Umat hindu merupakan umat yang sangat religius.
Banyak orang mengetahui fakta bahwa agama hindu memiliki banyak sekali upacara-upacara keagamaan dan juga ajaran-ajaran suci yang berguna bagi upacara ngaben di bali adalah contoh norma. Dalam ajaran agama hindu, umat hindu mengenal yang namanya Panca Yadnya. Panca Yadnya memiliki pengertian sebagai lima jenis persembahan atau qurban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas tanpa pamrih. Bagian-bagian dari Panca Yadnya meliputi Dewa Yadnya yaitu persembahan yang ditujukan kepada dewa, Pitra Yadnya yaitu persembahan yang ditujukan kepada leluhur, Rsi Yadnya yaitu persembahan yang ditujukan kepada Rsi atau Orang Suci, Manusa Yadnya yaitu persembahan yang ditujukan kepada Manusia, dan Bhuta Yadnya yaitu persembahan yang ditujukan kepada para bhuta kala.
Dari kelima pembagian Panca Yadnya tersebut, Pitra yadnya merupakan hal yang akan dibahas pada artikel ini. Pitra Yadnya merupakan persembahan atau qurban suci yang ditujukan kepada para leluhur. Salah satu bentuk pelaksanaan dari upacara pitra yadnya yaitu upacara ngaben. Ngaben merupakan salah satu upacara adat yang tergolong Upacara Pitra Yadnya yang dilakukan para Umat Hindu, khususnya di Bali. Ngaben merupakan upacara pembakaran jenazah yang bertujuan untuk mempercepat pengembalian raga sharira dari jenazah menuju alam pitra atau lebih mudahnya yaitu mengembalikan roh leluhur ke tempat asalnya.
Upacara ngaben memiliki beberapa makna, contohnya yaitu pembakaran jenazah beserta simbolisnya yang kemudian disertai dengan menghanyutkan abu ke laut ataupun sungai. Hal tersebut bermakna sebagai pelepasan atma dari segala hal keduniawian agar lebih cepat mencapai moksa (menyatu dengan tuhan). Selain itu, proses membakar jenazah juga disebut sebagai simbol pengembalian unsur-unsur Panca Maha Bhuta. Dari sudut pandang pihak keluarga, upacara ini menyimbolkan keikhlasan dari keluarga yang telah ditinggalkan untuk selamanya.
Upacara ngaben memiliki beberapa jenis dan bentuk pelaksanaannya. Umat hindu khususnya di Bali mengenal 5 bentuk dari upacara ngaben. v bentuk atau jenis dari upacara ngaben : • Ngaben Sawa Wedana.
Upacara ngaben sawa wedana merupakan upacara ngaben yang pelaksanaannya menggunakan jenazah yang masih utuh. Pelaksanaan dari upacara ngaben sawa wedana ini dilakukan dalam kurun waktu 3-7 hari, dihitung dari tanggal kematian jenazah tersebut. Namun, jika pelaksanaannya dilakukan berdasar pada skala utama, waktu persiapan dari upacara ini dapat berlangsung selama kurang lebih ane bulan. Pada saat pihak keluarga sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara tersebut, jenazah biasanya akan ditaruh di balai adat.
Untuk memperlambat proses pembusukan jenazah, pihak keluarga akan menggunakan formalin.
Hal yang unik dari upacara upacara ngaben di bali adalah contoh norma adalah, Ketika jenazah sedang berada di balai adat, pihak keluarga akan memperlakukan jenazah layaknya orangg yang masih hidup. • • Ngaben Asti Wedana. Upacara ngaben asti wedana ini merupakan salah satu bentuk upacara ngaben dimana jenazah yang digunakan yaitu jenazah yang dulu sudah pernah dikubur.
Kuburan dari jenazah yang bersangkutan akan digali Kembali untuk diupacarai tulang belulang yang tersisa. Proses penggalian kuburan ini dinamakan upacara ngagah.
Pelaksanaan upacara ngaben asti wedana ini harus disesuaikan dengan aturan adat desa setempat. Upacara mekingsan band pertiwi akan dilakukan jika semisalnya ada suatu upacara yang tidak memperbolehkan masyarakat untuk melaksanakan upacara pernikahan ataupun kematian. • • Swasta. Upacara ngaben swasta merupakan upacara yang sedikit berbeda dengan upacara ngaben sawa wedana dan asti wedana yang dijelaskan sebelumnya. Upacara ngaben swasta ini tidak menggunakan atau melibatkan jenazah maupun kerangka mayat.
Sebagai alternatif pengganti jenazah, kayu cendana yang dilukis dan diisi aksara sakral akan digunakan sebagai symbol dari jenazah tersebut, atau dapat juga disebut sebagai simbol badan kasar dan atma dari jenazah. Upacara ngaben swasta ini biasanya dilakukan untuk orang yang meninggal di tempat rantau yang jauh seperti luar negri, dan juga orang meninggal yang mayatnya tidak dapat ditemukan.
• • Ngelungah.Upacara ngelungah merupakan upaca ngaben yang dilakukan khusus untuk bayi yang belum tanggal gigi. Beda dari upacara ngaben pada umumnya, pada upacara ngelungah, jenazah dari bayi yang meninggal tidak boleh diinapkan dan harus langsung dibawa ke kuburan untuk dikuburkan.
Dalam kepercayaan umat hindu, bayi dianggap sangat suci. Hal tersebut yang menyebabkan pelaksanaan upacaranya berbeda dengan upacara yang dibuatkan untuk orang dewasa. Namun, jika ingin melaksanakan upacara ngelungah ini, bayi harus berusia setidaknya 12 hari.
• • Ngaben Massal. Pada umumnya, pelaksanaan upacara ngaben massal sama seperti pelaksanaan upacara ngaben biasa.
Yang membedakannya adalah, pelaksanaan upacara ngaben massal ini dilakukan secara bersamaan dengan pihak lain. Upacara ngaven massal ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pihak lain, entah itu pihak dari satu desa maupun pihak dari lingkup yang lebih luas.
Banyak masyarakat bali yang berasumsi bahwa biaya yang digunakan ketika melakukan upacara ngaben massal lebih murah karena metode ngaben secara bersamaan ini lebih efisien dan ekonomis. Setiap upacara keagamaan umat hindu pastinya memiliki rangkaian upacaranya tersendiri. Termasuk juga upacara ngaben. Upacara ngaben memiliki beberapa rangkaian upacara, baik itu sebelum upacara, ketika upacara berlangsung, ataupun sesudah upacara ngaben selesai.
Rangkaian-rangkaian dari upacara ngaben adalah sebagai berikut : • Ngulapin. Ngulapin merupakan upacara yang bertujuan untuk memanggil sang atma. Upacara ngulapin ini dilakukan jika orang bersangkutan meninggal di luar rumah, seperti contoh di rumah sakit. Orang bali biasanya melakukan upacara ngulapin di kuburan desa, pertigaan jalan ataupun perempatan jalan.
