijaga dalam Mensyiarkan Agama islam yang ada di Kudus, Metode Salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah Sunan Kudus Ada sebuah cerita rakyat tentang Sunan Kudus menarik simpati penduduk yang kala itu masih beragama Hindu dan budha, Belaiu mendatangi penduduk dan mengajak mereka mendengarkan Tabligh akbar yang akan di sampaikannya, Untuk menarik Simpati Penduduk, beliau Menambatkan Kerbau Gumarang di depan mesjid, Lalu Beliau Menjelaskan Isi Kandung Al-baqoroh (Sapi betina).
Dan beliau sangat mahir dalam membuat cerita cerita tentan Ilmu Ketauhidan yang berseri atau bersambung agar para penduduk mau datang Lagi untuk mendengarkan Tablik Akbrnya, Peninggalan Sunan Kudus Salah satu Peninggalan Sunan Kudus adalah Masjid Agung Kudus dan Menara Kudus lebih dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus.
Wafatnya Sunan Kudus Beliau Wafat pada suatu Subuh di dalam Masjid Menara Kudus, Ketika itu beliau sedang mengimami sholat Subuh berjamaah. Itu Terjadi pada Tahun 1550 Masehi. dan beliau juga di makamkan disana. Post navigation
Peninggalan Sunan Kudus, Sejarah Tradisi Dandangan Sebelum Ramadhan – Tradisi Dandangan merupakan sebuah tradisi peninggalan Sunan Kudus atau Sunan Muria yang menjadi salah satu hal wajib sebelum Ramadhan.
Sepanjang jalan 1,5 KM dari simpang tujuh ke arah barat hingga Menara Kudus begitu banyak penjual aneka makanan, produk lokal berupa kerajinan, kain, sepatu, baju, dan barang antik. Para pedagang itu diizinkan dan leluasa berjualan di tengah jalan.
Tradisi Dandangan merupakan sebuah pasar kaget di Kudus menjelang bulan puasa. Usut punya usut tradisi ini sudah dimulai sejak Sunan Muria atau Sunan Kudus masih ada. Menurut Denny Nur Hakim, juru bicara Yayasan Masjid Menara Kudus, menjelaskan sejarah Dandangan berasal dari suara bedug yang ditabuh yang menjadi tanda bulan Ramadhan dimulai. Suara bedug ini dikenal dengan salah satu peninggalan sunan kudus yang terkenal adalah Dandangan menurut sejarahnya. Dari suaranya, “Dang!
Dang! Dang!” jika dipukul di tengah dan jika dipukul dipinggir bunyinya “Dug! Dug! Dug! Dari sinilah nama Dandangan ditradisikan sebelum Ramadhan sebagai tradisi peninggalan Sunan Kudus. Kang Masrukhan : Dandangan bagus untuk Wisata Kudus dan Berkah Bagi Pedagang Seorang Pakar Spiritual Kang Masrukhan menyatakan sangat senang dengan tradisi Dandangan yang dinilainya sebagai tradisi peninggalan Sunan Kudus yang sangat bagus untuk bersosialisasi dan mengenal lebih jauh tentang kota kudus.
Kepada kami Tim Majalah Parapsikologi beliau menyatakan, “Sangat bagus itu untuk bersosialisasi, mengenal kota Kudus lebih jauh dan juga untuk destinasi wisata itu. Juga bagus untuk mengenalkan Kudus sebagai kota santri”, ujar Kang Masrukhan. Bahkan kata Kang Masrukhan, makam Sunan Kudus akan menjadi lebih ramai jika dandangan diselenggarakan. Sehingga selain mengunjungi makam Sunan Muria, pengunjung juga bisa berbelanja produk lokal di pasar Kaget “Dandangan”.
Hal ini membawa energi positif bagi kota Kudus mengingat orang yang datang untuk berdoa, untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa serta untuk mengasah kemampuan spiritual mereka. “Kan bagus itu, banyak orang datang berdoa, ziarah, menghormati wali, mencari berkah dan yang paling baik lagi kan kekuatan doa itu sangat positif bagi keamanan kota ini.
lha banyak dikunjungi orang dipakai berdoa kok. Berkahnya apa? Jelas berkah bagi para pedagang, bisa laris, omset naik. Ya nggak? Sebuah peninggalan Sunan Kudus yang sangat luar biasa bagi saya. Tradisi ini wajib dilestarikan” Pungkas Kang Masrukhan. Menurut Sejarah, dahulu pengumuman dimulainya puasa itu juga dihadiri oleh murid-murid Sunan Kudus, seperti Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak, Sultan Hadirin dari Jepara, hingga Aryo Penangsang dari Blora datang ke Kudus.
Masyarakat dari luar Kudus, juga antusias menunggu berlama-lama di depan Masjid Menara Kudus. Peninggalan Sunan Kudus ini pun diuri-uri (dijunjung tinggi) sampai sekarang. Menurut Kang Masrukhan sebagai putra daerah Kudus, tradisi berkumpul di depan masjid jelang Ramadan tersebut kemudian menjadi tradisi rutin.
Beberapa warga ada yang berjualan makanan tradisional siap saji. Aktivitas di pasar berlangsung mulai subuh hingga siang hari. Dilanjutkan berjualan makanan pada sisi timur jalan depan masjid, mulai dari sore hingga kembali subuh. Kegiatan ini berlangsung hanya sehari. Sebuah berkah peninggalan Sunan Kudus yang sangat bermanfaat hingga saat ini.
Barakallah.