Namun, pelaksanaan upacara ngulapin ini berbeda-beda tergantung dari peraturan adat desa setempat. • Nyiramin atau Mandusin. Upacara nyiramin atau yang umumnya disebut mandusin merupakan upacara yang bertujuan untuk membersihkan tubuh jenazah. Tubuh dari jenazah akan dibersihkan dengan menggunakan air. Dalam rangka ataupun tujuan untuk mengembalikan fungsi dari bagian-bagian tubuh jenazah kembali ke asalnya, pihak yang bersangkutan atau keluarga dai jenazah akan memberikan simbol-simbol di beberapa bagian tubuh jenazah.
Seperti contohnya bunga melati yang ditaruh di rongga hidung, belahan kaca yang ditaruh di atas mata, daun intaran yang diletakkan di alis, dan perlengkapan-perlengkapan lainnya. • Ngajum Kajang.Ngajum Kajang merupakan upacara yang dlakukan dengan cara menekan kajang sebanyak 3 kali yang dilakukan oleh para kerabat dari mendiang jenazah.
Kajang merupakan sebuah kertas putih yang sudah ditulisi aksara-aksara sakral dan diyakini memilliki kekuatan magis. Kajang biasanya ditulisi oleh seorang pemangku, pendeta, ataupun tetua adat di desa setempat.
Upacara upacara ngaben di bali adalah contoh norma dilaksanakan sebagai simbol keikhlasan dan kemantapan hati kerabat ketika melepas kepergian mendiang jenazah. • Ngaskara.Upacara ngaskara adalah upacara penyucian dari sang jenazah.
Tujuan dari pelaksanaan upacara ngaskara yaitu supaya mendiang dapat dengan cepat menyatu dengan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. • Mameras. Menurut keyakinan umat hindu, seorang cucu lah yang akan membantu utnuk menuntun mendiang melalui doa dan juga karma baik yang dilakukannya.
Maka dari itu, upacara mameras hanya dilakukan jika sebelumnya mendiang sudah memiliki cucu. • Papegatan. Upacara papegatan bermakna sebagai pemutusan hubungan duniawi dan juga cinta dari pihak kerabat maupun kerabat mendiang, karena umat hindu meyakini jika hal tersebut dapat menghalangi perjalanan roh dari jenazah menuju tuhan.
Pelaksanaan upacara papegatan dilakukan dengan menyusun sebuah sesaji atau banten di atas sebuah lesung. Kemudian akan diletakkan 2 cabang pohon dadap dan diantara kedua cabang pohon dadap tersebut akan dibentangkan tali putih. Pihak keluarga maupun kerabat nantinya akan menerobos tali tersebut sampai putus.
• Pakiriman ngutang. Pada upacara ini, jenazah dan kajangnya akan dinaikkan ke atas wadah atau yang sering disebut bade setelah upacara papegatan selesai. Para kerabat dan juga keluarga mendiang kemudian akan menemani perjalanan ke kuburan dengan diiringi gamelan baleganjur. Ketika di perjalanan, jenazah akan diarak berputar sebanyak 3 kali di kali di pertigaan atau upacara ngaben di bali adalah contoh norma desa (bermakna sebagai perpisahan dengan lingkungan masyarakat), di depan rumah (bermakna sebagai perpisahan dengan keluarga), dan juga di depan kuburan (bermakna sebagai perpisahan dengan dunia).
• Ngeseng. Upacara ngeseng merupakan upacara pembakaran jenazah. Jenazah akan dibakar setelah melalui beberapa tahapan yang dipimpin oleh seorang pendeta. Kemudian akan dilanjutkan dengan pengumpulan tulang-tulang dari hasil pembakaran dan disusun sesuai posisi. Sisa dari tulang belulang tersebut akan dikumpulkan dan dibungkus menggunkan kain kafan. • Nganyud. Nganyud merupakan proses upacara dimana abu dari sisa pembakaran jenazah akan dihanyutkan ke laut atau sungai.
Hal ini bermakna penghanyutan segala kotoran ataubhal negative yang ada di tubuh jenazah. • Ngeroras. Upacara ngeroras merupakan rangkaian terakhir dari upacara ngaben.
Upacara ini dilakukan 12 hari setelah proses upacara pembakaran jenazah. Upacara ngeroras bermakna sebagai pelepasan 11 indria yang dimiliki mendiang sekaligus sebagai penyucian di lingkungan keluarga yang mengalami kesedihan.
Beri Komentar Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Lihat Semua Komentar (ane) VIDEO PILIHAN Upacara Ngaben Di Bali Adalah Contoh Norma Ini Source: https://www.kompasiana.com/dwiantara21/61bf688517e4ac173830e693/bentuk-dan-juga-rangkaian-dari-upacara-ngaben-di-bali Terbaru • Sistem Kemitraan Pada Perusahaan Peternakan Ruminansia • Cara Pasang Elcb 3 Phase Yang Benar • Cara Membuat Lamaran Kerja via Email Pdf Di Hp • Ketersediaan Air Dan Listrik Untuk Usaha Peternakan Menurut • Cara Membuat Kartu Undangan Dari Kertas Karton • Cara Membuat Pesawat Dari Stik Es Krim • Jurnal Saintek Peternakan Dan Perikanan Unsulbar • Cara Menyambung Kabel Listrik 3 Ke 2 • Jual Kandang Ternak Burung Perkutut Yogyakarta Kategori • Aplikasi • Berkebun • Bisnis • Budidaya • Cara • News • Pelajaran • Serba-serbi • SIM Keliling • Soal • Ternak • Uncategorized Upacara Ngaben dilakukan turun temurun sampai dengan saat ini.
Upacara ini bahkan dikenal oleh orang-orang yang ada di luar Pulau Bali. Ngaben ini cukup unik karena berbeda dengan perlakuan jenazah pada umumnya. Biasanya jenazah yang sudah meninggal dunia mayatnya akan langsung dikubur. Sebaliknya, jenazah yang ada di Bali akan diantarkan ke tempat peristirahatan terakhir dengan cara yang megah dan menggunakan banyak iring-iringan. Bahkan tidak jarang orang-orang Bali yang kurang mampu secara finansial melakukan Ngaben secara massal agar lebih menghemat biaya.
Namun bagi yang berada, prosesi upacara ini dilakukan secepatnya. Tidak jarang jasadnya disimpan dulu di rumah untuk menunggu hari baik dilakukan upacara. Artikel upacara ngaben di bali adalah contoh norma Sejarah dan Filosofi Tari Tradisional Bali, Yuk Kenalkan pada Anak Apa itu Ngaben?
Ngaben adalah proses pembakaran mayat atau kremasi untuk penganut Hindu Bali. Ritual pembakaran mayat menjadi simbol untuk menyucikan roh orang-orang yang sudah meninggal dunia. Ada tiga pendapat mengenai arti kata Ngaben. Ada yang meyakini bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal. Lalu, ada juga yang mengartikan bahwa kata itu berasal dari kata ngabu atau menjadi abu.
Ada juga yang berpendapat bahwa ngaben artinya penyucian dengan menggunakan api. Setidaknya itulah keyakinan menurut agama Hindu. Prosesi ini termasuk ke dalam Pitra Yadnya atau upacara yang bertujuan untuk menghormati roh para leluhur. Yang unik dari upacara Ngaben ini yaitu tidak akan ada isak tangis melainkan justru dilaksanakan secara semarak.
Ini karena ada keyakinan bahwa keluarga yang ditinggalkan dilarang menangisi kematian seseorang, sebab hal itu bisa menghambat sang arwah menuju alam baka. Tujuan Upacara Ngaben Foto: merdeka.com Setidaknya ada tiga tujuan utama dari Upacara Ngaben khas Bali. Tujuan utamanya yaitu mensucikan roh umat Hindu yang sudah meninggal dunia dan mempercepat kembalinya jasad ke alam asalnya.
Tujuan ini berdasarkan pada kitab suci veda samhita atau isi dari yajurveda. Tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan lagi sebagai abu agar atma bisa mencapai moksa/surga.
Tujuan kedua yaitu mengembalikan Panca Maha Bhuta.
Panca Maha Bhuta sendiri merupakan unsur-unsur yang membentuk badan kasar manusia. Ini karena masyarakat Hindu Bali meyakini bahwa badan manusia memang terdiri dari badan kasar serta badan halus. Badan kasar upacara ngaben di bali adalah contoh norma raga yang menjadi tempat persinggahan para roh yang jika sudah meninggal maka roh harus segera kembali pada sang pencipta. Sumber: Instagram @matadewatanews Sedangkan badan kasar itu juga terdiri dari unsur-unsur seperti unsur pertiwi/unsur yang padat semacam tulang, daging dan kuku.
Ada juga unsur apah yaitu unsur yang berbentuk cair kemudian unsur bayu atau unsur udara serta unsur panas. Unsur akasa/ether merupakan segala sesuatu yang memunculkan rongga pada tubuh manusia lewat keberadaannya. Tujuan upacara ngaben lainnya yaitu sebagai bentuk rasa ikhlas dari keluarga yang ditinggalkan oleh seseorang. Proses upacara ngaben bisa dianggap sebagai bentuk keikhlasan untuk melepaskan anggota keluarga yang sudah lebih dulu meninggalkan dunia.
Dengan melakukan ritual ini, maka sudah tidak ada lagi kesedihan dan air mata yang menghiasi wajah keluarga yang ditinggalkan.
Foto: Antara Dalam pelaksanaannya, upacara Ngaben mengandung berbagai jenis tata cara tergantung pada kemampuan keluarga mendiang. Tentu juga dengan kebijakan adat secara turun menurun. Umumnya pelaksanaan ini dibagi berdasarkan kasta karena setiap upacara pasti membutuhkan biaya yang cukup besar. Jenis-Jenis Upacara Ngaben antara lain: 1. Ngaben Sawa Wedana Upacara ini dilakukan dengan melibatkan jenazah yang masih utuh dalam artian jenazah tidak dikubur lebih dulu dan pelaksanaannya dilakukan antara 3 sampai dengan 7 hari setelah waktu meninggal.
Dalam waktu khusus, ada juga pelaksanaan ngaben sawa wedana yang dilakukan satu bulan setelah jenazah meninggal. Ada ramuan khusus yang untuk mencegah proses pembusukan namun saat ini lebih sering menggunakan formalin.
Jenazah pun akan diperlakukan seperti manusia yang masih hidup dan dianggap sebagai orang yang sedang tidur. Artikel terkait: 5 Panggilan untuk Ayah dalam Bahasa Bali, Mana yang Parents Tahu? 2. Ngaben Asti Wedana Ini adalah upacara yang melibatkan jenazah yang pernah dikubur. Sebelum dilakukan, ada ritual ngagah yang merupakan cara pengambilan tulang belulang sisa dari jenazah. Pilihan bekal camilan enak dan sehat untuk Si Kecil saat traveling 3.
Swasta Tradisi yang satu ini dilakukan tanpa melibatkan jenazah. Pelaksanannya pun terjadi karena hal yang tidak memungkinkan seperti saat jenazah tak ditemukan karena kecelakaan, meninggal di luar negeri dan sebagainya.
Untuk menggantikan jenazah, akan digunakan kayu cendana yang sudah dilukis dan diisi dengan aksara magis. 4. Ngelungah Upacara ini dilakukan untuk anak yang giginya masih belum tanggal.
5.
Warak Kruron Ngaben ini dilakukan untuk jenazah bayi yang keguguran. *** Itulah informasi mengenai upacara kematian ngaben yang dilakukan masyarakat Hindu Bali. Baca juga: 5 Ritual atau Tradisi Kehamilan di Berbagai Daerah Indonesia Anak Mulai Bosan dengan Mainannya?
Coba 11 Permainan Tradisional Mengasyikkan Ini Cerita Anak Tradisional Bawang Merah Bawang Putih, Ajarkan Anak untuk Tak Serakah • Kehamilan • Tips Kehamilan • Trimester Pertama • Trimester Kedua • Trimester Ketiga • Melahirkan • Menyusui • Tumbuh Kembang • Bayi • Balita • Prasekolah • Praremaja • Usia Sekolah • Parenting • Pernikahan • Berita Terkini • Seks • Keluarga • Kesehatan • Penyakit • Info Sehat • Vaksinasi • Kebugaran • Gaya Hidup • Keuangan • Travel • Fashion • Hiburan • Kecantikan • Kebudayaan • Lainnya • TAP Komuniti • Beriklan Dengan Kami • Hubungi Kami • Jadilah Kontributor Kami Tag Kesehatan
KOMPAS.com - Ngaben adalah upacara prosesi pembakaran mayat atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali.
Upacara Ngaben juga dikenal sebagai Pitra Yadyna, Pelebon, atau upacara kremasi. Ngaben sendiri dilakukan untuk melepaskan jiwa orang yang sudah meninggal dunia agar dapat memasuki alam atas di mana ia dapat menunggu untuk dilahirkan kembali atau reinkarnasi. Baca juga: Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali Mengusir Belanda Asal Usul Ngaben berasal dari kata beya yang berarti bekal. Ada juga yang mengatakan Ngaben berasal dari kata ngabu yang berarti menjadi abu. Menurut keyakinan umat Hindu di Bali, manusia terdiri dari badan kasar, badan halus, dan karma.
Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi (zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Kelima unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakkan oleh atma (roh). Ketika manusia meninggal, yang mati hanya badan kasarnya saja, sedangkan atma nya tidak.
Bagi masyarakat Bali, Ngaben merupakan peristiwa yang sangat penting, karena dengan pengabenan, keluarga dapat membebaskan arwah orang upacara ngaben di bali adalah contoh norma telah meninggal dari ikatan-ikatan duniawi menuju surga dan menunggu reinkarnasi. Baca juga: Puputan Margarana, Pertempuran Rakyat Bali Mengusir Belanda Tujuan Ngaben Upacara Ngaben memiliki makna dan tujuan sebagai berikut: • Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).
• Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka. • Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Baca juga: Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali Upacara Ngaben dilakukan secara turun-temurun sampai saat ini. Umat Hindu Bali golongan kurang mampu sering melakukan upacara Ngaben secara bersamaan ataumassal, karena bertujuan untuk menghemat biaya, biasanya jasad orang meninggal dikebumikan dahulu, kemudian dingaben ketika biasa sudah terkumpul. Namun, bagi yang berada akan menyegerakan prosesi upacara ini secepatnya. Tak jarang menyimpan jasadnya di rumah untuk sementara sambil menunggu hari baik menurut kepercayaan mereka.
Tujuan Upacara Ngaben Terdapat tiga tujuan utama dari diadakannya Upacara Ngaben khas Bali ini. Tujuan utamanya adalah untuk mensucikan roh Umat Hindu yang sudah meninggal dan mempercepat proses kembalinya jasad yang telah mati ke alam asalnya. Ini diambil dari kitab suci veda samhita, lebih tepatnya isi dari yujurveda, tersurat bahwa setiap orang Hindu yang meninggal dunia wajib dijadikan abu, agar atmanya mencapai moksa atau surga.
Tujuan yang kedua adalah untuk mengembalikan Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta sendiri adalah unsur-unsur pembentuk badan kasar manusia. Hal itu dikarenakan masyarakat Hindu Bali percaya bahwasanya badan manusia terdiri dari badan kasar dan badan halus. Badan kasar adalah raga tempat persinggahan roh yang jika telah meninggal harus dikembalikan kepada sang Pencipta. Upacara ngaben di bali adalah contoh norma kasar itu pun terdiri atas lima unsur. Unsur-unsur tersebut diantaranya unsur pertiwi yang biasanya terdiri dari sesuatu yang padat seperti daging, tulang, kuku.
Selanjutnya adalah apah yaitu termasuk unsur cair, kemudian bayu atau sering disebut sebagai unsur udara seperti teja dan unsur panas. Dan yang terakhir adalah akasa atau unsur ether yaitu segala sesuatu yang memunculkan rongga pada tubuh manusia melalui keberadaannya. Tujuan terakhir adalah sebagai bentuk rasa ikhlas.
Ketika sebuah keluarga ditinggalkan oleh seseorang, maka harus melakukan yang namanya prosesi upacara Ngaben sebagai bentuk keikhlasan mereka melepas anggota keluarga yang telah lebih dulu meninggalkan dunia. Dengan melakukan ritual ini maka tidak ada lagi air mata kesedihan menghiasi wajah para keluarga yang ditinggalkan. Tata Cara Upacara Ngaben Pelaksanaan upacara ngaben, foto oleh merdeka,com Proses upacara Ngaben diawali dengan menentukan hari baik oleh pendeta Umat Hindu.
Jauh-jauh hari sebelum ketetapan tanggal, keluarga dari orang yang meninggal, menyiapkan “bade dan lembu”, yang dibuat dari kayum, bambu, kertas warna-warni sesuai dengan golongan sosial mendiang. Setelah itu diadakan berbagai rangkaian ucapaca.
Dengan sarana berupa sajen dan kelengkapannya sebagai simbol seperti ritual lain Umat Hindu Bali. Baca Juga: Alat Musik Kolintang: Asal Daerah dan Cara Memainkanya Ketika menentukan tanggal dan hari baik untuk melaksanakan Upacara Ngaben, waktu yang dibutuhkan tidak sedikit bahkan hingga berhari-hari.
Selama itu pula, jasad para orang yang meninggal akan diberi ramuan yang berfungsi untuk memperlambat pembusukan. Namun pada masa sekarang ini, penggunaan formalin yang jauh lebih praktis digunakan oleh hampir setiap keluarga untuk mencegah pembusukan jasad secara cepat.
Selain itu, sebelum dilaksanakannya prosesi upacara Ngaben maka jasad hanya dikatakan tertidur. Dikarenakan masih dianggap hanya tertidur untuk sementara waktu, maka para keluarga harus melayaninya sesuai dengan saat mereka masih hidup seperti menyediakan makan dan minuman untuk mereka. Ketika hal ini terjadi, tidak ada air mata menetes dari para anggota keluarga karena mereka menganggap bahwa kematian bukan untuk ditangisi melainkan adalah sebagai suatu fase untuk mengantarkan roh ke nirwana.
Pengabenan ini dilakukan tidak hanya kepada jenazah yang memiliki jasad saja, bagi korban kecelakaan terseret air laut, atau kejadian bom Bali lalu, tetap bisa dilakukan dengan mengambil tanah di kejadian lokasi, lalu ikut dibakar.
Bagi mendiang yang masih memiliki jasad, tata cara upacara ngaben terdiri dari proses pemandian jenazah, ngajum, pembakaran dan nyekah.
Setiap tahapan ini memiliki sesajen yang berbeda-beda. Proses pemandian jasad atau ritual nyiramin layon dilakukan setelah keluarga mendapat hari baik dari pendeta. Setelah proses pemandian, jasad akan dikenakan pakaian adat bali lengkap. Selanjutnya prosesi ngajum atau proses pelepasan roh menggunakan simbol kain yang dibentuk dengan simbol-simbol penyucian upacara ngaben di bali adalah contoh norma.
Kemudian jasad diusung ke tempat pengabenan menggunakan wadah jenazah untuk proses pembakaran atau ngaben yang dilakukan di kuburan desa setempat. Biasanya wadah ini berbentuk padma atau simbol Rumah Tuhan. Kemudian dilanjutkan peleburan jasad menggunakan api abstrak yang diiringi mantra peleburan kotoran atma yang ada di jasad. Kemudian dilanjutkan peleburan jasad menggunakan api konkrit. Untuk sekarang menggunakan api dari tabung gas. Biasanya prosesi pembakaran jasad menjadi abu, membutuhkan waktu sekitar 1 jam.
Abu yang sudah terbentuk dikumpulkan ke upacara ngaben di bali adalah contoh norma kelapa gadhing untuk dijadikan sekah, yang kemudian akan berakhir dilarungkan ke laut.
Jenis – jenis Dalam pelaksanaannya, upacara ini terdapat beberapa macam tata cara, tergantung dengan kemampuan sang keluarga mendiang yang ditinggalkan, tentunya juga dengan kebijakan turun-temurun adat. Umumnya pelaksanaan ini dibagi berdasarkan kasta karena setiap upacara pasti memerlukan biaya yang cukup besar. Namun, hal ini bisa disiasati dengan ngaben sederhana.
Kali ini munus akan merangkum jenis Upacara Ngaben yang tergolong upacara sederhana: • Mendhem Sawa, bermakna upacara ngaben di bali adalah contoh norma mayat. Yaitu ritual penguburan jenazah untuk dikuburkan di waktu yang tepat. Selain itu penguburan ini juga memiliki filosofi untuk menundukkan ragha sarira dengan prthiwi. • Ngaben Mitra Yajna, Jenis selanjutnya adalah Ngaben Mitra Yajna. Nama Ngaben Mitra Yajan sendiri diambil dari kata Pitra (leluhur) dan Yajna (korban suci) Istilah ini digunakan untuk menyebutkan jenis ngaben yang diajarkan pada Lontar Yama Purwana Tattwa dari sabda Sabda Bhatara Yama.
Dalam sabdanya tidak disebutkan nama tipe ngaben ini, maka dari itu untuk membedakan dengan ngaben sederhana lainnya, maka disebut dengan Ngaben Mitra Yajna. Pelaksanaannya juga berbeda, proses pembakaran mayat ditetapkan sesuai ketentuan dalam Yama Purwana Tattwa. Lebih khusus lagi terkait upacara dan dilaksanakan tujuh hari,tanpa memilih hari baik. • Pranawa Pranawa, berasal dari aksara Om Kara. Nama ini adalah ngaben yang menggunakan huruf suci. Proses pelaksanaannya,jenazah terlebih dahulu dikuburkan.
Pada 3 hari sebelum pembakaran mayat, diadakan upacara Ngeplugin alias Ngulapin. • Pranawa Bhuanakosa, ngaben dari aliran Dewa Brahma terhadap Rsi Brghu.
• Swasta, bearti lenyap atau hilang. Ngaben jenis ini dilakukan untuk jenazah yang tidak tau keberadaannya, bisa karena hilang, terkena bencana, meninggal di tempat yang tidak diketahui, dan lain -lain.
Sebagai ganti dari jenazah yang hilang tersebut, maka dipakai lah kayu cendana yang telah dilukis dan berisi aksara magis. Lukisan disini dibuat merujuk pada representasi dari badan kasar atma dari orang yang telah meninggal tersebut. Sebagaimana jasad yang dibakar, nantinya kayu cendana itulah yang akan dibakar mewakili jasad orang yang bersangkutan. • Ngaben Asti Wedana, prosesi Ngaben yang pelaksanaannya dilakukan setelah jenazah sudah dikubur.
Hal ini berbeda dari Ngaben yang biasanya dimana jasad orang meninggal itu tidak dikuburkan terlebih dahulu sebelum upacara dilaksanakan.
Jenazah yang sudah dikubur itu nantinya akan dibongkar kembali melalui ritual ngagah, yaitu ritual untuk pengambilan tulang belulang sisa dari si jenazah itu sendiri. • Ngelungah adalah upacara kematian yang diperuntukkan untuk para anak kecil yang masih belum mencapai tunggal gigi. • Warak Kruron yang secara khusus adalah upacara Ngaben untuk para bayi yang belum sempat melihat dunia secara langsung atau keguguran.
• Ngaben Sawa Wedana dilakukan dengan melibatkan seluruh badan dari orang yang meninggal. Dilakukan pada jasad yang belum dikubur tetapi didiamkan selama 3-7 hari bahkan bisa sampai sebulan sembari menunggu tanggal bagus untuk melaksanakan upacara Ngaben ini.
Selama masa menunggu itu, si jenazah diletakkan di balai adat dan juga telah diberi ramuan atau formalin guna memperlambat pembusukan.
Jasad tersebut juga diberi makan layaknya orang hidup karena hanya dianggap tertidur. Baca Juga: Mengenal Suku Tengger: Asal, Sejarah, Adat, & Kebudayaannya Kesimpulan Upacara Ngaben yang merupakan adat istiadat terkait upacara kematian yang masih kental dilaksanakan di Bali. Pelaksanaannya yang begitu megah dan unik menjadikannya diketahui oleh seluruh penjuru negeri.
Upacara adat semacam inilah yang perlu dijaga kelestariannya mengingat kekentalan budaya yang masih sangat terlihat di segala aspek. Upacara ini pula dilaksanakan dengan tata cara khusus sesuai dengan ritual keagamaan di Bali dan tidak boleh dilakukan secara sembarangan.
Ngaben merupakan upacara kremasi atau pembakaran jenazah di Bali, Indonesia.
Upacara adat Ngaben merupakan sebuah ritual yang dilakukan untuk mengirim jenazah pada kehidupan mendatang. Dalam upacara ini, jenazah diletakkan dengan posisi seperti orang tidur. Keluarga yang ditinggalkan pun akan beranggapan bahwa orang yang meninggal tersebut sedang tertidur.
Dalam upacara ini, tidak ada air mata karena mereka menganggap bahwa jenazah hanya tidak ada untuk sementara waktu upacara ngaben di bali adalah contoh norma menjalani reinkarnasi atau akan menemukan peristirahatan terakhir di Moksha yaitu suatu keadaan dimana jiwa telah bebas dari reinkarnasi dan roda kematian. Upacara ngaben ini juga menjadi simbol untuk menyucikan roh orang yang telah meninggal. Dalam ajaran agama Hindu, jasad manusia terdiri dari badan halus (roh atau atma) dan badan kasar (fisik).
Badan kasar dibentuk oleh lima unsur yang dikenal dengan Panca Maha Bhuta. Kelima unsur ini terddiri dari pertiwi (tanah), teja (api), apah (air), bayu (angin), dan akasa (ruang hampa). Lima unsur ini menyatu membentuk fisik dan kemudian digerakkan oleh roh. Jika seseorang meninggal, yang mati sebenarnya hanya jasad kasarnya saja sedangkan rohnya tidak. Oleh karena itu, untuk menyucikan roh tersebut, perlu dilakukan upacara Ngaben untuk memisahkan roh dengan jasad kasarnya.
Tentang asal usul kata Ngaben sendiri ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata beya yang berarti bekal.
Ada yang berpendapat dari kata ngabu yang berarti menjadi abu. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa Ngaben berasal dari kata Ngapen yakni penyucian dengan api.
Dalam kepercayaan Hindu, dewa Brahwa atau dwa pencipta dikenal sebagai dewa api. Oleh karena itu, upacara ini juga bisa dianggap sebagai upaya untuk membakar kotoran yang berupa jasad kasar yang masih melekat pada roh dan mengembalikan roh pada Sang Pencipta. Bagi masyrakat di Bali, Ngaben adalah momen bahagia karena dengan melaksanakan upacara ini, orang tua atau anak-anak telah melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga.
Oleh sebab itu, upacara ini selalu disambut dengan suka cita tanpa isak tangis. Mereka percaya bahwa isak tangis justru hanya menghambat perjalanan roh mencapai nirwana.Hari yang sesuai untuk melakukan upacara Ngaben biasanya didiskusikan dengan para tetua atau orang uang paham. Tubuh jenasah akan diletakkan di dalam sebuah peti. Peti ini diletakkan di dalam sebuah sarcophagus yang berbentuk lembu atau diletakkan di sebuah wadah berbentuk vihara.
Wadah ini terbuat darI kertas dan kayu. Bentuk vihara atau lembu ini dibawa menuju ke tempat kremasi melalui suatu prosesi. Prosesi tersebut tidak berjalan pada satu jalan lurus karena bertujuan untuk menjauhkan roh jahat dari jenasah. Puncak Upacara adat Ngaben adalah prosesi pembakaran keseluruhan struktur yaknik Lembu atau vihara tadi berserta dengan jenasah.
Prosesi Ngaben biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Bagi jenasah yang masih memiliki kasta tinggi, ritual ini bisa dilakukan selama 3 hari. Namun, untuk keluarga yang kastanya rendah, jenasah harus dikubur terlebih dahulu baru kemudian dilakukan Ngaben. Upacara Ngaben di Bali biasanya dilakukan secara besar-besaran seperti sebuah pesta dan memakan biaya yang banyak.
Oleh sebab itu, tidak sedikit orang yang melakukan upacara Ngaben dalam selang waktu yang lama setelah kematian. Saat ini, masyarakat Hindu di Bali banyak yang melakukan upacara Ngaben secara massal untuk mengemat biaya. Jadi, jasad orang yang sudah meninggal dimakamkan untuk sementara waktu sambil menunggu biayanya mencukupi.
Namun, bagi keluarga yang mampu, Upacara adat Ngaben bisa dilakukan secepatnya. saya rasa artikelnya kurang tepat. tidak vihara istilahnya melainkan bade atau wadah yang berarti tempat dan memiliki tumpang diatasnya. kemudian tidak benar bagi orang yang berkasta rendah harus dikubufr terlebih dahulu dan orang berkasta tinggi dilakukan selama 3 hari.
melainkan sesuai desa kala patra yang berlaku ditiap daerah dan sesuai dengan dresta yang ada di tiap daerah.
Admin kesrasetda - 29 Maret 2021 - 87580 kali Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah umat HIndu di Bali.Upacara ngaben merupakan suatu ritual yang dilaksanakan untuk mengembalikan roh leluhur ke tempat asalnya.Ngaben dalam bahasaBali berkonotasi halus yang sering disebut palebon.Palebon berasal dari kata lebu yang artinya prathiwi atau tanah.Palebon artinya menjadikan prathiwi (abu).Untuk menjadikan tanah itu ada dua cara yaitu dengan cara membakar (ngaben) dan menanam ke dalam tanah (metanem).
Tujuan upacara ngaben Tujuan dari upacara ngaben adalah mempercepat ragha sarira agar dapat kembali ke asalnya,yaitu panca maha buthadi alam ini dan bagi atma dapat cepat menuju alam pitra.landasan filosofis ngaben secara umum adalah panca sradha yaitu lima kerangka dasar Agama Hindu yaitu Brahman, Atman, Karmaphala, Samsara dan Moksa.
Sedangkan secara khusus ngaben dilaksanakan karena wujud cinta kepada para leluhur dan bhakti anak kepada orang tuanya.Upacara ngaben merupakan proses pengembalian unsur panca maha butha kepada Sang pencipta. Ngaben juga disebut sebagai pitra yadnya ( lontar yama purwana tattwa).Pitra yang artinya leluhur atau orang yang mati sedangkan yadnya adalah persembahan suci yang tulus ikhlas.
Pelaksanaan ritual upacara ngaben / Pitra Yadnya UPACARA ATIWA-TIWA Asal kata Atiwa-tiwa: Ati = berkeinginan, Awa = terang atau bening atau bersih. Artinya: Keinginan melaksanakan pebersihan dan penyucian jenasah dan kekuatan Panca Upacara ngaben di bali adalah contoh norma buthanya.
Atiwa-tiwa juga disebut upacara melelet atau upacara pengeringkesan. Merupakan upacara pebersihan dan penyucian secara permulaan thd jenasah dari kekuatan Panca Maha Butha. Dikenal dg Puja Pitara utk meningkatkan kesucian Petra menjadi Pitara. Ngeringkes atau Ngelelet pengertiannya adalah pengembalian atau penyucian asal mula dari manusa yaitu berupa huruf2 suci sehingga harus dikembalikan lagi.
Manusia lahir diberi kekuatan oleh Sang Hyang Widhi berupa Ongkara Mula, didalam jasad bermanifestasi menjadi Sastra Mudra, Sastra Wrestra (Nuriastra) dan Sastra Swalalita.
Ketiga kekuatan sastra ini memberi makna Utpti, Stiti, Pralina (lahir, hidup, mati). Ketiga sastra ini kemudian bermanifestasi lagi memberi jiwa kepada setiap sel tubuh. Sebagai contoh Sastra Wrestra (Nuriastra) antara lain: 1. A = kekuatan pada Ati Putih 2. Na = kekuatan pada Nabi (pusar) 3. Ca = cekoking gulu (ujung upacara ngaben di bali adalah contoh norma 4. Ra = tulang dada (tulang keris) 5. Ka = pangrengan (telinga) 6.
Da = dada 7. Ta = netra (mata) 8. Sa = sebuku-buku (sendi) 9. Wa = ulu hati (Madya) 10. La = lambe (bibir) 11. Ma = cangkem (mulut) 12. Ga = gigir (punggung) 13. Ba = bahu (pangkal leher) 14.
Nga = irung (hidung upacara ngaben di bali adalah contoh norma. Pa = pupu (paha) 16. Ja = jejaringan (penutup usus) 17. Ya = ampru (empedu) 18. Nya = smara (kama) Tubuh manusia memiliki 108 Sastra Dirga (huruf-huruf suci) yang pada waktu meninggal sastra2 itu dikembalikan ke sastra Ongkara Mula atau disebut Ongkara Pranawa.
Proses pengembalian ini disebut Ngeringkes yang memerlukan upacara dan sarana. Atiwa-tiwa sudah merupakan pensucian tahap permulaan, sehingga setelah atiwa-tiwa jenasah sudah bisa digotong dinaikkan ke paga atau wadah.
Jika dikubur tanpa atiwa-tiwa sesungguhnya jenasah tidak boleh digotong, tetapi dijinjing karena masih berstatus Petra. UPAKARA ATIWA-TIWA 1. Upakara Munggah di Kemulan Peras, soda, daksina, suci alit asoroh, tipat kelanan, canang suci. 2. Upakara Munggah di Surya Peras, soda, daksina, tipat kelanan, canang pesucian 3. Upakara disamping jenasah Peras, soda, daksina. Tipat kelanan. Banten saji pitara asele. Peras pengambean, penyeneng, rantasan. Eteh-eteh pesucian, pengulapan, prayascita, bayekawonan.
Banten isuh-isuh, lis degdeg (lis gede), bale gading (Kereb Akasa). 4. Upakara Pepegatan Pejati asoroh, banten penyambutan pepegatan angiyu, sebuah lesung, segehan sasah 9 tanding.
5. Upakara Pengiriman Pejati lengkap 4 soroh (termasuk pekeling di Prajapati), Saji Pitra asele, punjung putih kuning, tipat pesor dan nasi angkeb, Peras Pengambean, segehan sasah 9 tanding. 6. Upakara Pengentas Bambang Pejati lengkap asoroh, tumpeng barak, soda barak ulam ayam biying mepanggang, prayascita, bayekawonan, pengulapan, segehan barak atanding.
7. Upakara di Sanggah Cucuk Pejati asoroh, canang payasan, banten peras tulung sayut. JENIS UPACARA NGABEN UPACARA PENGABENAN NGEWANGUN Semua organ tubuh (sebagai awangun) memperoleh material upakara sehingga upakaranya banyak.
Ngaben jenis ini diikuti dengan Pengaskaran. Ada dua jenis: (1) Upacara Pengabenan mewangun Sawa Pratek Utama, ada jenasah atau watang matah. (2) Upacara Pengabenan mewangun Nyawa Wedana, tidak ada jenasah tetapi disimbulkan dengan adegan kayu cendana yang digambar dan ditulis aksara sangkanparan. Nyawa Wedana berasal dari kata Nyawa atau nyawang (dibuat simbul). Wedana = rupa atau wujud. Dengan demikian Nyawa Wedana artinya dibuatkan rupa2an (simbolis manusia).
UPACARA PENGABENAN PRANAWA Pengabenan dengan sarana upakaranya ditujukan kepada 9 lobang yang ada pada diri manusia. Pranawa berasal dari kata Prana (lobang, nafas, jalan) dan Nawa (artinya 9). Kesembilan lobang yang dimaksud adalah: 1. Udana (lobang kening), mempengaruhi baik buruknya pikiran 2. Kurma (lobang mata) mempengaruhi budhi baik atau burukterobos ke dasendriya 3.
Krkara (lobang hidung), pengaruh Tri Kaya, jujur atau tidak4.Prana (mulut). Dosa bersumber dari mulut (Tri Mala Paksa) 5. Dhananjya (kerongkongan). Kekuatan mempengaruhi manah – sombong dan durhaka 6.
Samana (lobang pepusuhan), pengaruh jiwa menjadi loba dan serakah. 7. Naga (lobang lambung) pengaruh karakter yang berkaitan dg Sad Ripu 8. Wyana (lobang sendi) pengaruhi perbuatan memunculkan Subha Asubha Karma. 9. Apana (pantat kemaluan) pengaruhi kama yg berkaitan denga Sapta Timira.
Kesembilan lobang manusia ini dapat mengantar manusia kelembah dosa. Pengabenan Pranawa juga diikuti dengan upacara pengaskaran. Ada lima jenis Pengabenan Pranawa 1. Sawa Pranawa: Disertai jenasah atau watang matah 2. Kusa Pranawa : dg watang matah atau hanya dengan adegan saja. Adegannya disertakan pengawak dari 100 katih ambengan.
Memakai upacara pengaskaran. 3. Toya Pranawa. Sama dg Kusa Pranawa, hanya didalam adegannya berisi payuk pere, berisi air dan dilengkapi dengan eteh2 pengentas. Juga memakai Pengaskaran.
4. Gni Pranawa. Sama dengan pranawa lainnya, juga melakukan pengaskaran tapi pengaskaran nista yang dilakukan di setra setelah sawanya menjadi sekah tunggal. Tanpa uperengga seperti Damar kurung, tumpang salu, pepelengkungan, ancak saji, bale paga, tiga sampir, baju antakesuma, paying pagut. Hanya memakai dammar layon, peti jenasah dan pepaga/penusangan. 5.
Sapta Pranawa. Upacara ini dilakukan dirumah, menggunakan damar kurung dan pengaskaran. Tapi tidak menggunakan Bale Paga pd waktu mengusung jenasah ke setra.
Hanya menggunakan pepaga/penusanganb. juga dilaksanakan langsung di setra tapi pelaksanaan pengabenannya mapendem, serta pelaksanaan pengentasnya diata bambang. PENGABENAN SWASTHA Pengabenan sederhana, dengan tingkat terkecil karena tidak dengan pengaskaran. Berarti tidak menggunakan kajang, otomatis tanpa upacara Pengajuman Kajang.
Tidak menggunakan bale paga, damar kurung, damar layon, damar angenan, petulangan, tiga sampir, baju antakesuma dan payung pagut. Hanya menggunakan peti jenasah dan Pepaga/penusangan untuk mengusung ke setra. Pelaksanaan upacara di setra saja. Pengabenan Swastha Geni ini sering rancu dengan pengabenan Geni Pranawa. Swasta asal katanya “su” (luwih, utama). Astha berasal dari Asthi (tulang, abu). Dengan demikian Swastha berarti pengabenan kembali ke intinya tapi tetap memiliki nilai utama.
Pengabenan swstha terdiri dua jenis: 1. Pengabenan Swastha Geni. Penyelesaian di setra dengan cara membakar jenasah maupun tanpa jenasah. Hanya ada pelaksanaan “pengiriman” setelah dibuatkan bentuk sekah tunggal, kemudian dilanjutkan dengan upacara nganyut.
Setelah itu selesai. 2. Pengabenan Swastha Bambang. Semua runtutan pelaksanaannya upakaranya dilaksanakan di atas bambang penguburan jenasah. Kwantitas upakaranya sama dengan pengabenan Swastha Geni hanya saja dalam upakaranya ditambah dengan “pengandeg bambang”. Pengabenan swastha bambang ini tidak disertakan upacara pengerekan dan penganyutankarena tidak dilakukan pembakaran melainkan dikubur.
Sedangkan “pengelemijian” dan pengerorasan tetap dilaksanakan seperti ngaben biasa. Pengabenan Swastha Geni atau Swastha Bambang termasuk pengabenan nista utama, tidak memakai bale paga, tidak melaksanakan pengaskaran dan pada saat ke setra memakai tumpang salu saja. 3. Pengabenan Kerthi Parwa. Termasuk pengabenan tingkat nistaning utama. Dilakukan pada umat Hindu yang gugur di medan perang. Tidak dilakukan pengaskaran, hanya upacara ngentas dan pengiriman saja.
Pelaksanaanya seperti pengabenan Swastha Geni. 4. Pengabenan Ngelanus. Sebenarnya tidak termasuk bagian dari jenis pengabenan.
Hanya teknisnya yang dibuat cepat. Ada dua jenis pengabenan ngelanus yaitu: a. Ngelanus Tandang Mantri. Pengabenan dan pemukuran diselesaikan dalam satu hari. Pengabenan ini mengacu pada sastra agama “Lontar Kramaning Aben Ngelanus”.
Disebut juga dengan Pemargi Ngeluwer. Pengabenan upacara ngaben di bali adalah contoh norma hanya untuk para Wiku, tidak diperkenankan untuk walaka. b. Ngelanus Tumandang Mantri. Dilakukan untuk walaka dalam kurun waktu satu sampai dua hari untuk para walaka. Upakara dan upacaranya tergantung kwantitas upakara dan upacaranya.• Tebar Hikmah Ramadan • Life Hack • Ekonomi • Ekonomi • Bisnis • Finansial • Fiksiana • Fiksiana • Cerpen • Novel • Puisi • Gaya Hidup • Gaya Hidup • Fesyen • Hobi • Karir • Kesehatan • Hiburan • Hiburan • Film • Humor • Media • Musik • Humaniora • Humaniora • Bahasa • Edukasi • Filsafat • Sosbud • Kotak Suara • Analisis • Kandidat • Lyfe • Lyfe • Diary • Entrepreneur • Foodie • Love • Viral • Worklife • Olahraga • Olahraga • Atletik • Balap • Bola • Bulutangkis • E-Sport • Politik • Politik • Birokrasi • Hukum • Keamanan • Pemerintahan • Ruang Kelas • Ruang Kelas • Ilmu Alam & Teknologi • Ilmu Sosbud & Agama • Teknologi • Teknologi • Digital • Lingkungan • Otomotif • Transportasi • Video • Wisata • Wisata • Kuliner • Travel • Pulih Bersama • Pulih Bersama • Indonesia Hi-Tech • Indonesia Lestari • Indonesia Sehat • New World • New World • Cryptocurrency • Metaverse • NFT • Halo Lokal • Halo Lokal • Bandung • Joglosemar • Makassar • Medan • Palembang • Surabaya • SEMUA RUBRIK • TERPOPULER • TERBARU • PILIHAN EDITOR • TOPIK PILIHAN • K-REWARDS • KLASMITING NEW • EVENT Â Â Bali merupakan salah satu provinsi Indonesia.
Bali menjadi salah satu provinsi yang memiliki banyak budaya-budaya sehingga banyak di datangi oleh wisatawan asing/tourist. Salah satu contoh budaya Bali adalah Upacara adat ngaben/pembakaran mayat. Orang bali memercayai upacara daur hidup. daur hidup tergolong sebagai upacara manusa yadnya (selama seseorang masih hidup) dan upacara pitra yadnya (setelah seseorang meninggal).
Jenis-jenis upacara daur hidup ini misalnya : upacara saat kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara mengantar anak menjadi dewasa, upacara potong gigi, upacara perkawinan, upacara kematian (ngaben). Ă‚ Ă‚ Pembakaran mayat/ngaben dilakukan untuk melepaskan/menghantarkan roh yang telah meninggal ke alam atas di mana ia akan menunggu untuk direinkarnasikan / penghapusan proses reinkarnasi. Dalam theologi hindu orang bali ada kompetisi roh jahat dari alam bawah untuk menangkap roh yang upacara ngaben di bali adalah contoh norma sehingga jika di lakukan ngaben kesempatan untuk naik ke alam atas lebih tinggi.
Upacara adat bali ngaben memiliki 5 bentuk yaitu Ngaben Sawa Wedana, Ngaben Asti Wedana, Swasta, Ngelungahdan Upacara ngaben di bali adalah contoh norma Kuron masing-masing dari bentuk itu memiliki fungsi yang berbeda-beda • Ngaben Sawa wedana dilakukan jika upacara ngaben melibatkan jenazah yang masih utuh(belum di kubur).
 Biasanya di lakukan dalam kurun waktu 3-7 hari orang tersebut meninggal. • Ngaben Asti Wedana dilakukan jika jenazah sudah pernah di kubur biasa di sertai oleh upacara dengan upacara ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang tersisa.
Hal ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa setempat, misalnya ada upacara tertentu di mana masyarakat desa tidak diperkenankan melaksanakan upacara kematian dan upacara pernikahan maka jenazah akan dikuburkan di kuburan setempat yang disebut dengan upacara  Makingsan ring Pertiwi ( Menitipkan di Ibu Pertiwi). •  Ngaben Ngaben swasta adalah upacara adat ngaben yang tidak melibatkan jenazah maupun kerangka mayat.
Biasa dilakukan jika meninggal di luar negri atau tmpt jauh, • Ngelungah upacar ngaben yang dilakukan untuk bayi yang belum tanggal gigi • warak kuron adalah upcara adat yang dilakukan utuk bayi keguguran 1. Dengan membakar jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam) 2.
Membakar jenazah juga merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta yaitu : a. Pertiwi : unsur padat yang membentuk tulang, daging, kuku, dll b. Apah: unsur cair yang membentuk darah, air liur, air mata, dll c.
Bayu : unsur udara yang membentuk napas. d. Teja : unsur panas yang membentuk suhu tubuh. e. Akasa : unsur ether yang membentuk rongga dalam tubuh. 3. Bagi pihak keluarga, upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan merelakan kepergian yang bersangkutan.
Rangkaian Upacara Ngaben Ngulapin -- upacara untuk memanggil Sang Atma Nyiramin- memandikan dan membersihkan jenazah di rumah keluarga yang bersangkutan Ngajum kajang -- selembar kertass putih yang di tulis dengan aksara-aksara magis oleh pemangku Ngaskara -- pencucian roh menindang. Agar dapat bersatu dengan tuhan dan dapat pembimbing kerabatnya yang masih ada di dunia Mameras -- di laksanakan bila mendiang sudah memiliki cucu Papegatan - memutuskan hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan Pakiriman Ngutang - Di laksanakan setelah upacara papegatan yang dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat, jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda biasa yang disebut Pepaga).
Ngising - upacara pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah disediakandisertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri, kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta, setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading yang telah dikeluarkan airnya.
-- Nganyud - bermakna sebagai ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini biasanya dilaksakan di laut, atau sungai. -- Makelud - dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah.
Makna upacara makelud ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan